Bab ini membahas proses seleksi, pelatihan, dan evaluasi kinerja karyawan. Juga dibahas mengenai merancang program manfaat dan kebijakan ketenagakerjaan, serta mengelola konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi serta proses mediasi dan pemecatan.
1. Kebijakan dan Praktik Sumber
Daya Manusia
Bab 17
Sasaran Pembelajaran
Sesudah mempelajari bab ini Anda akan dapat:
Mengidentifikasi metode seleksi awal yang sangat berguna.
Mengidentifikasi metode seleksi substantif yang sangat berguna.
Mendefinisikan seleksi kontingen.
Membandingkan empat tipe utama dari pelatihan.
Mengontraskan metode pelatihan secara formal dengan informal.
2. Mengontraskan pelatihan di tempat kerja (on-the-job training)
dengan pelatihan kerja lapangan (off-the-job training).
Membuat daftar mengenai metode dalam melakukan evaluasi atas
kinerja.
Memperlihatkan bagaimana para manajer dapat meningkatkan
evaluasi kinerja.
Menggambarkan peranan kepemimpinan dalam organisasi-
organisasi.
3. Perusahaan-perusahaan yang semakin beralih menjauh dari para agen
perekrutan di luar dan bergantung pada para eksekutif mereka sendiri
serta para profesional sumber daya manusia untuk mencari orang-
orang yang memiliki talenta. Mereka juga menggunakan alat bantu
online yang bervariasi meliputi situs pencarian pekerjaan dan media
sosial untuk memasukkan aplikasi.
Beberapa organisasi mempelopori metode-metode yang unik seperti
misalnya lomba pemrogaman secara online yang menyamar sebagai
pertandingan untuk mengidentifikasi para individual dengan keahlian-
keahlian yang unggul yang yakin untuk melamar posisi-posisi tersebut.
4. Bagaimana Bekerjanya Proses Pemilihan
Sebagian besar organisasi akan mengikuti suatu proses, yaitu:
1. Pemilihan awal: Mengidentifikasi metode pemilihan awal
yang paling bermanfaat. Terbagi atas; formulir lamaran
pekerjaan dan pemeriksaan latar belakang.
2. Seleksi substantif: Mengidentifikasi metode seleksi substantif
yang sangat bermanfaat, meliputi tes secara tertulis, tes
kinerja, dan wawancara.
3. Seleksi kontingen: Mendefinisikan seleksi kontingen.
5. Tipe Pelatihan
Beberapa kategori keterampilan yang umum:
1. Keterampilan dasar.
2. Keterampilan teknis.
3. Keterampilan pemecahan permasalahan.
4. Keterampilan interpersonal.
5. Pelatihan kesopanan.
6. Pelatihan etika.
6. Metode Pelatihan
Secara historis, pelatihan berarti “pelatihan formal,” direncanakan
sebelumnya dan memiliki format yang terstruktur. Namun, sebagian
besar pembelajaran di tempat kerja berlangsung dalam pelatihan
informal—tidak terstruktur, tidak terencana, dan lebih mudah untuk
menyesuaikan dengan situasi dan individu.
Metode pelatihan di tempat kerja meliputi rotasi pekerjaan, program
magang, tugas pengganti, dan program pembimbingan secara
formal. Media pelatihan yang pertumbuhannya paling cepat mungkin
adalah pelatihan yang didasarkan pada komputer, atau e-training.
7. Mengevaluasi Efektivitas
Efektivitas dari program pelatihan dapat mengacu pada level
kepuasan siswa, jumlah mahasiswa yang mempelajari, sampai
sejauh mana mereka dapat memindahkan bahan material dari
pelatihan ke pekerjaan mereka, atau tingkat pengembalian
keuangan atas investasi dalam pelatihan.
Keberhasilan dari pelatihan juga bergantung pada individu. Jika
para individu tidak termotivasi, maka mereka akan mempelajari
sangat sedikit hal. Agar suatu program pelatihan dapat menjadi
efektif, maka tidak hanya mengajarkan keterampilan semata,
tetapi juga mengubah lingkungan kerja untuk mendukung para
peserta pelatihan.
8. Apakah yang Dimaksud dengan Kinerja?
Para peneliti sekarang telah mengenali tiga tipe utama dari perilaku yang
memengaruhi kinerja di tempat kerja:
1. Kinerja tugas (task performance) adalah kombinasi dari efektivitas
dengan efisiensi pada saat melakukan tugas pokok pekerjaan Anda.
2. Kewargaan (citizenship) adalah tindakan-tindakan yang membentuk
lingkungan psikologis dari organisasi, seperti misalnya membantu orang
lain ketika tidak diminta.
3. Kontraproduktivitas (counterproductivity) adalah tindakan-tindakan yang
secara aktif dapat merusak organisasi, meliputi pencurian, bersikap
agresif terhadap para rekan kerja, atau terlambat atau tidak hadir.
9. Tujuan dari Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja memiliki sejumlah tujuan:
1. Membantu manajemen dalam mengambil keputusan dalam hal
sumber daya manusia yang umum mengenai promosi, pemindahan,
dan pemecatan.
2. Mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan.
3. Menentukan keterampilan dan kompetensi karyawan dengan tepat
untuk program remedial dapat dikembangkan.
4. Menyediakan umpan balik kepada karyawan mengenai bagaimana
organisasi memandang kinerja mereka dan sering kali menjadi dasar
bagi alokasi pemberian imbalan, meliputi manfaat kenaikan gaji.
10. Apa yang Kita Evaluasi?
Kriteria manajemen dalam memilih untuk melakukan evaluasi akan memiliki
pengaruh yang besar terhadap apa yang para karyawan kerjakan. Tiga set
kriteria yang sangat populer adalah:
1. Hasil tugas individu
2. Perilaku
3. Sifat
Siapa yang Harus Melakukan Evaluasi?
Siapa yang harus melakukan evaluasi atas kinerja karyawan?
Berdasarkan tradisi, tugas tersebut diberikan kepada para manajer
karena mereka memegang tanggung jawab atas kinerja dari para
karyawan mereka.
Para rekan dan bahkan para bawahan diminta untuk mengambil
bagian dalam proses, dan para karyawan yang berperan serta
dalam evaluasi mereka sendiri.
11. Metode Evaluasi Kinerja
Teknik yang spesifik untuk melakukan evaluasi:
1. Esai tertulis: Mungkin metode yang paling sederhana adalah
untuk menulis penggambaran secara naratif mengenai kelebihan
dari seorang karyawan, kelemahan, kinerja masa lalu, potensial,
dan saran-saran untuk peningkatan.
2. Insiden yang sangat penting adalah cara untuk melakukan
evaluasi atas perilaku yang merupakan kunci dalam membedakan
di antara melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif dengan
melaksanakannya secara tidak efektif.
3. Skala penilaian secara grafis adalah metode evaluasi yang
penilai akan menilai faktor-faktor kinerja pada suatu skala
inkremental.
12. 5. Skala pemeringkatan yang ditentukan dengan perilaku
adalah skala yang menggabungkan elemen-elemen utama dari
insiden yang sangat penting dengan pendekatan skala penilaian
dengan grafik. Penilai menilai para karyawan yang didasarkan
pada hal-hal di sepanjang rangkaian, tetapi poin-poin merupakan
contoh dari perilaku aktual pada pekerjaan tertentu dan
bukannya deskripsi umum atau sifat.
6. Perbandingan yang dipaksakan adalah metode evaluasi kinerja yakni
kinerja karyawan dibuat dalam perbandingan secara eksplisit terhadap
yang lainnya (seperti misalnya seorang karyawan akan menilai tiga dari
10 karyawan dalam unit kerjanya).
13. Saran untuk Meningkatkan Evaluasi Kinerja
Meskipun tidak ada perlindungan yang menjamin evaluasi kinerja yang
akurat, maka saran-saran berikut ini dapat membuat proses menjadi
lebih objektif dan adil:
1. Gunakan penilai yang banyak.
2. melakukan evaluasi secara selektif.
3. Melatih para penilai.
4. Memberikan karyawan dengan proses hukum.
Menyediakan Umpan Balik atas Kinerja
Sebuah hasil tinjauan yang efektif—yaitu karyawan memandang
penilaian yang adil, manajer yang jujur, dan iklim akan menjadi
konstruktif—dapat menyisakan perasaan bersemangat kepada
karyawan, diberitahukan mengenai bidang-bidang yang memerlukan
perbaikan, dan ditetapkan untuk mengoreksi mereka.
14. Variasi secara Internasional dalam Penilaian Kinerja
Dengan kata lain, negara-negara yang tegas akan memandang
kinerja sebagai tanggung jawab individu, serta keinginan terhadap
kepastian mengenai di mana orang berada, menjadi lebih cenderung
untuk menggunakan penilaian kinerja yang formal.
Pada sisi yang lain, penilaian kinerja dalam budaya yang tinggi
penghindaran terhadap ketidakpastian juga akan digunakan dengan
lebih sering untuk tujuan komunikasi dan pengembangan
(sebagaimana dibandingkan dengan digunakan untuk tujuan
pemberian imbalan dan promosi).
15. Merancang dan Mengelola Program Manfaat
Secara ideal, program manfaat harus disesuaikan secara unik dengan budaya
organisasional, yang mencerminkan nilai dari organisasi, memperlihatkan
kelayakan ekonomi, dan berkesinambungan dalam jangka panjang. Manfaat-
manfaat seperti itu akan cenderung meningkatkan kesejahteraan secara
psikologis dari karyawan, sehingga meningkatkan kinerja organisasional.
Menyusun Rancangan dan Menegakkan Kebijakan Ketenagakerjaan
Kadang kala, manajer sumber daya manusia perlu untuk mengambil tindakan
bahkan ketika manajer langsung dari karyawan tidak menyetujuinya, terutama
jika kepatuhan dengan undang-undang yang dipermasalahkan.
16. Mengelola Konflik antara Pekerjaan dan Kehidupan
Organisasi memodifikasi tempat kerja mereka dengan pilihan
penjadwalan dan manfaat untuk mengakomodasi kebutuhan yang
bervariasi dari beranekaragam tenaga kerja.
Organisasi lainnya lebih memilih inisiatif-inisiatif untuk
mengintegrasikan pekerjaan dengan kehidupan pribadi, seperti
misalnya tempat penitipan anak, fasilitas kebugaran, dan piknik
keluarga yang didanai oleh perusahaan. Secara rata-rata, sebagian
besar orang lebih memilih organisasi yang memberikan dukungan
bagi keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan.
17. Mediasi, Penghentian, dan Pemecatan
Departemen-departemen sumber daya manusia menjadi
pusat perhatian ketika kejadian yang tidak menyenangkan
seperti misalnya pertikaian, kinerja di bawah standar, dan
terjadi perampingan.
Manajer perlu untuk dapat mempercayai SDM untuk
mengetahui undang-undang dan merepresentasikan
perspektif dari perusahaan. Profesional sumber daya
manusia harus terlatih dengan baik dalam teknik-teknik
mediasi dan bergantung pada kebijakan perusahaan untuk
mencari penyelesaian secara positif.