1. Penelitian ini mengidentifikasi 345 gen ortolog kedelai dari 39 jalur metabolik yang terkait dengan respons terhadap kekeringan pada Arabidopsis.
2. Enam gen kedelai dari tiga jalur metabolik (degradasi lisin, biosintesis putrescine, dan biosintesis stachyose) dievaluasi ekspresinya menggunakan qPCR pada kondisi kekeringan melalui dua sistem (PSys dan HSys).
3. Hasilnya menunjukkan pola ekspresi gen yang berbed
Kelangsungan hidup Salmonella dalam jus buah bergantung pada pH, jenis ketegangan, jenis jus dan suhu inkubasi.
Salmonella heidelberg bertahan sampai dengan 18 hari di Mangga, jambu biji, nanas dan jus koktail, jus jeruk selama hingga 15 hari, dan jus apel selama sampai dengan 12 hari disimpan di 10 oC.
Kelangsungan hidup Salmonella dalam jus buah bergantung pada pH, jenis ketegangan, jenis jus dan suhu inkubasi.
Salmonella heidelberg bertahan sampai dengan 18 hari di Mangga, jambu biji, nanas dan jus koktail, jus jeruk selama hingga 15 hari, dan jus apel selama sampai dengan 12 hari disimpan di 10 oC.
Laporan Fisiologi Tumbuhan VII Pengaruh Perendaman Biji Timun Dalam Air Terha...UNESA
Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga). Proses perkecambahan dipengaruhi oleh kondisi tempat dikecambahkan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah: air, gas, suhu, dan cahaya. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah 34°C (Astawan, 2009).
Benih yang tak diberi perlakuan akan berkecambah dalam waktu 4 bulan. Penempatan benih dalam media yang lembap dan di bawah sinar matahari yang hangat dapat mempercepat proses perkecambahan. Pemecahan kulit biji dan merendamnya semalaman dalam air mungkin juga mempercepat perkecambahan (Krisnawati, dkk., 2011).
Sutopo, (2002) menyatakan bahwa perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih menjadi lisis dan lemah, selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Untuk mempertahankan daya perkecambahan yang tinggi, biji yang kurang baik kualitasnya biasanya direndam dalam air (Elevitch dan Manner, 2006).
Permulaan fase perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air atau imbibisi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrofilik, yang menyebabkan zat tersebut mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi berasal dari kata Latin imbibere yang berarti “menyelundup”. Proses imbibisi yang terjadi pada biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel mengalami imbibisi, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sehingga di dalam proses imbibisi ditimbulkan panas. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah keluar secara difusi. Peristiwa imbibisi pada hakekatnya tidak lain adalah suatu proses difusi. Sel-sel biji kering mempunyai nilai osmosis tinggi, sehingga molekul-molekul air berdifusi ke dalam sel biji kering. Peristiwa imbibisi juga hekekatnya adalah peristiwa osmosis. Dinding sel-sel kulit biji kering adalah permeabel untuk molekul-molekul air. Sehingga molekul air dengan mudahnya melewati pori yang ada pada dinding sel tersebut (Advinda, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, semakin lama perendaman pada biji timun (Cucumis sativus) maka semakin cepat pula perkecambahan bijinya.
Laporan Fisiologi Tumbuhan VII Pengaruh Perendaman Biji Timun Dalam Air Terha...UNESA
Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga). Proses perkecambahan dipengaruhi oleh kondisi tempat dikecambahkan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah: air, gas, suhu, dan cahaya. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah 34°C (Astawan, 2009).
Benih yang tak diberi perlakuan akan berkecambah dalam waktu 4 bulan. Penempatan benih dalam media yang lembap dan di bawah sinar matahari yang hangat dapat mempercepat proses perkecambahan. Pemecahan kulit biji dan merendamnya semalaman dalam air mungkin juga mempercepat perkecambahan (Krisnawati, dkk., 2011).
Sutopo, (2002) menyatakan bahwa perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih menjadi lisis dan lemah, selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Untuk mempertahankan daya perkecambahan yang tinggi, biji yang kurang baik kualitasnya biasanya direndam dalam air (Elevitch dan Manner, 2006).
Permulaan fase perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air atau imbibisi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrofilik, yang menyebabkan zat tersebut mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi berasal dari kata Latin imbibere yang berarti “menyelundup”. Proses imbibisi yang terjadi pada biji berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel mengalami imbibisi, maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sehingga di dalam proses imbibisi ditimbulkan panas. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah keluar secara difusi. Peristiwa imbibisi pada hakekatnya tidak lain adalah suatu proses difusi. Sel-sel biji kering mempunyai nilai osmosis tinggi, sehingga molekul-molekul air berdifusi ke dalam sel biji kering. Peristiwa imbibisi juga hekekatnya adalah peristiwa osmosis. Dinding sel-sel kulit biji kering adalah permeabel untuk molekul-molekul air. Sehingga molekul air dengan mudahnya melewati pori yang ada pada dinding sel tersebut (Advinda, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, semakin lama perendaman pada biji timun (Cucumis sativus) maka semakin cepat pula perkecambahan bijinya.
Indikator-Indikator Senyawa Pada Kejadian Stres Tanaman - PT Indogen Intertam...marketingIndogen
Stres pada tanaman adalah suatu keadaan fisiologis yang disebabkan perubahan lingkungan ekstrem atau konstan yang mengubah pola fisiologis dan adaptif tanaman. Jenis perubahan lingkungan umumnya disebut dengan faktor abiotik yang terdiri dari variasi suhu, kelembaban, garam, pH tanah, radiasi, polutan dan kerusakan mekanis. Semua stres lingkungan ini menghasilkan reaksi fisiologis dalam skala seluler dan molekuler.
1. Analisis Respon Ekspresi
terhadap Cekaman pada
Kedelai: Kelimpahan Cahaya
pada Gen-gen Pengatur Jalur
Metabolisme
KELOMPOK I
(No. Absen 1-17)
2. INTRODUCTION
•
•
•
•
Kedelai [Glycine max (L.) Merr.], tanaman legum yang paling penting yang
tumbuh di bumi merupakan sumber penting dari minyak, protein,
makronutrien dan mineral.
Kehilangan pada produksi kedelai diperkirakan lebih dari seperlima dari
jumlah tanaman pangan secara global. Kebanyakan dari kehilangan ini
disebabkan oleh faktor-faktor biotik sebesar 69% dibandingkan dengan
kapasitas panen (Bray et al., 2000).
Untuk menanggulangi kecaman kekeringan, tanaman memiliki adaptasi dan
respon secara morfologi, biokimia, fisiologi, dan molekuler.
Akumulasi osmolit dalam sel tanaman menghasilkan penurunan dalam
potensial osmotik, penyerapan air, dan tekanan turgor sel, yang
mengkontribusi pada pemeliharaan proses-proses fisiologis seperti
pembukaan stomata, fotosintesis, dan pertumbuhan tanaman.
3. …INTRODUCTION
•
Dalam penelitian ini, kami meneliti beberapa jalur metabolik yang berpotensi
berasosiasi dengan kekurangan air pada kedelai (G. max). Untuk tujuan ini,
kami menggunakan strategi berbeda, mengkombinasikan pendekatan in silico
dan analisis ekspresi gen menggunakan qPCR. Analisa ekspresi gen
dilakukan dengan menanam kedelai dibawah kondisi Hsys dan Psys,
sehingga dapat dibandingkan dengan pengaruh dan respon terhadap
perbedaan dalam aklimatisasi.
4. Material and Methods
• Material Tanaman, Kondisi Pertumbuhan dan Perlakuan:
Kedelai kultivar BR 16 dan Embrapa 48 menunjukkan bahwa keduanya memiliki
respon yang berbeda terhadap defisit air; BR 16 sangat sensitif terhadap
kekeringan dan Embrapa 48 menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap cekaman
kekeringan (Casagrande et al., 2001; Texeira et al., 2008).
Digunakan dua perlakuan defisit air, sistem berbasis pot (Psys), dimana tanaman
ditumbuhkan dalam media pasir dan sistem hidroponik (Hsys), dimana tanaman
ditumbuhkan dalam larutan unsur hara.
Tanaman yang ditanam pada Psys dipelihara dalam greenhouse pada suhu 30
°C - 50 °C dan kelembaban relatif 60%-20%. Kultivar BR16 dan Embrapa 48
dikecambahkan dalam pasir selama 10 hari.
Untuk pengolahan dalam sistem hidroponik, benih di pra-kecambahkan di atas
kertas filter yang lembab dalam kondisi gelap 25 °C dan kelembaban relatif 65%.
Kemudian planlet diletakkan dalam wadah polystryrene sehingga akar kecambah
sepenuhnya terendam dalam larutan.
5. Material and Methods
Setelah 15 hari, bibit yang ada pada fase perkembangan V4 (memiliki 4 daun
trifoliate) diletakkan pada perlakuan yang berbeda setelah dipindahkan dari
larutan hidroppnik dan diletakkan pada wadah dalam kondisi gelap tanpa unsur
hara atau air selama 0 min (T0, or tidak tercekam), 50 menit (T50), 100 menit
(T100) and 150 menit (T150). Dua replikasi biologis dari sampel akar dari kedua
kultivar didapatkan pada saat ini dan dibekukan dalam nitrogen cair, diikuti
dengan penyimpanan apa suhu -80 °C untuk ekstraksi RNA posterior.
Isolasi Total RNA
Sampel akar dari Psys diproses untuk ektraksi RNA menggunakan RNAeasy kit
(Qigen) mengikuti instruksi pembuat. Sampel dari akar yang kering dari perlakuan
hidroponik diproses untuk ekstraksi RNA dengan Trizol® Reagent (Invitrogen).
Real-time quantitative Polymerase Chain Reaction (RT-qPCR)
Primer dibentuk menggunakan Primer 3 plus software, menggunakan kriteria
amplicon dengan skala dari 80-200 bp.
DIAGRAM STRATEGI PENCARIAN GEN ORTOLOG PADA KEDELAI
6. Results
Identifikasi dan karakterisasi In silico gen kedelai yang terlibat dalam jalur yang
berbeda untuk respon terhadap kekeringan.
Jalur metabolik dari Arabidopsis yang melibatkan sintesis dan degradasi metabolit
selama cekaman kekeringan dipilih melalui informasi dari literatur (Sanchez et
al., 2008; Bundy et al., 2009; Urano et al., 2009; Hey et al., 2010). Prosedur ini
memungkinkan kita untuk memilih 80 gen dari Arabidopsis termasuk 39 jalur
metabolik yang diatur selama defisit air. Sederhananya, kelompok ini disebut
“Arabidopsis Genes of the Metabolic Pathways” (AGMPs).
354 ortholog kedelai yang diduga dari 80 gen Arabidopsis diidentifikasi
menggunakan Blastp search pada website Phytozome. Langkah ini
memungkinkan kita untuk memeriksa apakah ekspresi gen-gen ini dipengaruhi
selama cekaman kekeringan. Dalam penelitian ini difokuskan pada deksripsi 3
jalur , antara lain: degradasi lisin, biosistesa putrescine, dan biosintesa
stachyose.
7. Results
Continued...
Untuk mengidentifikasi kandidat genom kedelai terbaik untuk AGMPs, dilakukan
analisis dendogram. Ini meliputi GmaxLKR/SDH-like1, GmaxLKR/SDH-like2 dan
GmaxADC2-like1 (Figure 3) dan juga GmaxGOLS2-like1, GmaxGOLS2-like2,
dan GmaxGOLS2-like3. Gen-gen ini merupakan bagian dari jalur metabolisme
dari degradasi lisin II, biosintesa putrescine I, dan biosintesa stachiyose (Figure
2).
Gen Arabidopsis AtLKR/SDH (At4g33150) dan AtGOLS2 (At1g56600) memiliki dua
ortholog putatif pada genom kedelai. Untuk gen GmaxLKR/SDH, otrholog
terduga adalah Glyma13g17580 dan Glyma17g0492, sementara untuk gen
GmaxGOLS2, ortholog terduga adalah Glyma19g40680 (Figures 3). Analisa
dendogram ADC2 menunjukkan bahwa Glyma04g00960 sebagai gen yang paling
mendekati AGMP.
8. Results
RT-qPCR
Melalui analisa in silico, diseleksi enam gen untuk validasi menggunakan qPCR
sampel akar dari kultivar yang sensitif (BR 16) dan toleran (Embrapa 48) yang
diberikan defisit air pada PSys dan Hsys.
Gen GmaxLKR/SDH-like1 dan GmaxLKR/SDH-like2 menunjukkan ekspresi yang
lebih tinggi pada Psys dibandingkan dengan Hsys. Dalam kondisi Hsys, gen
GmaxLKR/SDH-like1 dan GmaxLKR/SDH-like2 menunjukkan peningkatan
ekspresi pada T100 menit dan T150 menit pada kedua kultivar.
Gen GmaxGOLS2-like1 menunjukkan perbedaan ekspresi selama cekaman
kekeringan pada dua sistem yang diuji ketika dibandingkan dengan dua ortholog
GmaxGOLS2, GmaxGOLS2-like2 dan GmaxGOLS2-like3.
9. Results
RT-qPCR
Untuk diketahui bahwa level ekspresi GmaxGOLS2-like1 delapan kali lebih tinggi di
kultivar yang toleran pada titik waktu awal (T50 menit) di Hsys dibandingkan
dengan sampel yang tidak tercekam, sementara kultivar yang sensitif
menunjukkan level ekspresi empat kali lebih tinggi untuk titik waktu yang sama
(T50 menit) dibandingkan dengan sampel kontrol.
Pada Psys, kultivar yang toleran menunjukkan peningkatan level ekspresi yang
kecil pada GmaxGOLS2-like1 dibawah cekaman sedang (-1,5 Mpa)
dibandingkan dengan kontrol, sementara kultivar yang sensitif menunjukkan
penekanan yang ringan dibawah level cekaman yang sama.
10. Results
345 putatif ortholog pada genom kedelai dapat diidentifikasi dalam 39 jalur
metabolik. Digunakan pustaka substraktif pada jaringan akar kedelai yang
didapatkan dari GENOSOJA.
Melalui analisis in silico, dipilih enam gen kedelai dari tiga jalur metabolik untuk
validasi qPCR. Ekspresi tersebut diuji pada akar tanaman dibawah kondisi defisit
air melalui 2 cara:
(i) PSys, laju kehilangan air lebih lambat, dan membiarkan tanaman beradaptasi
pada lingkungan yang tidak menguntungkan, dan
(ii)HSys, laju kehilangan air sangat cepat, tidak memberikan waktu bagi tanaman
untuk beradaptasi terhadap kondisi cekaman.
11. Results
Jika respon independen GOLS2 ABA diawetkan dalam tiga homolog kedelai,
hasil menunjukkan bahwa respon independen ABA diaktifkan dalam kedua sistem
yang diuji (PSys and HSys). Diantara gen yang diharapkan untuk terlibat dalam
jalur dependen ABA pada kedelai, GmaxLKR/SDHlike1, GmaxLKR/SDH-like2 dan
GmaxADC2-like1 menunjukkan dinamika ekspresi yang berbeda melalui
kehilangan air.
Gen GmaxADC2- like1 menunjukkan level ekspresi yang lebih tinggi pada kondisi
Hsys. Pada lain pihak, gen yang termasuk jalur ABA independen menunjukkan
pola ekspresi gen yang jelas seperti yang ditunjukkan oleh GmaxGOLS2- like1,
GmaxGOLS2-like2 and GmaxGOLS2-like3.
12. Results
Lisin dikatabolis dalam tanaman dari saccharopine menjadi asam glutamat dan
acetyl CoA. Katabolisme enzim secara luas diatur oleh dua enzim, lysinketoglutarate reductase (LKR) dan saccharopine dehydrogenase (SDH).
Keduanya dihubungkan satu sama lain oleh satu protein tunggal bi-fungsional
yang disandikan oleh gen LKR/SDH tunggal.
Respon ekspresi gen LKR/SDH terhadap ABA termasuk cekaman biotik dan
abiotik (Moulin et al., 2000) secara tidak langsung menyatakan bahwa jalur
katabolisme lisin mengambil bagian dalam jaringan metabolik yang membantu
tanaman bertahan terhadap cekaman .
Arginine decarboxylase (ADC) adalah key enzim yang mengubah arginine
menjadi putrescine, sebuah mediator penting untuk toleran terhadap cekaman
abiotik.
Over ekspresi ADC2 pada tanaman Arabidopsis transgenik menunjukkan bahwa
semakin tinggi peningkatan level putrscine maka tanaman semakin toleran
terhadap cekaman kekeringan.
Gen GmaxADC2-like1 mencapai puncak ekspresi pada keadaan defisit air -1.5
Mpa pada kondisi Psys dan titik waktu T100 pada kondisi Hsys untuk kedua
kultivar. Menariknya, tidak seperti gen GmaxLKR/SDH-like1 dan GmaxLKR/SDHlike2, level ekspresi GmaxADC2-like1 lebih rendah dalam kondisi Psys ketika
dibandingkan pada kondisi Hsys.
13. Results
Analisis pada kondisi Hsys menunjukkan bahwa GmaxGOLS2-like1
menunjukkan level ekspresi gen yang lebih tinggi pada fase awal (T50) pada
kultivar yang toleran (Embrapa 48), sementara kultivar yang sensitif (BR 16)
menunjukkan respon yang lebih rendah terhadap defisit air.
Ekspresi yang sama didapatkan pada Psys, tetapi level ekspresinya sangat
rendah dibanding pada kondisi Hsys.
Kontras dengan hal tersebut, GmaxGOLS2-like2 dan GmaxGOLS2-like3
dipengaruhi secara eksklusif pada kondisi Psys. Lebih lanjut, level ekspresi pada
kultivar yang toleran secara dramatis lebih tinggi dibawah cekaman yang tinggi.
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ekspresi GmaxGOLS2-like2 dan
GmaxGOLS2-like3 tidak terjadi selama defisit air yang tiba-tiba yang dilakukan
pada perlakuan Hsys, tetapi kemungkinan pokok selama adaptasi lambat
terhadap kekeringan pada kondisi Psys.
Pengaturan ekspresi gen GmaxGOLS2 yang nyata kemungkinan penting bagi
tanaman kedelai untuk mengatur ekspresi gen GOLS2 dibawah kondisi
lingkungan yang berbeda-beda.
14.
15. • Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
16. • Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
17. • Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text
• Click to add Text