Makalah ini membahas tentang Sindrom Steven Johnson yang merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan pada kulit, mata, dan mulut. Sindrom ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 3 tahun dan penyebabnya bervariasi antara obat-obatan dan alergi yang hebat. Gejala sindrom ini meliputi gatal-gatal dan kemerahan pada kulit serta bisa bervariasi dari ringan hing
Asuhan keperawatan steven Johnson sindrompjj_kemenkes
Setelah melakukan praktek klinik, mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Steven Johnson sindrom meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.
Sindrom Steven Johnson adalah kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula yang mengenai kulit, mata, dan lendir. Penyebabnya belum pasti tetapi mungkin obat, infeksi, atau faktor lain. Gejalanya bervariasi dari ringan hingga berat, termasuk demam dan nyeri. Penatalaksanaannya meliputi cairan infus, antibiotik, dan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi seperti infeksi atau kebutaan.
Pasien mengeluhkan munculnya bercak putih dan gatal di dada sejak 6 bulan terakhir yang semakin luas ke punggung. Pemeriksaan fisik menunjukkan bercak kulit berwarna coklat hiperpigmentasi tidak beraturan di dada dan punggung dengan ukuran biji jagung hingga koin beserta sisik halus.
1) Sindrom Steven-Johnson adalah reaksi alergi obat yang parah yang mempengaruhi kulit dan membran mukosa
2) Gejala klinisnya meliputi eritema, vesikel, dan bula pada kulit serta kelainan mata dan mulut
3) Penatalaksanaannya meliputi penghentian obat penyebab, kortikosteroid, antibiotika, dan perawatan luka
Makalah ini membahas tentang Sindrom Steven Johnson yang merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan yang dapat menyebabkan kelainan pada kulit, mata, dan mulut. Sindrom ini jarang terjadi pada anak di bawah usia 3 tahun dan penyebabnya bervariasi antara obat-obatan dan alergi yang hebat. Gejala sindrom ini meliputi gatal-gatal dan kemerahan pada kulit serta bisa bervariasi dari ringan hing
Asuhan keperawatan steven Johnson sindrompjj_kemenkes
Setelah melakukan praktek klinik, mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Steven Johnson sindrom meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.
Sindrom Steven Johnson adalah kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula yang mengenai kulit, mata, dan lendir. Penyebabnya belum pasti tetapi mungkin obat, infeksi, atau faktor lain. Gejalanya bervariasi dari ringan hingga berat, termasuk demam dan nyeri. Penatalaksanaannya meliputi cairan infus, antibiotik, dan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi seperti infeksi atau kebutaan.
Pasien mengeluhkan munculnya bercak putih dan gatal di dada sejak 6 bulan terakhir yang semakin luas ke punggung. Pemeriksaan fisik menunjukkan bercak kulit berwarna coklat hiperpigmentasi tidak beraturan di dada dan punggung dengan ukuran biji jagung hingga koin beserta sisik halus.
1) Sindrom Steven-Johnson adalah reaksi alergi obat yang parah yang mempengaruhi kulit dan membran mukosa
2) Gejala klinisnya meliputi eritema, vesikel, dan bula pada kulit serta kelainan mata dan mulut
3) Penatalaksanaannya meliputi penghentian obat penyebab, kortikosteroid, antibiotika, dan perawatan luka
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. (http://spiritia.or.id/li/pdf/LI562.pdf: 2013)
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, diantaranya eritema multiforme mayor, namun yang lajim ialah sindrom stevens-johnson (SSJ). Juga ada varian yang lebih parah lagi, yang disebut sebagai nekrolisis epidermal toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN).
Karena kesamaan dalam temuan klinis dan histopatologis, etiologi obat, dan mekanisme terjadinya penyakit, SSJ dan NET mewakili keparahan varian dari proses identik yang berbeda hanya dalam persentasi luas permukaan tubuh yang terlibat, maka kedua penyakit dikelompokkan sebagai nekrolisis epidermal (NE). Nekrolisis epidermal diklasifikasi dalam 3 kelompok berdasarkan luas permukaan tubuh total di mana epidermis mengalami epidermolisis, yaitu SSJ (luas permukaan tubuh yang terkena <10%), />30%).1
Insiden keseluruhan SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta/tahun1, dapat mengenai semua ras.2 Rasio laki-laki/perempuan ialah 2:1.3 Angka kematian SSJ 5–21% dan TEN >30%.1 Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian sehingga perlu penanganan cepat dan tepat/optimal.
1. Definisi
Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi Sindrom Stevens-Johnson.
Menurut Kamus Dorland, 2010, Sindrom Stevens-Johnson adalah sindrom yang dulunya diduga sebagai bentuk eritema multiforme yang berat. Gejala-gejala respirasi prodromal mendahului lesi-lesi mukokutan yang khas dan gejala-gejala lain. Pada area kulit yang luas dan membran mukosa oronasal, genital dan kolon timbul makula dan menjadi nekrotik; krusta hemoragik tampak pada bibir. Lesi pada mata dapat mencakup konjungtivitis, iritis, keratitis, dan perforasi serta kekeruhan kornea, yang menyebabkan kebutaan. Paru,gastrointestinal, jantung, dan dan ginjal juga dapat terlibat, seringkali berakibat fatal.
Menurut Adhi Djuanda, tahun 2009, Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksis (NET) ialah reaksi mukokutan akut yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis luas, dan dapat menyebabkan kematian. (Valeyrie-Allanore L, Roujeau J-C. 2008. Dalam Jurnal M. Athuf Thaha, 2009)
asuhan keperawatan pada Steven Johnsonpjj_kemenkes
Asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom Stevens Johnson membutuhkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi berbahaya. Terapi utama adalah kortikosteroid sistemik dan perawatan luka serta pencegahan infeksi sekunder.
Pasien wanita berusia 72 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan di kelopak mata kiri dan dahi kiri disertai nyeri dan gatal. Didiagnosis menderita herpes zoster oftalmikus sinistra berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang. Dilakukan penatalaksanaan dengan obat antivirus, analgesik, dan antiseptik serta menjaga kebersihan dan istirahat. Prognosis umumnya baik asalkan mendapat peng
Dokumen tersebut membahas tentang keperawatan medikal bedah dan konsep rinotis alergika. Secara ringkas, keperawatan medikal bedah adalah pelayanan profesional berdasarkan ilmu dan teknik untuk menangani gangguan fisiologi dan struktural akibat trauma, sedangkan rinotis alergika adalah peradangan hidung yang dipicu oleh reaksi alergi terhadap allergen.
Pyoderma gangrenosum adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus dan Staphylococcus. Penyakit ini ditandai dengan benjolan merah di kulit yang membesar dan menjadi bernanah, nyeri berdenyut, demam, nodul, mual, krusta, gatal, radang, dan papul serta prustul. Pyoderma diklasifikasi menjadi primer yang disebabkan infeksi pada kulit normal dan sekunder yang disebabkan oleh pen
1. Pasien laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan lenting-lenting di seluruh tubuh sejak 1 hari. 2. Status general baik dengan status dermatologi menunjukkan lesi berupa makula, vesikel dan krusta di seluruh tubuh. 3. Diagnosis kerja varicella didukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan dokumen tersebut, ibu mengeluh gatal-gatal dan munculnya plak di sekitar sendi lutut dan lengan selama sebulan terakhir. Plak tersebut menebal dan sering kambuh ketika cuaca dingin dan lembab. Sendi-sendi juga terasa sakit. Berdasarkan gejala klinis, diduga ibu mengalami psoriasis.
Infeksi herpes simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II ditandai dengan vesikel berkelompok di kulit yang sembab dan eritematosa. Infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis melalui fase infeksi primer, laten, dan rekurens. Diagnosis didukung oleh pemeriksaan sitologi, biologi molekuler, isolasi virus, dan deteksi antigen. Penatalaksanaan berfokus pada mengurangi gejala dan mempersingkat masa
Dokumen tersebut membahas tentang etiologi, patogenesis, gejala klinis, dan penatalaksanaan Covid-19. Virus SARS-CoV-2 disebutkan sebagai penyebab Covid-19 yang menginfeksi paru-paru melalui reseptor ACE-2 dan menimbulkan respon inflamasi berlebihan. Gejala klinisnya berkisar dari ringan hingga berat sampai ARDS, dan penatalaksanaannya meliputi isolasi, perawatan suportif, dan pengobatan si
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Laporan kasus herpes zoster pada pria berusia 24 tahun dengan keluhan bintik berair dan nyeri pada dada dan punggung. Pasien didiagnosa dengan herpes zoster thoracalis dextra berdasarkan pemeriksaan fisik dan dermatologis. Pasien mendapat tatalaksana antivirus oral, analgesik, dan obat topikal serta konseling tentang penyakit dan prognosisnya.
Dokumen ini memberikan pedoman deteksi dan tatalaksana awal pasien suspek infeksi MERS-CoV, meliputi definisi kasus, gejala klinis, spesimen yang dikumpulkan untuk tes laboratorium, terapi oksigen, dan antibiotik empirik. Langkah-langkah ini penting untuk diagnosis dini dan manajemen awal pasien sebelum konfirmasi laboratorium.
Anak perempuan 5 tahun datang dengan keluhan lenting berisi cairan di badan dan wajah selama sehari. Diagnosis kerjanya adalah cacar air akibat virus varicella zoster berdasarkan gejala klinis dan epidemiologinya. Pengobatan utamanya adalah asiklovir untuk mencegah komplikasi serius pada anak ini.
Ringkasan singkat dari dokumen tersebut adalah:
1. Laporan kasus herpes labialis rekuren pada pasien dengan HIV dan sistem imun yang menurun.
2. Pasien dirawat dengan kombinasi obat antivirus sistemik dan topikal selama 12 hari.
3. Perawatan efektif menghilangkan lesi herpes dan menstabilkan kondisi pasien.
Ringkasan singkat dari dokumen tersebut adalah:
1. Laporan kasus herpes labialis rekuren pada pasien dengan HIV dan sistem imun yang menurun.
2. Pasien dirawat dengan kombinasi obat antivirus sistemik dan topikal selama 12 hari.
3. Perawatan berhasil mengontrol infeksi herpes dan menghilangkan lesi pada bibir pasien.
Gejala dan tanda yang muncul pada pasien AIDS sangat beragam dan kompleks karena sistem kekebalan tubuh menurun sehingga berbagai infeksi dan kanker dapat menyerang berbagai organ. Oleh karena itu, perawatan pasien AIDS memerlukan pendekatan multidisiplin dan dukungan sosial dan psikologis yang kuat.
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. (http://spiritia.or.id/li/pdf/LI562.pdf: 2013)
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, diantaranya eritema multiforme mayor, namun yang lajim ialah sindrom stevens-johnson (SSJ). Juga ada varian yang lebih parah lagi, yang disebut sebagai nekrolisis epidermal toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN).
Karena kesamaan dalam temuan klinis dan histopatologis, etiologi obat, dan mekanisme terjadinya penyakit, SSJ dan NET mewakili keparahan varian dari proses identik yang berbeda hanya dalam persentasi luas permukaan tubuh yang terlibat, maka kedua penyakit dikelompokkan sebagai nekrolisis epidermal (NE). Nekrolisis epidermal diklasifikasi dalam 3 kelompok berdasarkan luas permukaan tubuh total di mana epidermis mengalami epidermolisis, yaitu SSJ (luas permukaan tubuh yang terkena <10%), />30%).1
Insiden keseluruhan SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta/tahun1, dapat mengenai semua ras.2 Rasio laki-laki/perempuan ialah 2:1.3 Angka kematian SSJ 5–21% dan TEN >30%.1 Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian sehingga perlu penanganan cepat dan tepat/optimal.
1. Definisi
Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi Sindrom Stevens-Johnson.
Menurut Kamus Dorland, 2010, Sindrom Stevens-Johnson adalah sindrom yang dulunya diduga sebagai bentuk eritema multiforme yang berat. Gejala-gejala respirasi prodromal mendahului lesi-lesi mukokutan yang khas dan gejala-gejala lain. Pada area kulit yang luas dan membran mukosa oronasal, genital dan kolon timbul makula dan menjadi nekrotik; krusta hemoragik tampak pada bibir. Lesi pada mata dapat mencakup konjungtivitis, iritis, keratitis, dan perforasi serta kekeruhan kornea, yang menyebabkan kebutaan. Paru,gastrointestinal, jantung, dan dan ginjal juga dapat terlibat, seringkali berakibat fatal.
Menurut Adhi Djuanda, tahun 2009, Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksis (NET) ialah reaksi mukokutan akut yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis luas, dan dapat menyebabkan kematian. (Valeyrie-Allanore L, Roujeau J-C. 2008. Dalam Jurnal M. Athuf Thaha, 2009)
asuhan keperawatan pada Steven Johnsonpjj_kemenkes
Asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom Stevens Johnson membutuhkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi berbahaya. Terapi utama adalah kortikosteroid sistemik dan perawatan luka serta pencegahan infeksi sekunder.
Pasien wanita berusia 72 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil berisi cairan di kelopak mata kiri dan dahi kiri disertai nyeri dan gatal. Didiagnosis menderita herpes zoster oftalmikus sinistra berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang. Dilakukan penatalaksanaan dengan obat antivirus, analgesik, dan antiseptik serta menjaga kebersihan dan istirahat. Prognosis umumnya baik asalkan mendapat peng
Dokumen tersebut membahas tentang keperawatan medikal bedah dan konsep rinotis alergika. Secara ringkas, keperawatan medikal bedah adalah pelayanan profesional berdasarkan ilmu dan teknik untuk menangani gangguan fisiologi dan struktural akibat trauma, sedangkan rinotis alergika adalah peradangan hidung yang dipicu oleh reaksi alergi terhadap allergen.
Pyoderma gangrenosum adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus dan Staphylococcus. Penyakit ini ditandai dengan benjolan merah di kulit yang membesar dan menjadi bernanah, nyeri berdenyut, demam, nodul, mual, krusta, gatal, radang, dan papul serta prustul. Pyoderma diklasifikasi menjadi primer yang disebabkan infeksi pada kulit normal dan sekunder yang disebabkan oleh pen
1. Pasien laki-laki berusia 6 tahun dengan keluhan lenting-lenting di seluruh tubuh sejak 1 hari. 2. Status general baik dengan status dermatologi menunjukkan lesi berupa makula, vesikel dan krusta di seluruh tubuh. 3. Diagnosis kerja varicella didukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan dokumen tersebut, ibu mengeluh gatal-gatal dan munculnya plak di sekitar sendi lutut dan lengan selama sebulan terakhir. Plak tersebut menebal dan sering kambuh ketika cuaca dingin dan lembab. Sendi-sendi juga terasa sakit. Berdasarkan gejala klinis, diduga ibu mengalami psoriasis.
Infeksi herpes simpleks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan II ditandai dengan vesikel berkelompok di kulit yang sembab dan eritematosa. Infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis melalui fase infeksi primer, laten, dan rekurens. Diagnosis didukung oleh pemeriksaan sitologi, biologi molekuler, isolasi virus, dan deteksi antigen. Penatalaksanaan berfokus pada mengurangi gejala dan mempersingkat masa
Dokumen tersebut membahas tentang etiologi, patogenesis, gejala klinis, dan penatalaksanaan Covid-19. Virus SARS-CoV-2 disebutkan sebagai penyebab Covid-19 yang menginfeksi paru-paru melalui reseptor ACE-2 dan menimbulkan respon inflamasi berlebihan. Gejala klinisnya berkisar dari ringan hingga berat sampai ARDS, dan penatalaksanaannya meliputi isolasi, perawatan suportif, dan pengobatan si
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Laporan kasus herpes zoster pada pria berusia 24 tahun dengan keluhan bintik berair dan nyeri pada dada dan punggung. Pasien didiagnosa dengan herpes zoster thoracalis dextra berdasarkan pemeriksaan fisik dan dermatologis. Pasien mendapat tatalaksana antivirus oral, analgesik, dan obat topikal serta konseling tentang penyakit dan prognosisnya.
Dokumen ini memberikan pedoman deteksi dan tatalaksana awal pasien suspek infeksi MERS-CoV, meliputi definisi kasus, gejala klinis, spesimen yang dikumpulkan untuk tes laboratorium, terapi oksigen, dan antibiotik empirik. Langkah-langkah ini penting untuk diagnosis dini dan manajemen awal pasien sebelum konfirmasi laboratorium.
Anak perempuan 5 tahun datang dengan keluhan lenting berisi cairan di badan dan wajah selama sehari. Diagnosis kerjanya adalah cacar air akibat virus varicella zoster berdasarkan gejala klinis dan epidemiologinya. Pengobatan utamanya adalah asiklovir untuk mencegah komplikasi serius pada anak ini.
Ringkasan singkat dari dokumen tersebut adalah:
1. Laporan kasus herpes labialis rekuren pada pasien dengan HIV dan sistem imun yang menurun.
2. Pasien dirawat dengan kombinasi obat antivirus sistemik dan topikal selama 12 hari.
3. Perawatan efektif menghilangkan lesi herpes dan menstabilkan kondisi pasien.
Ringkasan singkat dari dokumen tersebut adalah:
1. Laporan kasus herpes labialis rekuren pada pasien dengan HIV dan sistem imun yang menurun.
2. Pasien dirawat dengan kombinasi obat antivirus sistemik dan topikal selama 12 hari.
3. Perawatan berhasil mengontrol infeksi herpes dan menghilangkan lesi pada bibir pasien.
Gejala dan tanda yang muncul pada pasien AIDS sangat beragam dan kompleks karena sistem kekebalan tubuh menurun sehingga berbagai infeksi dan kanker dapat menyerang berbagai organ. Oleh karena itu, perawatan pasien AIDS memerlukan pendekatan multidisiplin dan dukungan sosial dan psikologis yang kuat.
Kasus koinfeksi aktinomisetoma dan MRSA pada perempuan 47 tahun dengan benjolan di kaki kiri selama 6 bulan. Kultur menunjukkan MRSA dan Actinomyces sp. Pemeriksaan histopatologi mengkonfirmasi aktinomisetoma dengan infiltrasi sel radang dan granul sulfur. Pasien diobati kombinasi antibiotik dan pembedahan.
Makalah ini membahas tentang penyakit Parotitis (radang kelenjar ludah), Hipersaliva (pelebihan sekresi ludah), dan Kanker Rongga Mulut. Parotitis disebabkan oleh virus Mumps dan menyerang kelenjar ludah seperti parotis, sedangkan Hipersaliva adalah kondisi pelebihan sekresi ludah. Makalah ini juga menjelaskan konsep dasar medis Kanker Rongga Mulut beserta faktor risikonya."
Makalah ini membahas tentang Herpes Zoster dan Herpes Simpleks. Herpes Zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, sedangkan Herpes Simpleks disebabkan oleh virus Herpes Simpleks tipe I dan II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di kulit. Makalah ini juga membahas tentang gejala, komplikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan kedua penyakit tersebut.
UNIT 3 PB 2 MODUL AJAR PPKn KELAS 5 - modulguruku.com.docx
Ptriasis rosea
1. Ptriasis Rosea
Dody Tirtayansyah (21360132)
Muhtarom annaji (21360316)
Nur Alam Virdaus S (21360318)
Preseptor: dr. Arif Effendi, Sp.KK
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG 2022
2. No. RM
Nama
: 164182
: An.D
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 13-01-2014
Umur
Status perkawinan
: 8 tahun
: -
Agama : Islam
Pekerjaan
Ruangan
: -
: Poli klinik
Tgl pemeriksaan
: 19 februari 2022
Identitas Pasien
3. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal di seluruh badan sejak 2 hari yang lalu .
Keluhan Tambahan
Gatal di perberat saat cuaca panas.
Riwayat Penyakit
Di rumah ada yang terkena gatal, 1 bulan yang lalu berobat di
puskesmas tidak ada perubahan (cetirizine,obat topical).
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik, tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda tanda vital
Tekanan Darah : -
Nadi : 83x/ menit
Suhu : 36,4
Pernafasan : 20x/menit
Status Generalisata
Tangan :DBN
Mata :DBN
Hidung :Sekret (-) Darah (-)
Telinga :DBN
Mulut :DBN
Leher:Pembesaran KGB (-)
Kepala :Simetris
Thorax & Abdomen:DBN
Ekstremitas bawah : Lesi
11. Definisi
Definisi Pitiriasis rosea adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali dengan timbulnya
makula/plak soliter berwarna merah muda dengan skuama halus (“herald patch”),
kemudian dalam beberapa hari sampai beberapa minggu timbul lesi serupa dengan
ukuran lebih kecil di badan dan ekstremitas proksimal yang tersusun sesuai lipatan kulit
(christmas tree pattern).
12. Epidemiologi
Pitiriasis rosea didapati pada umur, terutama antara 15-40 tahun, jarang pada usia
kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65 tahun. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 1: 5
1
5
13. Etiologi
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah
dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama
dipikirkanbahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala
prodromal yangbiasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak
kemerahan di kulit. Human herpes virus 7 telah dikemukakan sebagai penyebabnya,
namun beberapa penelitiantelah gagal menunjukkan bukti-bukti yang
meyakinkan.6Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada peranan HHV-6
dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatupenelitian, partikel HHV telah terdeteksi
pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel-partikel virus ini ditemukan dalam
jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan pembuluh-pembuluh darah pada lapisan
dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada selang-seling diantara keratinosit
dekat dengan perbatasan dermal-epidermal.
14. Gejala Klinisnya
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan
munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas
atau gangguan gastrointestinal.
gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia
Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau
papul eritem pada batang tubuh atau leher, Lesi yang pertama muncul ini disebut
dengan Herald patch/Mother plaque/Medalion
Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala
15. Pemeriksaan Penunjang
1. Untuk penegakan diagnosis tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus.
2. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai diagnosis
banding.
3. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan pada kasus yang tidak dapat ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis.
16. Diagnosa Banding
Dermatitis Numularis
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat menyerupai
pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya pada tungkai,
daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.
Tinea Corporis
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai
tinea corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang
bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing.6 Namun pada tepinya bisa
terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada
infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada
kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Tinea corporis jarang menyebar
luas pada tubuh.
17. Diagnosis
Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi
kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi
mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa
didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa
papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga
kriteria di bawah ini:
•Makula berbentuk oval atau sirkuler.
•Skuama menutupi hampir semua lesi.
•Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.
18. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
-
Medikamentosa
1. Topikal
Bila gatal sangat mengganggu:
Larutan anti pruritus seperti calamine lotion.
Kortikosteroid topikal.
2. Sistemik
Apabila gatal sangat mengganggu dapat diberikan antihistamin seperti setirizin 1x10 mg per hari
Kortikosteroid sistemik.
Eritromisin oral 4x250 mg/hari selama 14 hari.
Asiklovir1,4 3x400 mg/hari per oral selama 7 hari6 diindikasikan sebagai terapi pada awal perjalanan
penyakit yang disertai flu-like symptoms atau keterlibatan kulit yang luas.
Dapat pula dilakukan fototerapi: narrowband ultraviolet B (NB-UVB) dengan dosis tetap sebesar 250 mJ/cm²
3 kali seminggu selama 4 minggu.
19. Prognosa
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes yang akan
menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu. Namun pada beberapa kasus dapat
juga bertahan hingga 3-5 bulan. Dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Relaps dan
rekuren jarang ditemukan