2. 1. IKATAN OBAT PROTEIN
2. KLIRENS INTRA DAN EKSTRA HEPATIK
3. Obat berinteraksi dengan
protein plasma, jaringan atau
makromolekul lain seperti
melanin dan DNA
membentuk suatu kompleks
(obat-makromolekul).
4. Menunjukkan bahwa
obat mengikat protein
dengan ikatan kimia
yang lemah, seperti
- Ikatan hidrogen
- Ikatan Van der Waals.
Hasil aktivitas kimia obat
yang kemudian berikatan
kuat dengan protein atau
makromolekul dengan
ikatan kima kovalen
5. Komponen utama protein plasma yang
bertanggung jawab terhadap ikatan obat adalah
ALBUMIN
Protein dengan berat
molekul 69.000 dan
disintesis oleh hati
T½ eliminasi 17-18 hari
Didistribusikan secara vaskular
dalam plasma dan secar
ektravaskular dalam kulit, otot
dan beberapa jaringan lain.
7. FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI IKATAN
OBAT PROTEIN
1. OBAT
a. Sifat fisikokimia obat
b. Konsentrasi total obat
dalam tubuh.
2. PROTEIN
a. Jumlah protein yang
tersedi untuk ikatan obat
protein.
b. Kualitas / sifat fisikokimia
protein yang disintesis
3. Afinitas antara obat dan
protein meliputi besarnya
tetapan asosiasi.
IKATAN OBAT PROTEIN
8. 4. INTERAKSI OBAT
a. Kompetisi obat dengan zat lain
pada tempat ikatan protein.
b. Perubahan protein oleh
substansi yang memodifikasi
afinitas obat terhadap protein
contoh :
aspirin mengasetilasi residu lisin
dari albumin.
5. Kondisi patologik dari penderita
Contoh :
Ikatan obat protein dapat menurun
pada penderita uremia dan
hepatik
IKATAN OBAT PROTEIN
FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI IKATAN
OBAT PROTEIN
9. HUBUNGAN IKATAN OBAT PROTEIN PLASMA
DENGAN DISTRIBUSI DAN ELIMINASI
JARINGAN
PLASMA
Protein ⇋ Obat – Protein
+
Obat
GINJAL
Pembawa + Obat
Obat - Pembawa
HATI
Obat + Enzim
metabolit
Ekskresi dalam urin
Sekresi ginjal
aktif
Ekskresi dalam
urin
Ekskresi dalam
empedu
Respon
klinik
obat- - Reseptor
⇅
Reseptor
+
obat
10. HUBUNGAN IKATAN OBAT PROTEIN PLASMA
DENGAN DISTRIBUSI DAN ELIMINASI
Pengaruh ikatan obat-protein yang
reversibel pada distribusi dan eliminasi
obat.
Obat-obat dapat berikatan dengan
protein secara reversibel. Obat-obat
bebas (tidak terikat) menembus
membran sel terdistribusi ke dalam
seperti
- Ginjal
- Hati
11. Sekresi ginjal aktif, merupakan suatu sistem yang
diperantarai pembawa, dapat mempunyai afinitas
yang lebh besar terhadap molekul-molekul obat
bebas dibandingkan terhadap protein plasma.
Dalam hal ini ekskresi obat secara aktif oleh ginjal
menyebabkan terjadinya ekskresi obat yang cepat,
walaupun terjadi ikatan obat protein.
Jika suatu obat didesak dari protein
plasma, maka tersedia lebih banyak obat
bebas untuk distribusi ke dalam jaringan
dan berinteraksi dengan reseptor yang
bertanggung jawab untuk respon
farmakologik. Lebih lanjut, tersedia obat
bebas yang lebih banyak untuk eliminasi.
HUBUNGAN IKATAN OBAT PROTEIN PLASMA
DENGAN DISTRIBUSI DAN ELIMINASI
12. PENGARUH IKATAN OBAT PROTEIN
PADA VOLUME DISTRIBUSI
Volume distribusi total
Jumlah dari semua volume dalam tubuh dimana obat
terdisstribusi.
ATAU
Obat didistribusi antara volume darah (intraseluler) dan
volume jaringan (ekstravaskular).
𝑉 = 𝑉𝐵
𝑓𝐵
𝑓𝑇
𝑉𝑇
V = Volume distribusi total
𝑉𝐵= Volume darah
𝑉𝑇= Volume jaringan
𝑓𝐵= Fraksi obat bebas dalam darah
𝑓𝑇= Fraksi obat bebas dalam jaringan
Volume distribusi dipengaruhi oleh perubahan
fraksi obat terikat dengan protein plasma.
Kenaikan ftraksi obat tak terikat (bebas) akan
mengakibatkan kenaikan volume distribusi.
13. KINETIKA IKATAN
PROTEIN
Konetika ikatan obat-protein yang reversibel
dapat dinyatakan dengan HUKUM AKSI MASSA
sebagai berikut :
Protein + Obat ⇋ Kompleks-Obat-Protein
Atau
(P) + (D) ⇋ (PD)
P = protein
D = obat bebas
PD = obat terikat pada protein
Dari persamaan dan hukum aksi massa,
tetapan asosiasi Ka, dapat dinyatakan
sebagai rasio dari konsentrasi molar produk
dan reaktan.
𝐾𝑎 =
(𝑃𝐷)
𝑃 (𝐷)
14. 𝐾𝑎 =
(𝑃𝐷)
𝑃 (𝐷)
Jumlah kompleks obat-protein
yang terbentuk tergantung
pada tetapan asosiasi Ka.
KINETIKA IKATAN
PROTEIN
Besarnya Ka merupakan derajat
ikatan onat protein.
Obat-obat yang terikat kuat
dengan protein mempunyai
harga Ka sangat besar dan
paling banyak berada sebagai
kompleks obat-protein
15. PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
MODEL IN VITRO
Harga tetapan asosiasi dan jumlah tempat
ikatan diperoleh dengan berbagai metode
grafik
1. Grafik 1/r vs 1/D disebut DOUBLE
RECIPROCAL PLOT.
• Intersep y adalah 1/n
• Slop adalah 1/n Ka
Dari grafik jumlah tempat ikatan dapat
ditentukan dari intersep y, dan tetapan
asosiasi dapat ditentukan dari slop jika harga
n diketahui
16. PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
Ikatan obat dengan protein secara hipotetik.
Garis diperoleh dengan persamaan “double
reciprocal”
17. 2. Grafik r/(D) vs r disebut SCATCHARD PLOT
PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
Scatchard plot merupakan penyusun
kembali persamaan pada grafik “double
reciprocal”
Scatchard plot menyebar data sehingga
diperoleh garis yang lebih baik untuk
memperkirakan tetapan ikatan , dari
persamaan berikut :
18. PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
Ikatan obat dengan protein secara hipotetik.
Garis diperoleh dengan persamaan “Scatchard”.
19. PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
MODEL IN VIVO
Grafik Reciprocal dan Scatchard
tidak dapat dipgunakan jika sifat
dan jumlah protein yang pasti
dalam sistem percobaan tidak
diketahui
Prosen obat terikat sering dipakai
untuk menggambarkan jumlah
ikatan obat protein dalam
plasma.
β = Fraksi dari obat terikat
(D)в = Rasio konsentrasi obat terikat
(D)Т = konsentrasi obat total dalam plasma.
𝛽 =
(𝐷)в
(𝐷)т
20. PENENTUAN TETAPAN IKATAN DAN
TEMPAT IKATAN DENGAN METODE GRAFIK
r =
(𝐷)в
(𝑃)т
=
𝑛𝐾а(𝐷)
1+𝐾а(𝐷)
Harga tetapan asosiasi dapat
ditentukan walaupun sifat protein
plasma yang meengikat obat
tidak diketahui.
(𝐷)в
(𝐷)
= 𝑛𝐾а 𝑃 т − 𝐾а(𝐷)в
Penyusunan kembali persamaan ini memberikan pernyataan
berikut dengan analog persamaan Scatchard.
Karena konsentrasi obat bebas dan terikat dapat ditentukan
secara percobaan, sehingga grafik yang didapat 𝐷 в/(D) vs
𝐷 в akan menghasilkan garis lurus yang slopnya adalah
tetapan asosiasi Ka
(D)в = Konsentrasi obat terikat
D = Konsentrasi obat bebas
(P)Т = konsentrasi protein total
21. HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI PROTEIN DAN
KONSENTRASI OBAT DALAM IKATAN OBAT-PROTEIN
Pada konsentrasi protein yang konstan (dalam
keadaan normal) fraksi obat tidak terikat akan
menurun dengan meningkatnya konsentrasi
obat.
22. HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI PROTEIN DAN
KONSENTRASI OBAT DALAM IKATAN OBAT-PROTEIN
Pada konsentrasi protein yang konstan, hanya
tersedia sejumlah tempat ikatan untuk obat.
Pada konsentrasi obat yang rendah sebagian
besar obat dapat terikat protein sedangkan
pada konsentrasi obat obat yang tinggi tempat
ikatan protein menjadi jenuh, dengan akibat
konsentrasi obat bebas meningkat secara
cepat.
Untuk menunjukkan hubungan konsentrasi obat dan
konsentrasi protein pada persamaan berikut :
𝜷 =
𝟏
𝟏 +
(𝑫)
𝒏 𝑷 т
+
𝟏
𝒏𝑲𝒂 𝑷 т
23. KEMAKNAAN KLINIK IKATAN OBAT
PROTEIN
Bila kemaknaan fraksi obat terikat dipertimbangkan
maka penting untuk diketahui apakah studi dilakukan
dengan menggunakan respon farmakologik atau
konsentrasi terapetik obat dalam plasma
Penyakit, umur, trauma dan hal-hal yang berhubungan
dapat mempengaruhi konsentrasi protein plama seperti
Mekanisme Keadaan sakit
↓sintesis protein
↑katabolisme protein
Distribusi albumin ke ruang ekstra
Eliminasi protein yang berlebihan
Penyakit hati
Trauma, pembedahan
Luka akar vaskular
Penyakit ginjal
24. 2. KLIRENS INTRA DAN EKSTRA
HEPATIK
Konsep klirens dapat diterapkan
pada setiap organ dan
digunakan sebagai ukuran dari
eliminasi obat oleh organ
Klirens hepatik dapat diartikan
sebagai volume darah yang
mengaliri (perfusi) hati yang
terbersihkan dari obat per
satuan waktu.
25. KLIRENS INTRA DAN EKSTRA HEPATIK
Bila darah arterial yang mengandung obat
melewati hati, maka satu bagian tertentu obat
hilang oleh metabolisme atau ekskresi biker.
Oleh karena itu konsentrasi obat dalam vena
lebih kecil dibanding konsentrasi obat dalam
arteri.
26. KLIRENS HEPATIK DARI OBAT YANG TERIKAT
PROTEIN
Ekskresi obat secara bilier
sel.-sel hepatik sepanjang
kanalkuli empedu bertanggung
jawab untuk produksi empedu.
Produksi empedu merupakan
suatu proses sekresi aktif.
Proses sekresi aktif bilier yang
terpisah telah dilaporkan untuk
anion organik,
kation organik,
senyawa polar
Serta molekul-molekul yang
tak berubah
27. Obat obat yang diekskresikan dalam
empedu mempunyai BM >500
Obat-obat yang mempunyai BM 300-
500 diekskresikan dalam urin dan
empedu
Senyawa-senyawa yang memiliki BM
< 300, hampir seluruhnya diekskresi
lewat ginjal ke urin.
KLIRENS HEPATIK DARI OBAT YANG TERIKAT
PROTEIN
Sifat-sifat fisikokimia
28. Obat yang diekskresi ke empedu
meliputi :
Glikosida digitalis
Garam empedu
Kolesterol
Steroida
indometasin
Senyawa-senyawa yang meningkatkan
produksi empedu merangsang ekskresi bilier
dari obat yang secara normal dieliminasi
melalui rute ini.
Sebaliknya senyawa yang menyebabkan
kolestasis akan menurunkan ekskresi bilier.
Rute pemberian juga dapat mempengaruhi
jumlah obat yang terekskresi dalam empedu.
Contoh :
Obat yang di berikan secara oral dapat di
ekskresi oleh hati ke dalam empedu dalam
jumlah yang lebih besar dari pada obat yang
diberikan secara intravena
Lanjutan>>>>Sifat-sifat fisikokimia
29. SIRKULASI ENTEROHEPATIK
Siklus dimana obat diabsorpsi
diekskresikan dalam empedu dan
direabsorpsi.
Obat atau metabolit yang disekresi ke
dalam empedu akhirnya akan
diekskresi ke dalam duodenum lewat
kandung empedu.
Kemudian obat atau metabolitnya
dapat diekskresikan dalam tinja atau di
reabsorpsi dan terdapat kembali dalam
sistemik.
31. KLIRENS HEPATIK DARI OBAT YANG TERIKAT
PROTEIN
Hubungan aliran darah, klirens instrinsik dan
ikatan protein
𝐶𝑙ℎ = 𝑄
𝑓𝑢 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝑄 + 𝑓𝑢 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝐶𝑙ℎ = klirens hepatik
Q = aliran darah
𝑓𝑢 = fraksi obat tak terikat dalam darah
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡 = klirens intrinsik dari obat bebas
𝐶𝑙ℎ = 𝑄
𝑓𝑢 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝑄
𝐶𝑙ℎ = 𝑓𝑢 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡 = 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝐶𝑙ℎ = 𝑄
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
𝐶𝑙ℎ = 𝑄
32. Pengaruh perubahan klirens
instrinsik hepatik dan aliran
darah hati pada kurva kadar
darah-waktu dijabarkan oleh
Wilkinson dan Shand
Hubungan aliran darah, klirens instrinsik dan
ikatan protein
33. Konsentrasi darah
total vs waktu
setelah pemberian
Intravena
Oral
Dari 2 obat dengan
dosis sama, yang
dimetabolisme secara
total.
Menunjukkan suatu obat
dengan 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡 awal = rasio
ekstraksi 0,1 pada aliran
darah hati 1,5 1/menit
Menunjukkan pada obat dengan
rasio ekstraksi awal 0,9 AUC setelah
pemberian oral berbanding terbalik
dengan 𝐶𝑙𝑖𝑛𝑡
lHubungan aliran darah, klirens instrinsik dan
ikatan protein
34. Hubungan aliran darah, klirens instrinsik dan ikatan protein
Perubahan aliran darah hepatik mempengaruhi
secara bermakna eliminasi obat dengan rasio
ekstraksi tinggi dan mempunyai pengaruh yang
sangat kecil pada eliminasi obat dengan rasio
ekstraksi rendah
Untuk obat dengan rasio ekstraksi rendah,
setiap konsentrasi obat dalam darah
mengaliri hari lebih besar daripada yang
dieliminasi hati.
Akibatnya, perubahan kecil dalam aliran
darah hepatik tidak mempengaruhi laju
hilangnya obat yang sejenisnya.
Sebaliknya obat dengan rasio ekstraksi
tinggi dibersihkan dari darah secara cepat
di hati.
Jika aliran darah ke hati menurun, maka
eliminasi obat diperpanjang.
oleh karena itu, obat-obat dengan rasio
ekstraksi tinggi digolongkan sebagai obat
yang bergantung aliran.