1. ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU
AGING
Tyas Auruma*, Djoko Hartanto1
, Didik Prasetyoko2
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK
Katalis H-ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu aging 6, 12, dan 24 jam telah digunakan
sebagai katalis pada esterifikasi asam lemak bebas dalam minyak jelantah. Katalis H-ZSM-5
mesopori didapatkan melalui pertukaran ion Na-ZSM-5. Katalis dikarakterisasi dengan
menggunakan spektroskopi FTIR untuk mengetahui jumlah sisi asam BrØnsted. Katalis ini
dilakukan uji katalitik pada esterifikasi dalam minyak jelantah dengan metanol. Titrasi asam basa
dilakukan untuk menghitung prosentase konversi asam lemak bebas. Metil ester yang terbentuk
ditentukan dengan menggunakan kromatografi gas spektroskopi massa dan kromatografi gas
(KG). Katalis H-ZSM-5 mesopori dengan waktu aging 24 jam menghasilkan konversi FFA dan
jumlah sisi asam BrØnsted paling tinggi yaitu sebesar 93,22 % dan 0,065 mmol/g.
Kata Kunci: HZSM-5 Mesopori, Esterifikasi Asam Lemak Bebas, Waktu Aging, Minyak Jelantah
ABSTRACT
Mesoporous H-ZSM-5 catalyst with time aging variation ( 6 h, 12 h, and 24 h) have been
used as a catalyst in the esterification of free fatty acid (FFA) in waste cooking oils. Mesoporous H-
ZSM-5 catalyst obtained through ion-exchange of Na-ZSM-5. The catalyst is characterized by using
FTIR spectroscopy to determine the number of BrØnsted acid site. The catalyst was tested in the
esterification reaction with methanol and used waste cooking oils. Acid-base titration performed to
calculate the percentage conversion of free fatty acid. Methyl ester determined using gas-
chromatography (GC) and gas chromatography-mass spectroscopy (GC-MS). Mesoporous H-
ZSM-5 catalyst with aging time 24 h resulted the highest percentage conversion of free fatty acid
and the number of bronsted acid site there are equal to 93,22% and 0,065 mmol/g.
Keywords: Mesoporous HZSM-5 Catalyts, Free Fatty Acid Esterification, Time Aging, Waste
Cooking Oils
*Corresponding author Phone : +62811378027
e-mail : auruma@chem.its.ac.id
1
Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan minyak bumi yang
semakin besar merupakan tantangan yang
perlu diantisipasi dengan pencarian alternatif
sumber energi. Minyak bumi merupakan
sumber energi yang tidak dapat diperbaharui
dan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mengkonversi bahan baku minyak
bumi menjadi minyak bumi. Berbagai produk
olahan minyak bumi sebagai bahan bakar, di
antaranya adalah bahan bakar diesel yang
banyak digunakan pada peralatan
transportasi, pertanian, mesin-mesin di
pabrik, dan juga generator listrik (Suirta,
2009).
Peningkatan jumlah konsumsi
minyak bumi menyebabkan menipisnya
jumlah minyak bumi. Penggunaan BBM yang
cenderung meningkat akibat pertumbuhan
penduduk dan industri, sementara cadangan
minyak yang semakin menipis dan tidak
dapat diperbaharui, sangat potensial
menimbulkan krisis energi pada masa yang
akan datang. Oleh karena itu, untuk
mengatasi persoalan tersebut dan
mengurangi ketergantungan pada bahan
2. bakar minyak (BBM) perlu diadakan
diversifikasi energi dengan cara mencari
energi alternatif yang dapat diperbaharui
(renewable). Salah satunya adalah energi
alternatif yang berasal dari minyak tanaman /
tumbuhan (Chongkhong dkk, 2007).
Biodiesel merupakan salah satu
solusi dari berbagai masalah tersebut.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif
pengganti minyak diesel yang diproduksi dari
minyak tumbuhan atau lemak hewan.
Biodiesel mudah digunakan, bersifat
biodegradable, tidak beracun, dan bebas dari
sulfur dan senyawa aromatik. Selain itu,
biodiesel mempunyai nilai flash point (titik
nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel
sehingga lebih aman jika disimpan dan
digunakan (Özbay dkk., 2007). Minyak
goreng sisa dapat digunakan sebagai bahan
dasar biodiesel melalui reaksi esterifikasi.
Minyak jelantah tergolong sebagai limbah
organik yang banyak mengandung senyawa
hidrokarbon, bila terdegradasi dilingkungan
akan meningkatkan keasaman lingkungan,
menimbulkan bau yang tidak sedap,
akibatnya hanya mikroorganisme yang
merugikan bagi manusia (Suirta, 2009).
Geraldo dkk, (2008) di dalam
penelitiannya bahwa reaksi esterifikasi pada
umumnya membutuhkan katalis asam.
Penggunaan katalis heterogen lebih banyak
diaplikasikan di industri karena dapat
direcovery yang akhirnya dapat menekan
biaya pengeluaran. Chung dkk, (2008) juga
menjelaskan bahwa katalis H-ZSM-5
merupakan katalis asam heterogen yang
telah banyak digunakan pada industri
petroleum, karena memiliki keselektifan,
kereaktifan dan keasaman yang tinggi.
Reaksi esterifikasi minyak jelantah
melibatkan molekul yang memiliki ukuran
besar (bulk), sehingga membutuhkan katalis
yang memiliki ukuran pori yang besar. Pada
penelitian ini digunakan katalis H-ZSM-5
mesopori dengan variasi waktu aging untuk
mengetahui aktivitasnya pada konversi FFA
minyak jelantah. H-ZSM-5 dengan ukuran
pori meso dapat meningkatkan aktivitas pada
konversi FFA minyak jelantah dalam reaksi
esterfikasi. Hal ini dikarenakan, molekul yang
memiliki ukuran besar dapat menyentuh situs
aktif dalam pori-pori katalis.
Katalis yang digunakan di dalam
penelitian ini berasal dari Na-ZSM-5 yang
disintesis oleh Purbaningtias (2010) dengan
variasi waktu aging. Karakterisasi dilakukan
setelah mendapatkan hasil sintesis adalah
XRD, luas permukaan adsorpsi nitrogen,
SEM serta FTIR untuk mengetahui struktur
serta sifat katalis Na-ZSM-5. Pertukaran ion
menjadi H-ZSM-5 harus dilakukan terlebih
dahulu untuk memperoleh katalis asam yang
digunakan dalam uji katalitik esterifikasi
asam lemak bebas dalam minyak jelantah.
Selanjutnya, dilakukan uji katalitik
esterifikasi asam lemak bebas dalam minyak
jelantah untuk mengetahui adanya pengaruh
karateristik serta sifat katalis H-ZSM-5
dengan variasi waktu aging.
II. METODE
A. Proses Penghilangan Air dan Kotoran
pada Minyak Jelantah
Minyak goreng bekas ditimbang
seberat 250 gram kemudian ditambahkan air
dengan komposisi minyak:air (1:1),
masukkan ke dalam beaker glass 500 mL.
Selanjutnya dipanaskan sampai air dalam
beaker glass tinggal setengahnya.
Diendapkan dalam corong pemisah selama 1
jam, kemudian fraksi air pada bagian bawah
dipisahkan sehingga diperoleh minyak bebas
air, setelah itu dilakukan penyaringan dengan
kertas saring untuk memisahkan kotoran
yang tersisa sehingga diperoleh minyak
goreng bekas yang cukup bersih dari sisa
masakan.
B. Pertukaran Ion
Na-ZSM-5 mesopori ditimbang
seberat 2,5 gram kemudian dimasukkan ke
dalam labu bundar ukuran 50 mL, sesudah
itu, ditambah ammonium asetat 0.5 M
sebanyak 25 mL. Selanjutnya, campuran
yang terletak di dalam labu bundar
disambungkan dengan refluks dan
dipanaskan dengan suhu 60o
C, distirer
selama 3 jam dengan kecepatan 300 rpm.
Setelah selesai, disaring campuran yang ada
di dalam labu bundar dengan kertas saring
untuk memperoleh endapan. Endapan
tersebut dioven terlebih dahulu sampai kering
kemudian dikalsinasi pada suhu 550 o
C
selama 10 jam sehingga diperoleh H-ZSM-5.
C. Uji Keasaman
Analisis keasaman permukaan
dilakukan dengan menggunakan adsorpsi
piridin. Sampel sebanyak 20 mg dihaluskan
terlebih dahulu kemudian diletakkan pada
pemegang sampel, dan dimasukkan ke
dalam sel kaca yang terbuat dari pirex yang
mempunyai jendela terbuat dari kalsium
florida, CaF2. Selanjutnya, sel kaca
dimasukkan ke dalam Quantachrome
Instruments untuk adsorpsi N2 dan
dipanaskan pada suhu 400 o
C selama 3 jam.
Setelah itu, suhu turun hingga mencapai
3. 30o
C kemudian dimasukkan piridin sebanyak
2 µL. Jenis situs asam Brønsted ditentukan
menggunakan molekul piridin sebagai basa.
Piridin diadsorb pada suhu ruang selama
satu jam dalam keadaan vakum, kemudian
dilanjutkan dengan desorpsi pada 150 o
C
selama tiga jam. Pemegang sampel diambil
dari dalam sel kaca untuk dianalisis
menggunakan spektra inframerah direkam
pada suhu kamar di daerah 1700–1400 cm−1
.
Jumlah sisi asam Brønsted atau
Lewis dihitung berdasarkan persamaan yang
telah diperkenalkan oleh Emeis (1993)
sebagai berikut :
31 0
gk
LB
︵
m m o l / g
︶
a s a ms i s iu m l a h −
×
×
×
=
J
Keterangan :
Koefisien asam Lewis (k) = 1.42
cm.mmol-1
Koefisien asam Brønsted (k) = 1.88
cm.mmol-1
B = Luas puncak pita
Bronsted atau Lewis (cm-1
)
L = Luas disk sampel (cm2
)
g = Berat disk sampel (g)
Spektrum inframerah direkam
menggunakan spektrofotometer Fourier
Transform Infrared (FTIR), dengan
pemisahan spektrum 2 cm−1
, pada suhu 20
o
C dengan metoda pelet KBr. Spektrum
direkam pada daerah 4000-400 dan 1400–
400 cm−1
.
D. Reaksi Esterifikasi
Reaksi Esterifikasi dilakukan
menggunakan reactor labu bundar 50 mL
dilengkapi dengan stirrer dan reflux
condenser untuk menghindari penguapan
alkohol. Magnetik stirrer digunakan untuk
mengontrol laju gerakan campuran reaksi.
Untuk mengeliminasi efek transfer massa
eksternal, kecepatan pengadukan (stirrer)
300 rpm. Reaktor berupa labu ukur 50 mL
diletakkan diatas (didalam) minyak suhu
konstan yang dilengkapi dengan pengontrol
temperatur. Reaksi Esterifikasi dilakukan
pada temperatur 60
0
C.
Reaktan terdiri dari metil alkohol dan
minyak goreng sisa yang diperoleh dari
Catering Chamima. Rasio molar minyak
goreng sisa dan metil alkohol 1:30. Reaktan
dan 1 gram katalis yang telah dimasukkan ke
dalam reaktor, dan distirer. Waktu reaksi
selama 1 jam dengan suhu 60o
C.
B. Analisa pada Sampel
Hasil reaksi esterifikasi dalam
penelitian ini dianalisa dengan teknik
kromatografi gas (GC) untuk menentukan
kandungan di dalam metil ester. Pertama,
disiapkan larutan standart (STD) 10 mg/ml
metil heptadecanoate (C17:0) dengan larutan
heptan. Sampel (250 mg) ditambahkan ke
dalam larutan standart (5 ml). Sampel yang
dicampur dengan larutan STD dianalisis
dengan menggunakan KG.
Kromatografi gas pada kondisi
operasi sebagai berikut:
Inlets
Jumlah suntikan : 1 μL
Temperatur Heater : 275°C
Pressure : 15,26 psi
Aliran : 103 ml/min
Kolom
Jenis Kolom : non polar HP-5 (5%
Phenyl Methyl Siloxane)
Panjang kolom : 30 meter
Diameter kolom (id) : 320 μm
Tekanan : 15,26 psi
Aliran helium : 1 ml/min
Oven
Temperatur awal : 90 °C
Hold time : 2 menit
Temperatur akhir : 280°C
Rate : 15°C/mi
Detector
Jenis detektor : FID
AliranH2 : 40 ml/min
Prosentase asam lemak bebas (FFA)
ditentukan menggunakan metode titrasi
asam basa. Langkah pertama dilakukan
pembuatan larutan standard primer, yaitu
asam oksalat (standard primer) ditimbang
seberat 0.63035 gram kemudian ditambah
dengan aqua DM sampai tanda batas yag
dicampur di dalam labu ukur 100 mL (
didapatkan konsentrasi 0,1 N), setelah itu
diencerkan kembali menjadi 0,001 N dengan
dimasukkannya larutan asam oksalat 0,1 ke
dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan
dengan aquades sampai tanda batas yang
mana diperoleh normalitas dari asam oksalat
0.001N.
Setelah itu, dilanjutkan standarisasi
NaOH dengan cara padatan NaOH diambil
kemudian ditimbang seberat 0.4 gram lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
setelah itu diencerkan sampai tanda batas
menggunakan aquades (NaOH 0,1 N).
Langkah selanjutnya, larutan NaOH ini
diambil sebanyak 2,5 mL dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 250 mL lalu ditambah
dengan aqua DM sampai tanda batas ke
dalamnya maka didapatkan normalitas NaOH
0,001 N.
4. Langkah berikutnya yaitu mentitrasi
10 mL larutan asam oksalat 0,001 N yang
terdapat di dalam erlenmeyer yang mana
sebelumnya telah ditambahkan indikator
phenolptalein sebanyak 2 tetes, titrasi ini
dilakukan secara triplo. Indikasi berhentinya
titrasi terjadi perubahan warna awal bening
menjadi merah muda bening pada larutan
asam oksalat.
Langkah terakhir menentukan jumlah
keasaman FFA dengan menggunakan titrasi
alkalimetri, sebagai berikut sampel ditimbang
seberat 10 gram kemudian ditambah dengan
isopropanol sebanyak 25 mL yang sudah
dinetralkan dengan menggunakan NaOH
0.001 N setelah itu ditambah 5 tetes indikator
pp lalu dititrasi dengan menggunakan NaOH
0.001 N sampai warna berubah menjadi
warna merah muda bening.
Jml FFA=
sedangkan untuk menghitung prosentase
konversi FFA:
FFA (%) = FFAawal – FFAakhir × 100 %
FFAawal
III. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
tentang uji katalitik yaitu esterifikasi asam
lemak bebas free fatty acid (FFA) dalam
minyak jelantah menggunakan katalis H-
ZSM-5 dengan variasi waktu aging. Katalis
H-ZSM-5 ini berasal Na-ZSM-5 yang telah
disintesis oleh Purbaningtias (2010) yang
kemudian dilakukan pertukaran ion.
Selanjutnya, katalis H-ZSM-5 dengan variasi
waktu aging dikarakterisasi menggunakan
spektroskopi FTIR untuk menentukan puncak
dan jumlah sisi asam Brønsted serta Lewis.
Katalis H-ZSM-5 dilakukan uji katalitik pada
reaksi esterifikasi asam lemak bebas dalam
minyak jelantah. Kemudian, terhadap hasil
reaksi yang telah didapat dilakukan titrasi
asam basa untuk mengetahui jumlah FFA
yang akhirnya dapat diperoleh prosentase
konversi FFA, sedangkan kromatografi gas
(KG) untuk mengetahui kandungan metil
ester yang diperoleh.
A. Pertukaran Ion
Sebelum dilakukan pertukaran ion,
sampel Na-ZSM-5 harus dikalsinasi terlebih
dahulu pada suhu 550o
C selama 10 jam
untuk menghilangkan templat atau surfaktan,
sehingga terbentuk struktur dengan pori yang
terbuka, yaitu Na-ZSM-5 mesopori Gonzales
dkk, (2008). Pertukaran ion ini berfungsi
untuk mengganti ion natrium pada sampel
Na-ZSM-5 menjadi bentuk ion hidrogen (H-
ZSM-5) yang bersifat asam supaya dapat
digunakan sebagai katalis pada reaksi
esterifikasi asam lemak bebas dalam minyak
jelantah. Pertukaran ion dilakukan dengan
cara menimbang ZSM-5 dan ditambahkan
larutan CH3COONH4 0,5 M (Yong Liu dkk.,
2009), dan direfluks selama 3 jam, dengan
reaksi seperti di bawah ini :
Na+
[ZSM-5]-
(s) + CH3COONH4(aq)
NH4
+
[ZSM-5]-
(s) + CH3COONa(aq)
Campuran yang kemudian disaring
dan dicuci dengan aqua DM. Padatan yang
didapatkan kemudian dikeringkan dengan
pemanasan suhu 100o
C selama sehari
supaya benar-benar kering. Selanjutnya,
padatan dikalsinasi selama 10 jam pada
suhu 550o
C untuk mendekomposisi NH3
sehingga diperoleh katalis H-ZSM-5 dan
melepaskan NH3 . Hal ini dapat dilihat pada
reaksi di bawah ini:
NNaOH x VNaOH X 28.24
NH4
+
[ZSM-5]-
(s) H+
[ZSM-5]-
(s) + NH3 (g)
B. Uji Keasaman
Uji keasaman dilakukan untuk
mengetahui jumlah dan jenis sisi asam Lewis
dan Brønsted pada katalis H-ZSM-5
mesopori dengan variasi waktu aging 6 jam
(A6), 12 jam (A12), dan 24 jam (A24).
Penentuan jumlah sisi asam Lewis dan
Brønsted dilakukan dengan menggunakan
adsorpsi piridin dan dianalisis menggunakan
teknik spektroskopi inframerah. Sisi asam
Lewis dan Brønsted dapat diketahui jika
muncul puncak pada bilangan gelombang
antara 1440 cm
-1
-1460 cm-1
dan 1545 cm-1
-
1600 cm-1
(Selli dkk., 1999).
Gram sampel
Metode adsorpsi piridin dilakukan
dengan cara menimbang katalis H-ZSM-5
kemudian dibentuk pelet lalu ditempatkan
pada holder. Tahapan berikutnya adalah
proses adsorpsi piridin pada suhu kamar
dilanjutkan proses desorpsi pada suhu 150ºC
selama 3 jam dengan dialiri gas nitrogen
untuk menghilangkan piridin yang telah
teradsorp secara fisik.
Pita absorpsi yang muncul pada
spektra FTIR untuk bilangan gelombang di
sekitar 1450 cm
-1
menunjukkan adanya
piridin yang terkoordinasi dengan sisi asam
Lewis, piridin menggunakan pasangan
elektron bebas untuk berikatan dengan
orbital kosong sampel. Pita absorpsi pada
bilangan gelombang di sekitar 1540 cm-1
menunjukkan vibrasi C-C, C-N dan N-H dari
ion piridinium (C5H5NH+
) yang terbentuk
pada sisi asam Brønsted. Ion piridinium
terbentuk dari ikatan piridin dengan proton
5. dari gugus hidroksil sampel. Pita absorpsi
pada 1490 cm-1
disebabkan oleh adanya sisi
asam Lewis dan Brønsted yang terkoordinasi
pada piridin (Emeis, 1993).
Gambar 1 merupakan spektra FTIR-
piridin yang menggambarkan keasaman H-
ZSM-5 mesopori yang disintesis dengan
beberapa waktu aging. Semua sampel
memiliki sisi asam Lewis yaitu munculnya
puncak pada bilangan gelombang 1442 cm-1
dan asam Brønsted pada bilangan
gelombang 1550 cm-1
. Sedangkan puncak
yang muncul pada bilangan gelombang 1492
cm-1
merupakan puncak karakteristik untuk
campuran asam Brønsted dan Lewis.
Tabel 1 menunjukkan jumlah asam
Brønsted dan Lewis dari H-ZSM-5 mesopori
dengan variasi waktu aging yang dihitung
dengan menggunakan persamaan Emeis
(1993). Jumlah sisi asam Brønsted katalis H-
ZSM-5 dengan waktu aging selama 24 jam
memiliki jumlah keasaman paling tinggi
daripada katalis H-ZSM-5 dengan ktu
aging selama 6 dan 12 jam.
wa
Apabila dihubungkan dengan luas
permukaannya , maka H-ZSM-5 mesopori
dengan waktu aging 24 jam dengan luas
permukaan yang paling tinggi maka sifat
keasamannya pun paling tinggi pula (lihat
tabel 2 dan grafik 2) . Dari data adsorpsi
nitrogen yang diperoleh dari Purbaningtias
(2010) dapat dikatakan bahwa semakin luas
permukaan katalis H-ZSM-5 mesopori, sifat
keasaman asam Brønsted semakin
meningkat atau sifat keasaman sampel
katalis ini hubungannya sebanding dengan
luas permukaannya. Hasil ini sesuai dengan
hasil yang dilaporkan oleh Ramesh dkk,
(2002).
A6
1442
1550
14421550
1442
1550
%Transmitan
1492
1492
1492
1700 1600 1500 1400
Gambar 1. Spektra FTIR katalis H-ZSM-5
dengan variasi waktu aging 6,
12 dan 24 jam yang
menunjukkan adanya sisi asam
Brønsted dan sisi Lewis
Tabel 1. Sifat asam Brønsted dan Lewis H-
ZSM-5 Mesopori dengan variasi
waktu aging
Sampel
Jumlah asam
(mmol piridin/gr sampel)
Lewis Brønsted
HZSM-5 A6 0,046 0,053
HZSM-5 A12 0,048 0,040
HZSM-5 A24 0,077 0,065
Bilangan Gelombang, cm-1
A12
A24
6. Tabel 2. Hubungan keasaman dengan luas
permukaan pada katalis H-ZSM-5
dengan variasi waktu aging.
Nama Sampel Luas
Permukaan
(m2
/g)
Keasaman
(mmol
piridin/gr
sampel)
HZSM-5 A6 272,98 0,053
HZSM-5 A12 141,80 0,040
HZSM-5 A24 303,03 0,065
A6 A12 A24
120
140
160
180
200
220
240
260
280
300
320
0,030
0,035
0,040
0,045
0,050
0,055
0,060
0,065
LuasPermukaan(m2
/g)
Jenis Katalis HZSM-5
Juahamroedmg)mlAsBnst(mol/
Gambar 2. Hubungan keasaman dengan luas
permukaan dalam bentuk grafik
B. Uji Katalitik
Aktivitas katalitik dilakukan
menggunakan metode Chung dkk, (2008)
yaitu reaksi esterifikasi minyak jelantah pada
suhu 600
C, pengadukan konstan 300 rpm
selama 3 jam dengan menggunakan katalis
H-ZSM-5 mesopori variasi waktu aging 6, 12
dan 24 jam. Pada hasil reaksi esterifikasi
tersebut ditentukan jumlah FFA
menggunakan metode titrasi, yang
selanjutnya hasil jumlah FFA ini dapat
digunakan untuk menghitung konversi FFA
yang diperoleh serta penentuan produk
reaksi esterifikasi yang berupa metil ester
menggunakan kromatografi gas (KG).
Tahapan reaksi esterifikasi asam lemak
bebas dalam minyak jelantah dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Tahap pertama merupakan proses gugus
karbonil diprotonasi oleh katalis H-ZSM-5.
2. Tahap kedua merupakan suatu proses
dimana metanol menyerang gugus
karbonil yang telah terprotonasi.
3. Proses terakhir yang terjadi adalah
pembentukan produk metil ester serta
sekaligus lepasnya H+
yang bersumber
dari katalis H-ZSM-5.
Tahap-tahap reaksi di atas merupakan
tahapan yang terjadi dalam reaksi esterifikasi
asam lemak bebas menggunakan katalis
asam yang berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ingold
(1969); Barg dkk, (1994); Kirbaslar dkk,
(2001).
Ingold, (1969); Barg dkk, (1994);
Kirbaslar dkk, ( 2001) menjelaskan pada
penelitiannya bahwa gugus karbonil
diprotonasi oleh katalis asam, alkohol
menyerang gugus karbonil yang telah
terprotonasi serta yang terakhir terbentuknya
produk metil ester dan sekaligus lepasnya H
+
yang merupakan milik katalis. Reaksi
esterifikasi asam lemak bebas dalam minyak
jelantah termasuk reaksi reversible (Geraldo
dkk., 2008).
1. Pengaruh Waktu
Pengaruh waktu reaksi pada reaksi
esterifikasi FFA dengan menggunakan H-
ZSM-5 mesopori dipelajari dengan
melakukan variasi waktu reaksi selama 0.5,
1, 2, dan 3 jam. Pengaruh waktu pada reaksi
esterifikasi ini dipelajari dengan
menggunakan katalis yang memiliki jumlah
asam tertinggi yaitu H-ZSM-5 dengan waktu
aging 24 jam. Jumlah FFA dihitung
menggunakan metode titrasi. Titrasi ini
dilakukan, dengan menambahkan sampel
pada larutan isopropanol yang telah
dinetralkan menggunakan NaOH.
7. Selanjutnya, ditambah dengan indikator
phenoptalein untuk mengetahui titik akhir
titrasi, kemudian dititrasi menggunakan
NaOH. Titrasi ini dihentikan saat sampel
yang berwarna putih keruh menjadi merah
muda keruh. Selanjutnya konversi FFA
dihitung dengan menggunakan persamaan
penentuan konversi FFA yang terdapat di
dalam bab 3, subbab 3.2.5.4. Aktifitas katalis
H-ZSM-5 mesopori pada esterifikasi FFA
ditentukan dengan menghitung konversi FFA.
Semakin banyak FFA yang bereaksi maka
katalis tersebut semakin aktif.
Gambar 3. Hasil % konversi FFA dengan
variasi waktu menggunakan
katalis H-ZSM-5 A24
Gambar 3 menunjukkan reaksi
esterifikasi FFA dalam minyak jelantah
menggunakan katalis H-ZSM-5 A24 dengan
variasi waktu reaksi. Pada reaksi selama
setengah jam memberikan hasil konversi
FFA sebesar 81,31%. Sedangkan reaksi
yang dilakukan selama 1 jam diperoleh
konversi FFA lebih tinggi yaitu sebesar 91,79
%. Konversi FFA mengalami penurunan
sebesar 86,32 % dan 88,15 % saat
direaksikan selama 2 jam serta 3 jam.
Prosentase konversi FFA yang paling tinggi
diperoleh saat reaksi esterifikasi selama 1
jam. Oleh karena itu, waktu 1 jam inilah
merupakan waktu optimum untuk reaksi
esterifikasi FFA karena pada kondisi ini
reaktan bergeser ke kanan menjadi produk
yaitu metil ester serta H2O, apabila waktu
dilebihkan terjadi kesetimbangan reaksi
sehingga produk tersebut bergeser ke kiri
menjadi reaktan, hal ini juga diperkuat
dengan penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan oleh Geraldo dkk, (2008).
Analisis berikutnya yaitu sampel
dianalisa dengan menggunakan kromatografi
gas spektroskopi massa. Analisis
kromatografi gas spektroskopi massa ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui jenis-
jenis metil ester yang diperoleh, yaitu dengan
cara menyesuaikan pola-pola puncak yang
muncul berdasarkan hasil kromatografi gas
spektroskopi massa.
Salah satu contoh kromatogram
produk reaksi esterifikasi menggunakan
katalis H-ZSM-5 dengan waktu aging 24
selama 1 jam ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pola grafik kromatografi gas
spektroskopi massa (KG-SM)
metil ester dari reaksi
esterifikasi dengan
menggunakan katalis H-ZSM-5
A24
Grafik 4 menunjukkan munculnya
puncak-puncak pada waktu retensi tertentu,
yaitu puncak 2,99 merupakan puncak
metanol. Metil palmitat (C16:0) muncul puncak
pada 14,09 sedangkan puncak 14,90
merupakan puncak stearat (C18:0). Puncak
15,77 dimiliki oleh metil oleat (C18:1) dan
metil linoleat (C18:2) muncul pada puncak
16,20. (C18:0) dan (C18:1) dapat diartikan
bahwa jumlah atom karbon yang dimiliki
sama-sama berjumlah 18 tetapi angka nol
pada (C18:0) artinya tidak mempunyai ikatan
rangkap sedangkan pada (C18:1) memiliki 1
ikatan rangkap. (C18:2) maksudnya juga
sama, yaitu atom karbon berjumlah 18
dengan ikatan rangkap berjumlah 2.
Penggunaan standard internal C17:0
(asam heptadekanoat) pada penelitian ini
digunakan uji kuantitatif untuk mengetahui
jumlah dari metil ester yang dihasilkan dalam
reaksi esterifikasi, dengan cara menghitung
perbandingan luas puncak masing-masing
jenis metil ester dengan luas puncak
standard internal C17:0 (asam heptadekanoat).
Gambar 5 menunjukkan grafik antara waktu
reaksi esterifikasi terhadap metil ester yang
terbentuk dengan menggunakan katalis H-
ZSM-5 A24. Metil ester yang terbentuk dibagi
8. dengan standard internal untuk mengurangi
kesalahan pengukuran.
Gambar 5. Perbandingan jumlah relatif metil
ester (ME) yang dihasilkan
dengan variasi waktu
menggunakan katalis H-ZSM-5
A24
Berdasarkan Gambar 5 terlihat
bahwa pada reaksi esterifikasi yang
dilakukan selama 1 jam menghasilkan
produk metil ester paling banyak. Produk
metil ester yang dihasilkan pada reaksi 1 jam
berturut-turut yaitu metil palmitat, metil
stearat, metil oleat dan metil linoleat. Metil
oleat merupakan metil ester yang paling
banyak dihasilkan. Hal ini mendukung hasil
aktifitas katalis (konversi) yang menunjukkan
bahwa waktu reaksi selama 1 jam
memberikan hasil yang optimum, baik dari
segi jumlah reaktan yang bereaksi (konversi
FFA) maupun jumlah metil ester yang
dihasilkan.
2. Pengaruh Katalis
Pengaruh katalis pada reaksi
esterifikasi minyak jelantah dilakukan dengan
menggunakan variasi katalis H-ZSM-5
dengan waktu aging 6, 12 dan 24 jam. Hasil
prosentase konversi FFA yang dipengaruhi
oleh variasi katalis ditunjukkan pada Gambar
6.
Gambar 6. Hasil prosentase konversi FFA
dengan variasi waktu aging
Gambar 6 menunjukkan bahwa reaksi
esterifikasi dengan menggunakan katalis H-
ZSM-5 waktu aging 24 jam menghasilkan
prosentase konversi FFA paling tinggi yaitu
sebesar 93,22 % daripada menggunakan
katalis dengan aging 6 dan 12 jam.
Penyebab ini dikarenakan adanya
keterkaitan luas permukaan dan jumlah sisi
asam BrØnsted yang dimiliki oleh katalis H-
ZSM-5 terhadap konversi FFA yang
diperoleh, hubungan antara jumlah sisi asam
BrØnsted dengan konversi FFA dapat
ditunjukkan pada gambar 7.
A6 A12 A24
0,040
0,045
0,050
0,055
0,060
0,065
90
91
92
93
94
JumlahAsamBronsted(mmol/g)
Jenis Katalis HZSM-5
KonversiFFA(%)
Gambar 7. Hubungan keasaman dengan
konversi free fatty acid (FFA)
Gambar 7 melukiskan bahwa katalis
H-ZSM-5 dengan pemeraman selama 24 jam
(A24) menghasilkan konversi FFA paling
tinggi karena katalis tersebut memiliki jumlah
asam bronsted dan luas permukaan paling
tinggi (lihat tabel 4.2 dan gambar 4.2) di
antara katalis H-ZSM-5 aging 6 jam (A6) dan
12 jam (A12). Chung dkk, (2008)
9. menjelaskan bahwa dalam penelitiannya,
prosentase konversi FFA ini semakin
meningkat dengan seiring meningkatnya
jumlah sisi asam BrØnsted pada suatu
katalis.
Hal ini juga diperkuat dengan data
hasil GC yang mana diperlihatkan bahwa
pada reaksi esterifikasi yang memakai katalis
H-ZSM-5 A24 menghasilkan 4 jenis metil
ester, seperti yang tertera pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik metil ester dengan variasi
katalis
Berdasarkan gambar 8 katalis H-
ZSM-5 A24 menghasilkan produk metil ester
(ME) tertinggi di antara katalis H-ZSM-5 A6
dan A12. Hal ini terdapat adanya faktor
perbedaan luas permukaan serta nilai
keasaman pada tiap-tiap katalis H-ZSM-5
yang mana aging berbeda-beda (lihat tabel
4.2), maka terlihat jelas bahwa terdapat
hubungan antara konversi FFA dengan luas
permukaan dan sifat keasaman katalis H-
ZSM-5.
Keterkaitan secara keseluruhan
secara karakteristik serta sifat pada katalis H-
ZSM-5 ini, semakin lama waktu aging maka
semakin banyak terbentuk kristal dan diikuti
sifat kristalinitasnya juga semakin tinggi
tetapi belum tentu luas permukaan dari
katalis memiliki hubungan yang sebanding,
seperti yang dijelaskan pada penelitian yang
dilakukan oleh Purbaningtias, (2010).
Gambar 9 menunjukkan bahwa
grafik tersebut dengan seiring dengan
naiknya prosentase konversi FFA maka
grafik jumlah asam BrØnsted (b) pun juga
mengalami kenaikan. Kenaikan juga terdapat
dalam grafik luas permukaan (c) karena luas
permukaan mempengaruhi terbentuknya
jumlah sisi asam BrØnsted, semakin besar
luas permukaan yang dimiliki oleh suatu
katalis maka semakin besar pula jumlah sisi
asam BrØnsted yang dimiliki. Jumlah sisi
asam BrØnsted katalis H-ZSM-5 inilah yang
mempengaruhi hasil prosentase konversi
FFA dimana semakin banyak jumlah sisi
asam BrØnsted yang dimiliki maka semakin
besar prosentase konversi FFA yang
dihasilkan.
Sifat kristalinitas dari suatu katalis
apabila dilihat dari grafik ini, tidak
mempengaruhi terbentuknya besar kecil
prosentase konversi FFA sebab grafik
kristalinitas (a) dari katalis tidak sebanding
dengan grafik luas permukaan (c) dan jumlah
sisi asam BrØnsted (b) yang berpengaruh
pada prosentase konversi FFA yang
dihasilkan.
Gambar 9. Hubungan kristalinitas (a), jumlah
asam BrØnsted (b) dan luas
permukaan (c) dengan
konversi FFA
Jadi, hubungan antara luas
permukaan serta jumlah asam BrØnsted
yang dimiliki oleh katalis H-ZSM-5
mempengaruhi hasil prosentase konversi
FFA yang diperoleh atau bisa disebut
sebanding antara luas permukaan serta
jumlah asam BrØnsted dengan prosentase
konversi FFA tetapi sifat kristalinitas katalis
H-ZSM-5 tidak berpengaruh terhadap
prosentase konversi FFA yang dihasilkan.
IV. KESIMPULAN
1. Katalis yang paling aktif pada
esterifikasi asam lemak bebas dalam minyak
jelantah adalah katalis H-ZSM-5 A24.
2. Aktivitas paling tinggi dimiliki oleh
katalis H-ZSM-5 dengan pemeraman selama
24 jam dengan menghasilkan prosentase
konversi FFA tertinggi sebesar 93,22%.
10. V. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Penelitian Strategis ITS
tahun anggaran 2009 yang dibiayai
melalui DIPA ITS No : 0172.0/023-
04.2/XV/2009 dan kepada Drs. Djoko
Hartanto, M.Si dan Dr. Didik Prasetyoko,
M.Sc selaku Dosen Pembimbing I serta
Dosen Pembimbing II atas bimbingannya
sampai terselesainya penelitian ini.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanti, A. R., Utomo, J., Chandra, G.,
Koharudin. (2003), “Pengaruh
Kejenuhan Minyak, Jenis, dan
Jumlah Katalis Basa NaOH,
K2CO3, serta Jenis dan Jumlah
Alkohol (Metanol dan Etanol)
pada Produksi Biodiesel”.
Seminar Nasional teknik kimia
Indonesia, Yogyakarta.
Azis, I. (2005), “Pembuatan Biodiesel
dari Minyak Jelantah dalam
Reaktor Alir Tangki Berpengaduk
dan Uji Performance Biodiesel
pada Mesin Diesel”. Tesis
diajukan kepada Fakultas pasca
Sarjana UGM. Yogyakarta.
Beck, J. S., Vartuli, J. C., Roth, W. J.,
Leonowicz, M. E., Kresge, C. T.,
Schmitt, K. D., Chu, C. T. W.,
Olson, D. H., Sheppard, E. W.
(1992), “A new family of
mesoporous molecular sieves
prepared with liquid crystal
templates”, Journal American
Chemical Society, 114 (27), hal.
10834-10843.
Bekkum, H., Flanigen, E.M., Jansen, J.C.
(1991), “Introduction to Zeolite
Scienc And Practice”, Vol. 58, hal.
241-284.
Berrios, M., Siles, J., Martín, M.A.,
Martín, A. (2007),”A kinetic study
of the esterification of free fatty
acids (FFA) in sunflower oil”. Fuel
86, hal. 2383–2388.
Christophe, J. M. (2003), “Nanoparticles
in Zeolite Synthesis”, Doctor
Disertation, Technische
Universiteit Eindhoven.
Chung, Kyong-Hwam, Chang, Duck-Rye.
(2008),”Remofal of Free Fatty
Acid in Waste Frying Oil by
Esterfication with Methanol on
Zeolite Catalysts”, Vol. 99, hal.
7438-7443.
Darnoko, D dan Cheryan M. (2000),
“Continous Production of Palm
Methyl Ester”. J.Am. Oil Chem.
Soc, Vol. 77, hal. 1269-1272.
Emeis C. A. (1993), “Determination of
Integrated Molar Extinction
Coefficients for Infrared
Absorption of Pyridine Adsorbed
on Solid Acid Catalysts”, Journal
of Catalysis, Vol. 141, hal. 347-
354.
Gates, Bruce C. (1992), “Catalytic
Chemistry”, John Wiley and Sons
Inc., New York.
Geraldo, O., Oktar, N., Tapan, A.
(2008),”Esterification of Free
Fatty Acid in Waste Cooking Oils
(WCO): Role of Ion-Exchange
Resin”, Vol. 87, hal. 1789-1798.
Gonzales, M.L., Dimitrov, L.D., Jorda,
M.H., Wallau, M., Urquieta-
Gonzalez, E.A. (2008), ”Synthesis
of mesoporous ZSM-5 by
crystallization of aged gels in the
presence of
cetyltrimethylammonium cations”,
Catalysis Today, Vol. 133-135,
hal. 69-79.
Groen, J.C., Peffer, L.A.A., Perez, R.J.
(2003), “Pore size determination
in modified micro- and
mesoporous materials. Pitfalls
and limitations in gas adsorption
data analysis”, Microporous and
Mesoporous Materials 60, hal. 1-
17.
Haber, J., Block, J. H., Delmon, B.
(1995), “Manual of Methods and
Procedures for Catalyst
Characterization”, Pure and
Applied Chemistry, Vol. 67, hal
1257-1306.
Ingold, C.K. (1969),”Structure and
Mechanism in Organic
Chemistry”, second ed.Cornell
University Press, Ithaca, NY.
Kirbaslar, S., Baykal, Z.B., Dramur, U.,
(2001),” Esterification of acetic
acid with ethanol catalysed by an
acidic ion exchange resin”, Turk.
11. J. Eng. Environ. Sci., Vol. 25, hal.
569–577.
Kirk, R. E. and Othmer, D. F. (1992),
“Encyclopedia of Chemical
Technology”, The Interscience
Encyclopedia Inc, New York.
Kirschhock, C.E.A., Ravishankar, R.,
Verspeurt, F., Grobet, P. J.,
Jacobs, P. A., Martens, J. A.
(1999), “Identification of Precursor
Species in the Formation of MFI
Zeolite in the
TPAOH−TEOS−H2O System”,
Journal of Physical Chemistry,
Vol. 103, hal. 4965-4971.
Kusmiyati. (1999), “Kinetika Pembuatan
Metil Ester Pengganti Minyak
Diesel dengan Proses Metanolisis
Tekanan Lebih dari 1 atm.”, Tesis
diajukan kepada Fakultas pasca
Sarjana UGM. Yogyakarta.
Nijhuis, T. A., beers, A. E. W., Kapteijn,
F., and Moulijn, J. A. (2002),
“Water removal by Reactive
Stripping for Solid-Acid Catalyzed
Esterification in A Monolithic
Reactor”, Chem. Eng.Sci., Vol.
57, hal. 1627-1632.
Prakoso, T., Indra, B. K., Nugroho, R. H.
(2003), “Esterifikasi Asam Lemak
Bebas dalam CPO untuk
Produksi Metil Ester”, Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia,
Yogyakarta.
Prawitasari, T. (2006), “Status
Pengembangan Tanaman
Bioenergi Berbasis Jarak Pagar
(Jatropha curcas Linn) Sebagai
Bahan Baku Biodiesel”, Fakultas
Pertanian, ITB.
Purbaningtias, Tri Esti. (2010), “Sintesis
dan Karakterisasi ZSM-5
Mesoporus: Variasi Waktu Aging”,
Skripsi diajukan kepada Jurusan
Kimia, FMIPA, ITS, Surabaya.
Purwono, S., Yulianto, N., Pasaribu, R.
(2003), “Biodiesel dari Minyak
Kelapa”, Seminar Nasional Teknik
Kimia Indonesia, Yogyakarta.
Rahayu, S. S., dan Rarasmedi, I. (2003),
“Biodiesel dari Minyak Sawit dan
Fraksi Ringan Minyak Fusel”,
Seminar Nasional teknik kimia
Indonesia, Yogyakarta.
Ramadhas, A., S., Mulareedharan, C.,
Jayaraj, S. (2005), “Performance
and Emission Evaluation of a
Diesel Engine Fueled With Methyl
Esters of Rubber Seed Oil”.
Renewable Energy, Vol. 30, hal.
1789-1800.
Ramesh, K., Guggilla, V., Venkat, V.
(2002),”Vapour Phase Alkylation
of Phenol with Methanol Over
Vanadium Oxide Supported on
Zirconia”, Vol. 198, hal. 195-204.
Selli, E., Forni, L. (1999),”Comparison
Between The Surface Acidity of
Solid Catalysts Determined by
TPD and FTIR Analysis of Pre-
Adsorbed Pyridine”, Vol. 31, hal.
129-140.
Setyawardhani, A., S. (2003),
“Metanolisis Asam Lemak dari
Minyak Kacang Tanah untuk
Pembuatan Biodiesel”, Tesis
diajukan kepada Fakultas pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta.
Sibilia, P. (1996), “Guide to Material
Characterization and Chemical
Analysis”, 2th
Edition, John Wiley-
VCH, New York.
Sofiyah. (1995), “Kinetika Reaksi
Etanolisis Minyak Biji Kapuk
dengan Katalisator Natrium
Hidroksida dan Penambahan
Garam anorganik”, Tesis diajukan
kepada Fakultas pasca Sarjana
UGM, Yogyakarta.
Suirta, I.W. (2009),”Biodiesel Preparation
of Waste Cooking Oils”,
Chemistry Journal 3,Vol. 1, hal. 1-
6
Tatiana, Y. (2007), “Surface Chemistry
Studies of SnO2-Pt/Al2O3 Catalyst
for Environmentally Improved
Catalytic Oxidation of Carbon
Monoxide”, Propylene and for
Cyclopropane Isomerization,
Tesis Ph.D., University of
Pannonia, Veszprém.
Wawrzyniak,P., Wasiak,W.
(2005),”Determination of Methyl
Esther in Diesel Oils by Gas
Chromatography-Validation of
The Method,” Vol. 59, hal. 449-
452
12. Widiono, B. (1995), “Alkoholisis Minyak
biji Jarak dalam Reaktor Kolom
Berpulsa Secara Sinambung
Ditinjau dari Segi Kinetika”, Tesis
diajukan kepada Fakultas Pasca
Sarjana UGM, Yogyakarta.
Yadav, G.D. and Thatagar, M. B. (2002),
“Esterification of Maleic Acid with
Ethanol Over Cation-Exchange
Resin Catalyst”. React. Funct.
Polym., Vol. 52, hal. 99-110.
Yong Liu, Schimdt,W. (2009),”Small-
Sized HZSM-5 Zeolite as Highly
Active Catalyst for Gas Phase
Dehydration of Glycerol to
Acrolein”, Vol. 269, hal. 71-79.
Zaki M. I., Hasan M. A., Al-Sagheer F.
A., Pasupulety L. (2001), “In situ
FTIR spectra of pyridine adsorbed
on SiO2–Al2O3, TiO2, ZrO2 and
CeO2: general considerations for
the identification of acid sites on
surfaces of finely divided metal
oxides”, Colloids Surfaces A, Vol.
190, hal. 261–274.
Zhu, H., Liu, Z., Kong, D., Wang, Y.,
Yuan, X., Xie, Z. (2009),
“Synthesis of ZSM-5 with
intracrystal or intercrystal
mesopores by polyvinyl butyral
templating method”, Journal of
Colloid and Interface Science,
Vol. 331, hal. 432-438.
Zulaikah, S., Lai, C. C., Vali, S. R., Ju,
Y.-H. (2005), “A Two-Step-
Caralyzed for The Production of
Biodiesel from Rice Bran Oil”.
Bioresurce Technology, 96, 1889-
1886.