1. 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………….. 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemberian Bantuan Hukum………………………………. 3
B. Dasar Pemberian Bantuan Hukum………………………. 3
C. Tujuan bantuan Hukum…………………………………… 4
D. Perbedaan Hukum Acara Pidana dengan Perdata............... 5
E. Syarat-Syarat Lembaga Penyedia Jasa Bantuan Hukum....... 5
F. Mekanisme Penyelenggaraan Bantuan Hukum perdata........ 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 10
2. 2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah berlangsung
sejak tahun 1980 hingga sekarang Dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang
menunjukkan bahwa pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu sangat
diperlukan, dan diharapkan adanya peningkatan atau intensitas pelaksanaan bantuan hukum
dari tahun ke tahun.
Sebagaimana diketahui, bahwa penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak
bersifat diskriminatif. Artinya setiap manusia, baik mampu atau tidak mampu secara sosial-
ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukum di depan pengadilan. Untuk itu diharapkan
sifat pembelaan secara cuma-cuma dalam perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek
degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan
terhadap hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum)
masyarakat tidak mampu.
Lembaga Bantuan Hukum atau Advokat sebagai pemberi bantuan (pembelaan) hukum
dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, diharapkan kesediaannya
untuk senantiasa membela kepentingan hukum masyarakat tidak mampu, walaupun
Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum hanya menyediakan
dana yang terbatas.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
BANTUAN HUKUM DALAM HUKUM PERDATA
A. Pengertian bantuan Hukum
Bantuan yang dimaksud dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak
Mampu, adalah bantuan jasa berupa1
:
1. Memberikan nasehat atau advis hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya;
2. Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum, untuk menyelesaikan
perselisihan tentang hak dan kewajiban (perdata) seseorang di depan Pengadilan;
3. Bertindak sebagai pendamping dan pembela, terhadap seseorang yang
disangka/didakwa melakukan tindak pidana di depan Pengadilan.
B. Dasar Pemberian Bantuan Hukum
Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dilakukan
berdasarkan ketentuan-ketentuan di bawah ini :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
Pasal 13 (1) tentang : Organisasi , administrasi , dan finansial Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperloleh bantuan
hukum.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana :
Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau
bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih
yang tidak mempunyai penaeihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada
semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum
bagi mereka.
Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
1
T. Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, LP3ES, jakarta, 1986, hal. 63
4. 4
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273
RBG tentang :
“Barangsiapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai
tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk
berperkara dengan cuma-cuma.
4. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 1996, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang
Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.
5. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang
Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan
Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui LBH.
C. TUJUAN BANTUAN HUKUM
1. Aspek Kemanusiaan
Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk
meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak
mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak
mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh
kesempatan untuk memperolah pembelaan dan perlindungan hukum.
2. Peningkatan Kesadaran Hukum
Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini
akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap
dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.
5. 5
D. Perbedaan Hukum Acara Pidana Dengan Hukum Acara Perdata
Perbadaan hukum acara perdata dengan hukum acara pidana adlah sebagai berikut:2
1. Inisiatif melakukan acara perdata datang dari pihak-pihak yang berkepentingan,
sedangkan acara pidana perkara datang dari negara (Jaksa Penuntut).
2. Dalam acara perdata pemeriksaan dilakukan dalam persidangan yaitu dalam acara
dimuka hakim. Acara perdata tidak mengenal pengusutan dan atau penyelidikan
permulaan.
3. Dalam acara pidana hakim bertindak memimpinsedangkan dalam acara perdata
hakim menunggu saja.
4. Saat ini setiap pengadilan negeri melaksanakan peradilan anak yang tidak hanya
bersifat acara perdata tetapi juga acara pidana.
E. Syarat-Syarat Lembaga Penyedia Jasa bantuan Hukum
a. Syarat-syarat Lembaga Penyedia Jasa Bantuan Hukum dari Organisasi Profesi
Advokat adalah3
:
1) Memiliki izin pendirian sesuai ketentuan perundang-undangan.
2) Memiliki kantor dengan alamat yang jelas
3) Memiliki struktur kepengurusan yang jelas.
4) Berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau
berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi setempat.
b. Syarat-syarat administratif Lembaga Penyedia Jasa Hukum dari Lembaga Swadaya
Masyarakat, adalah :
1) Memiliki ijin pendirian sesuai ketentuan perundang-undangan.
2) Memiliki kantor dengan alamat yang jelas
3) Memiliki struktur kepengurusan yang jelas
4) Berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau
berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi setempat.
F. Mekanisme Penyelenggaraan Bantuan Hukum Perdata
Adapun mekanisme penyelenggaraan bantuan hukum dalam perdata adalah sebagai
berikut4
:
2
Prof. Muljatno, S.H., Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, jakarta, 2008, hal 23
3
Keputusan Direktur jendral badan Peradilan Umum No: 1/DJU/OT.01.03/I/2012, Tentang Pedoman Bantuan
Hukum Lampiran A Perkara Perdata
6. 6
1. Permohonan berperkara secara prodeo yang dibiayai Dana Bantuan Hukum untuk
Perkara Perdata Gugatan maupun Permohonan, diajukan oleh Penggugat atau
Pemohon yang tidak mampu secara ekonomi melalui Meja I, dengan
melampirkan ;
a. Surat Gugatan atau Surat Permohonan.
b. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah/Kepala Desa setempat,
atau Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga
Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu
Progran Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau
Surat pernyataan tidak mampu yang ditandatangani pemohon bantuan hukum
dan diketahui Ketua Pengadilan Negeri.
2. Meja I setelah meneliti kelengkapan berkas permohonan beracara secara prodeo
pada angka 1 tersebut, dicatat dalam Buku Register Permohonan Prodeo, diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera/Sekretaris untuk penunjukan
Hakim dan Panitera Pengganti yang memeriksa permohonan prodeo tersebut.
3. Majelis Hakim/Hakim yang ditunjuk memerintahkan Jurusita melalui Panitera
Pengganti untuk memanggil para pihak yang ada dalam gugatan tanpa biaya dan
kepada pihak lawan diberi kesempatan di dalam persidangan untuk menanggapi
permohonan prodeo secara tertulis dan dicatat dalam berita acara, yang
selanjutnya Hakim memberikan putusan sela tentang dikabulkan atau ditolak
permohonan beracara secara prodeo.
4. Apabila permohonan berperkara secara prodeo ditolak, Penggugat diperintahkan
membayar biaya perkara dalam jangka waktu 14 hari setelah dijatuhkannya
Putusan Sela, apabila tidak dipenuhi maka gugatan tidak didaftar.
5. Untuk perkara perdata permohonan yang tidak terdapat pihak Termohon atau
pihak lawan, Hakim dapat langsung memeriksa permohonan beracara secara
prodeo tersebut dengan memeriksa syarat-syarat kelengkapannya seperti pada
angka 1a dan 1b di atas, kemudian membuat penetapan mengabulkan beracara
secara prodeo.
6. Putusan Sela/Penetapan yang mengabulkan permohonan beracara secara prodeo
tersebut diserahkan kepada Meja I oleh Pemohon dengan dilengkapi persyaratan
4
Keputusan Direktur jendral badan Peradilan Umum No: 1/DJU/OT.01.03/I/2012, Tentang Pedoman Bantuan
Hukum Lampiran A Perkara Perdata
7. 7
untuk mengajukan gugatan atau permohonan dilanjutkan dengan penaksiran
panjar biaya perkara yang dituangkan dalam SKUM.
7. Salinan Putusan Sela/Penetapan pada angka 5 di atas dan SKUM panjar biaya
perkara diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk diterbitkan
Surat Keputusan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang menyatakan bahwa biaya perkara dibebankan kepada
DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Aggaran) Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
8. Berdasarkan Surat keputusan KPA / PPK tersebut, Bendahara Pengeluaran
menyerahkan bantuan panjar biaya perkara kepada kasir yang jumlahnya sesuai
SKUM, besarannya tidak boleh melebihi dengan besarnya satuan perkara untuk
dana bantuan hukum yang telah ditentukan dalam POK (Petunjuk Operasional
Kegiatan DIPA tahun berjalan), dengan kwitansi.
9. Bantuan panjar biaya perkara tersebut dapat langsung dipertanggungjawabkan
sebagai pengeluaran akhir (final) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) dengan melampirkan persyaratan yang ditentukan.
10. Kasir setelah menerima uang dari Bendahara Pengeluaran mencatat dalam buku
jurnal dan memberikan nomor perkara kemudian dicatat dan didaftar dalam
register induk perkara gugatan atau perkara permohonan.
11. Kemudian Kasir mencatat penggunaan/pengeluaran bantuan panjar biaya perkara
tersebut sesuai perintah Ketua Majelis/Hakim. Apabila panjar biaya perkara
tersebut tidak mencukupi, Ketua Majelis/Hakim memerintahkan kepada Pemohon
bantuan hukum yang bersangkutan dalam bentuk penetapan, agar memohon
tambahan panjar biaya Perkara kepada KPA.
12. KPA memerintahkan Bendahara Pengeluaran untuk menyetor tambahan biaya
perkara tersebut yang jumlahnya sesuai dengan perintah Ketua Majelis
Hakim/Hakim, disetor kepada Kasir sepanjang Dana yang disediakan DIPA belum
melampaui limit.
13. Dalam hal perkara tersebut telah diputus terdapat sisa anggaran perkara prodeo,
sisa tersebut oleh kasir dikembalikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran untuk
selanjutnya dikembalikan ke kas negara.
14. Dalam hal persediaan dana bantuan hukum dalam DIPA yang bersangkutan
sudah habis, sedangkan perkara masih memerlukan proses lebih lanjut, Kasir
melaporkan kepada KPA.
8. 8
15. Berdasarkan laporan Kasir tersebut, Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat
Pembuat Komitmen membuat surat keterangan bantuan biaya proses perkara
telah habis untuk disampaikan kepada Majelis Hakim/Hakim.
16. Majelis Hakim/Hakim selanjutnya membuat penetapan yang memerintahkan
Panitera agar proses perkara tersebut dilaksanakan secara prodeo murni.
17. Apabila perkara telah diputus maka buku jurnal ditutup dan jumlah biaya perkara
yang tercantum dalam buku jurnal tersebut dicantumkan dalam amar putusan.
18. Amar putusan prodeo yang menggunakan Dana Bantuan Hukum tentang
pembebanan biaya perkara adalah sebagai berikut: “Biaya yang timbul dalam
perkara ini sejumlah Rp. ..... dibebankan kepada negara.”
19. Batas maksimal bantuan panjar biaya perkara permohonan 1 (satu) perkara
Rp.400.000 (empat ratus ribu rupiah), dengan komponen terdiri dari :
Biaya tetap :
a. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
- Redaksi
- Pencatatan
b. Materai
c. Biaya Proses
Biaya tidak tetap :
- Panggilan Pemohon
20. Batas maksimal bantuan panjar biaya perkara gugatan 1 (satu) perkara Rp.
1.500.000(satu juta lima ratus ribu rupiah), dengan komponen terdiri dari :
Biaya tetap :
a. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
- Redaksi
- Pencatatan
b. Materai
c. Biaya Proses
Biaya tidak tetap :
- Panggilan untuk pengugat
- Panggilan untuk tergugat
- Pemberitahuan putusan
- Pemeriksaan setempat
9. 9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap Orang Berhak Mendapatkan bantuan hukum , agar terciptanya rasa keadilan
didalam masyarakat Indonesia. Lembaga Bantuan Hukum atau Advokat sebagai pemberi
bantuan (pembelaan) hukum dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak
Mampu, diharapkan kesediaannya untuk senantiasa membela kepentingan hukum masyarakat
tidak mampu.
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Moeljatno, S.H.,Asas-Asas Hukum Pidana, jakarta, Rineka Cipta, 2008
2. T. Lubis Mulya, Bantuan Hukum dan Kemiskinan struktural, Jakarta, LP3ES, 1986
3. Keputusan Direktur jendral badan Peradilan Umum No: 1/DJU/OT.01.03/I/2012,
“Tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran A Perkara Perdata, Pos Bantuan
Hukum”, Dan ZITTING PLAATS, 2012
4. http/:goggle.com