Dokumen tersebut membahas latar belakang rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan self-concept siswa dalam pembelajaran matematika. Masalah ini disebabkan oleh model pembelajaran konvensional yang dominan digunakan guru. Pendekatan problem posing diusulkan sebagai solusi untuk meningkatkan kedua kemampuan tersebut karena dapat melatih siswa menghasilkan ide baru dan berpikir secara mandiri.
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematis dan self-concept matematis siswa Mts dengan menggunakan pendekatan problem posing
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan senantiasa berubah dengan fleksibel seiring
dengan perkembangan zaman, terutama dalam aspek pendidikan yaitu pada mata
pelajaran matematika. Hal tersebut ditandai dengan berkembangnya inovasi baru
yaitu diterapkannya kurikulum 2013 pada pengajaran di sekolah. Rusdiana,
(2013:28) mengemukakan berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan secara fisik dan
emosional.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan
kontribusi dalam pelaksanaannya pendidikan di sekolah. Matematika merupakan
ilmu pasti yang mempelajari tentang angka dan pengukuran yang manfaatnya
dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bicara mengenai matematika berarti kita
berbicara tentang simbol, gambar atau pola yang sifatnya abstrak. Senada dengan
definisi menurut Marti, Walker dan Fowler (Sundayana, 2015) yang menyatakan
bahwa matematika merupakan ilmu abstrak, Heruman (Widodo & Kartikasari,
2017:57) mengemukakan ”agar suatu konsep yang sifatnya abstrak dapat
ditanamkan pada pola pikir dan tindakan siswa, maka perlu diberikan suatu
pemahaman yang mendalam”. Untuk melakukan pemahaman yang mendalam
2. 2
terhadap objek atau konsep matematika yang sifatnya abstrak tersebut dibutuhkan
kemampuan berpikir yang tinggi, salah satunya yaitu kemampuan berpikir kreatif.
Pentingnya kemampuan berpikir kreatif dimiliki oleh siswa, tertuang dalam
tujuan pendidikan Nasional pada standar kompetensi lulusan kurikulum 2013
pada dimensi keterampilan, yaitu setiap peserta didik harus memiliki kemampuan
berpikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret
sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain sejenis menurut
Ruseffendi, (1991). Kemudian berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi menurut Jabar, (2015:82) menyebutkan bahwa konten
pendidikan di Indonesia harus mampu mencetak siswa yang memiliki karakter
berpikir kreatif dan kritis.
Berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan siswa mengungkapkan gagasan
dan ide-ide baru dalam proses pembelajarannya. Seorang siswa dikatakan telah
mencapai tahap dalam berpikir kreatif jika mampu menemukan solusi pemecahan
suatu masalah dengan caranya sendiri. Menurut Hendriana, Rohaeti, & Sumarmo,
(2017:111) kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan dasar yang harus
dikuasai dan dikembangkan oleh siswa. Pendapat tersebut sejalan dengan visi
matematika menurut Hendriana & Sumarmo, (2014:6) yaitu matematika dapat
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik diantaranya melatih berpikir
yang logis, sistematis, kritis dan kreatif dan cermat serta berpikir objektif dan
terbuka terhadap suatu permasalahan.
Menurut Munadar dan Supriadi ( Hendriana et al., 2017:113) siswa dikatakan
memiliki kemampuan berpikir kreatif apabila ia memiliki banyak gagasan dan ide,
3. 3
imajinatif, rasa ingin tahu yang tinggi, percaya diri terhadap kemampuannya,
positif thinking, selalu tertantang untuk menyelesaikan permasalahan yang
kompleks serta selalu bekerja keras.
Menurut Purwasih & Sariningsih, (2017:15) siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kreatif adalah siswa yang bisa memberikan ide dan gagasan
baru tanpa meniru ide temannya dalam menyelesaikan suatu persoalan. Hal itu
berarti siswa yang mampu mengemukakan gagasan dengan rasa percaya diri dapat
dikategorikan sudah memiliki kemampuan berpikir kreatif.
Menurut Sumarmo (Purwasih & Sariningsih, 2017:15) siswa memperoleh
kemampuan berpikir kreatif melalui pembelajaran matematika. Sejalan dengan
Permendikbud No. 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum pedoman
umum pembelajaran dinyatakan bahwa untuk mencapai kualitas yang telah
dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan
prinsip yang (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas
peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4)
bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetik, dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode
belajar yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Selain berpikir kreatif, kemampuan lain yang dianggap penting dan
mendukung dalam meningkatkan pembelajaran matematika bagi siswa yaitu self-
concept. Hurlock (Rahman, 2012:22) berpendapat self-concept merupakan
kemampuan pada aspek fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi
yang terdapat dalam diri peserta didik. Jika self-concept yang dimiliki peserta
4. 4
didik baik maka akan berpengaruh terhadap kemampuan belajar khususnya dalam
kemampuan berpikir kreatif. Hal ini dapat terlihat sejauh mana peserta didik kita
dapat mengekspresikan dirinya secara berani dan percaya diri dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.
Jersield (Hendriana et al., 2017:185) mendefinisikan self-concept sebagai
pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri yang meliputi: a) Komponen
perseptual yaitu gambaran individu tentang penampilannya misalnya kemampuan
tampil atau berbicara di depan umum; b) Komponen konsep konseptual yaitu
gambaran individu tentang karakteristik dirinya, misalnya tentang kemampuan
dan ketidakmampuan, kepercayaan diri, dan kemandirian; c) Komponen atitudinal
yaitu sikap-sikap individu mengenai dirinya terhadap keberartian dirinya dan
pandangan terhadap dirinya dengan rasa bangga atau malu terhadap kemampuan
yang dimilikinya.
Ritandiyono dan Ningsih (Rahman, 2012:20) menyatakan self-concept bukan
merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dapat dipelajari
dan dibentuk melalui pengalaman individu dalam hubungannya dengan orang
lain. Self-concept yang positif menggambarkan penilaian yang memuaskan pada
diri kita sedangkan penilaian yang tidak memuaskan merupakan self-concept yang
negatif. Keberhasilan atau kegagalan yang dialami dapat dipandang sebagai suatu
pengalaman dalam pembelajaran.
Pentingnya self-concept dimiliki oleh peserta didik menurut Hendriana &
Sumarmo, (2014:7) yang tertuang dalam KTSP (2006) dan disempurnakan dalam
kurikulum (2013) yaitu “dalam aplikasinya, peserta didik diharapkan memiliki
5. 5
sifat menghargai kegunaan matematika yaitu sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat yang tinggi dalam mempelajari matematika, serta sikap tekun dan percaya
diri dalam menyelesaikan permasalahan.”
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan berpikir kreatif dan self-concept
merupakan dua kemampuan yang saling berkesinambungan. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Munadar dan Supriyadi (Hendriana et al., 2017:112) yang
mengemukakan bahwa ciri orang yang kreatif adalah mereka yang memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi, imajinatif, percaya diri, bertahan mencapai
keinginannya, berpikir positif, memiliki rasa kemampuan diri, menyukai masalah
yang kompleks, kaya akan ide dan selalu optimis. Hal ini berarti di dalam
kemampuan berpikir kreatif terdapat pula indikator yang menunjukan kemampuan
dari self-concept siswa. Salah satu solusi untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif dan self-concept siswa yaitu dengan banyaknya latihan. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Ruseffendi (Purwasih & Sariningsih, 2017:16)
“dengan latihan dan terbiasa melakukan eksplorasi, inkuiri penemuan dan
pemecahan masalah, maka sifat kreatif akan tumbuh dalam diri peserta didik”.
Akan tetapi kenyataan di lapangan, prestasi siswa dalam belajar matematika
itu rendah. Pujiadi, Kartono, & Asikin, (2015:613) menyatakan bahwa
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) dalam (Kemdikbud, 2013) menunjukkan
kemampuan matematika yang dimiliki anak Indonesia sangat rendah. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Supriadi (Rahman, 2012:19) yaitu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, Amerika Serikat dan
6. 6
Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman menyatakan Indonesia
merupakan negara dengan peringkat paling rendah dari 9 Negara yang diteliti.
Berikut berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah rata-rata skor
tesnya adalah: Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun,
Zulu, dan terakhir Indonesia.
Kemudian berdasarkan penelitian dari studi pendahuluan dengan subyek
terbatas berjumlah 3 orang dengan tingkat kemampuan rendah, sedang dan tinggi
yang dilakukan penulis sebelumnya yaitu mengenai analisis kesalahan siswa
dalam menjawab soal kemampuan berpikir kreatif dapat dikategorikan masih
rendah. Berdasarkan analisis hasil jawaban siswa, dari 4 soal dengan indikator
kemampuan berpikir kreatif yaitu fluency, flexibility, originality dan elaboration
diperoleh : subjek A hanya mampu mengerjakan soal dengan indikator keaslian
(originality) saja, subjek B mampu mengerjakan soal dengan indikator keaslian
(originality) dan (elaboration), sedangkan subyek C tidak sama sekali.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan self-concept siswa dapat
berimplikasi terhadap rendahnya prestasi siswa. Salah satu faktor penyebab
rendahnya prestasi siswa khususnya di lingkungan sekolah adalah model
pembelajaran yang digunakan guru di dalam kelas. Marpaung (Pujiadi et al.,
2015:612) mengemukakan model pembelajaran yang paling banyak digunakan
dalam pengajaran di Indonesia adalah model konvensional, dan implementasinya
tidak menunjukan hasil yang lebih baik. Dalam proses pembelajarannya, sebagian
besar kegiatan di dominasi oleh guru sedangkan siswa hanya berperan sebagai
penerima informasi dan juga terbiasa melakukan kegiatan seperti hafalan tanpa
7. 7
disertai pengembangan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah khususnya
dalam matematika.
Berdasarkan uraian di atas, merujuk kepada tujuan dari penelitian ini yaitu
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki siswa, maka salah satu
upaya untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan memilih suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
dan self-concept matematis terhadap matematika. Dalam penelitian ini, penulis
mengambil pendekatan problem-posing sebagai alternatifnya. Di dalam problem-
posing, siswa diharuskan untuk menyusun pertanyaan sendiri dengan situasi yang
dihadirkan dalam pembelajaran atau menyelesaikan suatu soal menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian
soal. Melalui pendekatan ini, diharapkan kemampuan berpikir kreatif dan self-
concept siswa dapat meningkat karena di dalam prosesnya siswa dilatih untuk
mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya untuk menyusun suatu permasalahan yang
disediakan oleh guru menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana
sehingga masalah lebih mudah dipahami. Kemudian setelah siswa selesai
menyelesaikan masalahnya kemudian siswa diharapkan dapat
mengkomunikasikan/ mempresentasikan hasil dari pikirannya dihadapan teman-
temannya..
Dengan adanya tugas pengajuan soal (problem posing), maka sedikit demi
sedikit akan membentuk kemampuan berpikir kreatif dan tentunya dalam
menemukan solusi untuk memecahkan masalah tersebut akan lebih kreatif lagi.
Dengan keterlibatan siswa berperan aktif dalam membuat soal pada proses
8. 8
pembelajaran, diharapkan akan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan
menumbuhkan self-concept siswa terhadap matematika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing lebih baik
daripada yang menggunakan pembelajaran biasa ?
2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing lebih baik
daripada yang menggunakan pembelajaran biasa ?
3. Apakah pencapaian self-concept matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan problem posing lebih baik daripada yang
menggunakan pembelajaran biasa ?
4. Apakah peningkatan self-concept matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan problem posing lebih baik daripada yang
menggunakan pembelajaran biasa ?
5. Bagaimana implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
problem posing di kelas ?
6. Bagaimana kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif
matematis ?
9. 9
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menelaah :
1. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing dibandingkan
dengan yang menggunakan pembelajaran biasa.
2. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing dibandingkan
dengan yang menggunakan pembelajaran biasa.
3. Pencapaian Self-concept matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan problem posing dibandingkan dengan yang
menggunakan pembelajaran biasa.
4. Peningkatan Self-concept matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan problem posing dibandingkan dengan yang
menggunakan pembelajaran biasa.
5. Implementasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem
posing di kelas.
6. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif matematis.
D. Pentingnya Masalah/ Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan:
1. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu acuan dan alternatif bagi guru
terhadap inovasi dalam menggunakan berbagai strategi dan teknik pembelajaran
10. 10
yang lebih bervariasi lagi serta dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa dengan hasil yang optimal.
2. Bagi siswa
Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan suasana pembelajaran yang
kondusif, santai, menyenangkan, memberikan motivasi belajar, serta dapat
menumbuh kembangkan sikap kreatif dalam mengajukan dan memecahkan suatu
permasalahan sehingga, sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna.
3. Bagi pembelajaran matematika pada umumnya
Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran
pada khususnya dan dapat berguna dalam upaya mengembangkan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik di masa yang
akan datang pada umumnya.
E. Definisi operasional
1. Kemampuan Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif matematis adalah kemampuan dari seseorang dalam upaya
menciptakan ide-ide dan gagasannya ke dalam sebuah kreativitas sesuai dengan
bakat yang dimilikinya dalam memecahkan suatu permasalahannya yang meliputi
kelancaran, keluwesan, kebaruan/ keaslian dan keterincian dalam pembelajaran
matematika pada suatu topik matematika, indikator-indikatornya yaitu sebagai
berikut :
a. Kelancaran dalam menyelesaikan masalah mengacu pada keberagaman siswa
memberikan ide yang relevan dengan menyelesaikan masalah,
11. 11
b. Kelenturan/ keluwesan dalam menyelesaikan masalah mengacu pada
kemampuan siswa memecahkan dengan berbagai cara yang berbeda,
c. Keaslian dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan siswa
menemukan gagasan baru dalam menyelesaikan masalah,
d. Keterincian dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan
mengidentifikasi data dan mengembangkan suatu gagasan dalam
menyelesaikan masalah.
2. Self-Concept Matematis
Self-concept matematis adalah pandangan seseorang terhadap ide-ide, pikiran,
kepercayaan, dan pendirian tentang dirinya dan mempengaruhi yang bersangkutan
dalam berhubungan dengan orang dengan indikator sebagai berikut :
a. Menunjukan kemauan, keberanian, kegigihan, kesungguhan, keseriusan,
ketertarikan belajar matematika,
b. Percaya diri akan kemampuan diri dan berhasil, dan mampu mengenali
kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
c. Menunjukan kerja sama dan toleran kepada orang lain,
d. Menghargai pendapat orang lain dan sendiri, dapat memaafkan kesalahan
orang lain dan diri sendiri.
3. Pendekatan Problem Posing
Pendekatan problem posing adalah pendekatan pembelajaran yang
mendorong dan melatih siswa dalam merumuskan atau menyusun pertanyaan
12. 12
matematis dari permasalahan yang telah diberikan sebelumnya dan kemudian
merumuskan kembali penyelesaiannya dengan langkah-langkah pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan problem posing, yaitu sebagai berikut:
a. Organizing
Mengelompokan siswa ke dalam beberapa kelompok kecil yang heterogen.
b. Accepting
Siswa menerima dan mengamati permasalahan yang telah diberikan,
kemudian mencari ide atau gagasan yang ia miliki kedalam sebuah gagasan
untuk merumuskan pertanyaan.
c. Challenging
Siswa membuat rumusan pemecahan masalah sebagai solusi dari pertanyaan
yang telah dibuatnya.
d. Problem solution
Menuangkan ide yang telah didapatkan menjadi jawaban yang pasti dan
matematis.
e. Verification
Siswa memeriksa kebenaran jawaban yang telah ia susun baik meninjau terori
dari buku, guru atau sumber lainnya yang sudah siswa gunakan.
Adapun strategi pelaksanaan pendekatan pembelajaran dengan pendekatan
problem posing pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membuka pembelajaran dengan salam dan sapaan lalu berdo’a,
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar,
13. 13
3. Menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya
memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan,
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar informasi dan bertanya
terkait materi yang kurang di pahami baik antar siswa maupun siswa dengan
guru,
5. Guru membentuk kelompok belajar antara 4–5 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen,
6. Guru memberikan LKS untuk yang dapat mendorong siswa agar dapat
membuat soal dari informasi yang telah ada dan sesuai pengetahuan siswa,
7. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok
yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya,
8. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya,
9. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan
cara masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya,
10. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.