Filosofi penerjemahan (Philosophical theories of translation) terkait dengan penjabaran dari beberapa ahli yaitu: 1) Hermeneutics (the theory of interpretation of meaning), linked to the German Romantics. 2) Steiner’s hermeneutic motion, the four moves of translation. 3) Pound: the energy of language, using archaism to overturn the literary poetics of the time, an early foreignization. 3) Benjamin: the ‘pure’language of interlinear translation. 4) Derrida: deconstruction and the undermining of basic premises of linguistic translation theory.
2. BACKGROUND
Pendekatan filosofis pada penerjemahan bertujuan
untuk mengungkap esensi tindak translasi. Filosofis
modern berusaha dikenalkan oleh beberapa ahli
seperti
George Steniner yang menguji teori penafsiran
makna,
Ezra Pound terkait kekuatan bahasa (language
energy)
Walter Benjamin tentang tugas penerjemah terkati
kemurnian teks
Derrida tentang hubungan keterkaitan
penerjemahan dekonstruksi (metode pembacaan
teks)
3. STEINER: TEORI HERMENEUTIC
Steiner mendifinisikan Pendekatan Hermeneuitic
(hermeneutic approach) adalah teori penafsiran makna
yaitu dengan melakukan investigasi makna untuk
pemahaman teks lisan atau tulisan. Teori ini digunakan
untuk mengdiaknosa proses pemahaman makna dan
arti yang tepat
Steniner telah memfokuskan pada fungsi psikologi dan
intelektual penerjemahan
Konsep penerjemahan bukan sebagai ilmu tetapi sebagai
seni yang pasti (an exact art)
Hermeutic motion teridiri dari empat bagian yaitu (1)
initiative trust; (2) aggression (or penetration); (3)
incorporation (or embodiment); and (4) compensation
(or restitution).
4. STEINER: TEORI HERMENEUTIC
1. Initiative trust (kepercayaan inisiatif), Langkah pertama
dalam penerjemahan adalah ‘investment of belief’ yaitu
yakin dan percaya bahwa ST (source text) dapat dipahami.
Seperti halnya pada penerjemahan ST diasumsikan sebagai
sesuatu yang nyata dan dapat diterjemahkan. Pada tahap ini
tidak memperhatikan rima dan kata non komunikatif yang
mungkin saja tidak terjemahkan. Tahap ini mengandung dua
resiko.
Kata terjemahan bisa berarti memiliki arti segalanya (mencakup
banyak arti) seperti terjemahan Alkitab pada abad pertengahan
untuk dapat menyampaikan semua pesan secara keseluruhan.
Kata terjemahan bisa berarti tidak memiliki arti karena bentuk
dan arti sangat berkaitan erat sehingga kata tidak diterjemahkan.
5. 2. Aggression (agresi/ penetrasi), Langkah kedua, Penerjemahan
mengambi makna inti (extract) dari ST. Dengan penetrasi atau
menemukan makna agar dapat dipahami (dibaca) oleh pembaca
target.
3. Incorporartion, bahasa sumber yang telah diambil intinya kemudian
di bawa ke target laguage (TL) yang memiliki kata atau istilah dan
makna sendiri. Pada tahap ini terjadi dua kutub yang berbeda
antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terdapat kemungkinan
terjadi ketidaksaaman budaya bahkan membutuhkan usaha yang
sangat keras untuk menerjemahkan, maka diperlukan kreatfitas
untuk memproduksi bahasa target. Juga perlu diperhatikan pula
terjadinya bahaya ketidakseimbangan makna.
4. Compensastion (Kompensasi), Timbal balik dari inti penerjemahan
terhadap budaya target yang tidak bertentang dengan dengan ST.
Bisa saja teks hilang atau ditambahkan sebagai konskekuensi
transfer.
6. EZRA POUND: ENERGI BAHASA
Pound berusaha menemukan energi bahasa dengan
menguji, meneliti, mencermati kualitas ekpresi bahasa.
Mencermati energi bahasa melalui kejelasan rima, suara,
dan bentuk terjemahan.
Pound melakukan ekperimen dan explorasi puisi untuk
memberikan inspirasi pada penerjemah yang lainya
dengan melihat ide pada karya sastra
Penerjemahan didiskripsikan sebagai alat dalam
perjuangan budaya (Gentzler 2001: 28). Melalui kritik
terjemahan dan bentuk terjemahan yang kreatif juga
mempengaruhi hasilnya pada karya sastra.
7. WALTER BENJAMIN: TUGAS PENERJEMAH
Penerjemahan yang sebenarnya bersifat
transparan, tidak menutup - nutupi, menampilkan
bahasa yang murni agar makna tersampaikan
sepenuhnya.
Terjemahan yang baik harus bisa
mengekspresikan hubungan antara dua bahasa,
sehingga ditemukan keseraisan dari perbedaan
bahasa.
Diperlukan kreativitas dan pengembangan
penerjemahan untuk berkontribusi pada dua
bahasa tersebut. Pada akhirnya hasil terjemahan
dapat mencapai semua aspek termasuk unsur
sintak, kata, dan kalimat sebagai element utama
pada penerjemahan.
8. DERRIDA: DESCONSTRUCTION
Deconstuction merupakan tindakan apa yang
dilakukan terhadap bahasa, pengalaman, dan
norma kemungkinan pada komunikasi manusia
(Cristopher Norris)
Dekonstruksi membongkar beberapa asumsi kunci
ilmu bahasa, dimulai dari divisi yang jelas yang
dicetuskan oleh Saussure tentang tertanda dan
penanda dan konsep yang mendefinisikan,
menangkap, dan menyetabilkan makna
Derrida menyimpukan dekonstruksi adalah
tindakan subjek yang membongkar suatu objek
yang tersusun dari berbagai unsur yang memang
layak dibongkar.
9. Terkait penerjemahan, Derrida meragukan teori
Jakobson tentang pembagian 3 jenis penerjemahan
yaitu interlingual, intralingual, dan intersemiotik.
Derrida menunjukkan ketidaklogisan definisi
Jakobson tentang penerjemahan interlingual
Derrida beursaha untuk mengimplementasikan
penerjemahan sebagai konsep dan praktek
yang merefleksikan hasil teori- teori dan
penerjemah untuk memproduksi sintak, leksikon,
dan tipografi ke dalam bentuk bahasa Inggris
(Venuti in Derrida: 2001: 174-200)
10. Strategi foreignisasi dapat dijadikan contoh dengan
beberapa cara sebagai berikut:
Perubahan tanda baca, menghilangkan huruf miring,
menambahkan tanda kurung, dan tanda kutip pada
isitilah teknis yang penting
Menambhkan akhiran, métaphorique a menjadi
metaphorrather dari metaphorics
Hilangnya presisi dalam terjemahan dari istilah
linguistik dan filsafat : effet, valeur dan articulationare
diberikan sebagai fenomena, dan gagasan bersama;
Perubahan urutan sintaksis dan diskursif;
Kegagalan untuk menciptakan peran kata: terjemahan
lebih pada metafora
11. STUDY KASUS 1
Puisi ini disebut Beowulf (puisi epic) yang diterjemahkan
dari Anglo-saxion (bahsa Inggris kuno yang berasal dari
Jerman) dan Scandinavia
mencoba untuk menerjemahkan puisi berdasarkan
strategi penerjemahanya hermeouic dari Steiner
Dengan pendekatan hermonic motion dari Steiner
untuk memahami arti pada karya puisi aslinya sebagai
langkah pertama. Walaupun puisi ini berasal dari luar,
Heaney meruba keras dan mencoba menerjemahkan.
Strategi penerjemahan juga untuk memenuhi
kebutuhan pribadi dan pondasi penerjemahan
dengan biografi dan bahasa sebagai salah satu cara
puisi Irlandia mencakupi istlah terkait sejarah yang
komplek terhadap kekuasaan, koloni, resistensi,
integrasi, dan antagonisme
12. DISKUSI PADA STUDI KASUS 1
Pada kasus studi petama ini berusaha untuk melihat sejauh
mana pendekatan filosofis digunakan dalam praktek
penerjemahan modern. Heaney menunjukan indikasi cara
mencari bahasa dan mempertanyakan bhasa pada awal
penerjemahan, memainkan integral dalam membangun
Beowulf (puisi epic) modern.
Penerjemahan dengan sengaja menghubungkan budaya
masa lalu (anglo-saxion dan scandinavian) dan budaya dan
bahasa yang dibahas, Irlandia, bahasa penerjemahan
mengangkat antara bahasa dulu dan sekarang, mentransfer
mitos ke dalam bahasa yang umum mengkacaukan gagasan
yang dulu telah ada, dengan memurnikannya dengan teori
hermeunutic sebagai terdapat pendapat yang ada pada teori
paska kolonial. Berdasarkan teori interpretasi berusaha untuk
menjelaskan kedekatan antara praktek dam penerjemahan
karya sastra modern.
13. STUDY KASUS 2
Text pada studi kasus ini merupakan short story
berjudul Nineve karya pengarang Argentina
diterjemahan Hector Lebertella. Isinya merupakan
cerita tentang arkeolog Britis, Henry Rawlinson.
Libertella menggunakan ilustrasi, perntanyaan, dan
menggali sang arkeolog dengan berusaha untuk
memahami inspeksinya
Hal ini menarik untuk melihat sejauh mana
pendekatan yang diadopsi oleh Derrida dan Lewis
terkait teks tersebut. Tema inti cerpen ini adalah
harapan dan kebohogan yang disampaikan dalam
permainan kata dan kata yang membingungkan.
14. Strategi penerjemahan yang digunakan mirip dengan Lewis
‘abusive fidelity’ yaitu berusaha untuk mencipatakan energi
bahasa sumber dengan experimen yang melibatkan resiko
dan pertentangan dengan norma pada bahsa target.
Hal ini penting karena penerjemahan tidak bentuk kata tetapi
juga pengetahui esensinya. Fokus penerjemahan harus
memahami tema inti yang menentukan keseluruhan teks.
Diperlukanya kreativitas dalam membentuk atau
mendeskonstruksi dalam bahasa target.
Penerjemahan yang lebih diperhalus tanpa menutup –
menutupi teks asli walaupun pembaca akan kaget dengan
hadirnya unsur spanyol.
Penerjemahan Nieve tidak termasuk dalam penerbitkan di UK
karena penerjemahanya tidak dapat dipahami oleh target
pembaca.
15. CONCLUSION
Steiner mengacu pada tradisi hemeneutik German dalam
After Babel (1975) yaitu penerjemahan berdasarkan
interpretasi makna terutama dalam teks sastra.
Dalam penerjemahan Ezra Pound menekankan energi
bahasa terjemahan,
Walter Menjamin tugas penerjemah harus singkat dan
indah terkait kemurnian bahasa melalui penerjemahan
literal. Sedangkan deskonstruksi
Derrida kepastian yang dipegangan penerjemahan
termasuk pertentengan antara bahasa sumber dan
bahasa target sebagai stabilitas simbol linguistik.
Semua teori ini tentang prinsip penerjemahan dan
meningkatan kajian penerjemahan.