Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Hukum Acara Perdata
1. AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN
PENANGANAN PERKARA PERDATA
OLEH :
GEDE ARIAWAN, SH.,MH.
HAKIM UTAMA
PENGADILAN TINGGI SULAWESI TENGAH
03 JUNI 2021
Jl. Juanda No 85 Palu - 94117 (0451) 424784, 454866, 425053
www.pt-palu.go.id
pt_palu@yahoo.com
2. I.Dasar Hukum
1.HIR (Het Herziene Indonesche Reglement). Yang sering diterjemahkan dengan Reglemen Indonesia yang Diperbaharui S.1848 nomor
16 jo. S.1941 nomor 44, yaitu hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah Jawa dan Madura.
2.RBg (Het Rechtsreglement Buitengewesten), S. 1927 nomor 227. RBg. yaitu hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar
Jawa dan Madura.
3.Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering), S. 1847 nomor 52 dan S.1849 nomor 63. Rv lazim disebut dengan Reglemen
Hukum Acara Perdata untuk Golongan Eropa pada jaman Hindia Belanda. Yang menurut Pasal 3 ayat (2) HIR, dipergunakan di
pengadilan negeri.
4.BW (Kitab Undang Undang Hukum Perdata), khususnya Buku ke IV.
5.WvK (Kitab Undang Undang Hukum Dagang).
6.Berbagai Undang Undang yang berkaitan seperti:
a.UU tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 48 / 2009).
b.UU tentang Peradilan Umum (UU Nomor 2 / 1986, jo. UU Nomor 8 / 2004, jo. UU Nomor 49 / 2009).
c.UU tentang Mahkamah Agung ( UU Nomor 14 / 1985, jo. UU Nomor 5 / 2004, Jo. UU Nomor 3 / 2009).
d.UU tentang Advokat (UU Nomor 18 / 2003).
e.UU tentang Perkawinan (UU Nomor 1 / 1974) dan peraturan pelaksanaannya PP Nomor 9 /1975 dan PP Nomor 10 / 1983.
f.UU tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (UU Nomor 37/2004).
7.Yurisprudensi. yaitu keputusan-keputusan Mahkamah Agung R.I. juga memuat ketentuan hukum acara perdata, Yurisprudensi yang
sama atas perkara-perkara yang sama disebut yurisprudensi tetap
8.Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).
9.Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
3. II.Pengertian Humum Acara Perdata
Berikut ini beberapa pengertian hukum acara perdata menurut para ahli hukum yaiu:
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, mendifinisikan hukum acara perdata sebagai peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan
perantaraan hakim
Menurut Prof. Dr. R. Wirjono, SH, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturanperaturan
yang memuat Cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka Pengadilan dan
bagaimana cara Pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Berdasarkan atas definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Hukum acara perdata adalah
hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan
hukum perdata materiil melalui pengadilan, secara umum hukum acara perdata mengatur
proses penyelesaian perkara perdata melalui hakim di pengadilan, penyusunan gugatan,
pengajuan gugatan, pemeriksaan gugatan, putusan pengadilan sampai dengan eksekusi atau
pelaksanaan putusan pengadilan.
Panitera, Panitera Pengganti, Jurusita, Jurusita Pengganti selaku Aparatur Peradilan, wajib
memahami dan mampu menjalankan ketentuanketentuan Hukum Acara Perdata sebagai
ketentuan Hukum formil dengan memahami posisinya selaku pejabat fugsional, dalam proses
gugat menggugat di Pengadilan Negeri.
4. III. Azas-azas Hukum Acara Perdata
1. Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio. .Asas ini dapat ditemukan pada pasal
10 ayat (1) UU No. 48 / 2009 dan pasal 142 RBg /pasal 118 HIR. Pasal 142 ayat (1) RBg . Hakim
bersifat menunggu artinya inisiatif pengajuan gugatan beasal dari penggugat, hakim (pengadilan)
hanya menunggu diajukannya tuntutan hak oleh penggugat. Yang mengajukan tuntutan hak
adalah pihak yang berkepentingan, dan apabila tuntutan hak atau perkara diajukan kepadanya,
maka pengadilan / hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus sustu
perkara, dengan alasan bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas.
2. Hakim Bersifat Pasif (lijdelijkeheid van rechter). Hakim didalam memeriksa perkara perdata
bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh
hakim. Dan Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan cepat sederhana dan biaya ringan
(pasal 4 ayat (2) UU No. 48/2009). Dan Hakim wajib mengadili seluruh tuntutan dan dilarang
menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada
yang dituntut (pasal 189 RBg / 178 HIR).
5. III. Azas-azas Hukum Acara Perdata
3. Persidangan Terbuka Untuk Umum (0penbaarheid van rechtspraak). Pasal 13 ayat (1) UU
no. 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman menentukan : semua sidang pemeriksaan pengadilan
adalah terbuka untuk umum, kecuali undang undang menentukan persidangan dinyatakan
dilakukan dengan pintu tertutup.. Secara formal asas ini untuk menjamin peradilan yang tidak
memihak, adil, obyektif, berproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat secara umum dapat hadir, mendengarkan dan menyaksikan jalannya persidangan
yang dinyatakan terbuka untuk umum, dan Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum. Putusan tidak sah dan batal demi hukum apabila tidak diucapkan
dalam sidang yang terbuka untuk umum.
4. Audi Et Alteram Partem. Asas ini tercermin dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 48/2009, pasal
145 dan 157 RBg, pasal 121 dan 132 HIR. Pengadilan harus memperlakukan kedua belah pihak
sama, memberi kesempatan yang sama kepada para pihak untuk memberi pendapatnya dan tidak
memihak. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.Pengadilan
tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak
didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
6. III. Azas-azas Hukum Acara Perdata
5. Putusan Harus Disertai Alasan (motivering plicht-voeldoende gemotiveerd).
Alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim dari putusannya
terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, ilmu hukum sehingga
mempunyai nilai obyektif. Kewajiban mencantumkan alasan alasan ditentukan dalam
pasal 195 RBg, Pasal 184 HIR, pasal 50 dan 53 UU No. 48/2009, pasal 68 A UU No.
49/2009.
6. Beracara Dikenakan Biaya. Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat (4) UU No. 48/2009,
pasal 145 ayat (4), pasal 192, pasal 194 RBg, pasal 121 ayat (4), pasal 182, pasal 183
HIR. Biaya perkara ini dipakai untuk: biaya panggilan, biaya pemberitahuan, biaya
materai, dan biaya pemeriksaan setempat. Namun, dimungkinkan bagi yang tidak
mampu untuk berperkara secara “pro deo” atau berperkara secara cuma-cuma
sebagaimana yang diatur dalam pasal 273 RBg / 237 HIR.
7. III. Azas-azas Hukum Acara Perdata
7. Azas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan, azas ini tercantum
dalam pasal 2 ayat (4) UU No. 48/2009. Yang dimaksud dengan asas
sederhana adalah acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-
belit. Cepat menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses
penyelesaiannya tidak berlarut larut, yaitu hakim dalam mengadili suatu
perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama. Sedangkan, biaya
ringanmaksudnya biaya yang serendah mungkin sehingga dapat
terjangkau oleh masyarakat
8. Asas Bebas Dari Campur Tangan Pihak Di Luar Pengadilan Hakim
dituntut sungguh-sungguh mandiri. Dan proses peradilan berjalan
obyektif, fair, jujur dan tidak memihak. Hakim tidak boleh terpengaruh
oleh hal-hal di luar pengadilan, seperti pengaruh kekerabatan, pengaruh
kekuasaan dan lain sebagainya.
8. IV. Peran Jurusita, Juru Sita Pengganti Dan Panitera Pengganti
Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata Di Pengadilan
1.Peran Jurusita, Juru Sita Pengganti Dalam Pemeriksaan Perkara
Perdata
a. Pemangilan para Pihak yang berperkara
Setelah gugatan diajukan dan didaftarkan, ketua majelis hakim yang ditunjuk mempelajari
gugatan tersebut, dan menetapkan hari Sidang. Kemudian Jurusita/Jurusita Pengganti
memanggil Pihak Penggugat dan Tergugat supaya hadir pada persidangan. dan diserahkan
salinan surat gugatan. Jika tergugat tidak hadir memenuhi surat panggilan tersebut, ada
kemungkinan hakim akan menjatuhkan putusan verstek (diluar hadirnya tergugat), tentu jika
gugatan mempunyai dasar hukum yang kuat (pasal 125 HIR). Terhadap putusan verstek
tersebut tergugat tidak dapat mengajukan banding, tetapi perlawanan (verzet) sesuai bunyi
pasal 129 ayat (1) HIR. Jika tergugat juga tidak hadir pada sidang yang memeriksa perlawanan
tersebut dia tidak dapat mengajukan verzet untuk kedua kalinya, tetapi dapat mengajukan
permohonan banding.Dan Apabila tergugat hadir pada sidang pertama, tetapi tidak hadir pada
sidang-sidang berikutnya, setelah selesai pemeriksaan, perkara diputus secara contradictoir.
Jika penggugat tidak hadir kendatipun sudah dipanggil secara patut sampai dua kali maka
gugatan dinyatakan gugur. Terhadap putusan tersebut tidak ada upaya hukum, penggugat dapat
mengajukan gugatan itu untuk kedua kali sebagai perkara baru dengan membayar biaya
perkara (pasal 124 HIR/148RBg).
9. b. Pelaksanaan Sita Jamian
Tujuan mengajukan gugatan perdata ialah agar haknya yang telah dirugikan oleh
orang lain, dapat dipulihkan. Untuk menghindari kemungkinan tergugat tidak
melaksanakan keputusan hakim yang telah mengabulkan tuntutan, diberikan upaya
bagi penggugat yaitu mengajukan permohonan sita jaminan. Permohonan ini diajukan
bersamaan dengan tuntutan pokok dalam surat gugatan.Jika permohonan sita
jaminan dikabulkan dan hakim mengeluarkan Penetapan Sita, maka yang
melaksanakan Penyitaan adalah Jurusita/Juru Sita Pengganti dengan dua orang
pegawai Pengadilan sebagai saksi. kemudian dalam putusan akhir dinyatakan Sita
Jaminan tersebut “sah dan berharga” (goed en vanwaarde teverklaard). Tetapi jika
gugatan ditolak, dalam putusan akhir diperintahkan agar sita jaminan tersebut segera
dicabut.
Dalam hal tanah yang disita sudah bersertifkat, penyitaan harus didaftarkan di Badan
Pertanahan Nasional, dan kalau belum bersertifikat penyitaan didfatarkan di
Kelurahan/di Kantor Kepala Desa.
10. Ada beberapa jenis sita yang dikenal dalam praktek peradilan
yaitu:
1). Sita jaminan terhadap barang miik Tergugat (Conservatoir beslag) pasal 227
HIR/261 Rbg) dimaksudkan untuk menjamindilaksanakannya putusan yang
menghukum tergugat untuk membayar sejumlah uangkepada penggugat, yaitu
dengan menjual barang yang telah disita milik tergugattersebut dan hasil penjualan
barang itu dipergunakan untuk mernenuhi kewajibannya dengan demikian gugatan
tidak illusoir (sia-sia). 2). Sita jaminan terhadap barang milik Penggugat
(Revindicator beslag ) pasal 226 HIR/260 RBg) dimaksudkan untuk mendapatkan
hak kembali (revindiceer = mendapatkan), yang menjamin dapat dilaksanakan
putusan pengadilan yang menghukum tergugat menyerahkan barang kepada
penggugat, yaitu barang bergerak milik penggugat sendiri yang dikuasai oleh
tergugat. Dengan penyitaan tersebut tidak dapat lagi tergugat memindah
tangankan, menjaminkan atau menyewakan barang untuk orang lain. Jadi barang
sitaan tetap berada di tangan tergugat dengan status tersita
11. 3). Sita marital (marital beslag) adalah sita yang dimohonkan oleh pihak isteri
terhaap harta perkawinan baik yang bergerak atau yang tidak bergerak, sebagai
jaminan untk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian ,
agar selama proses berlangsung barang-barang tersebut tidak dialihkan suami.
(pasal 823 Rv).
4). sita persamaan (vergelijkend beslag), adalah sita yang telah dijatuhkan pada
suatu barang, tetapi juga terkena sita dalam perkara lain dengan tergugat yang
Sama. Sita tersebut dijatuhkan oleh hakim pada pengadilan negeri yang sama,
tetapi dapat juga oleh hakim pada pengadilan negeri yang lain, karena ada
permintaan dalam perkara lain. (Pasal 463 Rv.) Ada beberapa jenis barang yang
tidak boleh disita, misalnya :
- Barang milik pemerintah (Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara).
- Barang yang menjadi agunan di bank pemerintah
- Hewan atau barang yang dipakai untuk mencari nafkah.
- Barang milik pihak ketiga.
12. 2. Peran Panitera Pengganti Dalam
Pemeriksaan Perkara Perdata
Panitera Pengganti yang bersidang wajib membuat berita acara sidang yang memuat segala
sesuatu yang terjadi dipersidangan, siapa-siapa yang hadir, serta jalannya pemeriksaan perkara
tersebut dengan lengkap dan jelas.
Berita acara sidang sebelumnya harus sudah siap dibuat untuk ditandatangani sebelum sidang
berikutnya.
Pada waktu musyawarah semua beita acara harus sudah selesai diketik dan ditandatangani
sehingga dapat dipakai sebagai bahan musyawarah oleh Majelis Hakim yang bersangkutan
Penundaan perkara yang disidangkan dimasukkan ke SIPP
Panitera Pengganti bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasi perkara.
Susunan Berita Acara dapat mempedomani Keputusan Dirjen Badilum Nomor
1939/DJU/SK/HM.02.3/10/2018, tanggal 18 Oktober 2018, Tentang Pedoman Pemberkasan Arsip
Perkara, yaitu Berita Acara di paraf pada setiap halaman, Berita acara: Jawaban, Replik, Duplik,
Putusan Sela, Pembuktian, Pemeriksaan Setempat, Kesimpulan, Putusan.
13. 3.Bahan Pembinaan Ketua Kamar Perdata
Mahkamah Agung RI
Pengiriman softcopy kelengkapan berkas dari PN Pengaju supaya diseragamkan, karena selama
ini berkas dalam softcopy yang diterima susunannya berbeda-beda dan ada yang hanya
disebutkan dengan pendukung 1, 2, 3, dan sebagainya sehingga memperlambat kerja Majelis
karena harus membuka satu persatu, misalnya untuk mencari putusan PN/PT, sebaiknya
disebutkan misal Putuan PN/PT, Akta Pernyataan Kasasi/PK, Memori Kasasi/PK, Kontra Memori
Kasasi/PK dan lain-lain.
Pengiriman softcoy kelengkapan berkas juga harus diteliti kembali supaya jangan sampai terjadi
ada 2 Putusan dalam softcopy tersebut dan selain itu putusan dalam softcopy harus sama (tidak
boleh berbeda) dengan putusan yang ada dalam berkas asli.
Untuk susunan berkas perkara Perdata telah diatur dalam Keputusan Dirjen Badilum Nomor
1939/DJU/SK/HM.02.3/10/2018, tanggal 18 Oktober 2018, Tentang Pedoman Pemberkasan Arsip
Perkara, khususnya Lampira I huruf B (gugatan) dan huruf C (Permohonan).
Dalam perkara Verzet atas putusan Verstek, masih ditemukan judex facti yang justru
memperlakukannya sebagai gugatan baru, seharusnya dalam putusan perkara Verzet , judex facti
tetap mengacu kepada dalil gugatan awal, kemudian dalil perlawanan (Verzet) dari
Pelawan/Tergugat menjadi dalil jawaban, selanjutnya replik, duplik dan pembuktian yang pada
akhirnya sampai pada putusan akhir yang akan menentukan apakah membatalkan putusan
Verstek atau mempertahankan putusan Verstek tersebut.
14. 3.Bahan Pembinaan Ketua Kamar Perdata
Mahkamah Agung RI
Kekurangan biaya perkara dalam perkara perdata, terhadap perkara perdata yang
sedang berjalan dan terdapat kekurangan biaya perkara maka sesuai dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung RI No.3 Taun 1967 tanggal 22 Februari 1967, Panitera
Pengadilan Negeri yang bersangkutan membuat surat teguran kepada Penggugat atau
kuasanya untuk memenuhi kekurangan pembayaran biaya perkara tersebut dalam waktu
1 (satu) bulan, jika setelah lampau 1 (satu) bulan kekurangan biaya perkara tersebut
belum juga diterima maka Panitera membuat surat keterangan tenang hal tersebut, yang
selanjutnya berdasarkan surat keterangan tersebut Ketua Pengadilan Negeri/Hakim
membuat Penetapan untuk membatalkan pendaftaran perkara yang bersangkutan,
dengan tembusan yang dikirim kepada masing-masing pihak yang berperkara. Dengan
keadaan tersebut maka perkara yang bersangkutan dianggap selesai/dicabut oleh
Penggugat dan dapat diajukan lagi sebagai suatu perkara baru.
15. V. Format Relaas Panggilan dan Berita Acara
Persidangan Perkara Perdata (Terlampir)
V. Format Relaas Panggilan dan Berita Acara Persidangan Perkara Perdata
(Terlampir)