Dokumen ini membahas tentang amobilisasi enzim bromelin dengan menggunakan kitosan sebagai matriks pendukung. Enzim bromelin diisolasi dari buah nanas dengan metode endapan ammonium sulfat. Enzim yang diisolasi kemudian diamobilisasi pada kitosan dengan metode cross-linking menggunakan glutaraldehid. Uji aktivitas enzim bromelin amobil menunjukkan aktivitas optimum pada pH 6 dan konsentrasi substrat 4000 ppm dengan inkubasi selama 6 jam. En
1. Prosiding Kimia FMIPA
SK SK-091304
AMOBILISASI BROMELIN DENGAN MENGGUNAKAN KITOSAN SEBAGAI
MATRIKS PENDUKUNG
Ade Amalia*, Refdinal Nawfa1
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Abstrak
Industri pengolahan udang menghasilkan limbah berupa cangkang udang yang sangat berpotensial sebagai
pencemar lingkungan berupa bau yang tidak sedap. Salah satu cara pemanfaatan limbah udang adalah sebagai bahan baku
kitin dan kitosan yang dapat digunakan sebagai matriks pendukung pada proses imobilisasi enzim. Pada penelitian ini,
dilakukan isolasi enzim bromelin dari buah nanas dengan metode pengendapan menggunakan larutan jenuh ammonium
sulfat. Hasil uji aktivitas terhadap enzim yang diperoleh, menunjukkan fraksi dengan penambahan 30% larutan ammonium
sulfat jenuh yang mempunyai aktivitas paling besar. Enzim bromelin pada fraksi tersebut kemudian diamobilisasi dengan
metode cross-linking dengan menggunakan kitosan. Pada penelitian ini juga dilakukan optimasi waktu, pH, konsentrasi
substrat dan uji perulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil memiliki aktivitas optimum pada
pH 6,0 dan konsentrasi substrat sebesar 4000 ppm dengan waktu inkubasi selama 6 jam sebesar 5,65 unit. Hasil uji
perulangan menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil yang digunakan hingga lima kali perulangan masih menunjukkan
aktivitas yang baik.
Kata Kunci : Kitosan, Bromelin, Biuret
Abstract
The industrial of shrimp manufacture produces dumbs such as shrimp skin that is very potentially to soil the area
like smells badly. One way to get the advantage from shrimp dumps is used for chitin and chitosan that can be used for
support matrix in enzyme immobilization process. In this research, bromelain enzyme was isolated from pineapple fruit by
precipitation method with ammonium sulfate. A test of catalytic activity enzyme shows that, the biggest result was showed
by bromelain enzyme with fraction precipitation with ammonium sulfate 30%. Then, the bromelain enzyme in that fraction
is immobilized with cross-linking metode by using chitosan. In this research, optimation time, optimation pH, optimation
substrate concentration, and repetition test was worked. Based on the research, the result shows that bromelain immobilized
have an optimum activity with pH 6,0 and substrate concentration 4000 ppm for 6 hours is 5,65 unit. The result from
repetition test shows that bromelain immobilized enzyme which is used until fifth process still have a good activity.
Keyword: Chitosan, Bromelain, Biuret
1. Pendahuluan
Enzim adalah biokatalisator yang banyak
digunakan pada berbagai bidang industri produk
pertanian, kimia, dan medis. Enzim memiliki sifat-
sifat spesifik yang menguntungkan yaitu efisien,
selektif, predictable, proses reaksi tanpa produk
samping, dan ramah lingkungan. Sifat-sifat tersebut
menyebabkan penggunaan enzim semakin meningkat
dari tahun ke tahun, diperkirakan peningkatan
mencapai 10–15% per tahun.
Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim,
umumnya menggunakan cara bath yaitu mereaksikan
substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam
air, sehingga enzim bercampur dengan substrat
(Sarah, 2001; Agustini, 2003). Cara ini memiliki
kelemahan karena enzim hanya digunakan sekali
pakai. Secara teknis sangat sulit untuk memisahkan
enzim dan produk dan mendapatkan kembali enzim
yang aktif diakhir reaksi. Umumnya setelah reaksi
selesai, enzim diinaktifkan dengan pemanasan,
pengubahan pH, atau cara lain yang dapat
menyebabkan enzim terdenaturasi (Chibata,1978).
Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam
penggunaan enzim tersebut adalah melalui
amobilisasi enzim yaitu mengikatkan enzim pada
bahan pendukung yang tidak larut dalam air. Enzim
dapat membentuk ikatan ionik, kovalen, ikatan silang
atau terjebak pada bahan pendukung. Pada saat
digunakan, enzim imobil dapat berfungsi sebagai
katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat. Setelah
proses selesai, enzim amobil dapat dipisahkan dari
produk dan diperoleh kembali, sehingga enzim
amobil dapat dipakai berulangkali (Darwis dan
Sukara, 1990). Beberapa matriks pendukung yang
dapat digunakan pada proses amobilisasi enzim
antara lain bentonit, sheparose, gelatin dan kitosan.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari
Edi Cahyaningrum (2007) telah dilakukan
imobilisasi papain pada kitosan dari limbah udang
dengan metode adsorpsi dan metode carrier
crossling menggunakan kation magnesium sebagai
agen bifungsional. Pada penelitian ini digunakan
Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010
* Corresponding author Phone : +6285645686888
e-mail: sagita88@chem.its.ac.id
1
Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
e-mail: refnawfa@chem.its.ac.id
2. Prosiding Kimia FMIPA
kitosan sebagai matriks pendukung pada amobilisasi
bromelin.
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang
merupakan polimer rantai panjang glukosamin
(2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus
molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul
2,5x10-5
Dalton. Kitosan berbentuk serpihan putih
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Kitosan
tidak larut dalam air, dalam larutan basa kuat, dalam
asam sulfat, dalam pelarut-pelarut organik seperti
dalam alkohol, dalam aseton, dalam
dimetilformamida, dan dalam dimetilsulfoksida.
Sedikit larut dalam asam klorida dan dalam asam
nitrat, larut dalam asam asetat 1%-2%, dan mudah
larut dalam asam format 0,2%-1,0%.
2. Metode Penelitian
2. 1 Alat dan Bahan
2. 1. 1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah freeze dryer, sentrifuge, spektrofotometer
Spectronic Genesis, neraca analitik, pH meter,
shaker, magnetik stirer, hot plate, oven, erlenmeyer,
gelas ukur, labu ukur, spatula, termometer, pipet
tetes, beaker gelas, kaca arloji, cawan petri, botol
timbang, dan peralatan gelas lainnya.
2. 1. 2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah cangkang udang, buah nanas, NaOH, HCl,
(NH4)2SO4, NaH2PO4, Na2HPO4, kasein, aquades,
biuret, dan glutaraldehid.
2. 2 Prosedur Kerja
2. 2. 1 Isolasi Kitin
2.2.1.1 Persiapan Cuplikan
Kepala dan kulit udang dibersihkan, kemudian
dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering
digiling dan diayak menjadi serbuk / tepung.
2.2.1.2 Tahap Deproteinasi
Cuplikan ditempatkan dalam suatu bejana tahan
asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk,
thermometer, dan penangas air. Cuplikan
ditambahkan NaOH 3.5% dengan perbandingan 1 :
10 (w/v). Proses ini dilakukan selama 2 jam pada
suhu 650
C. Residu dicuci dengan air hingga
mencapai pH netral, kemudian dikeringkan dalam
oven 1000
C selama 4 jam.
2.2.1.3 Tahap Demineralisasi
Ekstrak pekat kitin hasil deproteinasi
ditempatkan dalam suatu bejana tahan asam basa
yang dilengkapi dengan pengaduk, kemudian
ditambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 1 : 15
(w/v) proses ini dilakukan selama 30 menit pada
suhu kamar. Residu dicuci dengan air hingga
mencapai pH netral, kemudian dikeringkan dalam
oven 1000
C selama 4 jam.
2. 2. 2 Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan
Serbuk kitin direaksikan dengan NaOH 50%
dengan perbandingan 1 : 10 (w/v) dalam suatu bejana
tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk,
thermometer, dan penangas air. Proses ini dilakukan
pada suhu 1000
C selama 4 jam. Residu dicuci dengan
air hingga mencapai pH netral, kemudian
dikeringkan dalam oven 1000
C selama 4 jam.
2. 2. 3 Penentuan Protein secara Kolorimetri
(Biuret)
2.2.3.1 Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)
dilakukan dengan menggunakan larutan stok kasein
dengan konsentrasi 5333ppm (533.3 mg kasein
dilarutkan dalam aquades yang telah dibasakan
sebanyak 5 ml (100 ml aquades + 10 ml NaOH 0.4
N) lalu diencerkan dengan aquades sampai 100 ml)
kemudian diambil 6 ml dan ditambahkan 4 ml reagen
biuret. Larutan kemudian diaduk dan diinkubasi
selama 20 menit pada temperatur 370
C. Larutan
standar kasein diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 500-590
nm dengan interval 5 nm, sehingga diperoleh λmaks
yang digunakan untuk pengukuran selanjutnya.
Kurva dibuat antara panjang gelombang (λ) terhadap
absorbansi (A). Blanko yang digunakan adalah 6 ml
aquades yang ditambah dengan 4 ml reagen biuret.
2.2.3.2 Pembuatan Kurva Standar Kasein
Pembuatan kurva standart dilakukan dengan
menggunakan larutan stok kasein 5333 ppm yang
telah dibuat sebelumnya, diambil sebanyak 1.8, 2.2,
2.6, 3.0, 3.3, 3.7, 4.1, 4.5, 4.8, 5.2, 5.6, dan 6 ml lalu
ditambah 4 ml reagen biuret serta diencerkan dengan
aquades hingga 10ml, sehingga konsentrasi larutan
menjadi 1000, 1200, 1400, 1600, 1800, 2000, 2200,
2400 2600, 2800, 3000, dan 3200 ppm. Larutan
kemudian diaduk dan diinkubasi selama 20 menit
pada temperatur 370
C. Pengukuran absorbansi
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang maksimum yang telah
ditentukan sebelumnya. Selanjutnya dibuat kurva
kalibrasi antara konsentrasi larutan kasein terhadap
absorbansi, sehingga diperoleh persamaan garis
regresi liniernya.
2. 2. 4 Isolasi Enzim Bromelin dari Buah Nanas
Enzim bromelin dari buah nanas diperoleh
dengan cara memarut buah nanas sebanyak ± 350
gram sampai halus, hasil parutan buah nanas ini
selanjutnya diperas sehingga diperoleh sarinya,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm
selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh diambil
sebanyak 80 ml lalu diendapkan dengan
menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh
sebanyak 20 ml (untuk memperoleh fraksi dengan
pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar
20%) dan didinginkan dalam lemari es semalaman.
Endapan yang terbentuk selanjutnya disentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.
Endapan diambil dan ditaruh di cawan petri, ditutupi
dengan aluminium foil yang dilubangi kecil-kecil,
dan disimpan dalam freezer sampai kering. Crude
ekstrak ditentukan aktivitas katalitiknya dengan
diambil sebanyak 2.5 mg dilarutkan dalam 9 ml
larutan kasein (3000 ppm) dan ditambahkan aquades
sampai 10 ml, lalu dikocok pada kecepatan 110 rpm
selama 1 jam, kemudian diambil sebanyak 6 ml dan
ditambahkan 4 ml reagen Biuret untuk menentukan
protein sisanya. Setelah diinkubasi selama 20 menit
pada temperature 370
C, diukur absorbansinya dengan
3. Prosiding Kimia FMIPA
menggunakan spektrofotometer pada λmaks = 540nm.
Fraksi enzim bromelin yang banyak mendegradasi
protein, kemudian diperbanyak.
2. 2. 5 Amobilisasi Enzim
Amobilisasi enzim dilakukan dengan cara cross-
linking seperti yang pernah diterapkan oleh Petre
dkk. untuk amobilisasi sel Escherichia coli dengan
sedikit modifikasi. Prosedur yang digunakan adalah
sebagai berikut : 5 ml laruan buffer dengan pH 7
yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid, 50 mg
kitosan, dan 50 mg/ml enzim dicampur dalam gelas
piala ukuran 100 ml. Campuran diusahakan merata
ke dasar gelas dengan cara menggoyangkan dan
memutar pelan-pelan gelas piala, kemudian disimpan
dalam freezer. Setelah satu hari, enzim amobil yang
terbentuk dicuci dengan air suling. Air bilasan
selanjutnya ditentukan kandungan proteinnya untuk
mengetahui enzim yang tidak teramobil.
2. 2. 6 Uji Aktivitas Enzim Amobil
2.2.6.1 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas
Enzim Amobil
Larutan stok kasein 4000 ppm diambil sebanyak
20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan enzim bromelin amobil yang telah
dibuat sebelumnya. Larutan dishaker dengan
kecepatan 110 rpm selama 0, 2, 4, 6, dan 8 jam.
Penentuan kandungan protein dilakukan seperti
prosedur di atas, selanjutnya dihitung aktivitas
enzim. Enzim bromelin dengan waktu inkubasi
optimal yang didapat, akan digunakan untuk
percobaan selanjutnya.
2.2.6.2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Amobil
Substrat dikondisikan pada berbagai pH yaitu
6,0; 6,5; 7,0; 7,5, dan 8,0 dengan menambahkan
NaOH atau HCl, kemudian diambil sebanyak 17.5 ml
lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta
ditambahkan 2.5 ml buffer fosfat (campuran dari
garam NaH2PO4 dan Na2HPO4) sesuai dengan pH
yang divariasikan. Selanjutnya enzim bromelin
amobil dimasukkan ke dalam larutan cuplikan,
kemudian dishaker dengan kecepatan 110 rpm
selama waktu inkubasi optimum yang telah diperoleh
dari percobaan sebelumnya. Penentuan kandungan
proteinnya seperti yang dilakukan pada prosedur di
atas, selanjutnya dihitung aktivitas enzim. Hal yang
sama dilakukan pada kontrol (17.5 ml kasein dengan
pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5, dan 8,0 ditambah 2.5 ml buffer
fosfat dengan pH yang sesuai). Pembuatan enzim
bromelin amobil dilakukan dengan prosedur yang
sama, hanya saja 50 mg kitosan larutan buffer fosfat
yang ditambahkan sesuai dengan pH yang
divariasikan sebanyak 5ml yang mengandung 5%
(b/v) glutaraldehid. Sebelum dimasukkan ke dalam
larutan cuplikan, enzim bromelin amobil dibilas
dengan 10 ml aquades sebanyak tiga kali.
2.2.6.3 Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap
Aktivitas Enzim Amobil
Optimasi konsentrasi substrat dilakukan dengan
membuat variasi konsentrasi kasein yaitu dan 2000,
2500, 3000, 3500, dan 4000 ppm. Enzim bromelin
amobil ditambahkan ke dalam 17.5 ml substrat
yang telah dikondisikan pHnya, kemudian
ditambahkan masing-masing larutan dengan 2.5 ml
buffer fosfat dengan pH optimum yang telah didapat
dari percobaan sebelumnya. Selanjunya, cuplikan
dishaker dengan kecepatan 110 rpm selama waktu
inkubasi optimum yang telah diperoleh dari
percobaan sebelumnya. Penentuan kandungan
proteinnya seperti yang dilakukan pada prosedur di
atas, selanjutnya dihitung aktivitas enzim. Hal yang
sama dilakukan pada kontrol.
2. 2. 7 Uji Perulangan Aktivitas Enzim Amobil
Untuk mengetahui pengaruh perulangan
penggunaan enzim bromelin amobil terhadap
pengurangan kadar protein dalam kasein, enzim
bromelin amobil digunakan berulang kali dengan
kondisi kecepatan pengocokan yang sama, waktu
optimum, pH optimum, dan konsentrasi substrat
optimum. Setelah proses degradasi protein pertama
selesai, enzim bromelin amobil dipisahkan dengan
cara disaring, dibilas dengan aquades sekali dan
langsung dimasukkan ke dalam cuplikan yang baru
untuk diproses berikutnya dengan kondisi yang sama.
Perlakuan ini diulangi sebanyak lima kali dan
dianalisis kadar protein yang terdegradasi serta
dihitung aktivitas enzim pada setiap perulangan.
3. Hasil dan Pembahasan
3. 1 Isolasi Kitin
3. 1. 1 Tahap Deproteinasi
Deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan
protein dari kitin dengan menggunakan larutan
NaOH 3,5 % selama dua jam pada suhu 650
C.
Apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi
dan suhu lebih tinggi akan menyebabkan kitin
terdeasetilasi. Protein dari kitin akan terekstrak
dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na+
dari NaOH akan
mengikat ujung rantai protein yang bermuatan
negatif.
Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan
mineral atau senyawa anorganik yang terdapat pada
kulit udang windu (Penaeus monodon). Kandungan
mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4) dalam
jumlah kecil dan lebih mudah dipisahkan
dibandingkan dengan protein karena hanya terikat
secara fisik. Proses demineralisasi dilakukan dengan
menggunakan larutan HCl 1 N pada temperature
ruang selama 30 menit dengan perbandingan berat
sampel dan volume HCl 1:15 (w/v). Apabila
digunakan konsentrasi asam lebih tinggi dan waktu
perendaman yang lebih lama, akan menyebabkan
kitin terdegradasi. Pada proses ini senyawa kalsium
akan bereaksi dengan asam klorida menghasilkan
kalsium klorida yang larut dalam air, gas CO2 dan air,
dan asam pospat yang larut dalam air.
3. 2 Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan
Deasetilasi merupakan proses penghilangan
gugus asetil (COCH3) dari kitin menggunakan larutan
alkali. Kitin mempunyai struktur kristalin yang
panjang dengan ikatan hidrogen yang kuat antara
atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai
bersebelahan. Untuk memutuskan ikatan antara
gugus asetilnya dengan gugus nitrogen sehingga
berubah menjadi gugus amino (NH2) perlu digunakan
natrium hidroksida dengan konsentrasi tinggi dan
waktu deasetilasi yang lama.
4. Prosiding Kimia FMIPA
Pemutusan gugus asetil pada kitin mengakibatkan
kitosan bermuatan positif dan dapat larut dalam asam
organik. Proses ini menggunakan larutan NaOH 50 %
dan dipanaskan pada suhu 1000
C selama 4 jam.
Setelah dicuci hingga pH netral dan dikeringkan
diperoleh kitosan.
Hasil isolasi kitin dari cangkang udang
dikarakterisasi gugus fungsinya dengan FTIR
(Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Spektra Kitosan
Pada Gambar 3.1, tampak pita serapan pada
bilangan gelombang 3626,29 cm-1
yang berasal dari
vibrasi ulur –OH dan pita serapan 2805,6 cm-1
yang
berasal dari vibrasi ulur C-O.muncul serapan pada
1678,13 cm-1
yang berasal dari vibrasi tekuk N-H
yang diperkuat oleh pita serapan 3603,15 cm-1
menunjukkan keberadaan amina (-NH2) pada kitosan.
3. 3 Penentuan Protein secara Kolorimetri
(Biuret)
3.3.1Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum
menggunakan larutan kasein stok 5333 ppm
sebanyak 5 ml ditambah 4 ml reagen Biuret dan
diencerkan hingga 10 ml sehingga dihasilkan larutan
kasein 2666 ppm. Larutan kasein stok dibuat dari
533.3 mg kasein yang dilarutkan dalam air yang
dikondisikan dengan 5 ml NaOH 0,4 N, karena
kasein sukar larut dalam suasana netral namun mudah
larut dalam basa, kemudian diencerkan menjadi 100
ml aquades. Larutan kasein 2666 ppm diinkubasi
selama 20 menit pada suhu 370
C (Cooper,1979).
Inkubasi ini berfungsi agar reaksi antara larutan
kasein dengan reagen biuret berlangsung sempurna
dimana reagen biuret bereaksi spesifik dengan
protein bukan dengan asam amino. Pemakaian suhu
370
C dimaksudkan agar tidak terjadi denaturasi pada
kasein yang disebabkan oleh panas berlebih. Warna
larutan berubah dari bening menjadi ungu. Hal ini
disebabkan adanya reaksi antara larutan tembaga (II)
sulfat (dari reagen biuret) dengan larutan kasein.
Ikatan antara dua peptida atau lebih ditunjukkan
sebagai perubahan warna hanya jika ikatan peptida
dapat mengelilingi ion Cu2+
(Rising, Mary, M., dkk,
1930).
Panjang gelombang yang didapatkan sama
dengan yang dilakukan oleh A. G. Gornall, yaitu
sebesar 540 nm. Absorbansi ini dihasilkan karena
terjadi pengabsorbsian sinar tampak oleh kompleks
Tembaga-Kasein. Pada panjang gelombang
maksimum diperoleh kepekaan analitis yang tinggi
dan pengukuran sebanyak tiga kali akan memberikan
kesalahan yang kecil.
3.3.2 Pembuatan Kurva Standar Kasein
Larutan standart yang digunakan adalah larutan
kasein dengan bermacam-macam konsentrasi yang
diperoleh dari larutan stok kasein yang
berkonsentrasi 5333 ppm. Kasein dilarutkan dalam
air ber-pH basa secukupnya hingga kasein larut lalu
pengenceran dilanjutkan dengan aquades. Larutan
stok kasein tersebut diambil sebanyak 6 ml, 5.6 ml,
5.3 ml, 4.8 ml, 4.5 ml, 4.1 ml, 3.7 ml, 3.4 ml, 3 ml,
2.6 ml, 2.2 ml, dan 1.8 ml untuk membuat larutan
kasein dengan konsentrasi 3200 ppm, 300 ppm, 2800
ppm, 2600 ppm, 2400 ppm, 2200 ppm, 2000 ppm,
1800 ppm, 1600 ppm, 1400 ppm, 1200 ppm,dan 1000
ppm. Masing-masing larutan ditambah dengan reagen
biuret sebanyak 4 ml sehingga pengenceran dengan
reagen biuret juga diperhitungkan dan selanjutnya
ditambah air destilasi sampai tanda batas labu ukur
10 ml. Larutan tersebut diinkubasi elama 20 menit
pada suhu 370
C kemudian diukur absorbansinya
dengan blanko (6 ml air + 4 ml biuret) pada λmaks
540 nm.
Kurva standart dibuat dengan mengalurkan
absorbansi sebagai ordinat (sumbu Y) dan
konsentrasi kasein sebagai absis (sumbu X). Nilai
absorbansi mengalami kenaikan seiring
bertambahnya konsentrasi kasein sehingga diperoleh
persamaan garis antara konsentrasi kasein dan
absorbansi yaitu:
Y = 0,000047x – 0,010199
Gambar 3.2 Kurva standart Larutan Kasein
Analisa dengan spektrofotometri, hubungan linier
antara konsentrasi dengan absorbansi harus
memenuhi hokum Lambert-Beer yang dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut A = ε.b.c, dimana
A adalah absorbansi dan c adalah konsentrasi, jadi
dapat disimpulkan bahwa absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi, namun kenyataannya data-
data yang tepat memenuhi persamaan sulit diperoleh
sehingga perlu diekstrapolasikan melalui titik nol.
Dari persamaan Y = 0,000047x – 0,010199 setelah
diektrapolasikan melalui titik nol maka diperoleh
persamaan : y = 0,000043x.
3.4 Isolasi Enzim Bromelin dari Buah Nanas
Buah nanas yang telah dihilangkan kulit buahnya,
diparut dan diperas untuk memperoleh sari buahnya.
Sari buah nanas kemudian disentrifuse pada
kecepatan 3000 rpm selama 20 menit untuk
memisahkan supernatan dari ampasnya. Supernatan
berwarna kuning, dipisahkan dari endapan yang juga
berwarna kuning dengan cara dekantasi.
Selanjutnya, supernatan yang diperoleh diambil
sebanyak 80 ml lalu diendapkan dengan
menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh
sebanyak 20 ml (untuk memperoleh fraksi dengan
pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar
20%) dan didinginkan dalam lemari es semalaman.
5. Prosiding Kimia FMIPA
Pengendapan enzim dengan penambahan garam
didasarkan pada pengaruh yang berbeda-beda dari
konsentrasi garam yang ditambahkan terhadap
kelarutan enzim. Pengendapan tersebut dipengaruhi
oleh konsentrasi dan jumlah muatan tiap on dalam
larutan. Garam yang paling efektif adalah garam
yang memiliki muatan anion ganda seperti sulfat,
fosfat dan nitrat. Garam ammonium sulfat paling
banyak digunakan untuk pemurnian enzim karena
sifat kelarutannya yang tinggi dalam air dan tidak
mengganggu bentuk dan fungsi enzim, serta
dikarenakan garam tersebut secar komersial banyak
tersedia (Rumainah, 2000). Endapan yang terbebtuk
merupakan enzim bromelin yang berwarna putih
kekuningan.
Larutan selanjutnya disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Endapan yang
merupakan enzim bromelin diambil dan ditaruh di
cawan petri, dan disimpan dalam freezer. Prosedur
diulangi untuk memperoleh fraksi dengan
pengendapan larutan ammonium sulfat jenuh sebesar
20%, 30%, 40% dan 50%. Fraksinasi dilakukan
untuk mengetahui fraksi enzim bromelin terbesar
dalam mendegradasi protein.
Enzim bromelin dari masing-masing fraksi
diambil sebanyak 2,5 mg dan dilarutkan dalam 9 ml
larutan kasein (3000 ppm) dan ditambah aquades
hingga 10 ml, sehingga kandungan kasein dalam 10
ml larutan tersebut adalah 2700 ppm (27 mg),
kemudian dikocok pada kecepatan 110 rpm selama 1
jam dandipanaskan, kemudian diambil sebanyak 6 ml
dan ditambahkan 4 ml reagen biuret. Setelah
diinkubasi selama 20 menitpada suhu 370
C, diukur
absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer
pada λmaks = 540 nm.
Tabel 4.1 di bawah menunjukkan bahwa fraksi
enzim bromelin kasar dengan penambahan larutan
jenuh ammonium sulfat 30% mampu mendegradasi
protein terbanyak, yaitu 15,547 mg, sehingga dari
hasil tersebut, dilakukan isolasi enzim bromelin lagi
pada fraksinasi 30%.
Tabel 3.1 Berat Protein Terdegradasi oleh Enzim
Bromelin Kasar
3.5 Amobilisasi Enzim
Pada immobilisasi enzim proteolitik ini
digunakan kitosan sebagai matriks pendukungnya.
Kitosan sebanyak 50 gram ditambahkan dalam
5 ml buffer fosfat pH 7 yang mengandung 5% (b/v)
glutaraldehid dan 50 mg enzim, kemudian disimpan
semalam dalam lemari es. Kitosan digunakan untuk
berikatan silang dengan enzim karena kitosan
merupakan polimer alam yang dapat berikat silang
bila ditambahkan agen ikat silang misalnya
glutaraldehid atau glioksal. Ikat silang terjadi antara
ujung glutaraldehid agen ikat silang dan gugus amina
kitosan (Guibal dkk., 1998).
Penggunaan kitosan sebagai matriks pendukung
dalam amobilisasi enzim dapat terjadi dalam 2
metode. Metode yang pertama adalah metode
penjebakan. Pada metode ini glutaraldehid berikatan
dengan ujung amina dari kitosan pada kedua sisinya,
sehingga ikat silang yang terjadi adalah antara
kitosan dengan kitosan. Jika kondisi seperti ini yang
terjadi, maka amobilisasi enzim terjadi dengan
metode penjebakan. Dimana enzim terjebak diantara
matriks kitosan yang berikatan silang dengan
glutaraldehid.
Penentuan kandungan protein dari enzim yang
teramobil dilakukan dengan cara mengukur
kandungan protein hasil bilasan. Hasil kandungan
protein enzim amobil adalah sebesar 22,87 mg, dan
berat protein enzim yang bebas adalah 27,32 mg.
3.6 Uji Aktivitas Enzim Amobil
3.6.1 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas Enzim
Amobil
Larutan stok kasein 4000 ppm diambil sebanyak
20 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer A
sebagai kontrol, dan larutan stok kasein 4000 ppm
diambil lagi 20 ml dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer B sebagai cuplikan. Larutan pada
Erlenmeyer B ditambahkan enzim bromelin amobil
yang telah dibuat sebelumnya. Semua larutan tersebut
di shaker dengan kecepatan 110 rpm selama 2, 4, 6
dan 8 jam. Penentuan kandungan protein dilakukan
seperti prosedur di atas. Selain itu dihitung juga
aktivitas enzim, dimana pada penelitian ini 1 unit
aktivitas didefinisikan sebagai banyaknya μg protein
yang terdegradasi / menit / mg protein enzim. Enzim
bromelin dengan waktu inkubasi optimal yang
didapat, akan digunakan untuk percobaan
selanjutnya.
Tabel 3.2 Pengaruh Waktu terhadap Aktivitas
Enzim Amobil
Waktu
Inkubasi
(Jam)
Berat protein
terdegradasi(mg)
Aktivitas
Enzim (unit)
2 3,87 1,41
4 8,52 1,55
6 15,50 1,88
8 16,28 1,48
Perhitungan pengurangan kandungan protein sebagai
berikut : mg protein awal dikurangi mg protein dari
larutan cuplikan (protein tersisa), kemudian dikurangi
mg protein terdegradasi akibat kontaminan kontrol,
sehingga didapat pengurangan kandungan protein
akibat aktivitas enzimatik dan bukan akibat adanya
kontaminan.
Gambar 3.3 di bawah menunjukkan bahwa pada
inkubasi selama 6 jam, terjadi peningkatan yang
drastis pada aktivitas enzim. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa reaksi enzimatik optimal pada
waktu inkubasi selama 6 jam.
Fraksi dengan pengendapan
larutan ammonium sulfat
jenuh
Berat protein
terdegradasi
(mg)
20% 13,609
30% 15,547
40% 13,221
50% 14,771
6. Prosiding Kimia FMIPA
Gambar 3.3 Kurva Pengaruh Waktu terhadap
Aktivitas Enzim Amobil
3.6.2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Amobil
Substrat dikondisikan pada berbagai pH yaitu 6,0;
6,5; 7,0; 7,5 dan 8,0 dengan menambahkan NaOH
atau HCl, kemudian diambil sebanyak 17,5 ml lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan
2,5 ml buffer fosfat (campuran dari garam NaH2PO4
dan Na2HPO4) sesuai dengan pH yang divariasikan.
Pemilihan variasi pH tersebut didasarkan pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indrawati
(1983) dimana pH optimum dari enzim bromelin
adalah 6,5. Penambahan buffer tersebut untuk
mempertahankan pH yang kemungkinan besar akan
berubah saat inkubasi. Larutan buffer yang digunakan
adalah buffer fosfat, karena memiliki range pH sesuai
dengan pH yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
yaitu pH antara 5-8. Selanjutnya, enzim bromelin
amobil dimasukkan ke dalam larutan cuplikan,
kemudian dishaker dengan kecepatan 110 rpm
selama 6 jam. Hal yang sama dilakukan pada kontrol
(17,5 ml kasein 3000 ppm dengan pH 6,0; 6,5; 7,0;
7,5 dan 8,0 ditambah 2,5 ml buffer fosfat dengan pH
yang sesuai). Pembuatan enzim bromelin amobil
dilakukan dengan prosedur yang sama, hanya saja 50
mg kitosan larutan buffer fosfat yang ditambahkan
sesuai dengan pH yang divariasikan sebanyak 5ml
yang mengandung 5% (b/v) glutaraldehid. Sebelum
dimasukkan ke dalam larutan cuplikan, enzim
bromelin amobil dibilas dengan 10 ml aquades
sebanyak tiga kali.
Tabel 3.3 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Amobil
p
pH
Berat protein
terdegradasi (mg)
Aktivitas Enzim
(unit)
6,0
42,64 5,18
6
6,5
37,98 4,61
7
7,0
35,66 4,33
7
7,5
31,01 3,77
8
8,0
24,8 3,01
Dari tabel di atas bila dibuat hubungan antara
aktivitas enzim dengan pH maka diperoleh
Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Kurva Pengaruh pH terhadap
Aktivitas Enzim Amobil
3.6.3 Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap
Aktivitas Enzim Amobil
Penentuan konsentrasi optimum kerja enzim
bromelin amobil terhadap substrat, dilakukan dengan
membuat variasi konsentrasi substrat (kasein) yaitu
2000, 2500, 3000, 3500, dan 4000 ppm. Enzim
bromelin amobil dimasukkan ke dalam 17,5 ml
substrat yangbtelah dikondisikan pHnya menjadi pH
6,0 kemudian ditambahkan 2,5 ml buffer fosfat pH
6,0. Selanjutnya, cuplikan dan larutan kontrol
(17,5 ml kasein dengan pH 6,0 ditambah 2,5 ml
buffer fosfat pH 6,0) dishakerdengan kecepatan 110
rpm selama 6 jam. Dengan semakin kecilnya
konsentrasi substrat maka aktivitas enzim juga
semakin kecil. Hasil pengukuran tersebut terlihat
pada tabel di bawah.
Tabel 3.4 Pengaruh Konsentrasi Substrat
terhadap Aktivitas Enzim Amobil
Konsentrasi
Substrat (ppm)
Berat protein
terdegradasi
(mg)
Aktivitas
Enzim (unit)
2000 13,18 1,60
2500 17,83 2,16
3000 23,26 2,82
3500 26,35 3,20
4000 34,89 4,24
Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa
pada konsentrasi substrat yang besar aktivitas
katalitik dari enzim juga besar, tetapi pada batas
konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan kecepatan
reaksi walau konsentrasi substrat diperbesar. Hal ini
disebabkan karena konsentrasi enzim sudah jenuh
dengan substrat. Pada konsentrasi substrat yang
rendah, sisi aktif tempat terjadinya kontak antara
enzim dan substrat hanya menampung substrat yang
sedikit. Oleh karena itu konsentrasi kompleks enzim-
substrat sedikit, sehinga kecepatan reaksinya kecil.
Bila konsentrasi substrat besar, makin banyak
substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada
sisi aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi
kompleks enzim-substrat makin besar sehingga reaksi
semakin besar. Akan tetapi, penambahan konsentrasi
substrat lebih lanjut tidak akan berpengaruh pada
kecepatan reaksi enzim. Pada konsentrasi-konsentrasi
substrat yang menghasilkan laju reaksi maksimum,
dapat dianggap bahwa enzim telah dalam keadaan
“jenuh dengan substrat”. Pada penelitian ini
penggunaan konsentrasi substrat belum mencapai
konsentrasi substrat maksimum seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.5.
7. Prosiding Kimia FMIPA
Gambar 3.5 Kurva Pengaruh Konsentrasi
Substrat terhadap Aktivitas Enzim
Amobil
Kurva pada gambar 3.5 menunjukkan bahwa
aktivitas enzim terbesar terjadi pada konsentrasi
kasein 4000 ppm yaitu sebesar 4,24 unit.
3.7 Uji Perulangan Aktivitas Enzim Amobil
Aspek efektivitas enzim bromelin amobil jika
digunakan dalam pengurangan protein secara
berulang, diuji dalam penelitian ini dengan cara
menggunakan enzim bromelin amobil untuk 5 kali
proses degradasi, dengan kondisi kecepatan shaker
110 rpm, pH 6,0 dan konsentrasi substrat sebesar
4000 ppm. Setelah proses degradsi protein pertama
selesai, enzim bromelin amobil dipisahkan dengan
cara disaring, dibilas dengan aquades sekali untuk
menghilangkan sisa dari cuplikan sebelumnya dan
langsung dimasukkan ke dalam cuplikan yang baru
untuk proses berikutnya.
Kadar protein dalam substrat yang terdegradasi
secara berurutan dari perulangan pertama sampai
kelima dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Pengaruh Uji Perulangan terhadap
Aktivitas Enzim Amobil
Perulangan
6jam ke
Berat protein
terdegradasi
(mg)
Aktivitas
Enzim (unit)
1 46,51 5,65
2 45,74 5,56
3 44,96 5,46
4 42,63 5,18
5 41,86 5,08
Setelah 5 kali perulangan, maka enzim bromelin
amobil dapat mengurangi protein dalam substrat
sebesar 221,70 mg.
Gambar 3.6 Kurva Pengaruh Uji Perulangan
terhadap Aktivitas Enzim Amobil
Berdasarkan Gambar 3.6 di atas menunjukkan
bahwa enzim bromelin yang teramobilisasi dengan
kitosan bisa digunakan sampai penggunaan lima kali
berturut-turut.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas enzim
bromelin amobil optimum pada 6 jam inkubasi, pH
6,0 dan konsentrasi substrat 4000 ppm dengan
aktivitas sebesar 5,65 unit. Hasil uji perulangan
menunjukkan bahwa enzim bromelin amobil dapat
digunakan hingga 5 kali perulangan. Aktivitas enzim
pada perulangan pertama sebesar 5,65 unit dan 5,08
unit pada perulangan kelima, dimana aktivitas enzim
amobil mengalami penurunan sebesar 10,09% setelah
5 kali perulangan.
Ucapan terimakasih
1. Drs. Refdinal Nawfa, M.S atas dukungan,
bimbingan dan motivasi yang diberikan
2. Ibu, Bapak, dan keluarga atas dukungan dan
doanya
3. Dra. Ratna Ediati, M.S, Ph. D selaku dosen wali
Daftar Pustaka
Cooper, (1979), The Tools of Biochemistry, John
Wiley and Sons, USA
Guibal, E., Milot, C., dan Tobin, (1998), Meta -Anion
Sorption by Chitosan Beads: Equilibrium and
kinetic studies, Industrial and Engineering
Chemistry Research, 37(4): 1454-1463
Rising, Mary, M. dkk, (1930), The Biuret Reaction,
Journal of Bioorganic Chemistry, Chicago
Rumainah, S., (2000), Pengaruh Penggunaan
Amonium Sulfat dan Aseton sebagai
Pengendap Enzim Bromelin dari Buah Nanas,
FMIPA UNESA, Surabaya