1. Stabilitas Saponin sebagai Antibiotik Alami Hasil Isolasi Gel Daun Aloe
barbadensis miller pada Variasi Suhu dan Lama Simpan
The Stability of Saponin as Natural Antibiotic That Is Isolated From Aloe
Barbadensis Miller Leaf in Different Temperature and Storage Duration
Imbang Dwi Rahayua
and Sri Dwi Hastutib
Staf Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan-Perikanan UMMa
Staf Dosen Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan-Perikanan UMMb
Jl. Raya Tlogomas No. 246.
email: imb_mlg@yahoo.co.id
Abstract
Background: Mastitis in dairy cattle is caused by Staphylococcus aureus and Streptococcus agalactiae. Most of
these bacteria resist into various antibiotics that often used in therapy. Natural antibiotics from plant extract like
Aloe barbadensis Miller that has antibacterial compound, saponin, could be used as a substitute. The research
specifically conducted to get saponin that stable in storage as natural antibiotic.
Method: The research was based on two steps experiment, first step are: extraction with n-hexane and
methanol, isolation and identification with Thin Layer Chromatography (TLC), the result was analyzed
descriptively. The second step including saponin stability test in thick liquid and powder forms. Completely
Randomized Design (CRD) factorial 2x3 is used for thick liquid test. First factor is temperature, room T1 and
refrigerator (T2), meanwhile the second is storage duration, one week (L1), two weeks (L2), and three weeks
(L3). Powder form test is based on CRD factorial 3x3 with filler as first factor amylum (B1), dextrin (B2), and
Arab-gum (B3), and storage duration as second factor: one week (L1), two weeks (L2), and three weeks (L3).
The variable are: absorbance, pH, color intensity, percentage solubility in water, and water content. Water
content only measured for saponin powder. Data then analyzed by ANAVA and followed by Least Significant
Difference.
Result: The result showed that thick liquid saponin constantly stable up to three weeks in refrigerator
temperature, meanwhile its only one week in room temperature. In powder form, stability could be sustained
until three weeks in room temperature with amylum or dextrin as filler. It could be concluded that for storage,
thick liquid saponin is more stable in refrigerator temperature and powder saponin is more stable with amylum
or dextrin.
Keyword: Saponin, natural antibiotic, Aloe barbadensis Miller
Abstrak
Latar Belakang: Mastitis pada sapi perah disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus
agalactiae. Sebagian besar bakteri tersebut resisten terhadap berbagai antibiotik yang sering digunakan dalam
terapi. Diperlukan antibiotik alami, ekstrak tanaman, Aloe barbadensis Miller, yang mengandung antibakterial,
saponin sebagai pengganti. Penelitian ini yang secara khusus bertujuan memperoleh saponin stabil dalam
penyimpanan, sebagai antibiotik alami.
Metode: Digunakan 2 tahap metode eksperimen. Tahap I, ekstraksi dengan n-heksana dan metanol, isolasi dan
identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), data dianalisis secara deskriptif.Tahap II, uji stabilitas
saponin bentuk pekat dan serbuk. Bentuk pekat, digunakan rancangan RAL faktorial 2x3, dengan perlakuan suhu
kamar dan refrigerator, lama simpan 1, 2, dan 3 minggu. Bentuk serbuk, RAL faktorial 3x3, perlakuan berupa
bahan pengisi amilum, dekstrin dan gum arab, lama simpan, 1,2, 3 minggu, Variabel meliputi : absorbansi, pH,
intensitas warna, persentase kelarutan dalam air dan kadar air. Kadar air hanya diukur pada saponin serbuk. Data
dianalisis dengan ANAVA, uji lanjut BNT.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas saponin pekat dipertahankan sampai 3 minggu dalam suhu
refrigerator, sedangkan pada suhu kamar stabilitas dipertahankan hanya dalam 1 minggu. Pada bentuk serbuk,
stabilitas bisa dipertahankan sampai 3 minggu di suhu kamar dengan bahan pengisi amilum atau dekstrin.
Disimpulkan bahwa dalam penyimpanan, saponin pekat lebih stabil pada suhu refrigerator, saponin serbuk lebih
stabil dengan bahan pengisi amilum atau dekstrin.
Kata kunci: Saponin, antibiotik alami, Aloe barbadensis Miller
60
2. PENDAHULUAN
Mastitis pada sapi perah terutama
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Streptococcus agalactiae berdampak penurunan
produksi susu dan kualitas susu, dan resistensi
bakteri penyebab (Rahayu, 2007). Sebagian
besar bakteri penyebab telah resisten terhadap
berbagai antibiotik yang sering digunakan
untuk mengatasinya. Diperlukan antibiotik
alami, ekstrak tanaman, seperti Aloe
barbadensis Miller, yang mengandung saponin,
sebagai pengganti antibiotik sintetik yang
aman, tanpa menimbulkan resistensi bakteri dan
residu antibiotik dalam air susu. Penelitian ini
secara khusus dimaksudkan untuk memperoleh
produk saponin sebagai antibiotik alami yang
diekstrak dari Aloe barbadensis Miller, sebagai
upaya pengendalian penyakit mastitis pada sapi
perah secara aman, tanpa menimbulkan
resistensi bakteri
MATERI DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen, 2 tahap, Tahap I berupa ekstraksi,
isolasi dan identifikasi saponin dari gel daun
lidah buaya (Aloe vera), spesies Aloe
barbadensis Miller. Gel daun Aloe vera
dikeringkan dalam oven suhu 55o
C dan digiling
menjadi serbuk, dilanjutkan maserasi dan
perkolasi dengan metanol. Ekstrak kental
diperolah dengan penguapan menggunakan
evaporator rotary vacuum. Isolasi dan
identifikasi menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT), dengan fase diam silica gel
GF254, fase gerak khloroform-metanol-air (964
: 50 : 10, v/v), dan penampak noda : H2SO4
dalam etanol (10 : 90, v/v), suhu : 110o
C, 10
menit (Soetan et al., 2006). Data hasil
penelitian Tahap I dianalisis secara deskriptif.
Tahap II, uji stabilitas saponin dalam
bentuk pekat dan serbuk. Pada bentuk pekat
menggunakan rancangan RAL pola faktorial
2x3, dengan perlakuan berupa suhu dan lama
simpan, yaitu suhu kamar dan refrigerator, lama
simpan 1, 2, dan 3 minggu. Pada bentuk serbuk
menggunakan rancangan RAL pola faktorial
3x3, perlakuan berupa bahan pengisi, yaitu
amilum, dekstrin dan gum arab, dan lama
simpan 1,2, 3 minggu, dilakukan pada suhu
kamar. Variabel yang diukur meliputi :
absorbansi, pH, intensitas warna, persentase
kelarutan dalam air dan kadar air. Data kadar
air hanya diukur pada saponin serbuk. Data
hasil Tahap II dianalisis dengan ANAVA,
dilanjutkan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi, sebanyak 400 g serbuk
kering dari gel daun Aloe vera diekstraksi
dengan teknik maserasi, berturut-turut
menggunakan pelarut n-heksana dan metanol.
Proses ekstraksi dengan dua pelarut dilakukan
dengan maserasi selama 10 jam, menggunakan
pelarut n-heksana, suhu antara 68-69o
C, untuk
menghilangkan lipid dan pigmen yang lain.
Selanjutnya residu dikeringkan pada suhu
kamar sampai bebas n-heksana, kemudian
dimaserasi dengan metanol, suhu antara 64
-65,5o
C, selama 12 jam, untuk memisahkan
saponin, bersama-sama dengan senyawa berat
molekul rendah, seperti gula, senyawa fenol,
oligosakarida dan flavonoid, sehingga diperoleh
ekstrak kental dari metanol. Ekstrak kental
metanol yang diperoleh adalah 65 g.
Fraksionasi, ekstrak metanol kental
seberat 60 g dipartisi antara air dan n-butanol
(1:1), kemudian masing-masing fraksi
dipisahkan dan dipekatkan, sehingga diperoleh
fraksi air dan n-butanol. Masing-masing fraksi
kental diperoleh n-butanol seberat 40,2 g dan
air seberat 15,8 g. Fraksi n-butanol kental lebih
banyak mengandung saponin setelah uji
fitokimia. Fraksi n-butanol selanjutnya dicuci
dengan eter, setelah itu dilarutkan dalam
metanol, disaring dan kemudian filtrat metanol
ditambah eter berlebih dan endapan disaring.
Endapan saponin diperoleh seberat 10,5 g.
Pemisahan dan pemurnian, Fraksi n-
butanol yang paling aktif kemudian dipisahkan
dengan cara kromatografi kolom gravitasi.
Fraksi n-butanol total (3 gram) dipisahkan pada
kolom dengan menggunakan fasa diam silika
gel 60 (70-230 mesh) dan fase gerak kloroform-
metanol-air (3 : 1 : 0,1). dan penampak noda
50% (v/v) H2SO4 dengan cara spray, diikuti
dengan pengeringan selama 15 menit pada suhu
kamar dan dipanaskan pada suhu 105o
C selama
3 menit dalam oven. Hasil kromatografi kolom
gravitasi diperoleh 10 fraksi. Setelah dilakukan
kromatografi lapis tipis, dengan 0,25 mm
lapisan silika gel, fase gerak kloroform-
metanol-air (3 : 1 : 0,1), diperoleh 1 kelompok
61
3. fraksi. Berdasarkan uji busa, maka fraksi
tersebut adalah positif saponin.
Absorbansi saponin pekat. Hasil
analisis varians menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh sangat nyata suhu dan lama simpan
terhadap nilai absorbansi saponin pekat Rataan
nilai absorbansi ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel.1. Data Rataan Absorbansi Saponin Pekat dalam Dua Arah.
T1 T2 Rataan L
L1 0,5195c
0,5160c
0,5178c
L2 0,5012b
0,5148c
0,5080b
L3 0,4538a
0,5130c
0,4834a
Rataan T 0,4915a
0,5146b
Berdasarkan hasil uji BNT, nilai absorbansi
saponin pekat pada suhu refrigerator lebih
tinggi daripada suhu kamar. Pada lama simpan
1 minggu, nilai absorbansi menunjukkan angka
tertinggi. Pada interaksi, maka nilai absorbansi
tertinggi dicapai pada penyimpanan suhu kamar
dan lama simpan 1 minggu, tetapi nilai ini tidak
berbeda dengan penyimpanan suhu refrigerator
dengan lama simpan 1 - 3 minggu. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan larutan
standar saponin pekat, yang tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata perlakuan suhu dan lama
simpan terhadap nilai absorbansi. Hal ini
berkaitan dengan faktor kesulitan dalam isolasi
saponin murni, karena saponin memiliki berat
molekul tinggi (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Dinyatakan lebih lanjut bahwa keberadaan
saponin sangat mudah ditandai dengan
pembentukan larutan koloidal dengan air yang
apabila digojog menimbulkan buih yang stabil.
Penyimpanan saponin pekat dalam
suhu kamar, hanya bisa mempertahankan
stabilitas nilai absorbansi selama 1 minggu.
Sedangkan penyimpanan saponin pekat pada
suhu refrigerator mampu mempertahankan nilai
absorbansi selama 3 minggu. Jadi nilai
absorbansi saponin pekat lebih stabil dalam
waktu yang lebih panjang pada penyimpanan
suhu refrigerator. Sebagaimana dinyatakan oleh
Desrosier (2008), bahwa suhu penyimpanan
dingin yang pada umumnya mendekati 32o
–
34o
F, dapat memperpanjang daya simpan
makanan. Pada suhu ini tidak hanya laju
respirasi yang menurun, tetapi pertumbuhan
dari banyak mikroba pembusuk juga dihambat.
Hal ini didukung oleh pernyataan Anief (2008),
bahwa obat harus disimpan sehingga tercegah
dari cemaran dan peruraian, terhindar dari
pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
Penyimpanan pada suhu kamar adalah
penyimpanan pada suhu 15o
hingga 30o
,
sedangkan penyimpanan suhu refrigerator
adalah peyimpanan dalam suhu 2o
hingga 8o
.
Absorbansi Saponin Serbuk. Hasil
analisis varians menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh sangat nyata, baik bahan pengisi
maupun lama simpan terhadap nilai absorbansi
saponin serbuk Rataan nilai absorbansi
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Rataan Absorbansi Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 0,3135e
0,3160e
0,3025c
0,3107c
L2 0,3130e
0,3055d
0,2925b
0,3036b
L3 0,3045cd
0,3015c
0,2870a
0,2977a
Rataan T 0,3103c
0,3077b
0,2940a
Berdasarkan hasil uji BNT terhadap
rataan di atas, pada interaksi, absorbansi
tertinggi dicapai pada penggunaan bahan
amilum dengan lama simpan 2 minggu, yang
memberikan nilai yang sama apabila digunakan
dekstrin, namun lama simpan hanya 1 minggu.
Jadi penggunaan amilum memberikan stabilitas
absorbansi yang lebih lama daripada dekstrin.
62
4. Hal ini dimungkinkan amilum mampu
menurunkan Aw yang lebih tinggi daripada
dekstrin, mencegah cepatnya kerusakan
srtuktur kimiawi saponin, sehingga nilai
absorbansi saponin tetap tinggi dengan waktu
yang lebih panjang. Sebagaimana dinyatakan
oleh Purnomo (1995), bahwa kerusakan
jaringan tanaman pada umumnya merupakan
kerusakan kimiawi, enzimatik, mikrobiologik
atau kombinasi antara ketiga macam kerusakan
tersebut. Semua jenis kerusakan tersebut
memerlukan air dalam prosesnya. Perlu
diketahui, daun Aloe vera mengandung
berbagai bahan organik, termasuk berbagai
jenis karbahidrat, baik golongan monosakarida,
disakarida maupun polisakarida. Selain bahan
organik, maka berbagai enzim, seperti katalase,
lipase, dan amilase juga terkandung dalam daun
Aloe vera. Jadi daun Aloe vera sangat rawan
terhadap kerusakan kimiawi maupun enzimatik.
Diperlukan upaya menurunkan kadar air dalam
daun Aloe vera, dengan cara dirubah menjadi
bentuk serbuk. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Desrosier (2008), bahwa
menurunnya jumlah air menyebabkan
penurunan semua kegiatan metabolik dalam sel
mikroorganisme, karena semua reaksi kimia
dalam sel membutuhkan air yang berasal dari
lingkungan sekitarnya, termasuk bahan pangan.
Namun, bentuk serbuk ini memberikan luas
permukaan butiran yang sangat besar, sehingga
mempertinggi proses oksidasi, oleh karena itu
diperlukan kulit yang bisa melapisi butiran
guna menahan masuknya oksigen. Penambahan
bahan pengisi diharapkan bisa mengurangi
kerusakan saponin serbuk akibat oksidasi.
Amilum terbukti memberikan stabilitas
absorbansi yang lebih lama pada penyimpanan
serbuk saponin pada suhu kamar daripada
dekstrin dan gum-arabicum. Hal ini berkaitan
dengan struktur kimia amilum yang terdiri atas
unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga
oksigen yang larut dapat dikurangi dan
selanjutnya proses oksidasi dapat dicegah.
Nilai pH Saponin Pekat. Hasil analisis
varians menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
sangat nyata suhu dan lama simpan terhadap
nilai pH saponin pekat. Rataan nilai pH
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Rataan pH Saponin Pekat dalam Dua Arah.
T1 T2 Rataan L
L1 8,300a
8,800b
8,850c
L2 8,225a
8,725b
8,475b
L3 8,225a
8,850b
8,388a
Rataan T 8,250a
8,692b
Berdasarkan nilai pH di atas, terlihat
bahwa terdapat kecenderungan penurunan nilai
pH saponin pekat pada penyimpanan suhu
kamar dan semakin panjangnya lama simpan.
Penurunan nilai pH ini berkaitan dengan
adanya kerusakan struktur kimia pada saponin.
Sebagaimana dinyatakan oleh Gozali dkk.
(2004), penurunan pH selama penyimpanan
bahan pangan dikarenakan adanya pertumbuhan
bakteri, yang menggunakan gizi bahan pangan
dan merombaknya menjadi senyawa-senyawa
asam. Selain nutrisi, suhu juga merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Pada penyimpanan suhu kamar, pH
saponin pekat lebih rendah daripada suhu
refrigerator, karena pada suhu kamar sangat
memungkinkan untuk pertumbuhan mikroba
mesofilik. Semakin menurunnya pH ini seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah total
mikroba, termasuk bakteri, kapang dan jamur.
Nilai pH Saponin Serbuk. Hasil
analisis varians menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh sangat nyata, baik bahan pengisi
maupun lama simpan terhadap nilai pH saponin
serbuk. Uji lanjut dengan uji BNT,
menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengisi
amilum maupun dekstrin dalam saponin serbuk
memiliki kestabilan pH dalam waktu yang lebih
lama daripada gum-arabicum. Rataan nilai pH
saponin serbuk ditunjukkan pada Tabel 4.
63
5. Tabel 4. Data Rataan pH Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 9,80b
9,90b
9,45a
9,72b
L2 9,75b
9,80b
9,40a
9,65a
L3 9,75b
9,80b
9,40a
9,65a
Rataan T 9,77b
9,83c
9,42a
Hal ini menunjukkan bahwa amilum
dan dekstrin mampu menghambat kerusakan
struktur kimia saponin serbuk pada
penyimpanan suhu kamar. Peran amilum
maupun dekstrin ini berkaitan erat dengan
struktur kimia yang dimiliki, yaitu terdiri dari
unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga
oksigen yang larut dapat dikurangi dan
selanjutnya proses oksidasi dapat dicegah.
Amilum dan dekstrin juga berperan sebagai
lapisan film yang melindungi partikel saponin
ketika proses pengeringan dengan freeze dryer
berlangsung.
Hasil analisis varians, menunjukkan
bahwa penggunaan bahan pengisi dan lama
simpan tidak berpengaruh nyata terhadap pH
saponin serbuk standar. Rataan pH yang dicapai
berkisar antara 10,2 – 10,4. Saponin serbuk
standar memiliki kestabilan pH dalam
penyimpanan suhu kamar.
Uji Warna Saponin Pekat. Data
rataan warna saponin pekat hasil penelitian
ditampilkan pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 5. Data Rataan Warna (L/ kecerahan) Saponin Pekat dalam Dua Arah.
T1 T2 Rataan L
L1 35,625a
35,900a
35,763a
L2 38,625d
36,250b
37,439b
L3 42,050e
36,800c
39,425c
Rataan T 38,767b
36,317a
Tabel 6. Data Rataan Warna (a+
/ kemerahan) Saponin Pekat dalam Dua Arah.
T1 T2 Rataan L
L1 3,400c
3,600d
3,500c
L2 2,375b
3,275c
2,825b
L3 1,350a
3,150c
2,250a
Rataan T 2,375a
3,342b
Tabel 7. Data RataanWarna (b+
/ kekuningan) Saponin Pekat dalam Dua Arah.
T1 T2 Rataan L
L1 2,275c
2,400d
2,338c
L2 1,400b
2,325d
1,863b
L3 0,575a
2,100c
1,338a
Rataan T 1,417a
2,275b
Hasil analisis varians dan uji BNT,
menunjukkan bahwa suhu dan lama simpan
berpengaruh sangat nyata (P<0,05) terhadap
warna saponin pekat. Hasil uji BNT
menunjukkan bahwa saponin pekat yang
disimpan pada suhu kamar, menunjukkan
kecerahan warna (L) lebih rendah ( nilai L lebih
tinggi) daripada yang disimpan pada suhu
refrigerator. Demikian pula, semakin lama masa
simpan juga menyebabkan semakin rendahnya
kecerahan warna yang dihasilkan. Pada
interaksi, kecerahan warna tertinggi dicapai
pada penyimpanan suhu kamar maupun
refrigerator dengan lama simpan terpendek,
yaitu 1 minggu. Pada minggu ke-2 dan ke-3,
penyimpanan suhu kamar menyebabkan
berkurangnya kecerahan yang lebih besar
daripada suhu refrigerator. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa penyimpanan saponin
pekat pada suhu kamar dan lama simpan yang
semakin panjang menyebabkan perubahan
warna alami saponin yang semakin besar. Pada
uji kemerahan (a+
), maka kemerahan tertinggi
dicapai pada penyimpanan suhu refrigerator
64
6. dengan penyimpanan 1 minggu, demikian pula
pada uji tingkat kekuningan (b+
), maka
kekuningan tertinggi dicapai pada penyimpanan
suhu refrigerator dan lama simpan 1 minggu.
Hasil tersebut menunjukkan adanya perubahan
terhadap stabilitas warna saponin. Stabilitas
warna senyawa sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan. Faktor-faktor
tersebut antara lain ada tidaknya cahaya,
substansi oksidasi dan reduksi, unsur logam
berat, Aw, pH dan suhu. Sebagaimana
dinyatakan oleh Gozali (2004), bahwa
perubahan warna pada bahan pangan
disebabkan oleh keadaan lingkungan, seperti
suhu dan aktivitas mikroba. Ditambahkan oleh
Purnomo (1995), bahwa kerusakan klorofil
sampel bayam terjadi pada penyimpanan suhu
55o
C selama 82 jam. Kerusakan klorofil terkait
erat dengan penurunan pH dan peningkatan
nilai Aw dalam sistem. Dilihat dari nilai pH
saponin pekat, maka semakin lama masa
simpan penurunan pH lebih besar lagi. Tinggi
rendahnya pH ditentukan pula oleh suhu
penyimpanan, pada suhu kamar pH bahan
pangan cenderung lebih rendah.
Uji Warna Saponin Serbuk. Hasil
analisis varians menunjukkan bahwa
penggunaan bahan pengisi dan lama simpan
mempengaruhi intensitas warna saponin serbuk.
Rataan intensitas warna ditampilkan pada Tabel
8, 9, dan 10.
Tabel 8. Data Rataan Warna (L/ kecerahan) Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 54,75d
55,35e
58,65f
56,25c
L2 52,15b
52,20b
55,80g
53,38b
L3 50,40a
50,15a
53,55c
51,37a
Rataan T 52,43a
52,57a
56,00b
Tabel 9. Data Rataan Warna (a+
/kemerahan) Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 1,25ab
1,20a
1,55c
1,33b
L2 1,15a
1,20a
1,45c
1,27b
L3 1,10a
1,10a
1,30b
1,17a
Rataan T 1,17a
1,17a
1,43b
Tabel 10. Data Rataan Warna (b+
/ kekuningan) Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 0,20a
0,30a
0,90c
0,47b
L2 0,25a
0,20a
0,80b
0,42a
L3 0,20a
0,20a
0,80b
0,40a
Rataan T 0,22a
0,23a
0,83b
Pada uji kecerahan warna (L), maka
kecerahan warna yang tertinggi saponin serbuk
dicapai pada penggunaan amilum maupun
dekstrin pada lama simpan 3 minggu.
Penggunaan bahan pengisi gum-arabicum
dalam pembuatan saponin serbuk menyebabkan
kecerahan warna yang rendah.
Pada uji warna kemerahan (a+
), nilai
tertinggi dicapai pada penggunaan gum-
arabicum. Lama simpan 1 – 2 minggu
menghasilkan tingkat kemerahan tertinggi. Pada
interaksi, kemerahan tertinggi dicapai pada
penggunaan gum-arabicum, pada lama simpan
1 sampai 2 minggu, tingkat kemerahannya lebih
tinggi daripada penggunaan amilum maupun
dekstrin.
Nilai tertinggi kekuningan (b+
), juga
dicapai pada penggunaan gum-arabicum, pada
lama simpan sampai 3 minggu, tingkat
kekuningan pada gum-arabicum lebih tinggi
daripada amilum maupun dekstrin. Gum-
arabicum memiliki potensi yang cocok
digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan
saponin serbuk.
Persentase Kelarutan Saponin Pekat.
Hasil analisis varians dan uji BNT,
menunjukkan bahwa suhu peyimpanan
berpengaruh sangat nyata terhadap % kelarutan
65
7. saponin pekat. Suhu refrigerator memberikan
% kelarutan saponin pekat dalam air lebih besar
dibandingkan suhu kamar. Lama simpan tidak
berpengaruh nyata, namun interaksi suhu dan
lama simpan berpengaruh nyata terhadap %
kelarutan saponin pekat. Penyimpanan saponin
pekat pada suhu refrigerator menyebabkan
stabilitas % kelarutan saponin pekat sampai
penyimpanan 3 minggu. Suhu refrigerator akan
menghambat Aw, sehingga pertumbuhan
mikroorganisme terhambat, akibatnya
kerusakan struktur kimia saponin pekat dapat
dicegah.
Persentase Saponin Serbuk. Hasil
analisis varians, menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh nyata penggunaan bahan
pengisi maupun lama simpan pada suhu kamar
terhadap % kelarutan saponin serbuk. Rataan %
kelarutan dalam air dingin pada semua
perlakuan dan ulangan bernilai sama, yaitu
100%. Kelarutan tersebut tergolong sangat
mudah larut menurut Anief (2008), karena
angkanya kurang dari 1. Angka tersebut
merupakan jumlah bagian pelarut yang
diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat.
Persen kelarutan saponin serbuk dinyatakan
dalam b/b%, yaitu persen bobot per bobot, yaitu
jumlah g zat dalam 100 g bahan atau hasil akhir
(larutan atau campuran).
Sifat kelarutan dalam air merupakan
sifat penting bagi saponin sebagai antibakterial.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu
(2007), bahwa salah satu sifat penting antiseptik
dan desinfektan adalah harus bisa dicampur
dengan air, karena air merupakan pelarut
universal. Sifat-sifat lain yang perlu dimiliki
oleh antibakterial adalah memiliki stabilitas
dalam jangka waktu yang panjang.
Ditambahkan oleh Gunawan dan Mulyani
(2004), bahwa senyawa glikosida larut dalam
pelarut polar, seperti air. Adanya pengaruh
asam, basa, enzim, dan panas, maka jembatan
oksigen yang menghubungkan glikon dan
aglikon mudah terurai. Jika terurai, maka
aglikon dari glikosida tidak larut dalam air,
hanya larut dalam pelarut organik nonpolar.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan
kelarutan saponin serbuk yang tinggi, yaitu
sampai 100% dalam air dingin, maka terbukti
bahwa saponin yang berhasil diisolasi dari daun
Aloe vera, dengan bahan pengisi amilum,
dekstrin maupun gum-arabicum meliliki
stabilitas kelarutan yang sangat tinggi dalam air
sampai minggu ketiga masa simpan pada suhu
kamar.
Jika dibandingkan dengan saponin
pekat, maka saponin serbuk memberikan
jaminan stabilitas % kelarutan saponin dalam
air yang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan
kadar air yang rendah dalam saponin serbuk,
dan peran bahan pengisi yang bisa mengikat air,
menghambat oksidasi dan melindungi partikel
saponin serbuk dari kerusakan selama proses
pengeringan dengan freeze dryer.
Kadar Air Saponin Serbuk. Hasil
analisis varians dan uji BNT, menunjukkan
bahwa jenis bahan pengisi berpengaruh nyata
terhadap kadar air dalam saponin serbuk, lama
simpan tidak berpengaruh. Interaksi jenis bahan
pengisi dengan lama simpan berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar air saponin serbuk.
Rataan kadar air saponin serbuk dapat dil;ihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Data Rataan Kadar Air Saponin Serbuk dalam Dua Arah.
B1 B2 B3 Rataan L
L1 4,0875a
3,7885a
5,1845b
4,3535a
L2 5,0790b
3,0935a
6,1490c
4,7738a
L3 4,9800a
3,4720a
5,2840b
4,5787a
Rataan T 4,7155b
3,4513a
5,5392c
Berdasarkan data rataan di atas, maka
kadar air terendah dicapai pada penggunaan
bahan pengisi dekstrin. Pada interaksi, maka
penggunaan dekstrin juga memberikan kadar air
dalam saponin serbuk terendah dan stabil
sampai penyimpanan minggu ke-3. Hal ini
berkaitan dengan struktur kimia dekstrin yang
terdiri dari unit glukosa yang bersifat mengikat
air, sehingga kadar oksigen yang terlarut di
dalamnya juga menurun. Rendahnya oksigen
memungkinkan hambatan oksidasi pada
partikel-partikel saponin, yang selanjutnya akan
66
8. mencegah kerusakan struktur saponin.
Sebagaimana dinyatakan oleh Purnomo (1995),
bahwa pengurangan air, baik secara
pengeringan maupun penambahan bahan
penguap air bertujuan untuk mengawetkan
bahan pangan. Kandungan air dalam bahan
pangan berubah-ubah sesuai dengan
lingkungannya, dan hal ini sangat erat
hubungannnya dengan daya awet bahan pangan
tersebut. Achyadi dan Hidayanti (2004), juga
menyatakan bahwa kandungan air dalam bahan
makanan dapat mempengaruhi daya tahan
makanan terhadap serangan mikroorganisme
yang dinyatakan dalam aktivitas air (Aw), yaitu
jumlah air bebas yang digunakan untuk
pertumbuhannya, di mana semakin tinggi kadar
air yang terkandung dalam bahan pangan, maka
semakin cepat rusak karena aktivitas
mikroorganisme.
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat 2 enis saponin yang berhasil
diisolasi dari Aloe barbadensis Muller, yaitu
Gitogenin dan Hekogenin. Pada saponin
pekat, suhu kamar dan lama simpan semakin
panjang menurunkan nilai absorbansi, pH,
intensitas warna dan persentase kelarutan
dalam air dingin. Pada saponin serbuk,
amilum memberikan stabilitas absorbansi
paling lama. Amilum atau dekstrin memberikan
stabilitas pH dan intensitas warna yang paling
lama. Semua bahan pengisi, yaitu amilum,
dekstrin dan gum arab memberikan stabilitas
kelarutan dalam air dingin sampai minggu ke-3
masa simpan. Kadar air terendah dan stabil
sampai minggu ke-3 masa simpan dicapai
dengan bahan pengisi dekstrin.
Disarankan, saponin pekat disimpan
dalam suhu refrigerator untuk menjamin
stabilitas absorbansi, pH, warna, dan kelarutan
sampai minggu ke-3 masa simpan. Suhu kamar
hanya bisa mempertahankan stabilitas sifat-sifat
tersebut dalam 1 minggu masa simpan. Saponin
serbuk lebih stabil dalam penyimpanan dengan
bahan pengisi amilum atau dekstrin.
DAFTAR PUSTAKA
Achyadi, N.S., dan Hidayanti, A., 2004.
Pengaruh Konsentrasi Bahan
Pengisi dan Konsentrasi Sukrosa
Terhadap Karakteristik Fruit
Leather Cempedak (Artocarpus
champeden Lour). Jurusan
Teknologi Pangan. Fakultas
Teknik-Universitas Pasundan
Bandung. INFOMATEK. Volume
6 Nomor 3 September 2004.
Anief, M., 2008. Ilmu Meracik Obat.
Cetakan Keempatbelas. Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah mada.
Gadjah Mada University Press.
Desrosier, Norman W., 2008. Teknologi
Pengawetan Pangan. Edisi 3.
Penerjemah : Muchji Muljohardjo.
Judul Asli : The Technologyof
Food Preservation. Penerbit
Universitas Indonesia Press.
Jakarta
Gunawan, Didik dan Mulyani, Sri. 2002. Ilmu
Obat Alam (Farmakognosi) Jilid
1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gozali, Thomas., Dedi Muchtadi, dan Yaroh.
2004. Peningkatan Daya Tahan
Simpan “Sate Bandeng”
(Chanos-chanos) dengan Cara
Penyimpanan Dingin dan
Pembekuan. Jurusan Teknologi
Pangan. Fakultasb Teknik Unpas.
INFOMATEK. Volume 6 Nomor
1, Maret -2004.
Harborne, JB. 1987. Metode Fitokimia.
Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Terbitan
kedua. Penerbit ITB Bandung.
Purnomo, Hari. 1995. Aktivitas Air dan
Peranannya dalam Pengawetan
Pangan. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Rahayu, ID. 2007. Tuntas Atasi Gangguan
Kesehatan Ternak. Buku Ajar.
Fakultas Peternakan Perikanan.
UniversitasMuhammadiyah
Malang.
Rahayu, ID. 2007. Sensifitas Staphylococcus
aureus sebagai Bakteri Patogen
Mastitis terhadap Antiseptika
Pencelup Puting Sapi Perah.
Juenal Ilmiah Ilmu Peternakan dan
67
9. Perikanan PROTEIN. Vol. 14. No.
1. hal 31-36
Soetan k. O., Oyekunie M.A., Aiyelaagbe O. O.
and Fafunso M. A. , 2006.
Evalution of the Antibicrobial
Activity of Saponins Extract of
Sorghum bicolor Moench. African
Journalof Biotechnology. Vol 5,
pp. 2405-2407, 4 December 2006
68
10. Perikanan PROTEIN. Vol. 14. No.
1. hal 31-36
Soetan k. O., Oyekunie M.A., Aiyelaagbe O. O.
and Fafunso M. A. , 2006.
Evalution of the Antibicrobial
Activity of Saponins Extract of
Sorghum bicolor Moench. African
Journalof Biotechnology. Vol 5,
pp. 2405-2407, 4 December 2006
68