2. Pendahuluan
Dalam bab ini secara khusus akan dijelaskan
berbagai rambu yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh account officer atau
petugas lainnya. Dengan adanya ramburambu ini, diharapkan setiap bank lebih
meningkatkan kehati-hatiannya dalam
penyaluran pembiayaan, sehingga tidak
mengalami kerugian di kemudian hari.
4. Prinsip Kehati-hatian
Firman AllaH swt
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan
kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada
mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang
yang fasik. (QS Al-Maa’idah [5]: 49)
Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada
Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul
Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang. (QS Al-Maa’idah [5]: 92)
5. Prinsip Mengenal Customer
Salah satu kewajiban yang wajib dipenuhi adalah tentang
keharusan penerapan “prinsip mengenal customer” (Know
Your Customer Principles). Prinsip mengenal customer
merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu pedoman dalam rangka pelaksanaannya.
Menyadari adanya kebutuhan tersebut, perlu dibentuk task
force untuk menyusun suatu pedoman standar penerapan
prinsip mengenal customer yang untuk selanjutnya disebut
dengan ”pedoman standar”.
Dalam menyusun pedoman standar ini, task force banyak
mengacu kepada international best practises. Dengan
adanya pedoman standar ini, diharapkan dapat menyusun
suatu pedoman pelaksanaan yang memenuhi persyaratan
minimum yang ditetapkan dalam ketentuan tentang
penerapan prinsip mengenal customer.
6. Salah satu syarat efektivnya penerapan
prinsip mengenal customer
kesamaan persepsi dan pemahaman oleh
perbankan, masyarakat pengguna jasa,
instansi terkait, dan aparat penegak
hukum mengenai pentingnya penerapan
prinsip tersebut
Salah satu upaya yang saat ini tengah
dilakukan adalah komunikasi dan
sosialisasi secara intensif dan
berkesinambungan dengan masyarakat
luas.
7. Upaya mendukung pelaksanaan prinsip
mengenal costumer
Bank wajib membentuk unit kerja
penerapan prinsip mengenal customer
(UKPN) atau menunjuk pejabat yang
bertanggung jawab atas penerapan prinsip
mengenal customer.
8. Tugas pokok UKPN yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan tugas UKPN adalah:
Memastikan ada pengembangan sistem identifikasi
customer dan transaksi keuangan mencurigakan.
Memantau penginian profil customer dan profil
transaksinya, termasuk identifikasi dan pemantauan
customer yang dianggap memunyai risiko tinggi.
Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap
pelaksanaan kebijakan prinsip mengenal customer oleh
unit-unit kerja terkait.
Menerima dan melakukan analisis atas laporan transaksi
keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh unit-unit
kerja terkait.
Menyusun laporan transaksi keuangan mencurigakan
untuk disampaikan kepada PPATK.
Memantau, menganalisis, dan merekomendasi kebutuhan
training prinsip mengenal customer bagi para pejabat dan
staff.
9. Kebijakan tentang penerimaan dan
identifikasi calon customer
1.
Permintaan informasi mengenai calon
customer antara lain:
Identitas calon customer.
Maksud dan tujuan hubungan usaha yang
akan dilakukan oleh calon customer.
Informasi lain yang memungkinkan agar
dapat mengetahui profil calon customer.
Identitas pihak lain, dalam hal calon
customer bertindak untuk dan atas nama
pihak lain
10. Kebijakan tentang penerimaan dan
identifikasi calon customer
2.
3.
4.
5.
Permintaan bukti-bukti identitas dan dokumen
pendukung informasi dari calon customer.
Penelitian atas kebenaran bukti-bukti identitas dan
dokumen pendukung informasi dari calon customer.
Pertemuan dengan calon customer dilakukan
sekurang-kurangnya pada saat pembukaan
rekening termasuk pembukaan rekening secara
elektronis.
Apabila dipandang perlu, dapat dilakukan
wawancara dengan calon customer untuk
memeroleh keyakinan atas kebenaran informasi,
bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung calon
customer.
11. Kebijakan tentang penerimaan dan
identifikasi calon customer
6.
Menolak untuk membuka rekening
dan atau menolak melaksanakan
transaksi dengan calon customer
yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Diketahui menggunakan identitas dan
atau memberikan informasi yang tidak
benar; atau
b. berbentuk shell banks yang
mengizinkan rekeningnya digunakan
oleh shell banks.
12. Kebijakan tentang pemantauan rekening
dan transaksi customer
1.
2.
3.
Penatausahaan dokumen yang berkaitan dengan identitas
customer, termasuk perantara dan/atau kuasa pihak lain
(beneficial owner), dalam jangka waktu sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sejak customer menutup
rekening; penatausahaan dokumen untuk customer yang
tidak memiliki rekening (walk-in customer) sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sejak transaksi dilakukan.
Penginian (updating) data dalam hal terdapat perubahan
dokumen yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 di atas
Pengembangan sistem informasi yang secara efektif dapat
membantu petugas bank dalam melakukan identifikasi,
analisis, pemantauan, dan penyediaan laporan mengenai
transaksi yang dilakukan oleh customer.
14. Tujuan
Penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder
value,
Memberikan gambaran kepada pengelola mengenai kemungkinan
kerugian di kemudian hari,
Meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang
sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi,
Digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai
kinerja,
Digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau
kegiatan usaha yang relatif kompleks serta menciptakan
insfrastruktur menajemen risiko yang kokoh dalam rangka
meningkatkan daya saing.
Bagi otoritas pengawasan, penerapan manajemen risiko akan
mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang
dihadapi yang dapat memengaruhi permodalan dan sebagai salah
satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus
pengawasan.
15. Esensi dari penerapan manajemen risiko
Adalah kecukupan prosedur dan
metodologi pengelolaan risiko sehingga
kegiatan usaha tetap dapat terkendali
(manageable) pada batas/limit yang dapat
diterima serta menguntungkan.
16. Proses penerapan manajemen risiko
1.
2.
Tahap awal harus secara tepat
mengidentifikasikan risiko dengan cara
mengenal dan memahami seluruh risiko
yang sudah ada (inherent risks) maupun
yang mungkin timbul dari suatu bisnis
baru, termasuk risiko yang bersumber
dari perusahaan terkait dan afiliasi
lainnya.
Selanjutnya secara berturut-turut perlu
melakukan pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko.
17. Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi
a. Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pengurus Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan wajib menetapkan wewenang dan
tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan
yang terkait dengan penerapan manajemen risiko.
Wewenang dan tanggung jawab komisaris, sekurangnya
meliputi:
(1) menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen
risiko;
(2) mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas
pelaksanaan manajemen risiko; dan
(3) mengevaluasi dan memutuskan permohonan dan
usulan direksi yang berkaitan dengan transaksi atau
kegiatan usaha yang melampaui kewenangan direksi
untuk memutuskan sehingga memerlukan
persetujuan dewan komisaris.
18. a. Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pengurus Lembaga Keuangan
Wewenang dan tanggung jawab direksi, sekurangnya meliputi:
(1) menyetujui kebijakan dan strategi manajemen risiko secara
tertulis dan komprehensif, termasuk penetapan dan
persetujuan limit risiko secara keseluruhan, per jenis risiko dan
per aktivitas fungsional (kegiatan usaha) bank;
(2) bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan manajemen
risiko dan eksposur risiko;
(3) mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang melampaui
kewenangan;
(4) mengembangkan budaya manajemen risiko pada seluruh
jenjang organisasi;
(5) memastikan peningkatan kompetensi SDM yang terkait
dengan penerapan manajemen risiko;
(6) memastikan bahwa fungsi manajemen risiko telah diterapkan
secara independen; dan
(7) melaksanakan kaji ulang secara berkala dengan frekuensi
yang disesuaikan kebutuhan.
19. b. Sumber Daya Manusia
Lembaga keuangan harus menetapkan standar kualitas
SDM setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan
manajemen risiko.
Lembaga keuangan harus meningkatkan kompetensi dan
integritas SDM dengan meningkatkan kualitas.
Lembaga keuangan harus meningkatkan kualitas SDM yang
diterima disertai dengan pelatihan sesuai dengan
kebutuhan.
Penempatan SDM kompeten sesuai dengan kebutuhan.
SDM harus memahami secara baik tetang risiko operasional
bank, paham dengan baik faktor risiko yang relevan sesuai
dengan kondisi pasar, serta memiliki pengalaman yang
memadai.
20. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Pembiayaan
Organisasi dan Fungsi Manajemen Risiko
1. Umum
a. Agar menajemen risiko efektif dalam
penerapan, bank harus menyusun struktur
organisasi yang tepat.
b. Struktur organisasi harus independen
terhadap satuan kerja yang melakukan
fungsi pengendalian intern dan terhadap
satuan kerja manajemen risiko.
c Lembaga keuangan wajib membentuk
komite manajemen risiko dan satuan kerja
manajemen risiko
21. Organisasi dan Fungsi Manajemen
Risiko
2. Komite Manajemen Risiko
a. Keanggotaan komite manajemen risiko dapat bersifat
tetap atau tidak tetap sesuai kebutuhan lembaga
keuangan.
b. Keanggotaan komite manajemen risiko sekurangnya
terdiri dari mayoritas direksi dan pejabat eksekurif
terkait.
c. Wewenang dan tanggung jawab komite manajemen
risiko memberikan rekomendasi kepada direktur utama,
yang sekurangnya dalam hal:
(1) penyusunan kebijakan manajemen risiko serta
perubahannya;
(2) perbaikan atau penyempurnaan penerapan
manajemen risiko yang dilakukan secara berkala
ataupun insidentil;
(3) penetapan atas hal-hal yang terkait dengan
keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur
normal.
22. Organisasi dan Fungsi Manajemen
Risiko
3. Satuan Kerja Manajemen Risiko
a. Struktur organisasi satuan kerja manajemen risiko
disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha
lembaga keuangan serta risiko yang melekat pada
lembaga keuangan.
b. Struktur organisasi satuan kerja manajemen risiko
harus mencerminkan karakteristik usaha kembaga
keuangan.
c. Posisi pejabat yang memimpin satuan kerja manajemen
risiko setingkat atau tidak setingkat dengan posisi
jabatan pimpinan satuan kerja operasional, tetapi
dalam praktiknya bertanggung jawab langsung kepada
direktur utama atau direktur yang ditugaskan khusus
untuk itu.
d. Satuan kerja manajemen risiko harus independen
terhadap satuan kerja operasional.
23. Organisasi dan Fungsi Manajemen
Risiko
e. Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja manajemen risiko
meliputi:
(1) memantau implementasi strategi manajemen risiko yang
direkomendasikan oleh komite manajemen risiko dan telah
disetujui oleh direksi;
(2) memantau posisi risiko secara keseluruhan;
(3) penerapan stress testing guna mengetahui dampak dari
implementasi kebijakan dan strategi manajemen risiko
terhadap setiap satuan kerja operasional;
(3) pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru;
(4) rekomendasi mengenai besaran atau maksimum
eksposur risiko yang wajib dipelihara bank kepada satuan kerja
operasional dan komite manajemen risiko; dan
(5) evaluasi terhadap penyampaian laporan profil risiko kepada
direktur utama dan komite manajemen risiko secara berkala.
24. Organisasi dan Fungsi Manajemen
Risiko
f. Satuan kerja manajemen risiko
bertanggung jawab langsung kepada
direktur utama atau kepada direktur yang
ditugaskan secara khusus.
g.Satuan kerja operasional wajib
menginformasikan eksposur risiko yang
melekat pada satuan kerja yang
bersangkutan kepada satuan kerja
manajemen risiko secara berkala.
25. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Pembiayaan
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit
1. Kebijakan manajemen risiko merupakan arahan tertulis
dalam menerapkan manajemen risiko dan harus sejalan
dengan visi, misi, dan rencana strategis bank, serta lebih
terfokus pada risiko yang relevan pada aktivitas
fungsional bank
2. Penerapan kebijakan manajemen risiko, antara lain
dengan menyusun strategi manajemen risiko untuk
memastikan bahwa:
(a) Lembaga keuangan harus mempertahankan
eksposur risiko yangs sesuai dengan kebijakan,
prosedur intern,dan peraturan yang berlaku.
(b) Lembaga keuangan dikelola oleh SDM yang
kompeten dan berkualitas.
26. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Pembiayaan
3. Kebijakan manajemen risiko,sekurangnya memuat:
(a)
Penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi yang didasarkan
atas hasil analisis terhadap risiko yang melekat pada setiap produk dan
transaksi yang telah dan akan dilakukan sesuai dengan nature dan kompleksitas
usaha.
(b) Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi manajemen
risiko dalam mengkalkulasi secara tepat eksposur risiko pada setiap produk dan
transaksi perbankan serta aktivitas operasional
(c) Penentuan limit dan penetapan toleransi risiko yang merupakan batasan
potensi
kerugian yang mampu diserap oleh kemampuan permodalan dan
sarana
pemantauan terhadap perkembangan eksposur risiko.
(d) Penerapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko
guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ekstern dan intern yang berlaku
(compliance risks), tersedianya informasi manajemen dan keuangan, efektivitas
dan efisiensi kegiatan operasional, serta efektivitas budaya risiko pada setiap
jenjang organisasi.
(e) Penetapan penilaian peringkat risiko sebagai dasar untuk menentukan langkah
perbaikan terhadap produk, transaksi perbankan, dan area aktivitas fungsional
tertentu, serta untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijakan dan strategi
manajemen risiko.
(f) Penyusunan rencana darurat atas kemungkinan kondisi eksternal dan internal
terburuk, sehingga keberlangsungan usaha dapat dipertahankan
27. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Pembiayaan
4. Penerapan strategi manajemen risiko juga harus
mempertimbangkan kondisi keuangan, organisasi, dan juga risiko
yang timbul akibat peubahan faktor eksternal dan fakor internal.
5. Dalam penyusunan prosedur dan penetapan limit risiko, wajib
memerhatikan risk appetite berdasarkan pengalaman yang dimiliki
dalam mengelola risiko.
6. Prosedur dan penetapan limit risiko sekurang-kurangnya
mencakup:
(a) Akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas.
(b) Dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai untuk
memudahkan pelaksanaan kaji ulang dan jejak audit.
(c) Pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit
secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun atau
frekuensi yang lebih sering, sesuai dengan jenis risiko, kebutuhan,
dan perkembangan.
7. Penetapan limit didasarkan atas limit secara keseluruhan, limit per
jenis risiko, dan limit per aktivitas tertentu yang memiliki eksposur
risiko.
28. Proses Penerapan Manajemen Risiko
1.
Identifikasi Risiko
Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah identifikasi
seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas
fungsional yang berpotensi merugikan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko, antara
lain:
(a) Bersifat proaktif.
(b) Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan
operasional).
(c) Menggabungkan dan menganalisis informasi
risiko dari seluruh sumber informasi yang
tersedia.
(d) Menganalisis probabilitas timbulnya risiko serta
konsekuensinya.
29. Proses Penerapan Manajemen Risiko
2. Pengukuran Risiko
Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur
profil risiko guna memeroleh gambaran efektivtas
penerapan manajemen risiko.
(a) Pendekatan tersebut harus dapat mengukur:
Sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktorfaktor yang memengaruhinya, baik dalam kondisi normal
maupun tidak normal.
Kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud
berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu
dan korelasinya.
Faktor risiko secara individual.
Eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate), dengan
mempertimbangkan risk correlation.
Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta
produk perbankan dan dapat diintegrasikan ke dalam
sistem informasi manajemen.
30. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(b) Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara
kuantitatif maupun kualitatif.
(c) Bagi yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang
tinggi dapat mengembangkan dan menggunakan metode
internal.
(d) Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko harus
dikaitkan dengan jenis, skala, kompleksitas kegiatan
usaha, kemampuan sistem pengumpulan data, serta
kemampuan direksi dan pejabat eksekutif terkait
memahami keterbatasan dari hasil akhir sistem
pengukuran risiko yang digunakan.
(e) Metode pengukuran risiko harus dipahami secara jelas
oleh karyawan yang terkait dalam pengendalian risiko,
antara lain treasury manager, chief dealer, komite
manajemen risiko, satuan kerja manajemen risiko, dan
direktur bidang terkait.
31. Proses Penerapan Manajemen Risiko
3. Pemantauan dan Limit Risiko
(a) Sebagai bagian dari penerapan pemantauan
risiko, maka limit risiko sekurangnya:
Tersedia limit secara individual dan
keseluruhan/konsolidasi.
Memerhatikan kemampuan modal untuk menyerap
eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan
tinggi rendahnya eksposur.
Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa
lalu dan kemampuan SDM.
Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit
yang telah ditetapkan mendapat perhatian satuan
kerja manajemen risiko, komite manajemen risiko,
dan direksi.
32. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(b)Penetapan jenis limit meliputi:
Transaksi (transaction limit/product limit).
Mata uang (currency limit).
Volume transksi (turnover limit).
Posisi terbuka (open position limit).
Kerugian (cut loss limit).
Intrahari (intraday limit).
Customer dan counterparty (individual borrower and
counterparty limit).
Pihak terkait (connected parties limit).
Industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic
sector and geographic limit)
33. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(c) Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait,
yang selanjutnya direkomendasikan kepada satuan kerja
manajemen risiko untuk mendapat persetujuan direksi melalui
komite manajemen risiko atau direksi sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
(d) Penetapan limit dilakukan dengan tetap memerhatikan ketentuan
yang berlaku.
(e) Dalam hal terjadi pelampauan limit, maka harus segera
melakukan penyesuaian dan antisipasi pelampauan tersebut
sehingga tidak memengaruhi jumlah alokasi modal atas risiko
yang telah ditetapkan sebelumnya.
(f) Setiap pelampauan limit harus dapat diidentifikasi dengan segera
dan ditindaklanjuti oleh direksi. Pelampauan limit hanya dapat
dilakukan apabila mendapat otorisasi dari direksi atau pejabat
yang berwenang, sesuai dengan ketentuan dan prosedur intern.
(g) Harus menyiapkan sistem backup dan prosedur yang efektif
untuk mencegah terjadinya gangguan dalam proses pemantauan
risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara
berkala terhadap sistem backup tersebut.
34. Proses Penerapan Manajemen Risiko
4.
Sistem Informasi Manajemen Risiko
(a) Ini merupakan bagian dari sistem informasi manajemen
yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, dalam rangka penerapan manajemen risiko
yang efektif.
(b) Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, maka harus
memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat
memastikan:
Terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat
waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komplit,
eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha,
maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional.
Dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan,
prosedur, dan penetapan limit risiko.
Tersedianya hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko
dibandingkan dengan target yang ditetapkan sesuai dengan
kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko.
35. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(c) Sebagai salah satu output sistem informasi manajemen risiko,
laporan eksposur risiko disusun secara berkala oleh satuan kerja
manajemen risiko atau sekelompok petugas yang diberi
wewenang dan bersifat independen terhadap unit kerja yang
melakukan kegiatan operasional.
(d) Laporan ke tingkat manajemen di luar direksi terkait dan komite
manajemen risiko dapat disampaikan dengan frekuensi yang
lebih lama, tetapi tetap harus mampu memberikan informasi
yang memadai bagi pihak-pihak tersebut untuk dapat melakukan
penilaian terhadap perubahan profil risiko.
(e) Sistem informasi manajemen risiko harus dapat menerjemahkan
risiko yang diukur dengan fromat teknis kuantitatif sehingga
menjadi format kualitatif yang mudah dipahami oleh direksi.
(f) Dalam mengembangkan teknologi sistem informasi dan software
baru, harus dipastikan bahwa penerapan sistem informasi dan
teknologi baru tersebut tidak akan menimbulkan gangguan.
36. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(g) Apabila memutuskan untuk menugaskan pihak ketiga dalam
pengembangan software dan penyempurnaan sistem, harus dipastikan
bahwa keputusan menunjuk pihak ketiga itu dilakukan secara objektif
dan independen. Dalam penjanjian harus dicantumkan klausul mengenai
pemeliharaan dan upgrade serta langkah antisipasi guna mencegah
gangguan yang mungkin terjadi dalam pengoperasiannya.
(h) Sebelum penerapan sistem informasi manajemen yang baru, harus
dilakukan pengujian untuk memastikan bahwa proses dan output yang
dihasilkan telah melalui proses pengembangan, pengujian dan penilaian
kembali secara efektif dan akurat, serta harus memastikan bahwa data
historis akuntansi dan manajemen dapat diakses oleh sistem/software
baru tersebut dengan baik.
(i) Dalam hal mengembangkan suatu sistem/software baru, sistem tersebut
harus berfungsi dan dirancang sehingga secara otomatis dan efektif
dapat memenuhi keperluan pelaporan yang diwajibkan oleh otoritas
berwenang.
(j) Harus menatausahakan dan menginikan dokumentasi sistem yang
memuat perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software),
database, parameter, tahapan proses, asumsi yang digunakan, sumber
data, dan output yang dihasilkan sehingga memudahkan pengendalian
melekat (built-in controls) dan pelaksanaan jejak audit (audit trail).
37. Proses Penerapan Manajemen Risiko
5. Pengendalian resiko
(a) Pelaksanaan proses pengendalian
risiko harus digunakan untuk mengelola
risiko tertentu, terutama yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha.
(b) Pengendalian risiko dapat dilakukan, antara
lain dengan cara hedging dan metode
mitigari risiko lain seperti penerbitan garansi,
sekuritisasi aset, dan credit
derivatives,
serta penambahan modal untuk menyerap
potensi kerugian.
38. Proses Penerapan Manajemen Risiko
6.
Penggunanaan model pengukuan resiko
(a) Jenis model pengukuran risiko utama seperti risiko
pembiayaan, risiko pasar, dan risiko operasional,
yang digunakan harus disesuaikan dengan
kebutuhan bank, ukuran, dan kompleksitas usaha, serta
manfaat yang diperoleh dalam menggunakan
model tersebut untuk proyeksi potential loss dari
setiap risiko.
(b) Apabila melakukan back-testing terhadap model
internal seperti credit scoring tools, value at risk
(VAR), dan stress testing untuk eksposur yang
mengandung risiko tertentu, maka harus
menggunakan data historis/parameters series dan
asumsi yang disusun sendiri.
39. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(c) Bagi yang menggunakan model internal (internal model)
dalam pengukuran risiko, sekurang-kurangnya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Isi dan kualitas data yang dibuat atau dipelihara harus
sesuai dengan standar umum yang berlaku sehingga
memungkinkan hasil statistik yang reliable.
Tersedianya sistem informasi manajemen yang
memungkinkan sistem tersebut mengambil (retrive) data
dan informasi yang layak dan akurat pada saat yang tepat.
Tersedianya sistem yang dapat meng-capture data risiko
pada seluruh posisi.
Tersedianya dokumentasi dari sumber data yang digunakan
untuk keperluan proses pengukuran risiko.
Database dan proses penyimpanan data harus merupakan
bagian dari rancangan sistem guna mencegah terputusnya
series data statistik.
40. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(d) Dalam rangka mengatasi kelemahan yang
dapat timbul atas penggunaan model
pengukuran risiko tertentu, maka harus
dilakukan validasi model itu oleh pihak internal
maupun eksternal yang independen terhadap
satuan kerja yang mengaplikasikannya.
(e) Validasi model merupakan suatu proses:
Evaluasi terhadap internal logic suatu model
tertentu dengan cara verifikasi keakurasian
matematikal.
Membandingkan prediksi model dengan peritiswa
setelah tanggal posisi tertentu.
(f) Membandingkan model satu dengan model lain
yang ada, baik internal maupun eksternal,
apabila tersedia.
41. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(g) Validasi juga harus dilakukan terhadap model
baru, baik yang dikembangkan sendiri harus
dilakukan evaluasi yang lebih intensif, terutama
dalam hal terjadi perubahan kondisi pasar yang
signifikan.
(h) Proses pengukuran risiko harus secara jelas
memuat proses validasi, frekuensi validasi,
persyaratan dokumentasi data dan informasi,
persyaratan evaluasi terhadap asumsi-asumsi
yang digunakan, sebelum suatu model
diaplikasikan
42. Proses Penerapan Manajemen Risiko
7.
Stress testing
(a) Stress testing dirancang untuk melengkapi penerapan
pengukuran risiko dengan cara mengestimasi potensi
kerugian ekonomis pada kondisi pasar yang tidak
normal guna melihat sensitivitas kinerja bank terhadap
perubahan faktor risiko mengidentifikasi pengaruh yang
berdampak signifikan terhadap portofolio.
(b) Dalam melakukan stress testing, sistem pengkuran
risiko harus cukup fleksibel untuk memfasilitasi berbagai
macam skenario yang dijalankan. Asumsi yang
digunakan dalam stress testing harus secara cermat
dikembangkan untuk menguji kecenderungan kondisi
portofolio. Perlu melakukan stress testing berdasarkan
pengalaman kerugian terbesar yang dialami pada masa
lalu (large historical market moves).
43. Proses Penerapan Manajemen Risiko
(c)
Analisis stress testing harus dapat menguantifikasi
besarnya potensi kerugian sehingga memungkinkan
untuk melihat dampak terburuk dari berbagai perubahan
yang terjadi terhadap pendapatan dan permodalan. Hasil
stress testing termasuk penggunaan asumsi yang
dilakukan oleh satuan kerja manajemen risiko harus
disampaikan kepada direksi secara berkala.
(d) Dalam stress testing harus dilakukan pula analisis
kuantitatif mengenai tindakan dan keputusan yang akan
diambil oleh direksi atau pejabat terkait guna
mengantisipasi kemungkinan yang terburuk (worst case
scenario).
44. Pengendalian Intern dalam Penerapan
Manajemen Risiko
1. Cakupan
Kesesuaian antara sistem pengendalian
intern dengan jenis dan tingkat risiko yang
melekat pada kegiatan usaha.
Penetapan wewenang dan tanggung jawab
untuk pemantauan kepatuhan kebijakan,
prosedur, dan limit.
Penetapan jalur pelaporan dan pemisah
fungsi yang dari satuan kerja operasional
kepada satuan kerja yang melaksanakan
fungsi pengendalian.
45. Pengendalian Intern dalam Penerapan
Manajemen Risiko
Struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan
usaha.
Pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan
tepat waktu.
Kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Review yang efektif, independen, dan objektif terhadap prosedur
penilaian kegiatan operasional.
Pengujian dan review yang memadai terhadap sistem informasi
manajemen.
Dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap cakupan,
prosedur operasional, temuan audit, serta tanggapan pengurus
berdasarkan hasil audit.
Verifikasi dan review secara berkala dan berkesinambungan
terhadap penanganan kelemahan bank yang bersifat material dan
tindakan pengurus untuk memperbaiki penyimpangan yang
terjadi.
46. Pengendalian Intern dalam Penerapan
Manajemen Risiko
2 Kaji ulang Penerapan Manajemen
Risiko, meliputi:
(a) Penerapan manajemen risiko harus dikaji
dan dievaluasi secara berkala sekurangkurangnya setiap tahun oleh risk manager atau
petugas pada satuan kerja manajemen
risiko dan internal auditor pada satuan kerja
audit intern (SKA).
(b) Frekuensi dan cakupan kaji ulang dan
evaluasi dapat ditingkatkan intensitasnya
berdasarkan perkembangan eksposur risiko
bank, perubahan pasar, dan metode
pengukuran dan pengelolaan risiko.
47. Pengendalian Intern dalam Penerapan
Manajemen Risiko
(c)
Khusus untuk kaji ulang dan evaluasi terhadap
pengukuran risiko sekurang-kurangnya
mencakup:
Metode, asumsi, dan variabel yang digunakan untuk
mengukur risiko dan menetapkan limit eksposur risiko.
Perbandingan antara hasil dari metode pengukuran
risiko yang menggunakan simulasi atau proyeksi di
masa datang dengan hasil aktual.
Perbandingan antara asumsi yang digunakan dalam
metode dimaksud dan kondisi yang
sebenarnya/aktual.
Perbandingan antara limit yang ditetapkan dan
eksposur yang sebenarnya/aktual.
Penentuan kesesuaian antara pengukuran dan limit
eksposur risiko dengan kinerja di masa lalu dan posisi
permodalam saat ini.
49. Definisi
Risiko pembiayaan adalah risiko yang
terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajiban. Risiko
pembiayaan dapat bersumber dari berbagai
aktivitas fungsional bank seperti
pembiayaan (penyediaan dana), treasury
dan investasi, dan pembiayaan
perdagangan, yang tercatat dalam banking
book maupun trading book
50. 1. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris
dan Direksi
a. Tanggung jawab komisaris
Bertanggung jawab dalam melakukan
persetujuan dan peninjauan berkala, atau
sekurang-kurangnya secara tahunan
mengenai strategi dan kebijakan risiko
pembiayaan.
51. Syarat strategi dan kebijakan dimaksud:
1. Mencerminkan batas toleransi terhadap
risiko dan tingkat profitabilitas
pendapatan yang diharapkan akan
diperoleh secara terus-menerus dengan
memerhatikan siklus dan perubahan
kondisi ekonomi.
2. Memerhatikan siklus perekonomian
domestik dan internasional, dan
perubahan yang dapat
memengaruhi
komposisi dan kualitas seluruh portofolio
pembiayaan
52. b. Tanggung jawab Direksi
Mengimplementasikan strategi dan kebijakan
risiko pembiayaan serta mengembangkan
prosedur identifikasi, pengukuran, pemantauan,
dan pengendalian risiko pembiayaan.
Harus mengidentifikasi dan mengelola risiko
pembiayaan yang melekat pada seluruh produk
dan aktivitas baru, serta memastikan bahwa
risiko produk dan aktivitas baru telah melalui
proses pengendalian manajemen risiko yang
layak, dan harus disetujui oleh direksi atau
direkomendasikan oleh komite manajemen risiko
terlebih dahulu.
53. Syarat Kebijakan dan prosedur yang
dikembangkan dan diimplementasikan:
1. Mendukung standar pemberian
pembiayaan yang sehat,
2. Memantau dan mengendalikan risiko
pembiayaan, dan
3. Mengidentifikasi dan menangani
pembiayaan bermasalah.
54.
Harus mengidentifikasi dan mengelola
risiko pembiayaan yang melekat pada
seluruh produk dan aktivitas baru, serta
memastikan bahwa risiko produk dan
aktivitas baru telah melalui proses
pengendalian manajemen risiko yang
layak, dan harus disetujui oleh direksi atau
direkomendasikan oleh komite manajemen
risiko terlebih dahulu.
55. 2. Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan
limit
a. Kriteria Pemberian Pembiayaan Yang
Sehat:
Harus memiliki informasi yang cukup
guna membantu dalam melakukan
penilaian secara komprehensif
terhadap profil risiko mudharib.
56. Faktor yang harus dipertimbangkan dan
didokumentasikan dalam persetujuan pembiayaan
Tujuan pembiayaan dan sumber pembayaran.
Profil risiko terkini dari mudharib dan agunan serta
tingkat sensitivitas terhadap perkembangan kondisi
ekonomi dan pasar.
Analisis kemampuan untuk membayar kembali, baik
secara historis maupun di masa yang akan datang,
berdasarkan perkembangan keuangan historis dan
proyeksi arus kas dengan berbagai skenario (ex ante
dan ex post analysis).
Kemampuan bisnis mudharib dan kondisi sektor
ekonomi/usaha peminjaman serta posisi peminjam
dalam industri tertentu.
Persyaratan pembiayaan yang diajukan, termasuk
perjanjian yang dirancang untuk membatasi perubahan
eksposur risiko mudharib di waktu yang akan datang.
57. b. Seleksi Transaksi Risiko Pembiayaan
Seleksi yang dilakukan terhadap transaksi pembiayaan dan komitmen
dalam mengambil eksposur risiko harus mempertimbangkan tingkat
profitabilitas. Sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara memastikan
bahwa analisis perkiraan biaya dan pendapatan telah dilakukan secara
komprehensif: mencakup biaya operasional, biaya dana, dan biaya yang
berhubungan dengan estimasi terjadinya default dari mudharib, sampai
diperolehnya pembayaran penuh, serta perhitungan kebutuhan modal.
Penetapan harga (pricing) fasilitas pembiayaan harus dilakukan secara
konsisten dengan memperhitungkan tingkat risiko dari transaksi yang
bersangkutan, khususnya kondisi mudharib secara keseluruhan serta
kualitas dan tingkat kemudahan pencairan (marketability) agunan yang
dijadikan jaminan.
Sekurang-kurangnya setiap triwulan, direksi harus memeroleh hasil
analisis kinerja (ex-post) profitabilitas dari transaksi pembiayaan yang
diberikan. Pricing dari transaksi pembiayaan, apabila perlu, harus
diperbaiki dan seluruh tindakan perbaikan yang diperlukan harus dilakukan
untuk mencegah memburuknya kondisi keuangan bank.
58. c. Analisis, Persetujuan, dan Pencatatan
Pembiayaan
Prosedur pengambilan keputusan untuk pinjaman
dan atau komitmen, khususnya apabila melalui
pendelegasian wewenang, harus diformalkan
secara jelas sesuai dengan karakteristik bank
(ukuran, organisasi, jenis aktivitas, dan
kompleksitas transaksi), serta harus didukung
oleh sistem yang dimiliki.
Bank harus memastikan bahwa kerangka kerja
atau mekanisme kepatuhan prosedur
pendelegasian dalam mengambil keputusan
pemberian pembiayaan dan atau komitmen
terdapat pemisahan fungsi antara yang
melakukan persetujuan, analisis, dan administrasi
pembiayaan
59. Analisis, Persetujuan, dan Pencatatan
Pembiayaan
Bank harus memiliki satuan kerja, melakukan riview guna
menetapkan atau menginikan kolektibilitas atau kualitas transaksi
yang mengandung risiko pembiayaan. Proses review tersebut
sekurang-kurangnya dilakukan secara triwulan yang meliputi
klasifikasi eksposur risiko pembiayaan, penilaian kualitas
(marketability) agunan, dan penentuan besarnya provisi. Hasil
review tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
arsip pembiayaan.
Dalam mengembangkan sistem administrasi pembiayaan, bank
harus memastikan:
Efisiensi dan efektivitas operasional administrasi pembiayaan,
termasuk pemantauan dokumentasi, persyaratan kontrak, penjanjian
pembiayaan (legal aspect), dan pengikatan agunan
Akurasi dan ketepatan waktu informasi yang diberikan untuk sistem
informasi manajemen.
Pemisahan fungsi/tugas (segregation of duties) yang layak
Kelayakan pengendalian seluruh prosedur back officer, dan
Kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur intern tertulis serta
ketentuan yang berlaku.
60. Analisis, Persetujuan, dan Pencatatan
Pembiayaan
Harus menatausahakan dan mendokumentasikan
seluruh informasi kuantitatif dan kualitatif serta
bukti-bukti material dalam arsip (file)
pembiayaan yang digunakan dalam melakukan
penilian dan kaji ulang.
Harus melengkapi catatan pada arsip pembiayaan
sekurang-kurangnya setiap triwulan, khsusunya
bagi mudharib yang memiliki tunggakan atau
pembiayaan yang diklasifikasikan. Juga terhadap
mudharib yang mengakibatkan portofolio
pembiayaan bank ter-ekspos risiko yang tinggi
(large exposures and loan concentration).
61. d. Penetapan Limit
Dalam prosedur penetapan limit risiko
pembiayaan, antara lain harus menggambarkan
faktor-faktor yang dapat memengaruhi
penetapan limit risiko pembiayaan dan proses
pengambilan keputusan/penetapan limit risiko
pembiayaan
Harus memantapkan limit untuk seluruh
customer atau counterparty sebelum melakukan
transaksi dengan customer, dan limit tersebut
dapat berbeda satu sama lain.
62. d. Penetapan Limit
Limit untuk risiko pembiayaan ditujukan
untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan
karena adanya konsentrasi penyaluran
pembiayaan. Limit yang ditetapkan
sekurang-kurangnya mencakup:
Eksposur kepada customer atau conterparty
Eksposur kepada pihak terkait
Eksposur kepada pihak terkait Eksposur
terhadap sektor ekonomi tertentu atau area
geogrefis
63. d. Penetapan Limit
Limit untuk satu customer atau conterparty dapat
didasarkan atas hasil analisis data kuantitatif
yang diperoleh dari informasi laporan keuangan
maupun hasil analisis informasi kualitatif yang
dapat bersumber dari hasil interview dengan
customer
Penetapan limit risiko pembiayaan harus
didomumentasikan secara tertulis dan lengkap
yang memudahkan penetapan jejak audit (audit
trail) untuk kepentingan auditor intern maupun
ekstern.
64. 3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan
Sistem Informasi Manajemen Risiko Pembiayaan
a.
Identifikasi Risiko Pembiayaan
Bank harus mengidentifikasi risiko pembiayaan yang melekat pada
seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko pembiayaan tersebut
merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko pembiayaan yang
melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti pembiayaan
(penyediaan dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan
perdagangan.
Untuk kegiatan pembiayaan dan jasa pembiayaan perdagangan,
penilaian risiko pembiayaan harus memerhatikan kondisi keuangan
mudharib, khususnya kemampuan membayar tepat waktu, serta
jaminan atau agunan yang diberikan. Untuk risiko mudharib, penilaian
harus mencakup analisis terhadap lingkungan mudharib, karakteristik
mitra usaha, kualitas pemegang saham dan manajer, kondisi laporan
keuangan terakhir, hasil proyeksi arus kas, kualitas rencana bisnis ,dan
dokumen lain yang dapat digunakan untuk mendukung analisis yang
menyeluruh terhadap kondisi dan kredibilitas mudharib.
Untuk kegiatan treasury dan investasi, penilaian risiko pembiayaan harus
memerhatikan kondisi keuangan counterparty, rating, karakteristik
instrumen, jenis transaksi yang dilakukan, dan likuiditas pasar, serta
faktor-faktor lain yang memengaruhi risiko pembiayaan.
65. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
(1) Harus memiliki prosedur tertulis untuk
melakukan pengukuran risiko yang
memungkinkan untuk:
Sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance
sheet yang mengandung risiko pembiayaan dari setiap
mudharib atau per kelompok mudharib dan atau
counterparty tertentu mengacu pada konsep single
obligor.
Penilaian perbedaan kategori tingkat risiko pembiayaan
dengan menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan
kuantitatif data, dan pemilihan kriteria tertentu.
Distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara
lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja
terkait.
66. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
(2)
Sistem pengukuran risiko pembiayaan sekurangkurangnya mempertimbangkan:
Karakteristik setiap jenis transaksi risiko pembiayaan,
kondisi keuangan mudharib/counterparty, serta
persyaratan dalam perjanjian pembiayaan seperti dalam
jangka waktu dan tingkat bunga
Jangka waktu pembiayaan (maturity profile) dikaitkan
dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar.
Aspek jaminan, agunan, dan/atau garansi.
Potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik
berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional
maupun hasil penilaian pendekatan yang menggunakan
proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern
(internal risk rating).
Kemampuan untuk menyerap potensi kegagalan (default).
67. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
(3)Bagi yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan
pendekatan internal risk rating harus melakukan validasi
data secara berkala.
(4)Parameter yang digunakan dalam pengukuran risiko
pembiayaan antara lain, mencakup:
Non performing loans (NPLs).
Konsentrasi pembiayaan berdasarkan peminjaman dan sektor
ekonomi.
Kecukupan agunan.
Pertumbuhan pembiayaan.
Non performing portfolio treasury dan investasi (antarbank,
surat berharga, dan penyertaan).
Kecukupan cadangan transaksi treasury dan investasi.
Transaksi pembiayaan perdagangan yang default.
Konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan
68. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
(5) Mark to Market pada Transaksi Risiko
Pembiayaan Tertentu:
Untuk mengukur risiko pembiayaan yang disebabkan
transaksi over the counter (OTC) atau pada suatu
pasar tertentu, khususnya pasar transaksi derivatif,
maka bank harus menggunakan metode penilaian
mark to market.
Eksposur risiko pembiayaan harus diukur dan
dikinikan sekurang-kurangnya setiap bulan atau lebih
intensif, khususnya apabila portofolio mudharib atau
kelompok usaha mudharib sangat signifikan dan atau
volatilitas parameter pasar yang digunakan untuk
memperhitungkan perubahan kondisi pasar dan
pengaruh replacement cost.
69. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
(6)
Penggunaan Credit Scoring Tools
a. Bank dapat menggunakan sistem dan
metodologi statistik/probabilistik untuk
mengukur risiko yang berkaitan dengan jenis
tertentu dan transaksi pembiayaan, seperti
credit scoring tools
b. Dalam penggunaan sistem tersebut
maka harus:
Melakukan kaji ulang secara berkala terhadap
akurasi model dan asumsi yang digunakan untuk
memproyeksikan kegagalan (defaults).
Menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang
terjadi pada kondisi internal dan eksternal.
70. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
c. Apabila terdapat eksposur risiko yang besar atau
transaksi yang relatif kompleks, maka proses
pengambilan keputusan transaksi risiko
pembiayaan tidak hanya didasarkan pada sistem
tersebut sehingga harus didukung sarana
pengukuran risiko pembiayaan lainnya.
d. Lembaga keuangan harus mendokumentasikan
pembiayaan seperti asumsi, data, dan informasi
yang digunakan pada sistem, termasuk
perubahannya. Dokumentasi tersebut selanjutnya
dikirimkan secara berkala.
71. b. Pengukuran Risiko Pembiayaan
e. Penetapan sistem ini harus:
Mendukung proses pengambilan keputusan
dan memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan pendelegasian wewenang.
Independen terhadap kemungkinan rekayasa
yang akan memengaruhi hasil (scoreoutputs) melalui prosedur pengamanan yang
layak dan efektif.
Dilakukan kaji ulang oleh satuan kerja atau
pihak yang independen terhadap satuan
kerja yang mengaplikasikan sistem tersebut.
72. Pemantauan Risiko Pembiayaan
Lembaga keuangan harus mengembangkan dan
menerapkan sistem informasi dan prosedur untuk
memantau kondisi setiap mudharib atau counterparty pada
seluruh portofolio pembiayaan.
Sistem pemantauan risiko pembiayaan sekurangkurangnya memuat ukuran-ukuran dalam rangka:
Memastikan bahwa bank mengetahui kondisi keuangan
terakhir dari mudharib atau counterparty.
Memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian
pembiayaan atau kontrak transaksi risiko pembiayaan.
Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban
mudharib atau counterparty.
Mengidentifikasikan ketidaktepatan pembayaran dan
mengklasifikasi pembiayaan bermasalah secara tepat waktu.
73. Pemantauan Risiko Pembiayaan
Lembaga keuangan juga harus melakukan pemantauan
eksposur risiko pembiayaan dibandingkan dengan limit
risiko pembiayaan yang telah ditetapkan, antara lain
dengan menggunakan kolektibilitas atau internal risk
rating.
Pemantauan eksposur risiko pembiayaan tersebut harus
dilakukan secara berkala dan terus-menerus oleh satuan
kerja manajemen risiko dengan cara membandingkan risiko
pembiayaan aktual dengan limit risiko pembiayaan yang
ditetepkan.
Untuk keperluan pemantauan eksposur risiko pembiayaan,
satuan kerja manajemen risiko harus menyusun laporan
mengenai perkembangan risiko pembiayaan secara
berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya, dan
disampaikan kepada komite manajemen risiko dan direksi.
74. Pemantauan Risiko Pembiayaan
Prinsip pokok dalam penggunaan internal risk rating adalah
sebagai berikut:
Prosedur penggunaan sistem internal risk rating harus diformulasikan
dan didokumentasikan.
Sistem ini harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil
risiko yang disebabkan oleh penurunan potensial maupun aktual dari
risiko pembiayaan.
Sistem internal risk rating harus dievaluasi secara berkala oleh pihak
yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan internal
risk rating tersebut.
Apabila menerapkan internal risk rating untuk menentukan
kualitas aset dan besarnya provisi, harus terdapat prosedur formal
yang memastikan bahwa penetapan kualitas aset dan provisi
dengan internal rating adalah lebih prudent atau sama dengan
ketentuan terkait yang berlaku.
Laporan yang dihasilkan oleh internal risk rating, seperti laporan
kondisi portofolio pembiayaan disampaikan secara berkala kepada
direksi
75. Sistem Informasi Manajemen Risiko Pembiayaan
Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pengukuran risiko
pembiayaan, harus ada sistem informasi menajemen yang
menyediakan laporan dan data secara akurat dan tepat waktu
untuk mendukung pengambilan keputusan oleh direksi dan
pejabat lainnya.
Sistem informasi manajemen tersebut juga harus menghasilkan
laporan atau informasi dalam rangka pemantauan eksposur aktual
terhadap limit yang ditetapkan dan pelampauan eksposur limit
risiko yang perlu mendapat perhatian dari direksi.
Sistem informasi manajemen juga harus menyediakan data
secara akurat dan tepat waktu mengenai jumlah seluruh eksposur
pembiayaan peminjam individual dan counterparties, postofolio
pembiayaan, serta laporan pengecualian limit risiko pembiayaan.
Lembaga keuangan harus memiliki sistem informasi yang
memungkinkan direksi untuk mengidentifikasi adanya konsentrasi
risiko dalam portofolio pembiayaannya
76. Pengendalian Risiko Pembiayaan
Lembaga keuangan harus menetapkan suatu sistem penilaian (internal credit review)
yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas penerapan proses
manajemen risiko pembiayaan.
Pelaksanan kaji ulang tersebut harus dilakukan oleh satuan kerja atau petugas yang
independen terhadap satuan kerja yang melakukan transaksi risiko pembiayaan.
Hasil kaji ulang tersebut selanjutnya harus dilaporkan secara langsung dan lengkap
kepada satuan kerja audit intern (SKAI), direktur kepatuhan, direksi terkait lainnya,
dan komite audit (bila ada).
Lembaga keuangan harus memastikan bahwa satuan kerja pembiayaan dan
transaksi risiko pembiayaan lain telah dikelola secara memadai, dan eksposur risiko
pembiayaan tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standar
kehati-hatian.
Lembaga keuangan harus menetapkan dan menerapkan pengendalian intern untuk
memastikan bahwa penyimpangan (exception) terhadap kebijakan, prosedur, dan
limit telah dilaporkan tepat waktu kepada direksi atau pejabat terkait untuk
keperluan tindakan perbaikan.
Pada saat melaksanakan audit intern, SKAI harus melakukan pengujian terhadap
efektivitas pengendalian intern untuk memastikan bahwa sistem pengendalian
tersebut telah efektif, aman, serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kebijakan,
pedoman, dan prosedur intern.
Lembaga keuangan harus memiliki prosedur pengelolaan penanganan pembiayaan
bermasalah, termasuk sistem deteksi pembiayaan bermasalah secara tertulis dan
menerapkannya secara efektif.
78. Peran Lembaga Penjamin Pembiayaan
Indonesia memiliki tiga BUMN yang
melayani jasa penjaminan pembiayaan,
yaitu:
PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo),
PT Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), dan
Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU),
serta
PT Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia
(PKPI),
perusahaan penjaminan swasta.
79. Dasar Hukum
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shaad
[38]: 26)
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS Al-Nahl [16]: 90)
80.
Pengembangan usaha kecil menengah dan
koperasi (UKMK) memerlukan sumber dana yang
bersifat utang dari berbagai alternatif sumber
dana. Salah satu kendala yang dihadapi oleh
UKMK dalam mengakses sumber dana yang
bersifat utang adalah keterbatasan untuk
memenuhi agunan, sehingga lembaga penjamin
pembiayaan menjadi solusi untuk mengatasi
permasalahan keterbatasan pemenuhan itu.
81.
Lembaga penjamin menyediakan
penjaminan yang akan meng-cover risiko
kegagalan mudharib (default). Untuk
penyediaan jasa, mudharib dikenakan
sejumlah biaya/premi yang didasarkan
jumlah cakupan risiko yang ditanggung
oleh lembaga penjamin pembiayaan
82.
Dari sudut pandang makro ekonomi,
penjaminan merupakan bentuk subsidi
kepada usaha kecil dan menengah tanpa
menciptakan distorsi pasar dengan
memberikan kemudahan akses kepada
UKM dengan persyaratan sebagaimana
yang berlaku pada umumnya.
83.
penjaminan juga dapat digunakan sebagai media
implementasi kebijakan pemerintah terhadap
sektor-sektor prioritas.
Melalui penjaminan, arus investasi ataupun
dukungan dapat diarahkan kepada sektor-sektor
tertentu seperti industri-industri khusus, daerahdaerah tertentu yang kurang berkembang,
kelompok ekonomi tertentu seperti UKM, serta
sasaran-sasaran tertentu yang ingin dicapai
seperti perbaikan lingkungan hidup, dan lain-lain.
84.
Dari sisi lembaga keuangan, manfaat
penggunaan asuransi pembiayaan antara
lain adalah peluang untuk
meningkatkan keuntungan sekaligus
menurunkan risiko.
85. Kelemahan mendasar bagi penyaluran
pembiayaan UMKM
Belum tersedianya dana/pembiayaan yang murah, mudah,
cepat, dan mekanisme sederhana untuk dapat mendukung
usaha UMKM.
Penerapan prudential banking yang mempersyaratkan
agunan pembiayaan (collateral) yang cukup sekalipun
usahanya layak. Hal ini karena agunan tersebut digunakan
untuk melindungi risiko kemacetan, yang pada gilirannya
melindungi dana para deposan, mengingat sumber dana pada
saat ini sebagian besar dari deposan.
Pada umumnya UMKM menghadapi kendala dalam penyediaan
agunan yang memadai sesuai dengan persyaratan. Selain itu,
UMKM juga menghadapi kendala adanya keterbatasan di bidang
manajemen, administrasi, teknologi, dan pemasaran.
86. Penggunaan jasa lembaga penjamin juga telah
dipraktikkan di beberapa negara Asia
Korea (Korea Credit Guarantee Fund),
Malaysia (Credit Guarantee Corporation),
Thailand (Small Industry redit Guarantee
Corporation), dan
Jepang (Credit Guarantee Corporation dan
JASMEC).
87. Tujuan lembaga penjamin di beberapa
negara diatas
mendukung pemberian pembiayaan
kepada sektor industri kecil dan menengah
yang tidak memiliki kemampuan dalam
penyediaan agunan yang memadai untuk
mendapatkan akses kredit dari lembaga
keuangan.
88. Tujuan Lembaga Penjamin
Pembiayaan
Tujuan umum:
agar terjadi keseimbangan dalam pembangunan nasional
sehingga semua pihak dalam masyarakat dapat
memeroleh akses financial secara sama.
Tujuan-tujuan lain:
Memberikan penjaminan kepada perusahaan yang
memunyai keterbatasan dalam menyediakan
kolateral.
Mempermudah UKM dalam mendapatkan pendanaan.
Memberikan stimulasi pemberian kredit secara sehat.
Memberiakan stimulasi agar setiap perusahaan dapat
memiliki manajemen yang efisien dan pemanfaatan
credit information
89.
Agar masyarakat atau customer
memeroleh penjaminan, maka perusahaan
penjaminan menetapkan jasa (fee)
penjaminan yang cukup rendah, berkisar
0,5%-2,5% dari nilai pembiayaan yang
diajukan.
90. Ada dua sistem penjaminan kepada
perusahaan penjaminan
dibayar oleh lembaga keuangan, dan
dibayarkan oleh peminjam.
91. model mekanisme coverage penjaminan
perusahaan penjaminan melakukan
coverage penjaminan
perusahaan penjaminan melakukan
coverage penjaminan dan kemudian
mengasuransikannya kepada perusahaan
asuransi (reasuransi).
92. Prinsip-Prinsip Penjaminan Pembiayaan
Merupakan pelengkap dari suatu sistem pembiayaan;
Penjaminan pembiayaan hanya diberikan bila proyeknya
layak;
Penjaminan pembiayaan merupakan pelengkap agunan.
Penjaminan diberikan kepada calon mudharib yang tidak
memiliki atau kekurangan agunan.
Calon mudharib yang telah cukup agunannya dapat
dimintakan penjaminan pembiayaan apabila dikehendaki.
Penarikan subrogasi tetap menjadi tugas pembiayaan.
93. Kesuksesan implementasi sistem penjaminan
pembiayaan dipengaruhi oleh
Dukungan pemerintah yang diwujudkan, yaitu dengan
memberikan bantuan permodalan yang disertai dengan
supervisi kepada lembaga penjaminan pembiayaan.
Terdapat lembaga reguarantee/reasuransi, agar lembaga
penjaminan pembiayaan dapat membagi risiko atas
pembiayaan yang dijaminnya.
Bank dan lembaga keuangan lainnya harus
membutuhkan lembaga jaminan. Tanpa ketertarikan
pembiayaan untuk menjaminkan pembiayaannya kepada
lembaga penjaminan pembiayaan, mustahil sistem
penjaminan pembiayaan akan berhasil.
94. Peserta Program Penjamin
Pembiayaan
Secara umum, lembaga keuangan yang dapat menjadi
peserta program penjaminan sebelumnya harus terdaftar
pada perusahaan penjaminan
LPK menjaminkan pembiayaan yang diberikan oleh:
bank umum,
perusahaan leasing dan factoring, perusahaan ventura,
perusahaan consumer finance,
lembaga keuangan lain seperti BPRS, yang menawarkan
pembiayaan atau penjualan dengan pembayaran mencicil.
95. Permasalahan Dalam Program
Penjaminan Pembiayaan
Biaya, peserta, dan mutu pembiayaan program penjaminan
Upaya yang perlu ditempuh, antara lain, sosialisasi program penjaminan
agar UMKM mengenal dan memanfaatkan layaanan.
Tujuan program penjaminan
rogram penjaminan kepada UMKM terutama untuk meningkatkan akses
UMKM yang memiliki prospek usaha yang layak kepada lembaga
keuangan, baik bank maupun nonbank, tetapi menghadapi persoalan
agunan yang kurang memenuhi persyaratan.
Keterbatasan jejaring usaha
Kemampuan jangkauan lembaga penjamin yang ada masih sangat
terbatas, baik dari sisi kapasitas penjaminan pembiayaan maupun
jaringan usaha yang dapat menjangkau hingga ke daerah
kabupaten.namun sampai saat ini belum tersedia.
Reasuransi
Bagi LPKD, reasuransi merupakan keharusan guna mengurangi risiko,
sebagaimana dipersyaratkan oleh DepKeu, tetapi sampai saat ini belum
tersedia.
96. Bantuan Pemerintah Kepada UKM
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat sekitar 40
juta perusahaan skala mikro, kecil, dan menengah, termasuk di
dalamnya petani dan pengusaha yang bekerja sendiri. Jumlah
UKM pemberi kerja jauh lebih kecil, yaitu sekitar 640.000
perusahaan kecil (dengan 5 – 19 pekerja) dan sekitar 70.000
perusahaan menengah (dengan 20 – 99 pekerja).
Menurut prakiraan perbankan, terdapat sekitar satu juta UKM
yang berpotensi untuk memeroleh pembiayaan dari bank,
termasuk perusahaan mikro sebagai pedagang eceran. Saat ini
hanya sekitar 50% (500.000) yang memeroleh pembiayaan dari
bank, dan umumnya pinjaman dalam skala kecil, sehingga
diperkirakan mayoritas dari UKM yang potensial sebagai
peminjam adalah perusahaan mikro.
97. Peran Lembaga Penjamin Pembiayaan
Membantu UMKM
Upaya mengatasi kesulitan customer
UMKM, lembaga penjamin menyediakan
agunan yang memadai sesuai dengan
persyaratan bank, dalam akses ke
perbankan. Untuk mendapatkan fasilitas
pembiayaan dapat ditempuh dengan pola
penjaminan pembiayaan
98. Asuransi Pembiayaan
Yaitu suatu perjanjian di mana
penanggung, dengan menikmati suatu
premi, mengikat tertanggung untuk
membebaskannya dari kerugian karena
kehilangan, kerugian, atau ketiadaan
keuntungan yang diharapkan, yang akan
dapat diminta olehnya karena suatu
kejadian yang tidak pasti.
99. Tujuan asuransi
(kecuali asuransi jiwa)
Mencegah atau setidak-tidaknya
mengurangi risiko karena hilang, rusak,
atau musnahnya barang yang
dipertanggungkan oleh suatu kejadian
yang tidak pasti. Dimaksud kejadian yang
tidak pasti adalah risiko (risk).
100. Penutupan Asuransi Jaminan
Customer
Untuk lebih memperkecil risiko atas
pembiayaan yang diberikan, maka semua
agunan (kecuali tanah) harus
diasuransikan pada maskapai asuransi.
Untuk lebih menjamin kepentingan
finances, maka setiap penutupan asuransi
di dalam polisnya dicantumkan/dilekatkan
finances clause bank.
101. Finances institution institution clause
Suatu klausul atau syarat khusus yang
biasanya tertulis dan terlekat pada suatu
polis dalam hal harta benda atau barang
yang dipertanggungkan di bawah polis
tersebut telah dijadikan agunan.
102. Klausul yang dilekatkan pada polis
berbunyi, sebagai berikut:
Dicatat dan disetujui bahwa harta benda yang
dipertanggungkan di bawah polis ini telah
dijadikan jaminan pada …….., dan berhubungan
dengan ini, telah disepakati dengan tertanggung
bahwa dalam hal terjadi kerugian jika ada yang
dapat dibayar di bawah polis ini, maka akan
dibayarkan kepada sebesar jumlah yang menjadi
haknya, termasuk bagian pendapatan biayanya
tanpa mengurangi hak tertanggung atas
selisihnya.
103. Jenis-jenis Asuransi
Jenis Jaminan
•Bangunan/gedung
Jenis Pertanggungan
termasuk peralatan atau
•Asuransi Kebakaran
•Asuransi Kebakaran/Deklarasi
isinya.
•Stock atau barang persediaan barang •Konsorsium Asuransi Kebakaran
dagangan
Khusus Pasar
•Dalam hal obyek berlokasi di daerah pasar
•Asuransi Kendaraan Bermotor
•Kendaraan bermotor
•Heavy Equipment Insurance
•Alat-alat besar/berat
•Machinery Breakdown Insurance
•Mesin-mesin
•Erection All Risk Insurance
•Pemasangan mesin-mesin
•Asuransi
Pengangkutan (Marine
•Pengangkutan barang
Insurance)
•Kapal/kerangka kapal
•Marine Hull/Aviation Insurance
•Pembangunan kapal
•Builder risk insurance
•Barang-barang elektronik
•Elektronik Equipment Insurance
•Proyek pembangunan
•Contractor All Risk Insurance
Risiko
Cargo
105. Polis kecuali yang mengenai pertanggungan
jiwa harus menegaskan
Hari dan tanggal diadakan pertanggungan.
Nama yang mengadakan pertanggungan untuk tanggungan
sendiri atau tanggungan pihak ketiga.
Perumusan yang cukup jelas mengenai benda yang
dipertanggungkan.
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
Waktu di mana bahaya mulai berjalan dan berakhir untuk
tanggungan penanggung.
Premi tanggungan.
Keadaan dari benda-benda yang dipertanggungkan, yang
perlu diketahui oleh penaggung dan semua klausul yang
diadakan di antara kedua belah pihak.
Polis harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung.
106. Premi
Yaitu sejumlah uang yang dibayar
tertanggung kepada penanggung untuk
mengikat penanggung membayar ganti
rugi atas terjadinya risiko
107. Tarif premi yang berlaku di Indonesia
dapat dibedakan
Tarif premi asuransi berdasarkan buku tarif, artinya tariftarif premi asuransi yang ditetapkan dan dikeularkan oleh
Dewan Asuransi Indonesia (DAI) yang sewaktu-waktu
dapat berubah. Tarif ini berlaku bagi semua anggota
maskapai-maskapai asuransi. Terhadap penyimpangan
tarif, dapat dikenakan sanksi.
Tarif premi asuransi yang ditetapkan oleh maskapai
asuransi sendiri, biasa disebut dengan istilah nontarif.
Tarif biasanya ditetapkan dalam persentase (%) atau
permil (%o).
108. Tarif Jangka Waktu Premi
Tarif Jangka Pendek (Short Period)
Pada dasarnya premi asuransi diperhitungkan untuk
jangka waktu satu tahun dengan pembayaran di muka.
Tarif jangka pendek biasa diberlakukan juga dalam hal
pembayaran premi secara angsuran/cicilan. Pembayaran
premi secara angsuran/cicilan, pada polis dilekatkan
klausa pembayaran premi angsuran.
Tarif Jangka Panjang (Long Period)
Diperkenankan menutup pertanggungan jangka panjang
dengan pembayaran premi sekaligus di muka.
109. Pembayaran Premi
a. Kewajiban Membayar Premi
Dalam penutupan asuransi milik
customer debitur, yang bertindak
sebagai tertanggung adalah customer
debitur, sehingga yang berkewajiban
membayar premi adalah customer
debitur yang bersangkutan.
110. b.
Jangka Waktu Pembayaran Premi
Tujuh hari terhitung mulai tanggal berlaku
pertanggungan dalam polis yang diterbitkan, untuk
penutupan pertanggungan pengangkutan (marine
cargo).
Empat belas hari terhitung mulai tanggal berlakunya
pertanggungan dalam covernote, untuk
pertanggungan kebakaran konsorsium risiko khusus
pasar.
Tiga puluh hari terhitung tanggal mulai berlakunya
pertanggungan dalam covernote, untuk
pertanggungan lainnya selain asuransi
pengangkutan dan asuransi konsorsium risiko
khusus pasar.
Sebelum premi dibayar, terlebih dahulu akan
diterbitkan covernote kecuali untuk penutupan
pertanggungan pengangkutan, langsung diterbitkan
polis.
111.
Apabila sampai jangka waktu pembayaran premi, tertanggung
belum membayar premi, maka covernote/polis menjadi batal
dengan sendirinya dan premi yang tidak tertagih bukan
merupakan outstanding bagi penanggung. Untuk itu, cabang
harus memerhatikan jangka waktu pembayaran premi
tersebut.
Jika dalam jangka waktu pembayaran premi terjadi
risiko/kerugian, maka penanggung tetap bertanggung jawab.
Namun, untuk pembayaran ganti ruginya akan diperhitungkan
premi yang belum terbayar.
Mengingat jangka waktu pembayaran premi dihitung mulai
dari tanggal berlaku pertanggungan dalam covernote/polis,
sedangkan premi sudah dibayar dalam jangka waktu tersebut,
maka setiap permintaan penutupan/perpanjangan
pertanggungan harus diajukan lebih awal kepada penanggung
sebelum pertanggungan bersangkutan mulai berlaku.
112. Tujuan penetapan Ketentuan Jangka
Waktu Pembayaran Premi
Memberi kesempatan untuk menagih
premi kepada customer yang
bersangkutan.
Agar tidak terjadi outstanding premi,
karena setelah lewat waktu,
pertanggungan menjadi batal.
113. Prosedur Penutupan Asuransi
Penutupan pertanggungan atas harta milik debitur
dilakukan kepada asurador melalui broker (misalnya PT
Asuransi Aman) terdekat.
Berdasarkan permintaan penutupan di atas,
broker/asurador mengadakan survey risiko ke lokasi objek
pertanggungan bersama-sama dengan customer (bila perlu
reasurador) untuk meneliti apakah data yang tercantum
dalam surat penutupan sesuai dengan data objek
pertanggungan yang sebenarnya, antara lain:
Jenis barang atau objek pertanggungan.
Nilai atau harga transaksi yang sebenarnya dari objek.
Lokasi, konstruksi, okupasinya.
Lain-lain, tergantung jenis/macam objek yang
dipertanggungkan.
114. Prosedur Penutupan Asuransi
Asurador akan menerbitkan covernote/polis
berikut kwitansi dan tagihan premi atas hasil
survey setelah mengadakan survey risiko.
Berkas pertanggungan tersebut oleh asurador
segera dikirim/diserahkan kepada PT Asuransi
Aman.
PT Asuransi Aman akan memisahkan berkas
pertanggungan atas penutupan asuransi nonfire untuk dibuatkan nota.
115. Prosedur Penutupan Asuransi
Lembaga keuangan, selaku pemegang polis/kuasa customer,
harus memeriksa berkas-berkas pertanggungan apakah telah
sesuai dengan permintaan penutupan, antara lain:
Luas pertanggungan,
syarat/kondisi polis,
risiko,
financial istitutions clause,
periode/jangka waktu,
dan sebagainya.
Diperiksa mengenai premi yang dikenakan
Berdasarkan nota-nota tagihan di atas, lembaga keuangan
memberitahukan/menagih kepada customer debitur yang
bersangkutan untuk pembayaran preminya.
116. Prosedur Penutupan Asuransi
Untuk keperluan penutupan pertanggungan di
atas, customer harus memberikan kuasa
kepada lembaga keuangan dengan
menandatangani surat kuasa pada saat
perjanjian pembiayaan ditandatangani.
Atas transaksi penutupan pertanggungan
barang agunan pembiayaan, termasuk apabila
terjadi perubahan pertanggungan.
117. Premi yang wajib dibayar customer
Sejumlah bruto premi, untuk
pertanggungan kebakaran (fire).
Sejumlah netto premi untuk
pertanggungan selain kebakaran (nonfire)
118. Perpanjangan Asuransi
Masalah yang harus diperhatikan untuk perpanjangan
pertanggungan milik customer pembiayaan adalah:
Jangka waktu perpanjangan agar disesuaikan dengan
jangka waktu fasilitas pembiayaannya.
Apakah ada perubahan objek atau nilai pertanggungan.
Permintaan survey ulang kepada asurador
Broker PT Asuransi Aman biasanya memberitahukan
kepada lembaga keuangan mengenai polis-polis yang akan
berakhir.
Lembaga keuangan meneliti polis yang akan berakihir
jangka waktunya
119. Perpanjangan Asuransi
Pada saat pengajuan perpanjangan, agar dicantumkan
nomor polis yang lama dan perubahan yang ada.
Apabila perpanjangan asuransi dialihkan kepada asurador
lain, maka proses penutupannya sama dengan cara
penutupan pertanggungan baru.
Penyelesian premi dilaksanakan dengan memerhatikan
jangka waktu pembayaran premi dan dibukukan melalui
rekening.
Setiap perpanjangan asuransi dicatat dalam buku
pembantu/harian asuransi dan kartu asuransi jaminan
customer.
120. Perpanjangan Asuransi
Apabila pembiayaan customer sudah dilunasi
dalam hal asuransi berakhir, bank tidak perlu
lagi mengajukan perpanjangan asuransinya
yang masih berjalan. Sementara pembiayaan
sudah lunas, lembaga keuangan menyurati
asurador/broker memberitahukan untuk
mencabut ketentuan financial institutions clause
yang melekat pada lembaga keuangan.
Apabila terdapat kesulitan dalam penutupan
perpanjangan asuransi, agar menghubungi
broker PT Asuransi Aman
121. Kerjasama Asuransi
Dalam melakukan kegiatan penutupan
asuransi kerugian umum, lembaga
keuangan dapat mengadakan hubungan
kerjasama penutupan asuransi dengan
beberapa perusahaan asuransi kerugian
122. beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
Kerjasama Asuransi
Lembaga keuangan tidak diperkenankan melakukan penutupan asuransi
di luar yang telah ditetapkan sebagai asurador rekanan lembaga
keuangan.
Dalam pelaksanaannya, tertanggung, dalam hal ini lembaga keuangan
atau customer, memunyai hak untuk memilih asurador yang diinginkan,
sepanjang asurador tersebut adalah rekanan lembaga keuangan.
Setiap asurador rekanan diwajibkan membuka rekening di lembaga
keuangan dan segala aktivitas asuransi harus disalurkan melalui
rekening tersebut.
Asurador wajib dan mengikat diri untuk memlihara saldo. Saldo minimal
tersebut baru dapat dicairkan apabila sudah tidak memunyai hubungan
kerjasama perasuransian lagi dengan lembaga keuangan.
PT Asuransi Aman ditunjuk sebagai broker untuk menjadi perantara
dalam membantu kepentingan tertanggung dalam hal penutupan
maupun penyelesaian klaim asuransi; yang diharapkan dapat
memberikan advis mengenai penempatan setiap risiko dari tertanggung
dengan baik, sehingga memeroleh proteksi yang optimal dengan biaya
premi yang rendah.
123. Tuntutan Ganti Rugi atau Klaim
Asuransi
Klaim adalah tuntutan ganti rugi dari
tertanggung kepada penanggung
sehubungan dengan terjadinya peristiwa
(accident) atas obyek pertangungan.
Dalam penyelesaian klaim, penanggung
akan melakukan penilaian kembali obyek
pertanggungan atas dasar harga yang
sebenarnya atau harga pasar
124. Klaim yang diajukan tertanggung,
berupa
Klaim Total Loss
klaim secara keseluruhan sebesar jumlah nilai
pertanggungannya. Apabila pertanggungan diasuransikan
di atas harga/over insurance, maka ganti rugi dibayar
sesuai harga pasar, sehingga kerugian yang akan diganti
lebih kecil daripada harga yang tercantum dalam polis.
Klaim Partial Loss
klaim kerugian sebagian atau klaim yang jumlahnya lebih
kecil daripada nilai pertanggungan. Apabila objek
pertanggungan diasuransikan di atas harga/over insurance,
maka ganti rugi dibayar sesuai kerugian yang diderita
125. Kewajiban tertanggung jika terjadi
accident
Menyelamatkan, menjaga, dan mengizinkan
orang lain untuk menolong menyelamatkan
barang.
Memberi kesempatan kepada penanggung
untuk mengadakan penelitian.
Memberikan segala keterangan dan bukti-bukti
yang diminta oleh penanggung.
Tidak mengubah atau langsung memperbaiki
barang sebelum diadakan penelitian oleh
penanggung.
126. Proses pengajuan klaim
Tertanggung harus segera memberitahukan kepada
lembaga keuangan secara lisan terlebih dahulu begitu
terjadi peristiwa/musibah objek pertanggungan. Pada
kesempatan pertama, lembaga keuangan akan
memberitahukan kepada broker/asurador, secara lisan
terlebih dahulu, paling lambat waktu 4 X 24 jam (atau
tergantung kesepakatan dengan asuransi).
Berdasarkan laporan lembaga keuangan, broker/asurador
akan melakukan on the spot ke lokasi kejadian. Dalam
hal kerugian cukup besar atau sulit mencari sebab
kejadian, pihak asurador biasanya menunjuk adjuster
untuk melakukan survey klaim.
127.
Pihak tertanggung bersama dengan lembaga
keuangan (dibantu broker) mempersiapkan
segala sesuatunya mengenai data klaim,
termasuk perkiraan kerugian serta surat
pendukung klaim.
Tertanggung dapat kehilangan hak menuntut
ganti rugi (klaim) apabila pemberitahuan
adanya accident telah lewat dari 4 x 24 jam dan
akan kehilangan hak mendapat ganti rugi
apabila dalam waktu satu tahun tidak ada
tuntutan pembayaran ganti rugi.
128. Dokumen klaim
Asli dokumen pertangguangan (asli polis,
kwitansi, nota premi/bukti pembayaran premi).
Surat keterangan dari kepolisian RI yang
ditandatangani oleh Kapolda, berikut berita
acara pemeriksaan kejadian.
Daftar terinci atas barang yang rusak dan daftar
barang yang tersisa.
Buku-buku, invoice, daftar stok, dan cacatan
lain yang membuktikan adanya kerugian
tersebut.
129. Pembayaran klaim
Pembayaran klaim dilakukan melalui bank
apabila pada polis terlekat banker’s
clause. Untuk itu, bank harus selalu
memeriksa bahwa setiap polis telah
terlekat financial institutions clause untuk
PT Permata Indah. Hasil klaim tersebut
digunakan untuk menurunkan baki debet
customer
130.
Setelah menerima nota pembayaran dari
asurador, maka:
Customer diminta menandatangani kwitansi
penerimaan klaim.
Dalam hal total loss, customer juga diminta
menandatangani surat pernyataan hak subrogasi
untuk pengalihan hak.
Seluruh hasil klaim, setelah dikurangi own risk,
dibayarkan ke rekening customer.
Diperiksa apakah agunan yang masih ada masih
cukup meng-cover sisa pembiayaannya
131. Pengawasan dan Laporan
Bank harus selalu melakukan monitoring
untuk memastikan bahwa:
Semua agunan customer debitur yang
insurable telah diasuransikan.
Polis asli asuransi dengan banker’s clause
telah dikuasai bank.
Pembayaran premi dipenuhi oleh customer
dengan tertib.
132. Pengawasan dan Laporan
Jangka waktu belum berakhir atau telah
diajukan perpanjangannya.
Buku pembantu asuransi terpelihara dengan
baik dan setiap perubahan mengenai
asuransi dicatat secara teratur.
Laporan bulanan asuransi agar dikirim secara
teratur ke kantor pusat