Balaputradewa adalah raja Sriwijaya abad ke-9 yang berpengaruh di Asia Tenggara dan India. Ia diduga adalah cucu Raja Sailendra dan berkuasa atas Sriwijaya setelah kehilangan hak tahta di Jawa. Masa pemerintahannya menyaksikan kemajuan pesat Sriwijaya sebagai pusat perdagangan internasional dengan jaringan pelayaran dan diplomasi luas.
1. NAMA :
BALAPUTRADEWA
Balaputradewa adalah salah satu tokoh dalam sejarah nusantara yang berpengaruh.
Pengaruhnya tidak hanya di wilayah Asia bagian tenggara saja, melainkan hingga ke Daratan India.
Seorang Raja yang telah memberikan sebuah gambaran tentang politik dan diplomasi internasional.
Sehingga mampu mengantarkan kerajaan yang ia pimpin menjadi besar dan dikenal di beberapa
peradaban besar pada zamannya.
Nama Balaputradewa disebut-sebut dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh seorang
raja bernama Dewapaladewa (atas nama Balaputradewa). Prasasti tersebut ditemukan di Nalanda,
India bagian timur (negara bagian Bihar). Isinya tentang pendirian bangunan (atau tempat ibadah)
di Nalanda oleh Raja Balaputradewa. Prasasti ini diduga berasal dari abad ke-9 Masehi.
Prasasti Nalanda menyatakan bahwa Maharaja Balaputradewa ialah raja Suwarnadwipa.
Prasasti tersebut tidak menyebut bahwa Balaputradewa ialah raja Sriwijaya. Anggapan bahwa
Balaputradewa itu raja Sriwijaya ialah akibat penyamarataan Suwarnadwipa dengan Sriwijaya di satu
pihak dan penyamarataan San-fo-tsi dengan Shih-li-fo-shih di lain pihak. Maka tidak heran jika
Balaputradewa sering dihubungkan dengan kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Nalanda menyajikan geneologi Balaputradewa. Dalam prasasti itu Balaputradewa
mengaku sebagai cucu raja dari wangsa Sailendra yang menyandang gelar Śailendrawamśatilaka Śrī
Wīrawairimathana yang berarti “Permata keluarga Sailendra, Pembunuh para Musuh yang gagah”.
Keberadaan Balaputradewa di Sumatera dalam pertengahan abad ke-9 Masehi bertepatan
dengan pengiriman utusan dari Jambi ke negeri Cina pada tahun 853 dan timbulnya nama kerajaan
San-fo-tsi dalam berita Cina. Dalam berita Cina dinyatakan, bahwa utusan dari Jambi datang di
negeri Cina pada tahun 853 dan 871 Masehi. Utusan-utusan selanjutnya dikatakan berasal dari
kerajaan San-fo-tsi.
Balaputradewa diduga merupakan anak bungsu dari Samaragrawira (Rakai Warak), sekaligus
cucu dari Dhanarandra (Rakai Panunggalan) atau yang lebih dikenal dengan gelar Wirawairimathana
(pembasmi para Musuh). Dan kemungkinan bahwa Balaputra adalah adik dari Samaratungga (Rakai
Warak).
Balaputradewa kehilangan haknya untuk memerintah di Bhumi Jawa dikarenakan putera
tertua kerajaan adalah Pangeran Samaratungga. Sehingga Pangeran Samaratungga-lah yang berhak
memimpin kerajaan di Bhumi Jawa. Samaratungga mempunyai seorang putri bernama
Pramodhawardhani yang kemudian menikah dengan Jatiningrat.
Menurut prasasti-prasasti tersebut, tokoh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni mengaku
sebagai keturunan pendiri Kerajaan Medang (yaitu Sanjaya). Jadi sangat mungkin apabila ia
memberontak terhadap Rakai Pikatan sebagai sesama keturunan Sanjaya.
2. Kiranya teori bahwa Balaputradewa menyingkir ke pulau Sumatra akibat kekalahan perang
yang dideritanya dari Rakai Pikatan adalah keliru. Bagaimana mungkin seorang yang kalah perang
atau “pengungsi” kemudian bisa membangun (dan atau menjadi raja) kerajaan baru dengan sangat
mudah. Bahkan, diberitakan dengan waktu yang relatif singkat kerajaan itu bisa sebanding dari
kerajaan sebelumnya. Mungkin Balaputradewa meninggalkan pulau Jawa bukan karena kalah perang,
melainkan karena sejak awal ia memang tidak memiliki hak atas takhta Jawa, mengingat ia hanyalah
adik Maharaja Samaratungga, bukan putranya.
Adapun penyebab Balaputradewa berada di Swarnadwipa masih harus dikaji lebih jauh lagi.
Lepasnya Kamboja dari kekuasaan Samaragrawira konon membuat Samaragrawira memutuskan untuk
membagi dua kekuasaannya, yaitu: Samaratungga berkuasa di Jawa dan Balaputradewa berkuasa di
Sriwijaya.
Adanya prasasti Ligor B di pantai timur Semenanjung Malayu, seperti telah disinggung di
muka, menunjuk-kan, bahwa daerah Ligor khususnya dan Kerajaan Sriwijaya umumnya di sekitar
pertengahan abad kedelapan dikuasai oleh Sri Maharaja Wisnu dari wangsa Sailendra. Demikianlah
Balaputradewa sebagai cucu Sri Maharaja Wisnu juga mempunyai hak waris atas Sriwijaya, yang telah
menjadi Negara bawahan Mataram sekembalinya Sri Maharaja Wisnu dari Sriwijaya ke Mataram
sebelum tahun 782 untuk menjadi raja di Mataram.
Swarnadwipa di bawah kekuasaan Sri Maharaja Balaputradewa mengalami kemajuan pesat.
Wilayah pelayaran Sriwijaya makin luas. Luas wilayah pelayaran dimasa pemerintahan Balaputradewa
mencapai wilayah India bahkan mampu menguasai pelayaran di kawasan Semenanjung Malaya dan
Selat Malaka. Sriwijaya tumbuh menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan didukung
armada lautnya. Kekuatan ekonomi Sriwijaya kemudian dikembangkan oleh Balaputradewa setelah
menguasai wilayah kekuasaannya yang kemudian dijadikan pusat perdagangan. Swarnadwipa pun
bergabung dalam jaringan perdagangan internasional dengan pelayaran dan hubungan diplomasinya
yang bahkan dihormati oleh India dan Cina.