2. Tujuan belajar
• Mahasiswa mampu menjelaskan monitoring
dan evaluasi dalam pelayanan KB, meliputi :
– Tujuan monitoring dan evaluasi
– Sistim pencatatan dan pelaporan pelayanan
kontrasepsi
– Mekanisme pencatatan dan pelaporan pelayanan
kontrasepsi
– Audit medik pelayanan KB
(tujuan, fokus, prinsip, prosedur, langkah-langkap
penerapan kegiatan, pelaporan, dan indikator)
3. Tujuan monitoring & evaluasi
• Megetahui sejauh mana keseluruhan upaya
yang dilaksanakan berdampak terhadap
kemajuan program KB, termasuk pelayanan
kontrasepsi mencakup ketersediaan
pelayanan, keterjangkauan pelayanan, dan
kualitas pelayanan KB berdasarkan kebijakan
yang berlaku
4. • Kegiatan ini dapat terselenggara melalui peran
yang dilaksanakan oleh tim penjaga mutu
(lintas sektor), dengan mempergunakan
indikator-indikator pelayanan yang sudah
ditetapkan pada setiap metode kontrasepsi
dalam program KB
5. Sistim pencatatan dan pelaporan
pelayanan kontrasepsi
• Merupakan suatu proses untuk mendapatkan
data & informasi yang merupakan substansi
pokok dalam sistem informasi program KB
nasional dan dibutuhkan untuk kepentingan
operasional program
• Data & informasi tersebut juga merupakan
bahan pengambilan keputusan, perencanaan,
pemantauan, dan penilaian serta
pengendalian program
6. • Data yang dihasilkan harus akurat, tepat
waktu, & dapat dipercaya
• Kegiatan pencatatan & pelaporan program KB
nasional :
– Pengumpulan
– Pencatatan
– Pengolahan data & informasi tentang kegiatan &
hasil kegiatan operasional
7. Sistem pencatatan & pelaporan
pelayanan kontrasepsi
• Meliputi :
– Kegiatan pelayanan kontrasepsi
– Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik di klinik
KB maupun di Dokter/Bidan dan praktek swasta
– Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi di klinik
8. Mekanisme pencatatan dan pelaporan
pelayanan kontrasepsi
• Tujuan : menyediakan berbagai data &
informasi pelayanan kontrasepsi di seluruh
wilayah sampai ke tingkat kecamatan & desa
• Mekanisme pencatatan dan pelaporan (bisa
dilihat di buku)
10. Pengertian
• Adalah suatu proses kajian kasus medis KB yang
sistematis dan kritis terhadap kasus
komplikasi, kegagalan penggunaan alat & obat
kontrasepsi (alokon)
• Pelaksanaannya memanfaatkan data & informasi
yang terkait sehingga teridentifikasi berbagai
faktor penyebab serta memperoleh solusi
perbaikan dan disepakatinya jenis intervensi yang
diperlukan sebagai kegiatan tindak lanjut
11. Tujuan
• Meningkatkan mutu pelayanan medis KB
dalam rangka mendukung upaya peningkatan
pelayanan kesehatan reproduksi, menurunkan
fertilitas, serta berkontribusi dalam
penurunan AKI (angka kematian ibu)
12. Fokus & prinsip
• Fokus : pada kasus-kasus komplikasi dan kasus
kegagalan akibat pelayanan KB
• Prinsip (ada 4 prinsip) :
– Berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dengan pendekatan siklus pemecahan masalah
– Tidak saling menyalahkan
– Mencari solusi untuk perbaikan baik manajemen
maupun teknis
– Audit medik pelayanan KB dilakukan per klien
13. Prosedur
• Dibagi dalam 3 lokasi audit, yaitu :
– Di tingkat puskesmas
– Di tingkat RSU Kabupaten/Kota & Provinsi
– Di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
* Di setiap lokasi audit medik pelayanan KB
teradapat mekanisme penyelenggaraan serta
siapa pelaksana, amteri pertemuan, frekuensi
pertemuan, proses pengkajian kasus, &
pencatatan & pelaporan
14. Langkah-langkah
• Persiapan (pengadaan & sosialisasi
pedoman, pembentukan tim, sosialisasi di
tingkat kabupaten & puskesmas)
• Pelaksanaan (petugas melakukan pelacakan
kasus komplikasi & kegagalan, melakukan
audit)
• Monitoring & evaluasi
15. Pelaporan & indikator
• Pelaporan : tergantung lokasi audit (tingkat
puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan
kabupaten/kota)
• Indikator untuk mengukur mutu pelayanan KB
:
– % kegagalan per metode kontrasepsi
– % kegagalan total
– % komplikasi per metode kontrasepsi
– % komplikasi total
16. CONTOH AUDIT PELAYANAN KELUARGA
BERENCANA DI KOTA SURABAYA
HTTP://WWW.SURABAYA-EHEALTH.ORG/BERITA/TELUSURI-PENYEBAB-KEGAGALAN-KB-SUNTIK
17. Surabaya, eHealth. Kegagalan menggunakan alat kontrasepsi untuk mewujudkan keluarga
berencana terkadang masih dialami sejumlah orang yang menggunakan alat penunda
kehamilan ini. Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya
mengadakan pertemuan dengan para bidan dan dokter Puskesmas se-Surabaya untuk Audit
Pelayanan Keluarga Berencana di Kota Surabaya, hari Rabu (11/5) di Graha Arya Satya
Dinkes Surabaya.
Pada audit ini dibahas mengenai kegagalan KB Implan dan KB suntik yang terjadi
pada tahun 2010-2011. Selama itu kegagalan terdapat enam kasus, terdiri dari kegagalan KB
suntik dan KB implant. Pada kasus kegagalan KB suntik dialami Puskesmas Manukan Kulon
dan KB implant dari Puskesmas Gundih.
Kegagalan pada pasien KB suntik yang dialami oleh Puskesmas Manukan Kulon
mempunyai catatan medik yakni setelah nifas memakai KB Injek Depo 3 bulan selama 2,5
tahun, setelah itu ganti KB Pil selama 5,5 tahun, dan 1 tahun terakhir pasien memakai injeksi
Depo 3 bulan. Suntikan pertama kali di desa dan 3 kali di Puskesmas Manukan Kulon. Pasien
tidak pernah terlambat saat kunjungan ulang berikutnya. Dengan riwayat medik seperti itu
pada tanggal 26 April 2011 jam 09.00 Pasien datang dengan keluhan mual, dan membawa
hasil USG dengan usia kehamilan 10 minggu, janin tunggal, intra uteri.
Selanjutnya, kegagalan KB implant yang dialami Puskesmas Gundih dengan pasien
mempunyai catatan medik sebagai berikut, pasien pernah bongkar pasang cyno
implant lama dan pasang baru safari KB di Rumah Sakit IBI (Ikatan Bidan Indonesia), tidak
menstruasi selama 3 bulan, kemudian pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan
mual, muntah, pusing, amenorrhoe selama 3 bulan, tes PPT positif.
18. Dari kegagalan KB suntik dan KB implat itu dijelaskan oleh dr. Bambang Trijanto, Sp.OG dari
Obsetri Ginekologi RSU Dr. Soetomo bahwa terdapat beberapa faktor penyebab kegagalan
itu. ”Kegagalan bisa disebabkan oleh pasien yang menderita penyakit hematum, TBC, ayan,
pengaruh obat penenang dan antibiotik,” ungkapnya.
Untuk itu disarankan bagi dokter atau bidan untuk membimbingnya pada KB yang efektif
jika sudah mengetahui riwayat medik pasien. Karena jika ibu memiliki komplikasi tersebut
dan tetap menggunakan KB yang bertentangan dengan penderita maka hasilnya tidak
efektif. ”Efektifitas KB suntik berkurang lantaran adanya komplikasi penyakit, untuk itu
arahkan pada KB yang efektif, misalkan KB IUD atau Kondom.
Pengaruh kegagalan KB tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi pasien, namun bisa juga
dipengaruhi oleh alat kontrasepsi. Pada alat kontrasepsi penyimpanannya harus
memenuhi standar penyimpanan, seperti harus disimpan pada suhu dibawah 100 C. Jika
penyimpanannya tidak sesuai prosedur, maka alat itu hanya bisa digunakan 2 tahun saja
dan jika penyimpanannya baik maka bisa digunakan sampai 3 tahun.
Kemudian, kegagalan KB juga dipengaruhi oleh jadwal kunjungan yang tidak teratur. Selain
itu juga dipengaruhi oleh pembelian obat pada apotik yang tidak terintregrasi. Seharusnya
pasien harus membeli obat di apotik-apotik yang sudah terintegrasi.
Pada akhir pertemuan, disarankan jika pengantisipasian tersebut sudah dilakukan namun
masih terjadi kegagalan maka diberi tindakan lebih lanjut.(Ima)