1. Pertemuan ke-3 Kelas 5C
Rabu, 07 September 2022 Pukul 13.00 – 15.30
Tiwi Rizkiyani
PERKEMBANGAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
(Masa Penjajahan Belanda dan Jepang)
2.
3. Mind Map
MASA
PENJAJAHAN
BELANDA
1602 - 1952
MASA
PENJAJAHAN
JEPANG
1942-1945
MASA PASCA
KEMERDEKAAN
RI
ORDE BARU
1966-1998
ORDE LAMA
1959-1966
MASA
REFORMASI
21 Mei 1998
2 FASE 1 FASE
4 FASE 1 FASE 3 FASE
4. Awal kedatangan Bangsa Eropa
• Rempah-rempah menarik penjelajahan
maritim Portugal, Spanyol, Inggris, dan
Belanda pada abad 15.
• VOC, perusahaan multinasional pertama
di dunia milik Belanda menjadikan
Nusantara sebagai mitra sekaligus koloni.
Saat itu, harga rempah-rempah di
Pasar Eropa lebih mahal daripada
harga emas Batangan.
5. Masa Penjajahan Belanda (1602-1952)
• INDONESIA BUKAN NEGARA
INDONESIA MERUPAKAN BAGIAN DARI WILAYAH
PEMERINTAHAN NEGARA BELANDA, YG DISEBUT
HINDIA BELANDA.
• PEMERINTAHAN UMUM DI NETHERLAND
PEMERINTAH DI HINDIA BELANDA
DIJALANKAN OLEH GUBERNUR JENDERAL a.n
RATU BELANDA.
KONSEKUENSI :
MASYARAKAT INDONESIA HARUS MENGIKUTI DAN
MEMATUHI SEMUA ATURAN DARI PEMERINTAH
HINDIA BELANDA
6. GUBERNUR JENDERAL PERTAMA : BARON VAN DER CAPPELAN (1816-1826)
• Van der Capellen mengemban tugas penting mengeksploitasi kekayaan
alam Nusantara sebesar-besarnya dengan tujuan untuk menutupi kas
negara yang kosong.
• Kebijakan Van der Capellen :
1.Memberikan kebebasan kepada kelompok swasta untuk menanamkan
modalnya di Hindia Belanda, tetapi pengelolaan sumber daya alam tetap
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.
2.Menghapus peran para pejabat lokal : kebijakan pengurangan monopoli
rempah-rempah dan menghentikan pembayaran sewa tanah -> konflik
ningrat (pemilik tanah)
3.Terjadi Banyak Perlawanan, ada dua perang besar di era ini : Perang Padri
(1821-1837) dan Perang Diponogoro (1825- 1830)
• Van der Capellen diganti dengan Hendrik Merkus de Kock
Hanya sebentar menjabat karena ia hanya pemegang jabatan sementara
sebelum diisi oleh Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies (1826-1830).
7. Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies
(1826-1830)
• Du Bus de Gisugnies merupakan orang Katolik
pertama yang memimpin Hindia Belanda. Ia
merupakan bangsawan Belgia dan saat menjabat
sebagai Gubernur Jenderal di Batavia, ia
menyelesaikan gedung istana gubernur jenderal
yang sekarang digunakan sebagai Gedung
Departemen Keuangan.
• Du Bus mengeluarkan Peraturan Pemerintah 97
tentang Kebebasan Pelaksanaan agama di
Nusantara: Pelaksanaan semua agama mendapat
perlindungan Pemerintah."
Gisignies lebih fokus pada
masalah agama
8. Johannes Van den Bosch (1830-1833)
• Mengantikan Leonard Piere Josepth du bus de Gisignies
yang juga di anggap gagal.
• Untuk mengatasi krisis keuangan dan mengisi kekosongan
kas Belanda :
Kebijakan Van den Bosch : Cultuurstelsel
• Setiap desa di wajibkan menyerahkan 20% tanahnya untuk
ditanami tanaman komoditas Eksport (tebu, kopi,
tembakau, nila) dan mewajibkan kepada petani yang tidak
memiliki tanah untuk bekerja di lahan pemerintahan
selama 75 hari sebagai penganti pajak.
• Van de Bosch di tarik ke belanda 1834 dan sistem ini tetap
berlanjut sampai tahun 1870.
9. Penyimpangan Sistem Cultuurstelsel
• Pelaksanaan seharusnya sukarela tapi dilaksanakan dg cara paksaan.
• Seluruh Tanah Penduduk di tanami tanaman Eksport
• Penduduk Tidak Mempunyai Waktu untuk mengurus tanahnya sendiri, tanah
pertanian rakyat tidak terurus (padi)
• Lahan yang tersisi adalah lahan yang gersang
• Upah yang di peroleh tidak sesuai dengan hasil
Dampak dari Cultuurstelsel
• Membawa kesengsasaran bagi Bangsa Indonesia kelaparan, kemiskinan, wabah
penyakit. Memberikan keuntungan bagi belanja sehingga dapat melunasi
hutang pemerintah Belanda
• Dampak Positif bangsa indonesia mengenal budidaya tanaman yang laku
dipasar dunia selain rempah2 (Kopi, tea, coklat dll), mengenal pajak.
Berakhirnya Cultuurstelsel
• Muncul kritikal dari kaum Liberal meminta Cultuurstelsel di Hapus
• Kemenangan kaum Liberal di Parlemen Belanda berhasil mendesak agar
Cultuurstelsel segera di Hapus
• Keluarnya UU Gula dan UU Agraria 1870 secara resmi mengahiri sistem
Cultuurstelsel
10. Conrad Theodor van Deventer dan Pieter Brooshooft:
Politik Etis/Etische Politiek (Politik Balas Budi)
• Sistem Tanam Paksa atau cultuurstelsel yang dijalankan oleh
pemerintah kolonial untuk mengeruk kekayaan Indonesia
ternyata ditentang sebagian orang Belanda.
• Kritik keras sistem tanam paksa : kaum liberal, terbit dua buku th
1860.
1. Buku “Suiker Contractor” (Kontrak-kontrak Gula) karya Frans
van de Pute.
2. Buku Max Havelaar karya Multatuli yang menggambarkan
bagaimana penderitaan rakyat Lebak Banten akibat
penjajahan Belanda.
• Van Deventer pertama kali mengungkapkan tentang Politik Etis
melalui majalah De Gids pada 1899 yg berjudul Een Ereschuld
(Utang Kehormatan) untuk mengambil sebuah kebijakan guna
memperbaiki Bangsa Indonesia. Sebagai balas jasa atas
kemakmuran yang di peroleh dan di nikmati bangsa Belanda
• Sistem tanam paksa dihentikan th 1863.
11. • Pada 17 September 1901, Politik Etis resmi diberlakukan
setelah Ratu Wilhelmina yang baru naik takhta menegaskan
dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa
pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang
budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda.
• Kebijakan politik etis (Trias Van Deventer) :
1. Irigasi
2. Edukasi
3. Imigrasi
• Pelaksanaan Politik Etis
Mulai diterapkan pada masa Gubernur Jenderal Alexander
WF Idenburg (1909 – 1916).
Pelaksanaan Berbeda dengan teori banyak terjadi
penyimpangan.
Menunjukan Bhawa Belanda merupakan Negara Penjajah
dan Indonesia merupakan wilayah jajahan.
12. Penyimpangan Trias Van Deventer
• IRIGASI
Teori : Membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk
keperluan pengairan.
Pelaksanaan : Lebih banyak mengalirkan air ke perkebunan-perkebunan swasta asing
dan tanah-tanah pertanian milik pengusaha swasta.
• EDUKASI
Teori : Memperluas bidang pengajaran dan Pendidikan bagi bumiputera di Hindia
Belanda.
Pelaksanaan : Pendidikan utama ditujukan agar Pemerintah Hindia Belanda
mendapatkan tenaga Administrasi yg bagus dan murah. Pendidikan berlaku utk mereka
yg mampu membayar (diskriminasi Pendidikan).
• IMIGRASI
Teori : mengajak penduduk untuk pindah ke daerah yg jarang penduduknya utk
mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa.
Pelaksanaan : imigrasi dilakukan utk memenuhi permintaan tenaga kerja di daerah
perkebunan Sumatera Utara dan Kepulauan Suriname.
13. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan pada masa Pemerintahan
Hindia Belanda
SENTRALISTIK DESENTRALISTIK
FASE 2
1903 - 1942
FASE 1
1816 - 1903
Desentralisasi lama
1903
Desentralisasi baru
1922
15. Sistem Pemerintahan Sentralistik
(Fase 1 : 1816-1903)
Dalam penyelenggaraannya, terdapat 2 sistem:
1. Pemerintahan daerah tidak langsung (Indirect
Gebied), artinya tidak langsung diperintah oleh
pemerintah Hindia Belanda. Daerah-daerah ini
berbentuk pemerintah kerajaan. Daerahnya
disebut sebagai daerah swapraja.
2. Pemerintah daerah langsung (Direct Gebied),
artinya daerah yg langsung diperintah oleh
pemerintah Hindia Belanda yg terpusat di
Batavia. Daerahnya disebut daerah pangreh
praja.
16. Daerah Tidak Langsung
• Daerahnya disebut sebagai daerah swapraja
Berbentuk pemerintahan kerajaan yg sudah
ada, missal: Kesultanan Yogyakarta,
Kasunanan Surakarta, Kasultanan Palembang,
Deli, Aceh, dll)
• Daerah swapraja diberikan kelonggaran utk
menyelenggarakan pemerintahan sendiri atau
mengurus rumah tangga daerah swapraja
sendiri (otonomi) dg suatu perjanjian atau
kontrak politik (Politiek Contract), baik
perjanjian jangka Panjang (Lange Verklaring)
maupun kontrak jangka pendek (Korte
Verklaring).
• Daerah swapraja mendapat pengawasan dari
Pemerintah Hindia Belanda dg
menempatkan Pejabat Pengawas dg pangkat
Asisten Residen atau Controleur, Residen,
bahkan Gubernur.
• Lange Verklaring
Dalam long contract yang diatur satu demi satu
hak dan kewajiban Gubernemen, diluar itu
merupakan wewenang sepenuhnya kerajaan
setempat.
Contoh : Kasunanan Surakarta
• Korte Veklaring
Dalam korte verklaring Kepala Swapraja (raja atau
sultan atau istilah adat lainnya) menyatakan
secara singkat bahwa;
(a) Ia mengakui kekuasaan tertinggi ada pada
Raja Belanda dan ia harus tunduk kepada
Raja Belanda.
(b) Ia akan menaati semua aturan dan perintah
gubernemen.
(c) Ia tak akan mengadakan perjanjian dengan
kekuasaan atau negara lain.
Contoh : Kerjaan Gowa di Sulawesi Selatan
17. Hirarki administrasi Pemerintahan di Masa Kolonial
Gubernur Jenderal
Gubernur
Residen
Controller Asisten Wedono
Wedono
Bupati
Kasunanan/Kesultanan
Terdapat 2 Administrasi Pemerintahan :
1. PEMERINTAHAN KOLONIAL, yg dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal (wakil dari pemerintahan
Kerajaan Belanda)
2. PEMERINTAHAN ASLI (Pemerintah Setempat), dibawah Pemerintahan Kerajaan.
18. Hirarki Pemerintahan Daerah Langsung
Daerah jajahan dibagi secara hierarkis atas wilayah Pemerintahan
Administratif : Pemerintahan Pangreh Praja (GAWASTEN).
a. Pemerintahan di Jawa dan Madura
b. Pemerintahan di Luar Jawa dan Madura
19. Pemerintahan di Jawa dan Madura
Hirarki Pemerintahan Pemegang Jabatan
Provinsi Gubernur
Keresidenan Residen (Afdeling)
Kabupaten (Regenschap_ Asisten Residen yaitu Bupati
(Regent)
Kawedanan (District) Kepala Distrik yaitu Wedana
Kecamatan (Onderdistrict) Kepala Onderdistrict yaitu
Asisten Wedana
Desa Kepala Desa
20. Pemerintahan di Luar Jawa dan Madura
Hirarki Pemerintahan Pemegang Jabatan
Provinsi Gubernur
Keresidenan Residen (Afdeling)
Afdeling Asisten Residen yaitu Bupati
(Regent)
Onder Afdeling Patih
Kawedanan (District) Kepala Distrik yaitu Wedana
Kecamatan (Onderdistrict) Kepala Onderdistrict yaitu
Asisten Wedana
Desa/Marga/Kuria/Nagari Kepala Desa/
21. Desentralisasi pada Masyarakat Hukum Adat
1. Desentralisasi Politik
2. Desentralisasi Fungsional
3. Desentralisasi Kebudayaan
Terciptanya Masyarakat Hukum Adat :
- Faktor Geneologis : keturunan/turun temurun
- Faktor teriorial : satu wilayah
- Memiliki norma : aturan (tertulis dan atau tidak tertulis)
Masyarakat Hukum Adat adalah
sekelompok org yg hidup secara turun
temurun dalam bentuk kesatuan ikatan
asal usu leluhur dan atau kesamaan
tempat tinggal di wilayah geografis
tertentu (identitias budaya).
22. Desentralisasi Politik Medebewind (tugas
pembantuan)
• Kepala-kepala persekutuan masyarakat
hukum adat oleh penguasa Belanda diberi
tugas urusan-urusan Pemerintah Pusat tanpa
digaji.
• Kepala-kepala persekutuan tidak
melaksanakan tugas dekonsentrasi karena
mereka bukan alat pemeritah Belanda, tetapi
hanya melakukan tugas titipan disamping
mengurus rumah tangganya sendiri.
• Penyelenggaraan desentralisasi ini disebut
dg Desentralisasi Politik karena pengurusan
kepentingan rumah tangganya sendiri
didasarkan kehendak dari masyarakat adat
secara langsung melalui musyawarah.
23. • Di samping itu adanya persekutuan masyarakat hukum adat
yang tidak terikat pada suatu wilayah hukum yang hanya
mengurus suatu kepentingan yaitu kepentingan perairan
sawah yang dikenal dengan sistem subak di Bali.
• Mereka diberi kebebasan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam soal pembagian air, hak dan kewajiban para
anggotanya dan sebagainya.
• Penyelenggaraan desentralisasi ini disebut “Desentralisasi
Fungsional” karena adanya pengakuan pada kelompok
pengurus yang mengurus kepentingan kelompoknya. Tetapi
pemerintah Belanda tidak memberikan dasar hukum yang
formal.
Desentralisasi Fungsional
24. Desentralisasi Kebudayaan
• Terdapat juga “Desentralisasi Kebudayaan”
yaitu pengakuan terhadap kelompok kecil
dalam masyarakat yang menyelenggarakan
kebudayaan sendiri (pendidikan, agama,
dan sebagainya).
26. Sistem Pemerintahan Desentralistik
(Fase 2 : 1903-1942)
•Decentralisatie wet dengan staatsblaad
1903 no 329 Desentralisasi lama
•Wet Op de Bwestuurshervorming (1922)
Desentralisasi baru
28. Desentralistie wet (1903)
Dimulai dgn dikeluarkannya:
• Th 1903 diberlakukannya WETHOUSEDENDDE DECENTRALISATIENVAN HET
BESTUUR IN NEDERLANDSCH INDIE atau dikenal dg decentralistie wet th
(desentralisasi lama) dengan staatsblaad 1903 no 329 ini merupakan
kebijakan otonomi yg pertama. Yang di dorong oleh beban pemerintah
Hindia Belanda yg semakin berat dan respon terhadap politik etis, dan
daerah yang sangat luas dan beragam kondisinya.
Pemerintah Belanda membuka
kemungkinan pembentukan daerah-
daerah otonomi di Indonesia.
29. Decentralisatie wet (1903)
• Untuk pelaksanaannya, pemerintah Hindia Belanda kemudian
mengeluarkan dua aturan turunan, yakni :
1. Decentralisatie Besluit 1905
2. Local Raden Ordonnantie.
Dewan Perwakilan Rakyat Lokal
(Locale Raad).
30. Desentralisatie Besluit dan Local Raden Ordonnatie
(1905)
• Decentralisatie Besluit mengemukakan tentang pokok-pokok
pembentukan, susunan, kedudukan, dan wewenang dewan (Raad)
dalam pengelolaan keuangan yang dipisahkan dari pemerintah
pusat.
• Local Raden Ordonnantie merupakan aturan pelaksanaan yang
menentukan struktur, status, kewenangan dewan, yakni
Gewestelijke Raad, Plaatselijk Raad, dan Gemeenteraad.
• Desentralisatie Besluit dan Ordonantie ttg Dewan Daerah 1905 (Locale
Raad Ordonantie) memungkinkan dibentuknya Dewan Perwakilan
Rakyat Lokal (Locale Raad).
31. Pokok-pokok pikiran dalam desentralisasi Hindia Belanda menurut desentralistie wet
RAAD
Kemungkinan pembentukan daerah dg
keuangan sendiri utk membiaya kebutuhan-
kebutuhannya yg pengurusannya dilakukaan
oleh sebuah Raad.
GEWESTELIJKE RAAD
Jabatan ketua dipegang oleh Pejabat Pusat
(Kepala Gewest), sedangkan utk daerah-
daerah lainnya dalam ordonansi
pembentukan.
LOCALE RAAD
Anggota locale road sebagian diangkat, utk
sebagian duduk dalam jabatannya di
pemerintahan dan untuk sebagian lg dipilih.
LOCALEVERDEBINGEH
Locale Road berwenang menetapkan
locale verdebingeh mengenai hal-hal yg
menyangkut kepentingan-kepentingan
daerahnya sepanjang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan pusat.
GOVERMEUR GENERAL
Pengawasan terhadap daerah dilakukan
oleh govermeur general, serta berhak
mengatur hal-hal yg dilalaikan oleh
Localee Raad.
33. FASE 2 : DESENTRALISASI BARU
Bestuurshervormings wet
1922 atau UU Pembaruan
Pemerintahan.
34. • Wet Op de Bwestuurshervorming 1922 Amandemen dari
Decentralisatie wet
• Wet Op de Bwestuurshervorming 1922 Desentralisasi baru
• Tujuan amandemen ini adalah, untuk merintis jalan bagi golongan
pribumi memperoleh tempat atau porsi yang lebih besar dalam tata
pemerintahan karena banyak terjadi ketidakpuasan rakyat.
• UU Desentralisasi ini, menciptakan daerah-daerah otonom.
• UU Desentralisasi ini, menciptakan dewan-dewan lokal di tingkat
daerah (Gementee), baik Dewan Keresidenan maupun Dewan Kota,
sebagai lembaga hukum yang mempunyai wewenang membuat
peraturan.
Fase 2 : Desentralisasi Baru
Bestuurshervormings wet 1922 atau UU Pembaruan
Pemerintahan.
35. Desentralisasi Baru (lanjutan)
Dibentuk daerah-daerah otonom :
1. Propinsi (provincie) yg dijalankan oleh Gouverneur.
2. Kabupaten (regentschap) oleh Regent.
3. Kotapraja (stadsgemeente) oleh burgermeester
Misal : Kotapraja Medan, Palembang, Padang, Makassar.
36. Desentralisasi Baru (lanjutan)
Desentralisasi ini mencakup tiga hal, yaitu:
1. Pendelegasian kekuasaan dari pemerintah pusat di Belanda ke
Hindia-Belanda
2. Kemudian dari pemerintahan ini ke departemen, pejabat lokal, dan
dari pejabat Belanda ke pejabat pribumi.
3. Menciptakan lembaga-lembaga otonom yang mengatur urusan
sendiri. Memisahkan keuangan negara dan keuangan pribadi.
Dewan-dewan lokal di tingkat daerah (Gementee), baik Dewan
Keresidenan maupun Dewan Kota, sebagai lembaga hukum yang
mempunyai wewenang membuat peraturan.
37. Desentralisasi baru (lanjutan)
• Salah satu hak yang diberikan kepada Gemeente adalah, hak
untuk mengumpulkan pajak dari warga kota yang
bersangkutan.
• Gemeente juga diberi hak mengumpulkan dana dari usaha-
usaha yang dialihkan oleh pemerintah pusat, penjualan dan
penyewaan rumah, tanah dan lain-lain.
Gemeente (Dewan Lokal tingkat daerah)
38. Anggota Gemeenteraad (dewan kota) Semarang tahun 1920.
Keanggotaannya lebih didominasi oleh Eropa daripada Bumiputra.
39. Desentralisasi baru (lanjutan)
Desentralisasi ini pupus ketika Jepang
menginvasi Hindia Belanda saat Perang Dunia
II, dan ditandai dengan menyerahnya Belanda
pada 1942.
Berakhirnya Desentralisasi Baru Pemerintah Kolonial
40. Tujuan Desentralisasi Pada Masa Hindia Belanda
• Menjaga agar Tidak terjadi Pemberontakan dari daerah-daerah
yang di jajah
• Sebagai upaya untuk melanggengkan dengan mengunakan
politik “devide et impera” dengan membedakan pengaturan
bentuk pemda di Pulau Jawa dan Madura dengan di luar Jawa
dan Madura
• Pembentukan Daerah Otonom bertujuan meringankan beban
keuangan pemerintah belanda dalam mengelolah tanah
jajahan. Contoh : Pungutan pajak oleh Gementee.
41. APAKAH DESENTRALISASI PADA MASA
PENJAJAHAN BELANDA MENCIPTAKAN
DEMOKRASI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
INDONESIA YG LEBIH BAIK?
42. • Dalam rangka mewujudkan kepentingan pemerintah kolonial,
pemerintahan daerah dibentuk bukan semata-mata untuk
meningkatkan kapasitas politik masyarakat setempat, apalagi untuk
kepentingan pengembangan demokrasi.
• Ada juga pandangan bahwa kebijaksanaan penyelenggaraan
desentralisasi didorong oleh komitmen politik etis pemerintah
kolonial. Pendapat ini juga sulit diterima karena penyelenggaraan
pemerintah daerah bukan untuk memajukan masyarakat setempat,
melainkan perwujuduan keinginan pemerintah kolonial untuk
mengeksploitasi wilayah jajahan.
46. Saikoo Sikikan dan Osamu Seirei
• Pemerintahan tertinggi dilakukan oleh Perwira Tinggi Jepang yg
disebut Saikoo Sikikan.
• Segala petaturan perundangan yg dikeluarkan oleh Saiko ikikan
disebut Osamu seirei dan yang dikeluarkan oleh Kepala Staff disebut
Osamu Kanrei. Pemberitaan resminya dimuat dalam Kanpo.
• Di bidang pemerintahan sipil, pada prinsipnya Jepang mengikuti
struktur pada masa penjajahan Belanda dengan mengganti nama-
namanya dalam Bahasa Jepang.
47. Pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan
mengenai Pemerintah Daerah
1. UU No. 1 Tahun 1942 tentang Menjalankan Pemerintahan Balatentara.
2. UU No. 27 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah.
3. UU No. 28 Tahun 1942 tentang Pembentukan beberapa Keresidenan dan
Kotapraja Luar Biasa Jakarta.
4. Osamu Seirei (Peraturan yg dikeluarkan Gunseikan) No. 12 Tahun 1943
tentang Pembentukan beberapa Ken (Kabupaten) dan Si (Kotapraja).
5. Osamu Seirei No. 37 Tahun 1943 tentang Pembentukan Dewan-Dewan
Perwakilan Rakyat di Tingkat Keresidenan dan di Jakarta
49. Pembagian wilayah Jawa dan Madura dalam rangka pelaksanaan
tugas dekonsentrasi (Osamuseirei No.27 tahun 1942)
• Syuu (Karesidenan), dikepalai oleh seorang Syuu-Cookan (Residen).
• Si (Kotapraja), dikepalai oleh seorang Si-Coo (Walikota).
• Ken (Kabupaten), dikepalai oleh seorang Ken-Coo (Bupati).
• Gun (Distrik), dikepalai oleh seorang Gun-Coo (Wedana).
• Son (Kecamatan), dikepalai oleh seorang Son-Coo (Camat).
• Ku (Desa), dikepalai oleh seorang Ku-Coo (Kepala Desa).
50. Hierarki kekuasaan Pemerintahan Kolonial Jepang
PANGLIMA BALA TENTARA JEPANG
PEJABAT MILITER JEPANG
Residen
Bupati
Asisten Wedana
Lurah/Kepala Desa
Kepala Dusun
Wedana
Kepala Rumah Tangga
RT/RW
51. Osamu Seirei NO 12 11 September 1943
• Kekuasaan pemerintahan berada di bawah satu tangan yaitu : dalam tangan Gunsireikan
(panglima Besar tentara jepang yg kemudian disebut Saiko Sikikan yg berkedudukan sbg
Gubernur Jenderal.
• Dibawah Saiko sikikan segala sesuatu yg dilakukan oleh Kepala Staff (Gunseikan)
membawahi 10 departemen yang di pimpin Direktur
• Depert Urusan Umum (Sumubu)
• Depart Dalam Negeri (Naimubu)
• Depart Perusaaan Industri dan Kerajinan Tangan (Sangyobu)
• Depart Keuangan (Zaimubu)
• Departemen Kehakiman (Shihobu)
• Departemen Kepolisian (Keimubu)
• Departemen Lalulintas (Kotsubu)
• Departemen Propaganda (Sendenbu)
• Departemen Kesejahteraan Sosial
• Departemen Meteorogi
52. • Osamuseirei No. 3 yg dikeluarkan saiko sikikan mengatur
pemberian wewenang kepada walikota yg semula hanya berhak
untuk mengatur urusan rumah tangga daerahnya saja, sekarang
diwajibkan untuk menjalankan urusan pemerintahan umum.
• Selanjutnya kedudukan Stadgeemente dan Regentschap dengan
Osamuseirei No. 12 dan 13 diubah menjadi Si dan Ken yg
otonom.
• Dengan Osamuseirei No.21 dan No. 26 ditetapkan pula bahwa
provinsi ditiadakan/dihapuskan , demikian juga dengan Dewan
Kabupaten dan Dewan Gemeente.
53. OSAMU SEIREI NO 37 TAHUN 1943
• Jepang menghidupkan kembali dewan-dewan daerah untuk
menarik simpati rakyat, yaitu :
1. Dewan pusat : Cuoo-Sangiin
2. Dewan karesidenan : Syuu-Sangikaii
3. Dewan u/ kotapraja : Tokubentsu Si Sangikaii
• Namun, penunjukkan/pemilihan anggota dewan ini tidak
demokratis karena hanya sesuai dengan keinginan pemerintah
Jepang saja.
54. Tujuan Politik desentralisasi di Zaman Jepang
• Mendayagunakan potensi yang ada di bumi
nusantara untuk mendukung perang bagi
kemenangan Jepang.
• Untuk mencegah tidak terjadi
pemberontakan oleh daerah-daerah bekas
jajahan belanda denga cara politik
akomendasi dalam bentuk melanjukan
sebagian besar kebijakan desentralisasi yang
sudah dijalankan pada masa penjajahan
pemerintah belanda.
55. APAKAH DESENTRALISASI PADA MASA
PENJAJAHAN JEPANG MENCIPTAKAN
DEMOKRASI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
INDONESIA YG LEBIH BAIK?
56. • Sama halnya dg Pemerintah Kolonial Belanda, Pemerintah Daerah
hampir tidak memiliki kewenangan.
• Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah merupakan
sesuatu yg bersifat misleading atau menyesatkan.
• Kepentingan penguasa militer Jepang untuk kebutuhan mobilisasi
sosial untuk mendukung kegiatan peperangan, pemerintah bala
tantara Jepang di Asia khususnya Hindia Belanda, secara hierarkis
sampai pada satuan masyarakat yg terendah.
• Karena keterbatasan personel militer, Jepang sangat bergantung pada
para Pangrehpraja dalam rangka memobilisasi dukungan untuk
kepentingan peperangan.
• Para pangrehpraja memiliki kekuasaan yg sangat besar, tetapi
dibawah kontrol sepenuhnya dari kalangan penguasa militer Jepang.