2. Masalah
Rendahnya kualitas hidup;
Tingginya pengangguran;
Sistem produksi dan diversifikasi yang belum
berkembang; dan
Terjadi kesenjangan kesejahteraan masyarakat
pedesaan dibandingkan dengan masyarakat kota.
3. Program Pembangunan Berdasarkan
Teori Pembangunan
Friedman, pusat-tepi (core periphery) menjadi:
fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan
keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang
seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan
politik.
Hirschman, teori polarisasi ekonomi
4. Pengertian Dasar
Wilayah dapat dibedakan berdasar kategori sebagai berikut :
Berdasar wilayah administrasi pemerintahan, seperti Kabupaten/Kota,
Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan.
Berdasarkan kesamaan kondisi, yang paling umum adalah kesamaan
kondisi fisik.
Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih
dahulu beberapa pusat pertumbuhan yang kira-kira sama besarnya,
kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat
pertumbuhan.
Berdasarkan wilayah perencanaan/program. Dalam hal ini, ditetapkan
batas-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau
proyek dimana wilayah tersebut termasuk dalam suatu perencanaan untuk tujuan
khusus.
5. Pengertian Dasar
Pengembangan wilayah (Regional Development) adalah upaya Untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan wilayah dan menjaga
kelestarian lingkungan hidup
Zen dalam Alkadri (2001) menggambarkan tentang pengembangan wilayah
sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia, dan
teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam
memberdayakan masyarakat
Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada
pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal
wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan
kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta
upaya mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan.
6. Pengertian Dasar
Pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen- komponen
tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):
Sumber daya lokal.
Pasar.
Tenaga kerja.
Investasi
Kemampuan pemerintah.
Transportasi dan Komunikasi.
Teknologi.
Perencanaan wilayah adalah penetapan langkah yang digunakan untuk
wilayah tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah
tersebut antara lain menetapkan tujuan, memperkirakan kondisi masa
depan, memperkirakan kemungkinan masalah yang akan terjadi,
menetapkan lokasi kegiatan (UU No. 26 Tahun 2007).
7. Pengertian Dasar
Menurut Chaprin, perencanaan wilayah (regional planning) adalah upaya
intervensi terhadap kekuatan-kekuatan pasar yang dalam konteks
pengembangan wilayah memiliki tiga tujuan pokok yakni meminimalkan
konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan kemajuan sektoral dan
membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan
lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki
orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas
prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Perencanaan wilayah adalah perencanaan daerah geografis yang melewati
batas administrasi pemerintahan tetapi berbagi kesamaan karakteristik
sosial, ekonomi, politik, budaya dan sumberdaya alam dan transportasi
8. Tujuan
Tujuan pembangunan wilayah dapat dirangkum sebagai berikut.
Memanfaatkan sumberdaya secara optimal sehingga dapat mewujudkan potensi
pembangunan wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu dengan dampak
minimum dalam mencapai kesetaraan ekonomi
Menjamin perencanaan dan distribusi penduduk dan sumberdaya ekonomi yang
setara dari sebuah daerah.
Mengatur lahan yang tersedia dalam pola ruang yang paling menguntungkan dan
produksif bagi wilayah dan negeri dalam skala luas.
Aloksi sumberdaya tertentu untuk menghasilkan kegiatan ekonomi di wilayah
terbelakang untuk menstabilkan ekonominya melalui perencanaan sejumlah kota
menengah yang memadai dan untuk menyediakan layanan, pekerjaan, dan
fasilitas sosial dan budaya.
Menghindarkan ekspansi perkotaan yang tidak sehat.
9. Teori Pengembangan Wilayah
Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak
dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi
ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada
setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada
sektor-sektor unggulan yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor
lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan sebagai leading
sektor.
Hoover dan Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan
tiga pilar penting dalam proses pembangunan wilayah, yaitu:
Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan
dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik
relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah.
Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena
eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya
keuntungan ekonomi secara spasial.
Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang
paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian
10. Teori Pengembangan Wilayah
Teori sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa
berkembangnya wilayah, atau perekonomian nasional, dihubungan dengan
transformasi struktur ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni sektor primer
(pertanian, kehutanan dan perikanan), serta sektor tertier (perdagangan,
transportasi, keuangan dan jasa). Perkembangan ini ditandai oleh
penggunaan sumber daya dan manfaatnya, yang menurun di sektor primer,
meningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu
di sektor sekunder.
Teori tahapan perkembangan dikemukakan oleh para pakar seperti Rostow,
11. Teori Pengembangan Wilayah
Teori Tahapan Perkembangan, melalui lima tahapan
Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah
sangat bergantung pada produk hasil oleh industri tertentu,
Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah
mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya.
Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa
aktivitas ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri
substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang
sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah
Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini
memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi/melayani kebutuhan baran/jasa wilayah pinggiran.
Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang
sangat nyata terhadap perekonomian nasional. Dalam wilayah berkembang
produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan
terspesialisasi.
12. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Lokasi Terpusat (Central Place Theory)
Teori ini adalah teori keruangan dalam geografi perkotaan yang berusaha
menjelaskan alasan dibalik pola distribusi, ukuran, dan jumlah kota di dunia.
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Walter Christaller pada tahun 1930,
seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman, berdasar pada studi empiris di
daerah sebelah Selatan Jerman.
Teori ini dirancang untuk menjelaskan ukuran kota yang terspesialisasi dalam
perdagangan barag dan jasa. Menurut teori ini, lokasi pusat adalah pusat
perdagangan bagi pertukaran barang dan jasa oleh masyarakat yang berasal
dari daerah sekitar. Sebagai konsekuensi namanya, lokasi terpusat, berarti
tempatnya di tengahuntuk memaksimalkan aksesibilitas penduduk sekitar
Teori didasarkan pada asumsi Christaller bahwa (i) tidak ada hambatan
pergerakan penduduk; (ii) distribusi penduduk merata; (iii) daya beli yang
sama. Sebagai asumsi tambahan, manusia selalu membeli barang dari tempat
terdekat, dan jika permintaan barang tinggi maka akan tersedia sesuai dengan
permintaan tersebut.
13. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Pusat Pertumbuhan
Teori Pusat Pertumbuhan (growth poles) adalah salah satu teori yang dapat
menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi
secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dengan
demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk
mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah.
konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan tahun 1949 oleh Francois Perroux
yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai “pusat dari pancaran gaya
sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut Rondinelli dan Unwin
bahwa teori ini didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah negara
berkembang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
dengan melakukan investasi besar pada industri padat modal di pusat kota.
Teori pusat pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan
pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak
penetesan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran)
pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan.
14. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Basis SumberDaya (Resources Endowment atau Resource
Base)
Teori ini dikemukakan Harver Perloff & Lowdon Wingo, Jr. (1961) mengemukakan
perkembangan wilayah di Amerika yang berlangsung 3 tahap, yaitu (1) tahap
perkembangan pertanian ( - 1840), daerah berkembang adalah wilayah pertanian
dan pelabuhan (pusat); (2) tahap perkembangan pertambangan (1840- 1950),
besi dan batubara, memiliki forward linkages yang lebih luas dari sektor
pertanian; (3) tahap perkembangan amenity resources atau layanan.
Pertumbuhan wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya dan
kemampuannya untuk memproduksinya, untuk keperluan ekonomi nasional dan
ekspor. Dengan kata lain wilayah memiliki comparative advantages terhadap
wilayah lain (spesialisasi). Kegiatan ekspor akan memperluas permintaan dan
efek multiplier yang berpengaruh pada dinamika wilayah.
Sumberdaya yang baik adalah (i) mendukung produksi nasional, (ii) memiliki efek
backward and forward linkages yang luas, (iii) efek multiplier, yaitu kemampuan
meningkatkan permintaan produksi barang dan jasa wilayah.
15. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Basis Ekspor (Export Base atau Economic Base)
Teori ini merupakan perluasan dari teori reources endowment. Teori basis ekspor
merupakan bentuk model pendapatan wilayah yang paling sederhana.
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini
membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah
atas sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang menjadi
tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan
kompetitif (competitive advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non
basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai
penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008).
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut.
Teori ini mengatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pertumbuhan
wilayah, karena sektor ekspor dapat memberikan kontribusi yang penting, tidak
hanya kepada ekonomi wilayah tapi juga ekonomi nasional.
16. Teori Pertumbuhan Wilayah
Pengembangan Agropolitan
Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan pada tahun
1974 oleh Mc.Douglass dan Friedmann sebagai strategi baru pengembangan
pedesaan. Meskipun banyak makna yang terkandung di dalamnya, namun
pada dasarnya pengembangan agropolitan adalah memberikan pelayanan di
kawasan pedesaan atau istilah yang disebut Friedman “kota di ladang”.
Dengan kata lain, masyarakat desa atau petani tidak perlu lagi pergi ke kota
untuk mendapatkan pelayanan, baik pelayanan yang berhubungan dengan
masalah produksi dan pemasaran, maupun masalah yang berhubungan
dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari (Syahrani, 2001).
Konsep ini pada dasarnya merupakan rancangan pembangunan dari bawah
(development from below) sebagai reaksi dari pembangunan top down
(development from above). Agropolitan merupakan distrik atau region selektif
yang dirancang agar pembangunan digali dari jaringan kekuatan lokal ke
dalam yang kuat baru terbuka keluar (Sugiono, 2002).
17. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Pertumbuhan Neoklasik.
Teori ini dikembangkan dan banyak dianut oleh ekonom regional dengan
mengembangkan asumsi Neoklasik. Tokohnya adalah Harry W. Richradson
(1973) dalam bukunya Regional Economic Growth. Teori ini mengatakan
bahwa pertumbuhan wilayah tergantung tiga faktor yaitu tenaga kerja,
ketersediaan modal (investasi), dan kemajuan teknologi (eksogen, terlepas
dari faktor investasi dan tenaga kerja). Semakin besar kemampuan wilayah
dalam penyediaan 3 faktor tersebut, semakin cepat pertumbuhan wilayah.
Selain tiga faktor di atas, teori ini menekankan pentingnya perpindahan
(mobilitas) faktor produksi, terutama tenaga kerja dan modal (investasi)
antarwilayah, dan antarnegara. Pola pergerakan ini memungkinkan
terciptanya keseimbangan pertumbuhan antarwilayah
18. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Baru Pertumbuhan Wilayah
Teori ini percaya pada kekuatan teknologi (sebagai faktor endogen) dan inovasi
sebagai faktor dominan pertumbuhan wilayah (untuk meningkatkan
produktivitas). Kuncinya adalah investasi dalam pengembangan sumberdaya
manusia dan penelitian dan pengembangan (research and development).
Teknologi tinggi dan inovasi yang didukung oleh sumberdaya manusia yang
berkualitas dan riset dan pengembangan adalah syarat meningkatkan
pertumbuhan wilayah. Pengalaman di negara lain (maju) menunjukkan bahwa
semakin tinggi faktor di atas, maka perkembangan wilayah semakin cepat.
Termasuk dalam lingkup teori ini adalah dimasukkannya variabel-variabel non
ekonomi dalam Model Ekonomi Makro
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu faktor ekonomi meliputi (1) sumberdaya alam, (2) akumulasi
modal atau investasi, (3) kemajuan teknologi dan faktor non ekonomi meliputi
(1) faktor sosial, seperti pendidikan dan budaya, (2) faktor manusia (tenaga
kerja), (3) faktor politik dan administrasi.
19. Teori Pertumbuhan Wilayah
Teori Pertumbuhan Wilayah Perspektif Geografi
Pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh faktor internal wilayah
(sumberdaya) dan faktor eksternal, khususnya hubungan wilayah
tersebut dengan wilayah-wilayah lain.
Unsur Internal (Intraregional) in situ, terdiri dari unsur sumberdaya
(alam, manusia, buatan), sejarah, lokasi (letak) site and situation, agen
perubahan, pengambilan keputusan. Sementara unsur Exsternal
(Interregional) ex situ, terdiri dari interrelasi dengan wilayah lain
(interaksi, interdependensi), posisi wilayah tersebut terhadap wilayah
lain.
20. Konsep Perencanaan Wilayah
Dikaitkan dengan wilayah formal dan fungsional, dikenal dua
pendekatan dalam perencanaan wilayah:
Pendekatan teritorial. Pendekatan perencanaan ini dikenal sebagai
pendekatan bottom up, karena tujuannya adalah meningkatkan
perkembangan wilayah dengan mempertimbangkan aspirasi
penduduk;
Pendekatan fungsional yang memperhitungkan lokasi dengan
berbagai kegiatan ekonomi dan pengaturan secara ruang dari
sistem perkotaan mengenai berbagai pusat dan jaringan. Hal
tersebut banyak berhubungan dengan berbagai model seperti
grafitasi, analisis output-input dan sebagainya. Kelompok sosial
yang membentuk pendekatan ini khas fungsional-terikat oleh
kepentingan kelompok, seperti klas sosial, perserikatan dagang
dsb. Dalam perencanaan wilayah, pendekatan ini dikenal sebagai
pendekatan top-down.
21. Konsep Perencanaan Wilayah
Dari sisi teori perencanaan antara lain (Etzioni, 1967):
Pendekatan komprehensif (rational planning model). Merupakan suatu
kerangka pendekatan logis dan teratur, mulai dari diagnotis sampai kepada
tindakan berdasarkan kepada analisis fakta yang relevan, diagnosis
masalah yang dikaji melalui kerangka teori dan nilai-nilai, perumusan tujuan
dan sasaran untuk memecahkan masalah, merancang alternatif cara-cara
untuk mencapai tujuan, dan pengkajian efektivitas cara-cara tersebut.
Pendekatan ini memerlukan survei yang komprehensif pada semua
alternatif yang ada
Pendekatan inkremental (incremental planning model). Memilih diantara
rentang alternatif yang terbatas yang berbeda sedikit dari kebijaksanaan
yang ada. Pengambilan keputusan dalam pendekatan ini dibatasi pada
kapasitas yang dimiliki oleh pengambil keputusan serta mengurangi lingkup
dan biaya dalam pengumpulan informasi.
Pendekatan mixed-scanning (strategic planning model). Kombinasi dari
elemen rasionalistik yang menekankan pada tugas analitik penelitian dan
pengumpulan data dengan elemen inkremental yang menitikberatkan pada
tugas interaksional untuk mencapai konsensus. Proses yang tercakup
dalam mixed scanning ini adalah strength, weakness, opportunity dan
threat (SWOT)
22. Konsep Perencanaan Wilayah
Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi
atas empat komponen
Physical Planning (Perencanaan fisik). Perencanaan yang perlu dilakukan
untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan
perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik
kota dengan jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa
titik simpul aktivitas.
Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam
perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat
ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori
ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja,
produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Bentuk produk dari
perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan,
kesempatan kerja, tabungan).
23. Konsep Perencanaan Wilayah
Social Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas
tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan
tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial
diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program
pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
kebijakan demografis.
Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini
berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara
komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.
Tipologi perencanaan dapat dibagi dalam 4 (empat) kategori yang didasarkan
pada pemikiran teoritis
Traditional planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini
perencana menetapkan maksud dan tujuan untuk membuat kebijakan-
kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan
tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan
perkotaan dengan menggunakan standar dan metode yang professional.
24. Konsep Perencanaan Wilayah
User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna).
Konsep perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk
mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini
masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus
dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan
program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses
pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada
perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus melalui program
khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
Incremental Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang
bersifat dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
permasalahan- permasalahan perkotaan. Produk perencanaan ini bersifat
analisis yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan
dampak positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.