Berdasarkan dokumen tersebut, ibu mengeluh gatal-gatal dan munculnya plak di sekitar sendi lutut dan lengan selama sebulan terakhir. Plak tersebut menebal dan sering kambuh ketika cuaca dingin dan lembab. Sendi-sendi juga terasa sakit. Berdasarkan gejala klinis, diduga ibu mengalami psoriasis.
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
Laporan kasus mengenai Pityriasis versicolor. Bahasan di dalamnya meliputi definisi, faktor risiko, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosis (anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan penunjang), prognosis, dan pencegahan Pityriasis versicolor
Laporan Kasus Tinea (Pityriasis) versicolorazmiarraga
Laporan kasus mengenai Pityriasis versicolor. Bahasan di dalamnya meliputi definisi, faktor risiko, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, penegakan diagnosis (anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan penunjang), prognosis, dan pencegahan Pityriasis versicolor
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
2. KATA KUNCI
• Seorang ibu mengeluh gatal-gatal sejak sebulan lalu
• Manifestasi bentuk plak yang menebal (berulang2 kambuh)
• Di daerah permukaan ekstensor sendi lutut & lengan
• Ciri khas plak : lesi fokal, inflamasi, edema ditutupi sisik mika putij
keabuan
• Persendian sering sakit
• Keluhan dipicu ketika cuaca dingin dan lembab
3. IDENTIFIKASI MASALAH
• Ibu muda mengeluhkan gatal sejak sebulan yang lalu dgn adanya plak,
di persendian lutut & lengan sering terasa sakit yang dipicu cuaca
dingin & lembab
4. Anamnesis ( identitas diri: usia?)
• Gatal
• Dimana pd bagian tubuh gatal dirasa?
• Sejak kapan terasa gatal?
• Kapan dirasa sangat gatal memberat/berkurang?
• Apakah gatal hilang timbul/ terus menerus?
• Apakah ada keluarga/ org sekitar mengeluh sama?
• Adakah faktor suhu atau lingkungan yg memicu gatal?
• Adakah riwayat alergi?
5. • Plak
• Adakah peninggiian kulit di area gatal?
• Sejak kapan muncul peninggian kulit ini?
• Dimana ada peninggian kulit di bagian tubuh? Warna apa?
• Bagaimana gambarannya, apa teraba kasar, bentuknya seperti apa?
• Apakah terlihat seperti sisik, warnanya apa?
• Apakah terlihat berminyak/tidak?
• Apakah ada luka?
• Apakah ada anggota keluarga yang memiliki keluhan sama?
6. • Nyeri sendi
• Dimana sendi yg dirasa nyeri?
• Sejak kapan nyeri dirasa?
• Kapan nyeri dirasa? Pagi/siang/malam?
• Pada saat serangan nyeri apakah dirasakan terus menerus?
• Bagaimana skala nyeri yang dirasa? 1-10?
• Apakah ada faktor memperberat nyeri yg dirasa?
• Apakah ada upaya yg anda lakukan untuk memperingan gejala?
• Apakah aanggota keluarga ada mengalami hal serupa?
• Apakah sebelumnya pernah mengalami hal yg sama?
7. ANALISIS MASALAH
Ibu Hyori
Saat cuaca dingin dan lembab
Mengeluh eritema gatal
Lokasi : Ciri khas : Frekuensi :
Permukaan sendi Lesi fokal Kambuh berulang-ulang
Lutut & lengan Inflamasi
edema
ditutupi sisik mika putih keabuan
Pemeriksaan penunjang
9. SS/D
Gatal
Eritem
Edema
Plak
Sisik Mika
putih
Nyeri Sendi
Lesi Fokal
Kambuh
berulang
Pemeriksaan
Fisik
Lokasi
Ptriasis rosea
√
√
√
√
Dipinggirnya warna kuning
-
-
Psoriasis
√
√
√
√
√
Putih kemerahan
√
√
√
Dermatitis Seboroik
-
√
√
-
Skuama halus putih berminyak
-
√
10. SS/ D Ptriasis rosea Psoriasis Dermatitis Seberoik
Predileksi
Faktor
pencetus
Badan, lengan atas proksimal, paha atas
Cuaca dingin
Kepala perbatasan wajah,
kulit kepala, ekstremitas
eksensor siku, lutut, lumbo
sakral, kuku
Stres psikis
Fenomena kobner
Endokrin, gang metabolik
obat, alkohol, rokok, udara
dingin, S.coccus
Kepala : kulit kepala,
perbatasan kulit kepala, dan
wajah, telinga & liang
telinga. Bag atas lengan
dada & punggung lipat
gluteus, inguwingar, genital
& ketiak belakang telinga
Sering makan berlemak
minum alkohol, meningkat
dimusim dingin
12. 1. Jelaskan ptriasis rosea
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Patofisiologi
e. Tanda dan Gejala
f. Faktor risiko
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
i. Prognosis
2. Jelaskan tentang psoriasis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Patofisiologi
e. Klasifikasi
f. Tanda dan Gejala
g. Faktor risiko
h. Diagnosis
i. Tatalaksana
j. Prognosis
3. Jelaskan tentang Dermatitis kontak seboroik
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Patofisiologi
e. Tanda dan Gejala
f. Faktor risiko
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
i. Prognosis
4. Kenapa ibu mengeluh gatal2?
5. Kenapa plak menebal dan berulang-ulang kambuh di daerah ekstensor
sendi lutut dan lengan?
6. Kenapa persediannya sakit ?
Pertanyaan Terjaring
13. Ptriasis Rosea
• Definisi
Adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agaj sering di jumpai.
Morfologi khas berupa macula eritematosa lonjong dengan diameter
terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus.
14. ETIOLOGI PITYRIASIS
• Penyebab pityriasis rosea tidak diketahui secara pasti pasti tapi secara
epidemiologis (variasi musiman dan mengelompok di masyarakat)
dan gambaran klinis menunjukkan adanya agen infektif;
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya kemungkinan HHV
6 dan 7 adalah agen etiologi yang paling mungkin untuk pityriasis
rosea, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut lagi.
15. 1. c. Epidemiologi Ptiriasis Rosea
• semua umur, terutama antara 15-40 tahun,
• pada wanita dan pria sama banyaknya.
• Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim gugur, dan
musim dingin.
• Prevalensi pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah
dan yang kurang mampu.
16. PATOFISIOLOGI PITYRIASIS ROSEA
• Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit
ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limited). Keterlibatan dua
virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah diusulkan sebagai
penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral
blood mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak
terpengaruh dari banyaknya orang dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi
sedikit lebih banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua virus
ditemukan. Namun, bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7 dan
aktivitasnya juga ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu
yang tidak terpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan dengan infeksi, di mana virus tidak selalu menyebabkan
penyakit.
17. Gejala singkat penyakit pitiriasis rosea
• Timbul bercak diseluruh tubuh terutama daerah yang tertutup
pakaian berbentuk bulat panjang mengikutin lipatan kulit.
• Diawali suatu bercak yang besar di sekitarnya terdapat bercak agak
kecil.
• Ukuran bercak dari seujung jarum pentul sampai sebesar uang logam.
• Dapat didahului oleh gejala prodromal ringan seperti badan lemah,
sakit kepala, dan sakit tenggorokkan.
18. Faktor Risiko Pitiriasis Rosea
Etiologi belum diketahui, ada yang mengatakan hal ini merupakan
infeksi virus karena merupakan self limited disease.
• Bangsa : Tidak mengenal ras dan etnik
• Musim/iklim : banyak pada musim hujan
• Kebersihan/hegiene : tidak berpengaruh
• Keturunan : tidak berpengaruh
• Lingkungan : lebih sering pada cuaca dingin
19. DIAGNOSIS PTIRIASIS ROSEA
• Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
• Anamnesis
Keluhan yang disampaikan meliputi, keluhan lesi kemerahan yang
awalnya satu kemudian diikuti dengan lesi yang lebih kecil disertai ras
gatal ringan.
20. • Hasil Pemeriksaan Fisik
• Lesi pertama berupa
makula eritematosa
yang berbentuk oval
atau anular dengan
ukuran yang bervariasi
antara 2-4 cm, soliter,
bagian tengah ditutupi
oleh skuama halus dan
bagian tepi mempunyai
batas tegas yang
ditutupi oleh skuama
tipisHerald Patch
21. • Dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa malaise,
mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan
kelenjar limfe
22. • Timbul lesi sekunder
generalisata. Pada lesi sekunder
akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi
terdiri dari lesi dengan bentuk
yang sama dengan lesi primer
dengan ukuran lebih kecil (
diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan
aksis panjangnya sejajar dengan
garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan
gambaran Christmas tree.
23. • Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang
tidak sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa
tidak ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel.
Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis,
purpura, pustul dan vesikuler.
24. • Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal.
• Pada lapisan epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal,
hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan
menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis
ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit.
25.
26. TATALAKSANA
• Karena PR adalah kelainan yang membatasi diri sendiri, kebanyakan
pasien hanya perlu diberi konseling mengenai perjalanan alami
penyakit ini dan bukan menempatkan mereka pada protokol
perawatan yang agresif.
• Sebagian besar pasien hanya memerlukan emolien, antihistamin, dan
kadang-kadang steroid topikal untuk mengendalikan pruritus.
• Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan antivirus mungkin
bermanfaat. Acyclovir adalah satu-satunya antivirus yang telah
dicoba.
27.
28. Contoh Obat dan Dosis Terapinya
Sistemik : Anti gatal (antihistamin) seperti klortrime 3x1 tab.
Roborantia (Vitamin B12) 1000 mg/hari
Topikal : Bedak kocok yang mengandung asam salisilat 2%
atau metanol 1%.
30. Psoriasis
• Psoriasis adalah penyakit kulit
kronis dengan bentuk lesi-lesi
yang khas berupa penebalan
epidermis dengan pergantian
epidermis yang cepat. (Harahap,
M, 1990)
Psoriasis adalah ganggguan kulit
yang ditandai dengan plaque,
bercak, bersisik yang dikenal
dengan nama penyakit
papulosquamoas.( Price, 1994)
Psoriasis merupakan suatu penyakit
autoimun yang bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-
bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan; serta dapat dijumpai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Köbner. (Djuanda, 2007)
Penyakit kulit kronik yang ditandai oleh
percepatan pertukaran sel-sel eperdermis
sehingga terjadi proliferasi abnormal epidermis
dan dermis.Tampaknya terdapat kecenderungan
genetik untuk pembentukan psoriasis.Faktor-
faktor imun mungkin berperan karena penyakit
yang parah dapat timbul pada orang dengan
gangguan kekebalan.(Sari, 2011)
31. Etiologi Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis
inflamatorik dengan faktor genetik yang kuat, dengan
ciri gangguan perkembangan dan diferensiasi epidermis,
abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis dan
biokimiawi, serta fungsi neurologis. Penyebab dasarnya
belum diketahui pasti. Dahulu diduga berkaitan dengan
gangguan primer keratinosit, namun berbagai penelitian
telah mengetahui adanya peran imunologis.
32. EPIDEMIOLOGI PSORIASIS
Epidemiologi berdasarkan tempat :
• Prevalensi di dunia 1% - 3%
• Prevalensi di Amerika Serikat 2% - 2,6%
• Prevalensi di Eropa 1,5%
• Prevalensi di Asia 0,4%
Prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui secara pasti.
• Jakarta (RSCM tahun 2000 - 2002) 338 kasus / 2,39%
• Denpasar (RSUP sanglah tahun 2009) 156 kasus / 1,4%
• Medan (RSUP H.Adam tahun 2010) 34 kasus / 1,05%
33. EPIDEMIOLOGI PSORIASIS
Epidemiologi berdasarkan usia dan jenis kelamin :
• Psoriasis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan.
• Psoriasis dapat terjadi pada semua golongan umur.
• Psoriasis biasanya terjadi pada usia 15 – 30 tahun.
• Psoriasis tipe I < 40 tahun.
• Psoriasis tipe II > 40 tahun.
• Secara keseluruhan psoriasis lebih banyak terjadi pada laki – laki. Tetapi dari kisaran
umur 15 – 30 psoriasis lebih banyak terjadi pada perempuan.
34. Patofisiologi
• Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. 5 Terdapat
penebalan epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat
hiperproliferasi epidermis dan peningkatan kecepatan mitosis,
disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM
1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis.
35. Gambaran histopatologisnya antara
lain elongasi rete ridges,
parakeratosis, serta infi ltrasi
berbagai sel radang. Sel T CD 3+
dan CD 8+ dapat ditemukan di
sekitar kapiler dermis dan epidermis.
Sel dendritik CD 11c+ biasanya
ditemukan di dermis bagian atas.
Invasi sel CD 8+ ke epidermis
berkaitan dengan munculnya lesi
kulit. Aktivasi sel T terutama
dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel
T serta keratinosit yang teraktivasi
akan melepaskan sitokin dan
kemokin, dan menstimulasi infl
amasi lebih lanjut. Selain itu, kedua
komponen ini akan memproduksi
tumor necrosis factor α (TNF α),
yang mempertahankan proses infl
amasi. Oleh karena itu, psoriasis
bukan hanya disebabkan oleh
autoimunitas terkait sel limfosit T
seperti teori terdahulu, tetapi
melibatkan proses yang lebih
kompleks termasuk abnormalitas
mikrovaskuler dan keratinosit.
37. Gejala singkat penyakit psoriasis
• Dimulai dengan makula dan papula eritematosa dengan ukuran
mencapai lentikularnumular, yang menyebar secara sentrifugal.
Akibat penyebaran yang seperti ini, dijumpai beberapa bentuk
psoriasis.
• Bentuk titik (psoriasis pungtata)
• Bentuk tetes tetes (psoriasis gutata)
• Bentuk numular (psoriasis numular)
• Psoriasis folikularis atau psoriasis universalis (pada seluruh tubuh.
40. 2.i. Tatalaksana Psoriasis
1. Sistemik
• Kortikosteroid: hanya pada psoriasis eritrodermia, artritis psoriasis,
dan psoriasis pustulosa tipe Zumbusch. Terapi diawali prednison
dosis rendah 30-60 mg
• Metotreksat (MTX): diberikan pasa psoriasis yang resisten
dengan obat lain. Dosis 2,5-5 mg/hari selama 14 hari
dengan istirahat yang cukup. Dapat dicoba dengan dosis tunggal 25
mg/minggu dan 50 mg tiap minggu berikutnya.
41. 2.i. Tatalaksana Psoriasis
2. Topikal
•Preparat ter (ter kayu, fosil, atau batu bara) dengan
konsentrasi 2-5%. Ter dapat dikombinasikan dengan
asam salisilat 2-10% dan sulfur presipitatum 3-5%
untuk hasil yang lebih cepat.
• Antralin 0,2 – 0,8% dalam pasta atau salep: kesembuhan tampak
sesudah 3 minggu, dan dapat bertahan beberapa bulan.
42. 2.i. Tatalaksana Psoriasis
2. Topikal
•Kortikosteroid, biasanya dikombinasikan dengan asam
salisilat 3%: kortikosteroid fluorinasi mempunyai daya kerja lebih
baik, misalnya triamsinolon asetonida 1%, betametason valerat 0,1%,
fluosinolon asetonida 0,025% atau betametason benzoate 0,025%.
43. 2.i. Tatalaksana Psoriasis
2. Topikal
• PUVA, yaitu kombinasi psoralen dan sinar ultraviolet,
0,6 mg/kg BB. Dibeikan oral 2 jam sebelum disinari dengan sinar
UV. Pengobatan dilakukan 2 x seminggu; kesembuhan terjadi setelah
2-4 kali pengobatan. Selanjutnya, dilakukan pengobatan rumatan
(maintainance) tiap 2 bulan.
• Metotreksat 2,5 mg/ hari selama 14 hari. Selanjutnya,
dosis bertahan 1-2 mg/hari.
• Retinoit 0,5-1 mg/kg BB selama 14 hari.
• Siklosporin 2-5 mg/kg BB selama 2-4 bulan.
45. Prognosis Psoriasis
• Tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronik dan residif
• Penyakit psoriasis tidak sembuh sama sekali sehingga seolah-olah
penyakit ini dapat timbul kembali sepanjang hidup.
46. Dermatitis seboroik amel
• Definisi
• Kelainan kulit papulaskuamosa, peradangan superfisial kronis yang
mengalami remisi dan eksaserbasi dengan predileksi di daerah kaya
kelenjar sebasea, scalp, wajah, dan badan.
• Dikaitkan malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti
kelembapan lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma
47. Etiologi dermatitis seboroik
• tiologi dari penyakit ini masih belum diketahui pasti. faktor predisposi
sinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik di dapat
secara genetik, keadaan psikologi (stress), perubahan hormon,
personal hygiene, dan keringat yang berlebihan. Dermatitis ini lebih
sering menyerang daerah-daerah yang mengandung glandula
sebasea.Salah satu faktor predisposisi adalah pertumbuhan jamur
pityrosporum ovale pada kulit kepala ditemukan pada daerah
seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, mengakibatkan
reaksi imun tubuh terhadap sel jamur dipermukaan kulit sehingga
terjadi inflamasi, akibat produk metabolitnya yangmasuk kedalam
epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel
limfosit T dan pulau langerhans
48. EPIDEMIOLOGI DERMATITIS SEBOROIK
• Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada
bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar
dekade keempat sampai dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data
tersedia pada insiden yang tepat dari dermatitis seboroik pada bayi,
• tetapi gangguan tersebut biasa terjadi.
Penyakit pada orangdewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psor
iasis. Prevalensi dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% pada
populasi umum di Amerika Serikat, dan 3-
5% pada orang dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita
HIV dan AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih sering terkena daripada
wanita pada semua kelompok umur.
49. PATOFISIOLOGI/PATOGENESIS DS
• Patogenesis DS didasari pada beberapa hal yaitu: 1) Aktivitas kelenjar
sebasea. Produksi sebum terbesar pada kulit kepala, wajah, dada, dan
punggung, Produksinya dikontrol oleh hormon androgen. Pada bayi,
kelenjar sebasea teraktivasi oleh hormon androgen dari ibu. Komponen
sebum terdiri dari kompleks trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester,
kolesterol, kolesterol ester dan squalene. Saat disekresi, kandungan sebum
yang terdiri dari trigliserid dan ester, akan dipecah menjadi digliserida,
monogliserida, dan asam lemak bebas, oleh mikroba komensal di kulit
dengan bantuan enzim lipase. 16 Pada penderita DS, trigliserid dan
kolesterol meningkat, namun squalene dan asam lemak bebas kadarnya
menurun dibandingkan orang normal. Asam lemak bebas terbentuk dari
trigliserid melalui aktivitas lipase yang yang diproduksi oleh P. acnes, dan
bakteri ini jumlahnya sedikit pada DS. Hal ini menandakan bahwa terdapat
ketidakseimbangan mikrobial dan penyimpangan komposisi lipid pada
permukaan kulit.
50. lanjutan
• 2) Metabolit yang dihasilkan oleh jamur Malassezia. Malassezia
membutuhkan lipid sebagai "sumber makanan" untuk tumbuh dan
berproliferasi. Jamur ini mendegradasi sebum (trigliserid) dengan
bantuan enzim lipase menjadi berbagai asam lemak. Namun
Malassezia hanya mengkonsumsi asam lemak yang sangat spesifik,
yaitu saturated fatty acid untuk pertumbuhannya, sedangkan
unsaturated fatty acid ditinggalkan di permukaan kulit. 16 Bentuk
metabolit unsaturated fatty acid yang paling banyak dijumpai adalah
asam oleat, dan metabolit inilah yang diduga berperan pada
pembentukan skuama pada DS.
51. lanjutan
• 3) Sensitivitas individu terhadap metabolit jamur Malassezia. Telah
dikemukakan sebelumnya bahwa penyebab terjadinya DS bukanlah
disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan jamur Malassezia, namun
karena abnormalitas dari respon host. Hal tersebut juga dibuktikan
dengan peningkatan insidensi penyakit ini pada penderita
imunokompromais. Belum diketahui dengan jelas mengapa faktor
imun dapat berpengaruh. Parry dan Sharpe menemukan bahwa DS
disebabkan oleh respon inflamasi terhadap toksin atau mediator yang
dihasilkan oleh jamur Malassezia. Mereka menyimpulkan bahwa DS
merupakan suatu respon iritasi terhadap jamur Malassezia.
52. lanjutan
• 4) Mekanisme imunologis. Pada penderita HIV diperkirakan terjadi
perubahan kadar sitokin yang mengakibatkan DS. Kadar Interferon-α
dan Tumor Necrosis Factor meningkat pada penyakit infeksi HIV.
Sitokin ini mengakibatkan perubahan metabolisme lipid,
meningkatkan kadar trigliserid dan kolesterol dalam serum.
Perubahan metabolisme lipid tersebut diduga dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap mediator inflamasi yang dihasilkan oleh
Malassezia.
53. REFERENSI
1. Yoga K, Oktaviana R, & Rifai C. Dermatitis Seboroik [Referat].
Jakarta: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Koja – Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti, 2011.
2. Gayatri L, Barakbah J. Dermatitis Seboroik pada HIV/AIDS. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, 2011; 23 (3): 229 – 233.
55. Faktor risiko
• Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah
stress, kelelahan, makanan berminyak, alkohol, cuaca
yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut atau
mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol,
penyakit kulit (misalnya jerawat) dan obesitas.
57. • Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
riwayat penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan
penunjang. Dari riwayat didapatkan bahwa dermatitis ini terjadi pada
bayi terutama yang berusia 1 bulan, tampak sebagai peradangan yang
mengenai kulit kepala dan lipatan-lipatan intertriginosa yang disertai
skuama berminyak dan krusta. Daerah-daerah lain seperti seperti
bagian tengah wajah, dada dan leher juga dapat terkena. Pada kasus
yang berat sering didapatkan bercak-bercak kemerahan berlapis dan
tidak gatal di wajah, badan dan tungkai.
58. Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan
parietal akan ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering
dengan fissura ( crusta lactea / milk crust, cradle cap ). Rambut tidak
rontok dan peradangan jarang. Dalam perjalanannya, kemerahan
semakin meningkat dan daerah dengan skuama akan membentuk bercak
eritem yang jelas dan diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat
terjadi perluasan hingga ke frontal melampaui daerah yang berambut.
Lipatan retroaurikular, daun telinga dan leher juga sangat mungkin
terkena. Otitis eksterna, dermatitis intertriginosa maupun infeksi-infeksi
oportunistik dari C. albicans, S. aureus, dan bakteri-bakteri lainnya,
sering muncul bersama-sama dengan dermatitis seboroik.
59. Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis seboroik
juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat
sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi
dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan
penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat
ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan
ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks.
2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas.
Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada
dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai
sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.
4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).
60. Penatalaksanaan dermatitis seboroik
• Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi
terjadinya keluhan, misalnya stres emosional dan kurang
tidur. Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan
rendah lemak.
• Farmakoterapi dilakukan dengan:
• Topikal
• Bayi:
Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan asam salisilat 3%
dalam minyak kelapa atau vehikulum yang larut air atau
kompres minyak kelapa hangat 1 kali sehari selama
beberapa hari.
Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1% atau lotion
selama beberapa hari.
Selama pengobatan, rambut tetap dicuci.
61. • Dewasa:
• Pada lesi di kulit kepala, diberikan shampo selenium sulfida
1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition (shampo anti
ketombe), atau pemakaian preparat ter (liquor carbonis
detergent) 2-5 % dalam bentuk salep dengan frekuensi 2-3
kali seminggu selama 5-15 menit per hari.
• Pada lesi di badan diberikan kortikosteroid topikal: Desonid
krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama maksimal 2
minggu.
• Pada kasus dengan manifestasi dengan inflamasi yang lebih
berat diberikan kortikosteroid kuat misalnya betametason
valerat krim 0,1%.
• Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu dipertimbangkan
pemberian ketokonazol krim 2%.
62. • Oral sistemik
• Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3 x 4
mg per hari selama 2 minggu, setirizin 1 x 10 mg per
hari selama 2 minggu.
• Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10 mg
selama maksimal 2 minggu.
• Anti histamin H1 sebagai penenang dan ati gatal.
63. • Konseling dan Edukasi
1. Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga
kebersihan bayi dan rajin merawat kulit kepala bayi.
2. Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan
ini umumnya muncul pada bulan-bulan pertama
kehidupan dan membaik seiring dengan pertambahan
usia.
3. Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar
disembuhkan tetapi dapat terkontrol dengan
mengontrol emosi dan psikisnya.
64. Prognosis Dermatitis Seboroik
Jika mendapat tatalaksana yang cepat dan tepat maka
prognosis dermatitis seboroik sangat baik karena
kondisinya yang jinak.
65. 4. Kenapa Ibu Mengeluh Gatal-gatal
Gatal adalah suatu persepsi akibat terangsangnya serabut mekanoreseptor. biasanya impuls berawal dari
rangsangan permukaan ringan, misalnya pada rambatan kutu, bahan iritan, gigitan serangga. Sensasi gatal
biasanya diikuti dengan refleks menggaruk yang bertujuan untuk memberi sensasi nyeri yang cukup
sehingga sinyal gatal pada medula spinalis dapat ditekan. Penyebab gatal sangat beragam, antara lain
· Reaksi alergi (hipersensitivitas tipe 1)
· Pembentukan sistem komplemen
· Inflamasi
· Paparan fisik
· stress
· Autoimun
· Penyakit sistemik
· Keganasan
· Bahan iritan
· Obat - obatan
66. 5. Plak Menebal dan Kambuh Berulang di
Ekstensor Sendi Lutut dan Lengan
67. 6. Persendian Sakit pada Psoriasis
• Psoriasis bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus
• Pada psoriasis arthritis, jaringan tubuh yang diserang adalah sendi,
sehingga menyebabkan peradangan
• Diatur oleh CD8 (sel T), ini akan masuk ke jaringan target: insersi
tendon, ligamen, fascia, synovium, tulang belakang dan sendi
sakroiliaka. Sel T aktif mengeluarkan sitokin (IL-1α, IL-2, IL-10, IFN- α,
TNF- α) dan kemokin langsung ke jaringan target, serta mengaktifkan
makrofag dan leukosit inflamasi lainnya sehingga menyebabkan
peradangan, perusakan jaringan dan fibrosis.
68. Kesimpulan
• Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ibu mengeluh
gatal-gatal sejak sebulan yang lalu mengalami psoriasis
• Dengan klasifikasi psoriasis vulgaris dengan tanda yg ditemukan pada
pemicu plak menebal yg ditemukan pada permukaan ekstensor sendi
lutut dan tangan
• Hipotesis diterima
Editor's Notes
Eisman S & Sinclair R. Pityriasis Rosea. BMJ, 2015; 351: 5233.
Mahajan K, Relhan V, Relhan AK, Garg VK. Pityriasis Rosea: An Update on Etiopathogenesis and Management of Difficult Aspects. Indian Journal of Dermatology, 2016;61 (4): 375 – 384.
Mahajan K, Relhan V, Relhan AK, & Garg VK. Pityriasi Rosea: An Update on Etiopathogenesis and Management of Difficult Aspects. Indian Journal of Dermatology, 2016; 61 (4): 375 – 384.
Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013: 100 – 103.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI Edisi Tujuh. Jakarta : Badan Penerbit FK UI,2015
Lunni Gayatri, Jusuf Barakbah. Dermatitis Seboroik pada HIV/AIDS. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 23 No. 3 Desember 2011
Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, “Dermatitis Seboroik” dan “Tinea Kapitis”, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002.