2296 orchidea-chem-eng-pengaruh molar ratio, jumlah katalis & fa pad transester crbo
1. Pengaruh Molar Ratio, Jumlah Katalis, dan Kandungan Asam Lemak
pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi berkatalis Asam
Orchidea Rachmaniah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus Sukolilo, Surabaya–60111, INDONESIA
Telp. 031-5946240, Fax. 031-5999282, e-mail: orchideaceae@yahoo.com
Abstrak
Variabel-variabel pada reaksi transesterifikasi yang mempengaruhi konversi dan kemurnian produk
ester yaitu: molar ratio antara minyak-lemak dengan alkohol, jenis katalis (asam atau basa), waktu
reaksi, suhu reaksi, kandungan asam lemak dan air dalam minyak-lemak. Pada penelitian ini dipelajari
pengaruh molar ratio minyak mentah dedak padi terhadap methanol, jumlah katalis dan kandungan asam
lemak minyak terhadap konversi ester yang dicapai. Kondisi reaksi 1:20 molar ratio, 5% methanolik
HCl, dan 70o
C minyak mentah dedak padi (60%-FA) mampu mencapai 90,8% konversi methyl ester
untuk satu jam reaksi. Transesterifikasi berkatalis asam sesuai digunakan pada minyak mentah dedak
padi tanpa proses pemurnian bahan baku.
Abstract
Transesterification reaction variables that effect conversion and purity of the product ester from oil
include: molar ratio of oils to alcohol, type of catalyst (alkaline vs acidic), reaction time, temperature,
fatty acid and water content in oil. This experiments explored the effects of molar ratio oil to alcohol,
amount of catalyst, and fatty acid content to ester conversion. Using crude rice bran oil high fatty acid
content with reaction conditions as follows: 5%-w acid catalyst of oil, 70o
C, 1 to 20 of molar ratio (oil to
methanol. We reached 90,8% conversion to theirs corresponding methyl ester which is essentially
complete in 1 hr. Acid catalyzed transesterification suitable for crude oils, such as crude rice bran oil
without raw material pretreatment process.
1. Latar Belakang
Pengembangan biodiesel sebagai bahan
bakar terbarukan berbasis minyak nabati
merupakan suatu langkah yang urgen dan
strategis bagi bangsa Indonesia, karena
situasi produksi–konsumsi minyak mentah
dan solar telah mencapai taraf yang
mengkhawatirkan. Akan tetapi harga bahan
bakar bio saat ini masih lebih mahal
dibandingkan bahan bakar petroleum.
Tingginya harga diakibatkan mahalnya harga
bahan baku berupa minyak komoditi
pangan/edible oil. Harga bahan baku
menentukan 60-70% harga produk [15]. Oleh
sebab itu perlu dicari bahan baku alternatif
yang dapat menghasilkan biodiesel berharga
murah dengan memanfaatkan potensi
keanekaragaman sumberdaya hayati
domestik yang melimpah dan belum banyak
dimanfaatkan.
Bangsa Indonesia mengkonsumsi padi
sebagai sumber makanan pokok. Proses
penggilingan padi menghasilkan dedak padi
sebagai produk samping yang hingga saat ini,
belum banyak dimanfaatkan.
Pemanfaatannya terbatas untuk campuran
pakan ternak dan bahan bakar reboiler.
Mengingat ketersediaannya yang cukup
melimpah dan belum banyak dimanfaatkan,
telah dilakukan penelitian pendahuluan
mengenai pemanfaatan minyak dedak padi
sebagai bahan baku biodiesel [12]. Hasil
penelitian yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa minyak mentah dedak
padi berpotensi sebagai bahan baku biodiesel
[12, 13] dan diharapkan menghasilkan
biofuel yang mampu bersaing dengan
petrofuel.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Minyak Dedak Padi
Minyak dedak padi adalah minyak
berkandungan gizi tinggi: asam lemak tak
jenuh, senyawa bioaktif, dan antioksidan
seperti : -oryzanol, tocopherol, tocotrienol,
phytosterol, polyphenol dan squalene [14].
Minyak mentah dedak padi sulit dimurnikan
karena tingginya kandungan asam lemak dan
senyawa tak tersaponifikasi yang berwarna
gelap [1]. Kandungan asam lemak sebesar 4-
8%-berat tetap berada dalam minyak
walaupun proses ekstraksi dilakukan
2. sesegera mungkin sesaat setelah padi
dipanen. Terjadinya peningkatan asam lemak
secara cepat dikarenakan adanya lipase aktif
dalam dedak padi setelah proses
penggilingan. Oleh sebab itu, minyak dedak
padi tidak dapat digunakan sebagai edible oil
[7].
2.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah
proses reaksi antara minyak-lemak dengan
alkohol membentuk methyl ester dan glyserol
[10, 15]. Proses ini dapat menggunakan
katalis asam ataupun basa untuk
meningkatkan yield methyl ester. Methanol,
ethanol, propanol, butanol dan amyl alkohol
adalah jenis alkohol yang banyak digunakan.
Akan tetapi, methanol lebih banyak
digunakan karena: berharga lebih murah
dibandingkan alkohol lain, senyawa polar
berantai karbon terpendek sehingga bereaksi
lebih cepat dengan triglyserida, dan
melarutkan semua jenis katalis, baik basa
maupun asam [4, 10, 15] Transesterifikasi
merupakan reaksi berantai, pertama-tama
triglyserida direduksi menjadi diglyserida.
Selanjutnya diglyserida direduksi menjadi
monoglyserida dan akhirnya menjadi fatty
acid ester [6, 10, 15].
Transesterifikasi berkatalis basa umum
digunakan pada proses produksi biodiesel
secara komersial. Metode ini dapat mencapai
90% konversi FAME dengan 12 jam reaksi
pada suhu ruang. Sedangkan metode
transesterifikasi berkatalis asam berlangsung
pada suhu di atas 100o
C dengan 348 jam
reaksi kecuali jika reaksi dilakukan pada
suhu dan tekanan tinggi [4, 5]. Bahan baku
minyak anhydrous diperlukan pada metode
ini. Ma dkk., (1998) menyarankan
kandungan asam lemak dalam minyak
serendah mungkin <0,5%-berat dan
kandungan moisture <0,06%-berat.
Penurunan yield ester akan terjadi jika
reaktan yang digunakan tidak memenuhi
kedua persyaratan tersebut di atas [9].
Adanya sedikit kandungan asam lemak dan
moisture dalam reaktan menyebabkan
terbentuknya sabun, menurunkan yield ester
dan mempersulit pemisahan ester dan
glyserol. Kehadiran asam lemak dalam
minyak juga mengkonsumsi katalis basa
sehingga menurunkan efisiensi katalis [9,
10]. Transesterifikasi berkatalis basa efisien
digunakan pada minyak berkemurnian tinggi.
Oleh sebab itu, proses ini tidak sesuai untuk
minyak/lemak berkandungan asam lemak
tinggi seperti minyak mentah dedak padi [11,
12].
2.3 Faktor yang mempengaruhi Reaksi
Transesterifikasi
Molar ratio antara minyak-lemak dengan
alkohol, jenis dan jumlah katalis yang
digunakan, waktu reaksi, suhu reaksi,
kandungan asam lemak dan air dalam
minyak-lemak merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi reaksi transesterifikasi.
Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi
Secara stokhiometri (Gambar 1)
diperlukan 1:3 molar ratio antara triglyseride
dengan alkohol. Alkohol berlebih diperlukan
untuk menggeser kesetimbangan kearah
produk, memperbesar yield methyl ester [10,
15]. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin
cepat laju reaksinya sehingga memperpendek
waktu reaksi yang diperlukan. Minyak-lemak
bahan baku transesterifikasi harus anhydrous
dan bebas asam lemak <0,5%-berat [9]. Laju
reaksi transesterifikasi berkatalis asam tidak
dipengaruhi oleh kandungan asam lemak dan
air sehingga tidak memerlukan pretreatment
bahan baku [2, 3, 11, 15].
3. Metode Penelitian
Ekstraksi Minyak Mentah Dedak Padi. 50
g dedak padi di letakkan dalam thimble
ekstraksi dan meletakkan thimble dalam
soxhlet. Selanjutnya dilakukan proses
ekstraksi menggunakan 250 mL hexane
teknis sebagai pelarut. Proses dilakukan 1-2
Triacylglyserida Methanol Fatty acid methyl esters Glyserol
O C
O
HC
H2C
H2C O C
O
O C
O
O C
O
O C
O
R1
R2
R3
3CH3 oH
Catalyst
O C
O
O C
O
O C
O
O C
O
O C
O
R1
R2
R3
CH3
CH3
CH3
OHC
H2C
H2C OO
OO
H
H
H
3. jam hingga semua minyak terekstrak.
Minyak mentah dedak padi dipisahkan dari
pelarutnya/hexane menggunakan rotary
evaporator.
Transesterifikasi. Transesterifikasi
berkatalis asam minyak dedak padi/substrat
dilakukan dengan 1:20 molar ratio, minyak
dedak padi terhadap methanol (MeOH) dan
10%HCl sebagai katalis (%-berat). Reaksi
berskala laboratorium dengan three-bottom
flask dilengkapi reflux kondenser dan
termometer. Campuran reaksi direflux pada
suhu konstan 70C menggunakan magnetik
stirrer dalam oil bath. Setiap interval waktu
tertentu, diambil 100 L campuran reaksi
untuk keperluan analisa.
Pengambilan Sampel. 100 L campuran
reaksi yang diambil setiap interval waktu
tertentu dimasukkan dalam botol sampel
berisi 2 mL air-distillate dan 2 mL hexane
p.a. Selanjutnya larutan dikocok hingga
homogen hingga terbentuk dua lapisan.
Lapisan atas, fase organik, mengandung
FAME, TG, DG dan MG sedangkan fase
aqueous-nya mengandung sisa MeOH,
glyserol dan katalis. Jalannya reaksi dipantau
secara kuantitatif menggunakan Thin Layer
Chromatography (TLC). 1 L sampel hasil
reaksi (fase hexane) di teteskan pada
lempeng TLC untuk dielusikan dalam sistem
solvent n-hexane/ethyl-asetate/asam asetat
(90:10:1, v/v/v).
Analisa Komposisi Produk Reaksi.
Komposisi produk hasil reaksi berupa
senyawa bioaktif, FAME, TG, FA, DG dan
MG dianalisa dengan gas kromatografi tipe
Shimadzu GC-17A (Kyoto, Japan) yang
dilengkapi FID. Kolom yang digunakan
adalah DB-5HT (5-Phenyl)-
methylpolysiloxane nonpolar (15 meters
0.32 mm i.d.; Agilent Tech. Palo Alto,
California). Suhu injektor dan detektor diset
pada 365 dan 370o
C. Suhu kolom dijaga pada
80C selama 0 menit, meningkat hingga
370C dengan laju 15C /menit dan dijaga
pada 370C selama 10 menit. Digunakan
1:50 split ratio pada tekanan 60 kPa dengan
nitrogen sebagai gas pembawa.
4. Hasil dan Diskusi
Reaksi dilakukan pada suhu 70o
C dengan
katalis HCl dan variabel penelitian: molar
ratio minyak mentah dedak padi terhadap
methanol, jumlah katalis dan prosen
kandungan asam lemak dalam minyak
mentah dedak padi. Katalis asam digunakan
pada reaksi transesterifikasi minyak mentah
dedak padi ini, karena hasil penelitian
Rachmaniah dkk., (2004), memperoleh
konversi FAME tinggi >90% untuk 6 jam
reaksi dengan minyak mentah dedak padi
(70%-berat FA). Sedangkan transesterifikasi
berkatalis asam minyak kedelai murni
(~99%-berat TG) hanya memperoleh
konversi FAME <65% setelah 45 jam reaksi.
4.1 Pengaruh Waktu Reaksi pada
Transesterifikasi berkatalis Asam
Rachmaniah dkk., (2004), melakukan
transesterifikasi minyak mentah dedak padi
(60%FA) dengan kondisi reaksi: 1:20 molar
ratio minyak/methanol, 10%HCl, 70o
C
memperoleh konversi FAME tinggi ±85%
untuk 1 jam reaksi. Peningkatan waktu reaksi
lebih lanjut (hingga 6 jam reaksi) hanya
memberikan kenaikan 5% konversi FAME.
Sehingga ditetapkan waktu reaksi satu jam
pada penelitian ini.
4.2 Pengaruh Molar Ratio Minyak dengan
Methanol
Molar ratio substrat terhadap methanol
merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh pada proses transesterifikasi [4].
Reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol
alkohol setiap mol trigliseridanya untuk
menghasilkan 3 mol fatty ester dan 1 mol
glyserol [10, 15]. Ma dkk., (1999)
menyarankan penggunaan molar ratio hingga
1:15 pada transesterifikasi minyak
berkandungan asam lemak tinggi. Dalam
penelitian ini dipilih nilai molar ratio: 1:3,
1:6, 1:10, dan 1:20 (minyak mentah dedak
padi terhadap methanol). Penggunaan
methanol berlebih bertujuan menggeser
kesetimbangan ke arah produk karena
transesterifikasi merupakan reaksi reversibel
[10, 15]. Molar ratio merupakan salah satu
variabel penting yang mempengaruhi yield
4. produk dan disarankan untuk dipelajari oleh
beberapa peneliti. Selain itu, beberapa hasil
penelitian terdahulu belum mengetahui
hubungan sistematik antara variasi molar
ratio dengan yield methyl ester yang dicapai,
khususnya pada transesterifikasi berkatalis
asam.
Pemilihan nilai molar ratio 1:6
berdasarkan studi pustaka, nilai ini
memberikan konversi methyl ester terbaik
untuk transesterifikasi minyak kedelai
berkatalis basa [4, 5]. Molar ratio 1:20
merupakan nilai tertinggi yang dipilih,
mengingat makin besar nilai molar ratio,
kebutuhan methanol akan semakin besar.
Sehingga ukuran tangki menjadi lebih besar
dan tidak efisien [6, 10, 15]. Hasil analisa
kuantitatif untuk pengaruh molar ratio
terhadap konversi methyl ester ditampilkan
Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh molar ratio terhadap
konversi methyl ester pada transesterifikasi
minyak mentah dedak padi (60%-berat FA),
10% methanolik HCl, dan 70o
C.
Konversi FAME sebesar 90,3% dicapai
pada 1:20 molar ratio untuk 60 menit reaksi.
Dengan waktu reaksi yang sama dicapai
82,17% konversi methyl ester pada 1:10
molar ratio dan berturut-turut 60,63% dan
10,32% untuk 1:6 dan 1:3 molar ratio. Hasil
tersebut menunjukkan pentingnya
penggunaan alkohol lebih besar dari
kebutuhan stokhiometrinya untuk mencapai
konversi methyl ester maksimum [4]. Nilai
molar ratio yang semakin besar akan
memperbesar konsentrasi methanol dalam
campuran reaktan dan menggeser
kesetimbangan ke arah produk [4, 10]. Nilai
ratio yang lebih besar dari 1:20 tidak akan
memberikan peningkatan konversi FAME
yang signifikan dikarenakan konversi FAME
mencapai 90% pada 1:20 molar ratio. Selain
itu, nilai molar ratio yang lebih besar akan
memperbesar kebutuhan methanol,
memperbesar ukuran tangki dan biaya
infestasi [6, 10, 15].
4.3 Pengaruh Jumlah Katalis
Jumlah katalis adalah faktor lain yang
mempengaruhi yield produk [4]. Mengingat
tingginya kandungan asam lemak dalam
minyak mentah dedak padi, digunakan
variasi jumlah katalis asam: 1%, 5%, 10%,
dan 12% (% berat minyak). Canakci dkk.,
(2001) telah mempelajari pengaruh jumlah
katalis H2SO4 (0,5%, 15%, dan 25% berat
FFA) pada transesterifikasi minyak kedelai
dengan 20% dan 40% asam palmitat untuk 1
jam reaksi. Pada penelitian ini digunakan
minyak mentah dedak padi (60% FA), 1:20
molar ratio dengan berbagai jumlah katalis.
Hasil analisa kuantitatif ditampilkan Gambar
3.
Gambar 3. Pengaruh jumlah katalis terhadap
konversi methyl ester pada transesterifikasi
minyak mentah dedak padi (60%-berat FA),
1:20 molar ratio, methanolik HCl, dan 70o
C.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60
waktu(menit)
Methylester(%-b)
1:3 1:6
1:10 1:20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
Methylester(%-b)
1%HCl
5%HCl
10%HCl
12%HCl
5. Berturut-turut dicapai 73,46%; 90,90%;
90,30% dan 90,53% untuk jumlah katalis
1%, 5%, 10% 12%-berat minyak.
Peningkatan jumlah katalis hingga 12% tidak
meningkatkan konversi methyl ester secara
bermakna. Konversi methyl ester tertinggi
sebesar 90,90% pada 5% HCl.
Menurut Adam Khan (2002), katalis asam
berperan efektif untuk mempercepat reaksi
hidrolisis. Mengingat reaksi transesterifikasi
ini adalah reaksi heterogen karena minyak
mentah dedak padi mengandung berbagai
macam komponen: triglyserida, glyserida
(diglyserida dan monoglyserida) dan asam
lemak. Sehingga hidrolisis triglyserida
menjadi komponen yang lebih sederhana
(glyserida) akan mempercepat reaksi
pembentukan FAME.
4.4 Pengaruh Kandungan Asam Lemak
dalam Minyak Mentah Dedak Padi
Jenis asam lemak sangat berpengaruh
terhadap karakteristik fisik dan kimia
biodiesel karena asam lemak inilah yang
akan membentuk ester atau biodiesel. Reaksi
minyak mentah dedak padi dengan berbagai
prosen kandungan asam lemak, 1:20 molar
ratio, 5%methanolik HCl, dan 70o
C
digunakan untuk mempelajari pengaruh
kandungan asam lemak terhadap yield methly
ester. Hasil analisa kuantitatif ditampilkan
Gambar 4.
Hasil transesterifikasi berbagai substrat
dari minyak mentah dedak padi menunjukkan
bahwa laju esterifikasi asam lemak lebih
cepat dibandingkan laju transesterifikasi
triglyserida [12]. Diduga peningkatan
kandungan asam lemak minyak mentah
dedak padi akan memperbesar konversi
methyl ester.
Transesterifikasi minyak mentah dedak
padi 70%FA mencapai prosentase konversi
methly ester tertinggi, sebesar 98,08% untuk
satu jam reaksi. Sedangkan minyak
berkandungan 3% FA hanya mencapai
24,57% konversi FAME.
Gambar 4. Pengaruh kandungan asam lemak
terhadap konversi methyl ester pada
transesterifikasi minyak mentah dedak padi,
1:20 molar ratio, 5% methanolik HCl, dan
70o
C.
Pada minyak berkandungan asam lemak
cukup tinggi (15%FA, 60%FA dan 70%FA),
perbedaan nilai konversi methyl ester yang
tercapai tidaklah mencolok dibandingkan
konversi methyl ester pada 3%FA, 7%FA
dan 10%FA. Menurut Adam Khan, (2002),
asam lemak dan glyserida larut dalam
methanol. Sedangkan triglyserida sedikit
larut dalam methanol namun kelarutannya
akan meningkat seiring peningkatan
kandungan asam lemak dalam minyak.
Peningkatan kandungan asam lemak dalam
minyak mentah dedak padi akan disertai
peningkatan kelarutan triglyserida dalam fase
methanol dan peningkatan konversi methyl
ester. Akibat terkonversinya semua asam
lemak, sebagian glyserida, dan triglyserida
yang terlarut dalam fase methanol menjadi
methyl ester.
Hasil penelitian (Gambar 4) menunjukan
minyak berkandungan asam lemak tinggi
(15% FA, 60% FA, dan 70% FA) mencapai
konversi FAME 85-98% untuk satu jam
reaksi. Sedangkan untuk minyak
berkandungan asam lemak rendah (3%FA,
7%FA, dan 10% FA) konversi FAME yang
dicapai berkisar 25-75%. Dikarenakan hanya
asam lemak dan glyserida yang terlarut
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60
Waktu(menit)
Methylester(%-b)
3%FA 7%FA
10%FA 15%FA
60%FA 70%FA
6. dalam fase methanol saja yang terkonversi
menjadi FAME, komponen lain seperti
triglyserida hanya sedikit terkonversi akibat
rendahnya kelarutan triglyserida dalam
methanol pada minyak berkandungan asam
lemak rendah [8].
Gambar 4 menunjukkan kecenderungan
hasil penelitian yang diperoleh
memungkinkan konversi methyl ester
bernilai konstan pada peningkatan
kandungan asam lemak tertentu (kandungan
asam lemak tidak mempengaruhi konversi
methyl ester). Hal ini dapat terjadi saat asam
lemak, triglyserida dan glyserida terkonversi
sempurna menjadi methyl ester akibat
kelarutan triglyserida dan glyserida dalam
methanol mencapai nilai yang maksimum.
Hasil penelitian tidak menunjukkan
terhambatnya pembentukan ester akibat
adanya reaksi balik, hidrolisis ester. Adam
Khan (2002), menyebutkan bahwa reaksi
esterifikasi berkatalis asam berjalan sangat
cepat sehingga reaksi hidrolisis ester oleh air
tidak memberikan pengaruh yang bermakna.
5. Kesimpulan
Transesterifikasi minyak mentah dedak padi
membentuk FAME memiliki kondisi reaksi
terbaik pada 1:20 molar ratio, 5% methanolik
HCl, 70o
C dengan 90,8% konversi FAME
untuk satu jam reaksi. Tingginya kandungan
asam lemak dalam minyak dedak padi
memperbesar konversi methyl ester yang
tercapai. Pada minyak berkandungan asam
lemak tinggi (15% FA, 60% FA, dan 70%
FA) peningkatan konversi methyl ester tidak
terjadi secara signifikan.
Daftar Notasi
DG = diglyserida/diacylglyserida
FA = fatty acid/asam lemak
FAME = fatty acid methyl ester
GC = gas kromatografi
HT-GC = high temperature gas
chromatography
MeOH = methanol
MG = monoglyserida/monoacylglyserida
TG = triglyserida/triacylglyserida
TLC = thin layer chromatography
Daftar Acuan
1. Abhaysah, B. K. D. Agrawal and L.S.
Shukla, A New Approach in Dewaxing
and Refining Rice Bran Oil, J. Am. Oil
Chem. Soc. (1983) 466.
2. Canakci, M., and Gerpen, J. Van,
Biodiesel Production via Acid Catalysis.
Transactions of the ASAE. (1999) 1203-
1210.
3. Canakci, M., and Gerpen, J. Van,
Biodiesel Production from Oils and Fats
with High Free Fatty Acids.
Transactions of the ASAE. (2001) 1429-
1436.
4. Freedman,B., E.H. Pryde and T.L.
Mounts., Variables Affecting the Yields
of Fatty Esters from Transesterified
Vegetable Oils, J. Am. Oil Chem. Soc.
(1984) 1638-1643.
5. Freedman,B., Royden O. Butterfield and
Everett H. Pryde, Transesterification
Kinetics of Soybean Oil, J. Am. Oil
Chem. Soc., (1986) 10
6. Fukuda, H., A. Kondo, and H. Noda.,
Biodiesel Fuel Production by
Transesteification of Oils, J. Biosci.
Bioeng., (2001) 405-416.
7. Hargrove, K.L., Processing and
Utilization of Rice Bran in the United
States, in Rice Science and Technology,
edited by W.E. Marshall and J.I.
Wadsworth, Marcel Dekker, New York,
1993, pp.381-404.
8. Khan, Adam Karl, Research into
Biodiesel Kinetics and Catalyst
Development, Master Thesis, 2002,
University of Queensland, Australia.
9. Ma, F., L.D. Clements, and M.A.
Hanna, Biodiesel Fuel from Animal Fat.
Ancillary Studies on Transesteification
of Beef Tallow. Ind. Eng. Chem. Res.,
(1998) 3768-3771.
10. Ma, F. and M.A. Hanna, Biodiesel
Production : A Review. Bioresour.
Technol., (1999) 1-15.
11. Orthoefer, F.T., “Rice Bran Oil” in
Bailey’s Industriral Oils and Fat
Products, Y.H.Hui (eds.), Vol.2, Wiley-
Interscience, 1996, pp 393-410.
7. 12. Rachmaniah, Orchidea, Yi-Hsu Ju,
Syaik Ramjanvali, Ismojowati Tj.,
Musfil A.S., dan M. Rachimoellah, A
Study of Acid-Catalyzed
Transesterification of Rice Bran Oil as
Biodiesel Production, Proc.Youth
Energy Symposium, 19th
World Energy
Congress & Exhibition, 2004.
13. Rachmaniah, Orchidea, Yi-Hsu Ju,
Syaik Ramjanvali, dan M.
Rachimoellah, A Preliminary Study of
The Potential of Rice Bran Oil as
Biodiesel, Proc. International Seminar
& Exhibition Ecological Power
Generation, 2005: Biomass-Coal
Utilization & Fuel Beneficiation, 2005,
pp. 1-10.
14. Rukmini, C., Chemical, Nutritional, and
Toxicological Studies of Rice Bran Oil,
Food Chemistry, (1988) 257-268.
15. Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D.,
Kates, M., Review paper : Biodiesel
production from waste cooking oil : 1.
Process design and technological
assessment, Bioresource Technol.
(2003) 1-16.