5. Praktik interdisiplin atau kolaborasi
interprofesional merupakan
kerjasama kemitraan dalam tim
kesehatan yang melibatkan profesi
kesehatan
dan pasien, melalui koordinasi dan
kolaborasi untuk pengambilan
keputusan
bersama seputar masalah-masalah
kesehatan.
01. Asuhan Kolaborasi
kebidanan
pemberian
kolaborasi
asuhan
Asuhan
merupakan
kebidanan yang menerapkan kerja
sama bidan dengan tenaga profesi
kesehatan dari latar belakang profesi,
baik yang sama maupun yang
berbeda untuk memberikan kualitas
pelayanan yang terbaik. Setiap tenaga
profesi dapat
memberi
keunikannya dihasilkan
bekerja sama dan
pelayanan yang
dari
kombinasi pandangan dan keahlian
yang diberikan oleh setiap tenaga
profesi tersebut (Sirait, 2016).
6. 01. Asuhan Kolaborasi
UU No 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan
pelayanan yang diberikan oleh bidan
sesuai kewenangan yang diberikan
dengan maksud meningkatkan kesehatan
ibu dan anak dalam rangka tercapainya
keluarga yg berkualitas, bahagia, dan
sejahtera.
Dalam melaksanakan profesinya bidan
memiliki peran sebagai berikut :
• Pelaksana---tugas: mandiri, kolaborasi,
rujukan
• Pengelola
• Pendidik
• Peneliti
Kepmenkes No. 320 Th 2020
Standar Profesi Bidan
Pelayanan Kebidanan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari
sistem pelayanan kesehatan yang
oleh bidan
kolaborasi,
secara
dan/atau
diberikan
mandiri,
rujukan
7. Standar Profesi Bidan
Kepmenkes 320 Th. 2020
● Melakukan kolaborasi dengan profesi terkait masalah
yang dihadapi pada bayi baru lahir (neonatus), bayi,
balita dan anak prasekolah, remaja, masa sebelum hamil,
masa kehamilan, masa persalinan, masa pasca keguguran,
masa nifas, masa antara, masa klimakterium, pelayanan
Keluarga Berencana, kesehatan reproduksi dan
seksualitas perempuan.
Melakukan kolaborasi secara efektif dengan komunitas,
organisasi, dan sektor-sektor lain.
●
8. Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan yaitu
menerapkan manajemen kebidanan pada setiap
asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga, mencakup
1. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi
dan kondisi
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
2. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas
kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi
3. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioritas
kegawatdaruratan dan
hasil kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.
9. 4. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan
klien. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
5.Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
6. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
7. Membuat pencatatan dan pelaporan.
18. Definisi
SK Menteri Kesehatan RI
No. 001 tahun 2012
Sistem rujukan adalah suatu
sistem penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan
wewenang dan
tanggungjawab
atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara
timbal balik, baik vertical
maupun horizontal
Sistem rujukan upaya
keselamatan adalah suatu
sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas
masalah yang timbul baik
secara vertikal (komunikasi
antara unit yang sederajat)
maupun horizontal
(komunikasi inti yang lebih
tinggi dengan unit yang lebih
rendah) ke fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak
dibatasi oleh wilayah
administrasi (Syafrudin,2019)
19. Konsep Rujukan – 3B
3B
Berjenjang dari lini primer/gate
keeper ke sekunder dan tertier
Berbasis indikasi
medis
Berbasis regionalisasi
kewilayahan,
26. Contoh Kasus Rujukan
● Ny.K 36 thn G4P2A1 hamil 40 minggu,preskep. TD 160/110
mmHg. Protein urine +3. KU :sadar. Os di rujuk tdk di infus.
Ny.M 24 th dirujuk bidan dengan PPH dini melahirkan di bidan
dengan gamelli,plasenta lahir lengkap, perdarahan ± 2000 ml,
kontraksi jelek. Lab.di RSUD : Hb 5 gr/dl, lekosit , protein urine
+2, GDS 219. pasien dirujuk hanya dengan infus RL. KU :
Somnolen, TD 150/90 mmHg , nadi 110 x/mnt
Ny.R 32 th G2P1A0 datang dengan rujukan bidan dengan kala II
lama dengan infus terpasang dan telah dipimpin mengedan. Pasien
di PMB sudah 15 jam. TFU 37 cm, Ø lengkap,kk(-), kepala H2. TD
180/110mmHg. Protein urine +2,leuko:25.850
●
●
27. Kendala Sistem Rujukan
Penerima pertama pasien bukan
tenaga medis terlatih. Dokter dan
Bidan sebagai tenaga terlatih justru
berada di lini belakang
Prosedur penerimaan rujukan yang
lambat karena birokrasi pelaporan
Belum selalu tersedia Unit Tranfusi
Darah (UTD) dan Bank Darah
Rumah Sakit belum berfungsi
sebagai tempat antara penyimpanan
darah
Keterbatasan pelayanan pemeriksaan
penunjang karena keterbatasan
SDM, sarana dan prasarana
Petunjuk pelaksanaan sistem rujukan
yang tidak baku
Umpan balik rujukan dari rumah
sakit sering diabaikan karena
tindakan yang dilakukan di
tingkat RS Kabupaten/Kota
dianggap telah menyelesaikan
masalah.
Belum terdapat persepsi yang
sama tentang prosedur tindakan
diantara petugas pelaksana
pelayanan
Keterbatasan pengetahuan
masyarakat tentang
kegawatdaruratan maternal &
neonatal
Keterbatasan kemampuan ibu
dalam mengambil
keputusanKonsekuensi finansial
sebagai dampak proses rujukan
28. Wilayah Cakupan Rujukan RS
Perlu disepakati dengan Perda
Tidak terbatas pada struktur organisasi dan
administrasiHarus mempertimbangkan fungsi dan geografis
Menjamin Sistem Rujukan yang Efektif dan
Efisien
32. References
● WHO, IBI, Bina Upaya Kesehatan, PB FOGI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. 2013. Kementrian Kesehatan
Indonesia
● Dharmakarya: JurnalAplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 1, Maret 2017:
10 - 13 ISSN 1410 - 5675 SOSIALISASI MODEL PRAKTIK KOLABORASI
INTERPROFESIONAL PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
● Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor
Hk.02.03/II/1911/2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas
Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (Poned). Direktur
Jenderal Bina Upaya Kesehatan