2. 2
Buku Wajib
• Rakhmat, 2013. Dimensi Strategis Manajemen Pembangunan.
Alfabeta : Jakarta
• Wrihatnolo, Randy R. Dan Nugroho, Riant. 2006 Manajemen
Pembangunan Indonesia. Elex Media Komputindo : Jakarta
Referensi Lain
• Affifuddin. 2010. Pengantar Administrasi Pembangunan. Alfabeta:
Jakarta
• Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
• Tadang, Ambar 1981. Ekonomi Pembangunan. Bina Ilmu : Surabaya
• Edy Ikhsan, 2015. Konflik Tanah Ulayat dan Pluralisme Hukum:
Hilangnya Ruang Hidup Orang Melayu. Obor: Jakarta.
3. 3
Setelah mempelajari bab ini, anda
diharapkan dapat memahami :
• Potret sosiologis deli dan situasi agraria
di peralihan abad ke-20
4. 4
• Dalam perkuliahan ini, anda akan
membahas mengenai potret sosiologis deli
dan situasi agraria di peralihan abad ke-20
5. 5
1. Bagaimanakah konflik tanah ulayat
dimaknai secara berbeda karena
kepentingan politik kolonial dan politik
nasional dan lokal pada masa kini,
pengakuan terhadapnya serta persoalan
proteksi terhadap manusia yang hidup di
dalamnya di kawasan Pantai Timur
Sumatera Utara?
6. 6
DAYA TARIK GEOGRAFIS, PENDUDUK DAN ASAL-
USUL KESULTANAN
Wilayah Kesultanan Deli, saat ini termasuk dalam
wilayah administrasi pemerintahan Prov. Sumatera
Utara yang terletak pada lebih kurang 4 57’ s/d 4 39’
Lintang Utara dan 98 25’ s/d 98 47’ Bujur timur. Pada
tahun 1876, Sultan Deli menetapkan daerah-daerah
yang termasuk kekuasaan Deli dan sekitarnya,
diantara: Sunggal (serbanyaman), sepuluh dua kota
(hamparan perak), sukapiring dan senembah (terletak
di perbatasan deli dan serdang yang terbagi atas
beberapa daerah: percut, denai, bedagai dan padang).
7. 7
Batas-batas wilayah Kerajaan Deli sebagai
berikut: 1). sebelah utara berbatasan dengan
Selat Malaka; 2). sebelah selatan berbatasan
dengan Tanah Karo; 3) sebelah barat
berbatasan dengan Langkat; dan 4) sebelah
timur berbatasan dengan Serdang.
Pada tahun 1920, Kesultanan Deli
mempertegas wilayah kedaulatannya melalui
Keputusan No. 42 tgl 23 November 1920,
untuk mencegah agar hak milik sultan atas
tanah tidak dialihkan atau diserahtangankan
kepada pemerintahan.
7
8. 8
Berikut ini wilayah Kerajaan Kesultanan Deli:
1. Wilayah kesultanan: kampung matsum, kota
maimun, sukarame, pulau brayan, glugur,
tanjung mulia, kampung besar, labuhan,
belawan, titi papan, martubung dan tanah
enam ratus;
2. Empat urung atau suku, yakni serbanyaman,
sepuluh dua kota, sukapiring dan senembah;
3. Daerah percut dengan sebagian distrik sungai
tuan;
4. Wilayah padang-bedagai.
8
9. 9
Pada tahun 1932, Druif (agrogeolog),
melakukan penyelidikan dan membagi tanah
deli berdasarkan bahan induknya:
1. Tanah residuer yang autochtori.
2. Tanah alluvial.
Pengetahuan tentang kandungan tanah ini
kemudian memberikan pengaruh sangat
penting bagi perkembangan perkebunan
industri barat (tembakau deli).
9
10. 10
Pada tahun 1823, hasil kunjungan Jhon
Anderson ke Deli, penduduk yang mendiami
wilayah Sumatera Timur pada umumnya dan
Deli, Serdang, serta langkat pada khususnya
terdiri atas suku bangsa: Aceh, Minangkabau,
Batak, Melayu, Cina, Arab, Inggris dan
Melayu sebagai penduduk asli.
Gambaran fisik orang Melayu dari kacamata
Belanda: berkulit cokelat terang dan kasar,
berambut lurus dan berjanggut tipis. Mereka
umumnya lebih kecil dari orang-orang Eropa
tetapi tubuhnya kokoh namun memiliki pipi
yang molek, mata cokelat dan hitam serta
hidung yang kecil dan tidak mancung
sekaligus bentuk mulut yang relatif lebar. 10
11. 11
Dalam pergaulannya orang Melayu menggunakan
Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar antar
sesama dan orang dari daerah lain, sifat dari orang
Melayu antara lain; bukan orang yang rendah diri
tetapi bersikap hati-hati dan curiga dengan pihak lain,
walaupun tidak dinampakkannya. Pemberani dan
bisa dipercaya, tetapi pemboros. Orang Melayu ini
menganut agama Islam dan fatalist. Bukan peminum
alkohol dan jarang menghisap candu tetapi suka
sekali bermain laga ayam. Orang-orang Melayu di
Pesisir Timur bukanlah orang yang bodoh, tetapi
lamban atau malas, dan angkuh, kelak jiwa/karakter
orang Melayu ini kemungkinan besar berubah akibat
pengaruh perkembangan ekonomi perkebunan di
wilayah ini (De Blink, 1918: 78-79).
11
12. 12
HAK KEPEMILIKAN TANAH KOMUNAL, RAJA
DAN PERAN MEDIATOR
Kerajaan Deli adalah wilayah yang paling
muda bagi pengusaha-pengusaha
onderneming yang pertama. Penata kerjaan
ini memberikan konsesi-konsesi pertanian
yang pertama pada waktu Nienhuijs tiba di
Labuhan, Sultan Deli hanya mempunyai
hubungan yang sangat terbatas dengan staf
pegawai Hindia Belanda dan mengetahui
hanya sedikit atau tidak sama sekali tentang
politik agraria yang dijalankan oleh
pemerintah pusat.
12
13. 13
Ia menganggap daerah kekuasaannya
sebagai harta pribadinya sedangkan
rakyatnya diizinkan membuka tanah dan
menamaminya sebanyak yang mereka
perlukan untuk mendukung kebutuhan
mereka sendiri. Siapa pun, yang meminta,
terutama jika pemohon itu bersedia
membayar dengan cara menanami sebagian
daerah kekuasaan Sultan sebagai imbalan
untuk izin yang diperolehnya.
13
14. 14
Orang-orang Belanda pertama kali mendaratkan
kakinya pada tahun 1862 telah memperlakukan
raja-raja Melayu sebagai raja-raja besar yang
paling berkuasa, meningkatkan martabat wibawa
mereka secara luar bisa terhadap kepala-kepala
suku Melayu, Batak Karo, dan Batak Toba yang
menjadi sekutu sang raja. Kepada para
pengusaha perkebunan Belanda yang ingin
mengeksploitasi tanah-tanah yang luar biasa
subur di daerah Deli, raja-raja Melayu
menawarkan keuntungan yang lebih besar dalam
bentuk yang kemudian dikenal dengan nama
Domein Veklaring, yaitu suatu ketentuan yang
memberi hak kepada Belanda untuk
menggunakan semua tanah di dalam daerah
hukum mereka. 14
15. 15
Sebagai mediator dan pedagang antara
komunitas asli dan antara kelompok-
kelompok dari luar, para raja Melayu ini
mengambil kesempatan untuk meningkatkan
akses mereka dalam bidang ekonomi dan
militer terhadap kelompok-kelompok Batak
yang ada di pedalaman.
15
16. 16
Sultan Deli memberikan konsesi-konsesi
hanya di dalam batas-batas wilayahnya
sendiri, segala sesuatunya nampak berjalan
dengan lancar, tetapi ketika menjelang tahun
1871 ia mulai menyewakan tanah yang
terletak di distrik-distrik Batak Karo, diluar
wilayahnya sendiri, kepala-kepala suku Batak
Karo, yang dianggapnya sebagai
bawahannya, menentang dengan perasaan
benci dan marah. Daripada mengumumkan
perang kepada Sultan, kepala-kepala suku
menyerang sumber penghasilan baru sultan
dengan membakari bangsal-bangsal
pengeringan tembakau perkebunan itu.
16
17. 17
TINJAUAN TENTANG PEMBAGIAN
PEMERINTAHAN
Wilayah Pantai Timur Sumatera hampir seluruhnya
terdiri atas daerah pemerintahan swapraja. Batas-
batas ditetapkan melalui kontrak politik yang dibuat
oleh pemerintah dengan penguasa Asahan, Deli,
Kualuh, Ledung, Langkat, Pelalawan, Serdang dan
Siak Sri Indrapura.
Kontrak-kontrak politik pemerintahan Hindia Belanda
dengan penguasa-penguasa pribumi diatur dalam
dalam lembaran negara 1927 No 190 dalam bentuk
plakat pendek seperti kontrak politik dimuat dalam
lampiran sidang majelis rendah parlemen, dengan
judul “Kesepakatan yang dibuat dengan Raja-raja
Pribumi di Luar Jawa”.
17
18. 18
PENDIRIAN KOLONIAL MEMORIE VAN
OVERGAVE
L.Kapoort, Asisten Residen Afdeling Asahan
mengatakan bahwa: “Semua wilayah yang
berada di bawah pemerintahan para Sultan,
raja menganggap dirinya sebagai pemilik
tanah tampaknya bertentangan dengan
seluruh adat yang diakui secara resmi oleh
masyarakat sebagai pemiliknya”. Perubahan
mulai terjadi dan akhirnya diputuskan melalui
kontrak dan plakat.
18
19. 19
Tidak ada konsesi atau hak istimewa yang
diberikan kepada penyewa bisa disahkan
tanpa intervensi pemerintah dan tanah-tanah
di mana penguasa pribumi bisa memetik
keuntungan yang besar dan lahan yang luas
tetapi terbengkalai tidak digunakan, maka
semua tanah itu tetap diserahkan kepada
pemohon yang menanti saat yang tepat untuk
memberikan hasil menguntungkan setelah
digarap oleh mereka.
19
20. 20
Kok, Asisten Residen Afdeling Deli-Serdang,
mengatakan bahwa: dalam hukum Islam raja
sebagai wakil dari Tuhan di Bumi menjadi
pemilik semua tanah, dan adalah wajar bila
para Sultan Islam itu sebelumnya
mengikutinya karena ini menguntungkan
mereka. Maka, bisa dipahami bagaimana
para Sultan demi kepentingan sendiri
bertindak dan berusaha memperkuat atas
dasar hukum-hukum Islam yang ada
merampas semua hak tanah orang Batak
yang di mata orang Islam masih dianggap
kafir, melalui intervensi pemerintah.
20
21. 21
Jadi, dapat simpulkan bahwa apa yang
disampaikan Kapoort dan Kok adalah salah
satu cara pandang dari sisi pemerintahan
terhadap posisi Kesultanan. Cara pandang
yang dibawa pemerintah dan agen-agen
perkebunan di kawasan ini bukan tidak
menimbulkan persoalan-persoalan baru di
kalangan penduduk mayoritas yang memiliki
cara pandang sendiri terhadap relasi mereka
dengan tanah.
21
22. 22
TANAH KOMUNAL DALAM REGULASI HINDIA
BELANDA: MULTI TAFSIR ATAS DEKLARASI
DOMEIN
Prinsip kepemilikan tanah oleh pemerintah kolonial
tidak terlepas dari VOC, Delegasi Lords XVII
dinyatakan bahwa “masyarakat hukum adat yang
ditaklukan oleh VOC dengan kekuatan militernya
dianggap sebagai hak milik perdatanya”.
Pada tahun 1840 terjadi Pergesekan politik di
Belanda berkaitan dengan bagaimana cara-cara
sebaiknya dilakukan untuk mengeksploitasi tanah
jajahan mendapat tekanan dari kelompok liberal
yang tidak puas dengan kebijakan raja dan menteri-
menterinya dan bersamaan penataan organisatoris
Hindia Belanda.
22
23. 23
Pada tahun 1870, dengan diberlakukannya
Agrarische Wet menyatakan bahwa semua
tanah jika tidak dapat dibuktikan
kepemilikannya oleh orang lain, maka tanah
demikian merupakan tanah milik (domein)
negara dan menerapkan sistem tanam paksa
(cultuurstelsel) yang hendak
mempertahankan kekuasaan raja yang luas,
baik di dalam maupun di daerah-daerah
jajahan.
23
24. 24
KONSESI PERKEBUNAN DAN HAK TANAH
KOMUNAL ORANG MELAYU DI SUMATERA
TIMUR
Pengalaman yang luar biasa para Sultan,
pemimpin adat, perkebunan asing dan
penduduk setempat dengan
diperkenalkannya onderneming tembakau
pada abad ke-19, menimbulkan klaim
kekuasaan, kekaburan wewenang kuasa atas
tanah, perlawanan sosial dari penduduk di
bawah naungan pemimpin kampung
(datuk/penghulu) dan motif kepentingan
kolonial untuk menjejakan pengaruhnya di
kawasan ini.
24
25. 25
Konsesi barat adalah sebagai sebuah bentuk
sewa jangka panjang atas tanah dan hutan
belantara. Berikut ini dapat diuraikan periode-
periode waktu kontrak konsesi:
1. Model akta konsesi 1877: Tafsir atas woeste
grond dan konsekuensinya
2. Model akta konsesi 1878: Lahirnya identitas
baru pemegang hak
3. Model akta konsesi 1884: Siasat penyediaan
tanah jaluran dan intensifikasi lahan
4. Model akta konsesi 1892: Mempertanyakan
karakternya
25
26. 26
Jadi, dapat simpulkan bahwa tempat dari satu
hak yang dianggap paling tinggi dalam
penguasaan tanah adalah hak atas tanah
komunal. Tetapi, pertanyaannya adalah
apakah konsesi-konsesi tersebut memberikan
naungan (proteksi) seperti sedia kala yang
dimiliki oleh penduduk setempat atau dengan
cara apa para penyusun konsesi itu
mengartikulasikan hak-hak tanah komunal di
dalam bingkai kapitalisasi perkebunan?
26