1. LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA II
PENGUJIAN KADAR AIR BENIH
Oleh:
Alfian Nopara Saifudin
NIM A1D015033
Rombongan 2
PJ asisten : Farichatul Mufaroh
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
2. 28
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi
oleh masukkan berbagai faktor produksi salah satunya adalah penggunaan benih
bermutu. Kesadaran petani untuk menggunakan benih unggul dalam
meningkatkan produksi usaha taninya sudah cukup tinggi, namun dalam
pelaksanaannya perlu disertai dengan kesadaran penggunaan benih unggul yang
bermutu tinggi dan benar. Penggunaan benih yang bermutu diharapkan akan
meningkatkan produktivitas per satuan luas, dapat mengurangi serangan hama
penyakit, dan lain-lain. Peningkatan produksi akan berdampak terhadap
peningkatan pendapatan petani apabila ada jaminan pasar dengan harga yang
memadai.
Produsen benih umumnya berupaya untuk menghasilkan benih dengan
kualitas yang optimal agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi setelah disimpan
beberapa waktu. Benih dengan daya berkecambah yang sama pada banyak kasus
diketahui tidak dapat digunakan sebagai benih setelah disimpan beberapa bulan.
Penanganan benih sebaiknya dimulai dari penetapan lokasi produksi yang
mencakup tingkat kesuburan tanah, kondisi iklim, manajemen produksi, termasuk
isolasi jarak dan waktu, penetapan waktu panen, cara pengeringan/sortasi, dan
penyimpanan.
Hasil kajian dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa suhu dan kadar air benih dapat mempengaruhi kualitas benih yang
3. 29
ditunjukkan oleh daya hidup atau viabilitas benih. Suhu yang rendah dapat
menekan aktivitas enzim sehingga respirasi dapat dihambat dan viabilitas dapat
dipertahankan. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan peningkatan kadar
air benih. Cara untuk mempertahankan viabilitas, kadar air awal benih harus
dipastikan lebih rendah dari 11%. Oleh karena itu, sangat penting mengetahui
besar kadar air benih dengan melakukan pengujian kadar air benih.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum pengujian kadar air benih adalah untuk menguji
kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur.
4. 30
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan material yang higroskopis, memiliki susunan yang
kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat
demikian rupa dalam benih, artinya terdapat di setiap bagian dalam benih. Kadar
air benih karena keadaan yang higroskopis itu tergantung pada lembab relatif dan
temperatur. Lembab relatif dan temperatur demikian menentukan dalam adanya
tekanan uap dalam benih dan dalam udara di sekitarnya. Tekanan uap dalam benih
yang lebih besar daripada tekanan udara di sekitarnya, menyebabkan uap air akan
menerobos dan keluar dari dalam benih. Tekanan uap air di luar benih yang lebih
tinggi, maka uap akan menerobos masuk ke dalam benih. Tekanan uap di dalam
benih sama kuatnya dengan tekanan uap di luar benih, maka dalam keadaan
demikian tidak akan terjadi pergerakan uap serta dalam keadaan demikian inilah
terjadinya kadar air yang seimbang (Kartasapoetra, 2006).
Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan
teknik atau metode. Metode pengukuran kadar air yang ditetapkan dirancang
untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap
bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (Kartasapoetra,
2006). Kadar air benih merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
daya simpan benih. Kadar benih yang terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan
berbagai cendawan dapat tumbuh (Sutopo, 2010). Kadar air merupakan faktor
yang penting dan mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih
meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar airnya (Barton, 1961).
5. 31
Benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu
keberhasilan usaha tani sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar
dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani (Lesilolo, 2012). Benih
adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau
mengembangkan tanaman. Benih siap dipanen apabila telah masak fisiologis.
Beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu fase
pembuahan, fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase
pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan
pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan
zat makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air.
Kadar air benih pada fase pemasakan akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara di luar dan setelah mencapai tingkat masak fisiologis, benih
berat kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan (Prasetyo, 2004).
Jumlah air dalam suatu benih merupakan kadar air yang diukur berdasarkan
berat basah atu berat kering benihnya. Kadar air benih yang diberikan berdasarkan
berat basahnya, maka jumlah airnya merupakan persentase dari berat benih
sebelum airnya dihilangkan. Kadar air benih dinyatakan berdasarkan berat kering,
maka jumlah airnya merupakan persentase berat benih setelah airnya dihilangkan
(Justice, 2002).
Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan pengeringan yang dimaksudkan
untuk mengurangi kadar air benih sehingga benih aman diproses lebih lanjut,
terhindar dari serangan hama dan penyakit serta tidak berkecambah sebelum
waktunya. Pengeringan benih perlu diketahui sifat benih apakah ortodoks atau
6. 32
rekalsitran. Benih ortodoks kadar air saat pembentukan benih seitar 35-80% dan
pada saat tersebut benih belum cukup masak dipanen. Kadar air 18-40% benih
telah mencapai masak fisiologis, laju respirasi benih masih tinggi dan benih peka
terhadap detiorasi, cendawan, hama, dan kerusakan mekanis (Heuver, 2006).
Aerasi akan menurunkan suhu dan pemberian aerasi yang tepat dapat
mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembaban. Benih yang dipanen
dengan kadar air di atas 15-16% perlu dikeringkan. Pengeringan perlu dilakukan
segera setelah benih dipanen, karena makin lama penundaan pengeringan, kualitas
benih yang dihasilkan makin menurun. Benih berkualitas tinggi memiliki daya
simpan yang lebih lama daripada benih berkualitas rendah. Kualitas benih tidak
dapat diperbaiki dengan perlakuan penyimpanan, karena penyimpanan hanya
bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih (Hasanah, 2006).
Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih.
Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih kedelai selama
penyimpanan adalah mutu dan daya kecambah sebelum disimpan, kadar air benih,
kelembapan ruangan penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, hama dan penyakit
di tempat penyimpanan dan lama penyimpanan (Samuel, 2011).
Tanaman legume dan padi-padian umumnya ovule atau tepatnya embryosac
yang sedang mengalami proses fertilization mempunyai kadar air kira-kira 80%.
Kadar air ini kemudian meningkat sampai kira-kira 85%, lalu pelan-pelan
menurun secara teratur. Kadar air dekat waktu masak ini menurun dengan cepat
sampai kira-kira 20% pada biji tanaman serealia. Setelah tercapai berat kering
7. 33
maksimum biji, kadar air tersebut agak konstan sekitar 20% tetapi sedikit naik
turun seimbang dengan keadaan lingkungan di lapangan. Angka kadar air ini agak
tinggi di daerah tropis oleh karena kelembaban udara di daerah ini lebih tinggi,
yaitu rata-rata 75% (Kamil, 1986).
Semakin tinggi kandungan air benih, makin tidak tahan benih tersebut untuk
disimpan lama. Setiap kenaikan 1% dari kandungan air benih, maka umur benih
akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5
dan 14%, karena di bawah 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat
disebabkan oleh autoksidasi lipid di dalam benih. Sedangkan di atas 14% akan
terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih (Hong,
2005).
Kadar air dalam benih disebabkan oleh adanya 2 tipe yang mengikatnya
yaitu :
1. Air yang terikat secara kimiawi, dimana air dalam hal ini merupakan bagian
dari komposisi kimia benih. Hal ini jarang dilakukan atau sama sekali tidak
dilakukan baik untuk mengurangi atau menghilangkannya karena untuk itu
berarti harus mengubah struktur benih.
2. Air yang terikat secara fisik, dimana air itu memang diserap, yang selanjutnya
air itu diikat pada permukaan material oleh kekuatan fisik yang kuat karena
adanya daya tarik menarik antara molekul material dan air serta diikat dalam
ruangan yang terdapat sekeliling bagian dalam dari masing-masing biji-bijian
(benih) baik dalam bentuk cairan atau uap. Perhitungan kadar air benih
dihitung persentase air bebas karena air ini yang dapat bergerak bebas di
8. 34
dalam benih dan mudah untuk diuapkan. Kadar air benih selalu berubah
tergantung kadar air lingkungannya karena benih memiliki sifat selalu
berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan sekitarnya
(Kuswanto, 1997).
Besarnya kadar air benih mempengaruhi beberapa proses antara lain:
1. Kadar air benih >45-60% : perkecambahan berlangsung.
2. Kadar air benih >18-20% : pemanasan dapat terjadi.
3. Kadar air benih 12-14% : jamur tumbuh pada permukaan dan dalam benih.
4. Kadar air benih 8-9% : sedikit atau tidak ada aktivitas insekta.
5. Kadar air benih 4-8% : penyimpangan tertutup dapat aman (Byrd, 1968).
9. 35
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum pengujian kadar air benih yaitu
timbangan analitik, amplop kertas, moisture tester, dan alat tulis. Sedangkan
bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kadar air benih yaitu benih padi,
benih jagung, dan benih kacang tanah.
B. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum pengujian kadar air benih adalah sebagai
berikut :
1. Metode Praktek (Tidak Langsung)
a. Alat moisture tester disiapkan beserta contoh benih yang diuji.
b. Benih yang akan diuji diambil secukupnya.
c. Biji diambil dan dimasukkan dalam lubang pengujian pada moisture
tester.
d. Sekrup penghancur benih diputar sampai tertutup rapat.
e. Menu uji dipilih sesuai dengan benih yang diuji (benih padi : paddy in
dryer, benih jagung : nacked barley, benih kacang tanah : nacked barley).
f. Tombol measure ditekan hingga muncul hasil pengujian pada display,
lalu tombol measure ditekan sebanyak 9 kali.
g. Tombol average ditekan untuk mendapatkan rerata per ulangan,
kemudian hasilnya ditulis.
10. 36
h. Masing-masing pengujian diulang sebanyak 4 kali.
i. Masing-masing pengujian dihitung rata-ratanya.
2. Metode Dasar (Langsung)
a. Benih jagung, padi, dan kacang tanah masing-masing ditimbang
sebanyak 20 g.
b. Benih dimasukkan dalam amplop kertas dan dioven selama 2 x 24 jam.
c. Setelah 2 x 24 jam benih ditimbang kembali.
d. Kadar air (KA) dihitung dengan rumus :
KA = berat awal-berat akhir
% KA =
KA
Berat Awal
x 100 %
e. Hasil uji kadar air dengan kadar air standar masing-masing benih
disimpulkan dan dibandingkan.
11. 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2.1 Pengujian Kadar Air Benih Metode Langsung (oven)
Benih Benih Awal Benih Akhir % KA
Padi 20 gr 18,20 gr 9 %
Jagung 20 gr 17,91 gr 10,45 %
Kacang Tanah 20 gr 18,35 gr 8,3 %
Perhitungan :
1. % KA Padi
KA = Bobot awal – bobot akhir
= 20 – 18,20
= 1,8
% KA =
KA
Bobot awal
x 100%
=
1,8
20
x 100%
= 9%
2. % KA Jagung
KA = Bobot awal – bobot akhir
= 20 – 17,91
= 2,09
% KA =
KA
Bobot awal
x 100%
=
2,09
20
x 100%
= 10,45 %
3. % KA Kacang tanah
KA = Bobot awal – bobot akhir
= 20 – 18,35
= 1,65
% KA =
KA
Bobot awal
x 100%
=
1,65
20
x 100%
= 8,3%
13. 39
B. Pembahasan
Kadar air benih menurut Indartono (2011), merupakan berat air yang
dikandung dalam benih dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai
dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat
awal contoh benih. Kadar air benih optimal yaitu kadar air tertentu dimana benih
tersebut disimpan tanpa mengalami penurunan mutu benih. Menurut ISTA (2010),
kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan teknik
atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang
untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap
bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin, karena benih
memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan
sekitarnya.
Sutopo (2010) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih. Kadar benih yang terlalu
tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh. Menurut
Suyanto (1992), kadar air benih ialah berat air yang dikandung dan yang
kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang
dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan kadar
air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan
hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam % terhadap berat asal
contoh benih.
Kamil (1986) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan jumlah air
dalam suatu benih yang diukur berdasarkan berat basah atau berat kering
14. 40
benihnya. Penetapan kadar air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang
diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam
prosentase (%) terhadap berat asal contoh benih. Menurut Barton (1961), kadar air
merupakan faktor yang penting dan mempengaruhi kemunduran benih.
Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar airnya.
Byrd (1968) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan suatu fungsi
dari kelembaban nisbi udara sekitarnya. Kelembaban nisbi merupakan suatu
pernyataan mengenai jumlah uap air sesungguhnya yang ada di udara yang
dihubungkan dengan jumlah seluruh uap air yang dapat dipegang oleh udara.
Apabila temperatur meningkat, udara dapat memegang lebih banyak uap air,
sehingga apabila udara panas tanpa mengubah kadar airnya maka persentase
kelembaban nisbi akan menurun. Kadar air suatu benih tertentu bergantung pada
kelembaban nisbi, sedangkan suhu memberikan pengaruh yang kecil. Apabila
kelembaban nisbi udara sekeliling benih meningkat, maka kadar air benih akan
meningkat.
Rahmitasari (2011) menyatakan bahwa, kadar air benih ialah berat air yang
dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan
yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam presentase terhadap berat awal contoh
benih. Menurut Dinarto (2010), kadar air benih merupakan suatu fungsi dari
kelembaban relatif udara sekitarnya dan kadar air suatu benih bergantung pada
kelembaban relatif udara sekitarnya. Kelembaban relatif udara sekitar benih yang
meningkat (tinggi), menyebabkan kadar air benih akan meningkat pula sampai
15. 41
terjadi nilai keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembaban relatif udara
sekitarnya.
Hong (2005) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan salah satu
komponen yang harus diketahui baik untuk tujuan pengolahan, maupun
penyimpanan benih. Kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama
penyimpanan. Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang dinilai oleh
BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu pengujian rutin
para analisis benih di laboratorium benih.
Teknik-teknik pengeringan menurut Rasaha (1990), penjemuran biji dengan
panas sinar matahari merupakan salah satu cara pengeringan yang paling
sederhana dan umum dilakukan oleh para petani di Indonesia. Pengeringan tidak
bisa dilakukan secara langsung pada benih-benih tertentu. Benih tomat harus
melalui perlakuan pendahuluan dengan pemeraman yang tujuannnya untuk
memisahkan biji dari bahan-bahan yang melapisinya, setelah itu biji dicuci bersih
dan dapat dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengam memakai suatu alat
pengering (artificial drying) atau dengan penjemuran di bawah sinar matahari
(sun drying).
Metode pengeringan oven telah mempertimbangkan bahwa hanya air saja
yang diuapkan selama pengeringan. Senyawa yang mudah menguap mungkin ikut
menguap yang akan menyebabkan hasil pengukuran over estimation. Kadar air
yang ditentukan dengan metode oven mungkin saja tidak merepresentasikan kadar
air benih yang sesungguhnya (Poulsen, 1994). Menurut Sutopo (2010), teknik
pengeringan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
16. 42
1. Penjemuran dengan panas matahari secara langsung (sun drying)
Pengeringan benih dengan penjemuran merupakan cara yang tradisional
di Indonesia. Keuntungannya adalah bahwa energi yang didapat dari energi
sinar matahari murah dan berlimpah terutama di daerah tropis. Kerugian dari
cara ini adalah kadar air benih tak merata, penjemuran tergantung pada
keadaan cuaca, waktu yang diperlukan lebih lama, dan banyak tenaga kerja
yang diperlukan.
2. Pengeringan buatan dengan alat mekanis (artificial drying)
Pengeringan buatan dengan alat mekanis dikenal dengan tiga
pengeringan secara mekanis :
a. Pengeringan tanpa pemanasan, pengeringan ini dilakukan di daerah yang
udaranya relatif kering, dimana kelembaban nisbi dibawah atau sekitar
70%.
b. Pengeringan dengan pemanasan tinggi, dilakukan dengan aliran atau
tiupan udara yang kontinyu tinggi yang dihasilkan dengan mengalirkan
udara melalui suatu alat pemanas.
c. Pengeringan dengan tambahan pemanasan, digunakan suhu rendah
misalnya ditambahkan 10oF (-12,2oC) di atas suhu lingkungan, karena
suhu yang digunakan tidak tinggi sehingga dapat menjaga kualitas benih
serta lebih aman dalam pelaksanaannya.
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sebagai
berikut :
1. Pengeringan dalam karung (bag driers)
17. 43
Metode ini dilakukan apabila benih yang dikeringkan berasal dari
banyak varietas atau apabila volume benih yang diproduksi kecil dalam hal
ini, biasanya digunakan karung yang terbuat dari bahan yute, sehingga dapat
dilalui udara untuk proses pengeringan. Selama proses pengeringan, karung
tidak ditumpuk terlalu tinggi (beberapa lapis saja). Karung yang ditumpuk
terlalu tinggi menghambat proses pengeringan benih untuk mengeringkan
benih. Udara yang digunakan berkisar antara 25 m3. Setiap meter kubik benih
40 m3 per menit untuk yang dikeringkan dengan tekanan udara tertentu
(Kuswanto, 1997).
2. Pengeringan dalam kotak (box driers)
Metode ini merupakan modifikasi dari bag drier dan merupakan
metode yang paling lazim digunakan untuk mengeringkan benih. Metode ini
dapat digunakan untuk mengeringkan benih dari beberapa varietas diletakan
dalam satu wadah. Bahan yang digunakan untuk membuat kotak tersebut
dapat berupa bahan lokal, kemudian dimasukkan ke dalam wadah dari logam
yang berlubang lubang atau kawat. Wadah setelah benih kering dipindahkan
dari alat pengeringan dan diletakkan di dalam ruangan yang memiliki
kelembaban tertentu, yang dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar air
benih (Kuswanto, 1997).
Pengeringan benih berhubungan erat dengan pengurangan kadar air
pada benih yang akan kita simpan. Pengeringan atau proses penurunan kadar
air dapat meningkatkan viabilitas benih. Pengeringan yang mengakibatkan
kadar air yang terlalu rendah akan mengurangi viabilitas benih. Proses
18. 44
penurunan kadar air benih dapat dilaksanakan dengan berbagai metode seperti
dikeringanginkan, penjemuran maupun dengan silika gel. Ketiga metode
tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menurunkan kadar air
(Kartasapoetra, 2006).
Gambar 3. Metode pengeringan benih pada kotak.
Kadar air, dormansi dan perkecambahan memiliki hubungan yang sangat
erat. Menurut Putra (2011), kadar air benih mempengaruhi dormansi benih. Kadar
air yang tinggi akan memicu terjadinya respirasi yang lebih cepat. Hal ini
disebabkan karena kecepatan respirasi akan segera meningkat setelah dimulainya
penyerapan air oleh biji, sehingga akan mematahkan dormansi biji dan terjadi
perkecambahan. Menurut Sadjad (1993), respirasi menyebabkan terbentuknya air
dan CO2 yang menyebabkan kelembaban di sekitar benih meningkat dan suhu
bertambah sehingga memacu perkecambahan dan mematahkan dormansi benih.
Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum
19. 45
ditanam, sedangkan dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas
pernafasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan
dalam benih dan merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat
penyimpanan. Menurut Mugnisjah (1990), kadar air yang telalu rendah juga akan
menyebabkan kerusakan pada embrio. Menurut Astari (2014), kadar air yang
tinggi pada benih mampu melunakkan kulit keras biji sehingga biji mampu
berimbibisi. Menurut Kamil (1986), pengujian kadar air benih dihitung untuk
mengetahui seberapa besar kandungan air yang terkandung di dalam benih
tersebut. Pengujian ini tentu tidak lepas dari kualitas perkecambahan, viabilitas,
dan vigor benih saat perkecambahan, karena sebelum proses imbibisi air ke dalam
benih dan sebelum perkecambahan benih, akan ditentukan terlebih dahulu oleh
kandungan awal air yang ada di dalam benih tersebut.
Contoh hubungan kadar air dengan dormansi dan perkecambahan pada
benih karet sesuai dengan penelitian Sulaiman (2010), kadar air benih sebelum
penyimpanan rata-rata 52,27%. Lama penyimpanan benih menunjukkan
perbedaan yang nyata. Suhu penyimpanan benih karet ternyata menyebabkan
terjadinya perbedaan kadar air benih karet. Selama penyimpanan 12 hari dengan
menggunakan suhu 20oC-22oC ternyata menghasilkan kadar air benih karet yang
berbeda nyata antara suhu 20oC-22oC dengan suhu 23oC-26oC dan suhu 27oC-
30oC. Lama penyimpanan akan menurunkan kadar air benih sampai 29,9% (pada
perlakuan suhu 23oC-26oC. Namun, kadar air benih karet yang disimpan dengan
suhu 20oC-22oC rata-rata tetap dapat mempertahankan kadar air benih karet
dibandingkan pada suhu 23oC-26oC dan suhu 27oC-30oC. Penurunan kadar air
20. 46
benih dengan tingginya suhu diduga adanya peningkatan penguapan dari benih
selama penyimpanan. Menurut Samjaya (2010), adanya hubungan kadar air benih
karet dengan lamanya periode simpan dan peningkatan suhu simpan, semakin
lama benih disimpan semakin turun kadar air benih karet karena tingginya laju
respirasi yang diduga diikuti oleh adanya penguapan yang tinggi dari dalam benih.
Gambar 4. Hubungan lama simpan (dormansi) dengan rata-rata kadar air benih.
Sulaiman (2010) menyatakan bahwa, daya berkecambah benih awal
penelitian rata-rata 82,22%, dan setelah disimpan menurun sampai 40,22%.
Semakin lama disimpan daya berkecambah akan semakin menurun. Lama
penyimpanan benih karet antara 6 hari, 12 hari, dan 18 hari ternyata menunjukkan
perbedaan yang nyata. Menurut Roberts (1980), benih karet merupakan benih
rekalsitran yang tidak tahan terhadap desikasi sehingga benih karet apabila
disimpan dalam waktu yang cukup lama akan mengalami kemunduran viabilitas.
Kemunduran benih ini berlaku terhadap hampir sebagian besar benih yang
tergolong kedalam benih rekalsitran.
21. 47
Gambar 5. Hubungan lama simpan (dormansi) dengan rata-rata daya kecambah.
Kadar air benih sangat penting untuk diketahui. Menurut Kamil (1986),
penting untuk menetapkan waktu panen, karena waktu pemanenan harus
dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-masing spesies atau
varietas. Tanaman padi-padian (serealia) dan biji-bijian umumnya dipanen pada
kadar air biji 20%. Kadar air biji 30% merupakan batas tertinggi untuk dipanen.
Sutopo (2010) menyatakan bahwa, penentuan dan pengujian kadar air benih
dari suatu kelompok benih sangat penting untuk dilakukan karena laju
kemunduran suatu benih dipengaruhi oleh kadar airnya. Pengujian kadar air
digunakan sebagai dasar untuk menetapkan waktu panen dan menetapkan kadar
air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas
benih tersebut. Menurut Rahmitasari (2011), kadar air benih merupakan salah satu
komponen yang harus diketahui untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan
benih. Menurut Mugnisjah (1990), kadar air sangat penting karena semakin
rendah kadar air benih, maka akan semakin lama daya hidup benih tersebut. Kadar
air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-8%.
22. 48
Kuswanto (1997) menyatakan bahwa, kadar air memiliki dampak besar
terhadap benih selama penyimpanan. Benih ortodok yang disimpan pada tingkat
air tinggi beresiko cepat mundurnya benih selama dalam penyimpanan. Penilaian
air benih merupakan salah satu komponen yang dinilai oleh BPSB dalam
sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu pengujian rutin para analisis
benih di laboratorium benih.
Teknik-teknik untuk mengetahui kadar air dari suatu benih menurut
Kartasapoetra (2006), dapat dikategorikan atas metode dasar dan metode praktek.
Metode dasar antara lain metode tungku (oven method), metode destilasi tolluene,
metode Karl Fisher dan lain-lain. Menurut Bonner (1982), ada dua metode yang
digunakan dalam pengujian kadar air benih, yaitu konvensional (menggunakan
oven) dan automatic (menggunkan balance moisture tester). Penentuan uji kadar
air digunakan dua metode oven, yaitu metode temperatur rendah 103±2°C dan
metode temperatur tinggi 130-133°C.
AOAC (1984) menyatakan bahwa, metode oven atau pengeringan yang
digunakan merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan
kadar air suatu bahan pangan. Metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah
periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan
jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan
yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau
rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia.
23. 49
Hasanah (2006) menyatakan bahwa, metode pengukuran kadar air benih
terdiri dari dua metode, yaitu metode secara langsung dan secara tidak langsung.
Metode secara langsung yaitu dengan menghitung kadar air benih secara langsung
dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih, metode ini sering
disebut metode oven. Metode secara tidak langsung yaitu kadar air diukur tanpa
mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam
benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air, biasanya dengan
menggunakan alat steinlete moisture tester.
Metode yang digunakan untuk menguji kadar air menurut Justice (2002)
adalah sebagai berikut :
1. Konvensional (menggunakan oven).
2. Automatic (menggunakan Balance Moisture Tester, Ohaus MB 45,
Higrometer).
Kadar air benih dapat dilakukan dengan memakai cara berdasarkan berat
kering (Dry Weight Basis) yang biasa dipakai peneliti ilmiah menurut Kamil
(1986), yaitu sebagai berikut :
1. Alat pengukur kadar air biji otomatis (Seed Moisture Tester) atau setengah
otomatis, seperti Universal Moisture Tester, Burrow Moisture Recorder,
Burrow Model 700, Digital Moisture Computer, dan sebagainya.
2. Metode tungku (oven method). Cara ini dilakukan dengan contoh biji (biji
basah) yang baru dipanen dikeringkan di dalam tungku (oven) listrik pada
suhu 1050-1100C selama 24 jam secara terus menerus. Biji yang sudah
24. 50
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang lagi (didapat berat kering).
Kadar air biji dihitung berdasarkan berat basah (wet weight basis) yaitu :
Kadar air biji =
Berat basah−Berat kering
Berat basah
x 100%
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih perlu diperhatikan, karena
kadar air mempengaruhi daya simpannya. Faktor yang mempengaruhi kadar air
benih yaitu sebagai berikut :
1. Tipe benih
Tipe benih berpengaruh terhadap kadar air benih. Secara teknologi
dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak
mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah
dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan
dalam keadaan suhu yang relatif rendah. Contoh benih yang bersifat ortodoks
adalah benih Acacia mangium W. (Akasia), Dalbergia latifolia R. (Sonobrit),
Eucalyptus urophylla S. (Ampupu), Eucalyptus deglupta B. (Leda), Gmelina
arborea L. (Gmelina), Paraserianthes falcataria F. (Sengon), Pinus mercusii
(Tusam), dan Santalum album (Cendana). Benih yang bersifat rekalsitran
akan mati jika kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak
tahan di tempat yang bersuhu rendah. Contoh benih ini adalah Agathis
lorantifolis S. (Damar), Diosypros celebica B. (Eboni), Hevea brasiliensis A.
(Karet), Macadamia hildenbrandii S. (makadame), Shore compressa dan
Shore seminis V. (Sutarno, 1997).
25. 51
2. Ukuran benih
Ukuran biji merupakan faktor pengujian kadar air benih. Ukuran biji
berpengaruh terhadap keseragaman pertumbuhan tanaman dan daya simpan
benih. Beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari
varietas yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek (Priestley,
1986).
3. Penyimpanan
Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks
sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang
berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan
(Harrington, 1972). Menurut Sadjad (1993), lamanya penyimpanan benih
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan benih dimana benih dapat
mengalami kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan semakin
lama. Benih umumnya dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu
yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu
benih dapat terjaga, sehingga perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.
Manfaat dilakukannya pengujian kadar air benih menurut Suyanto (1992),
adalah untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk
menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka
mempertahankan viabilitas benih tersebut. Menurut Kamil (1986), manfaat dari
pengujian kadar air benih di bidang pertanian adalah untuk mengetahui seberapa
besar kandungan air yang terkandung di dalam benih tersebut. Pengujian ini tentu
tidak lepas dari kualitas perkecambahan, viabilitas, dan vigor benih saat
26. 52
perkecambahan, karena sebelum proses imbibisi air ke dalam benih sebelum
perkecambahan benih ditentukan terlebih dahulu oleh kandungan awal air yang
ada di dalam benih tersebut.
Moisture tester menurut Viera (2001), adalah alat untuk mengukur kadar air
biji yang sejenis biji-bijian. Kadar air benih yang diuji dengan menggunakan seed
moisture tester lebih akurat dibanding menggunakan alat lain. Prinsip kerja yaitu
mengukur kadar air dengan memanfaatkan gaya tolak elektris yang dipadukan
dengan metode penggerusan untuk meningkatkan tingkat akurasi pada setiap
pengukuran kadar air dimana pengukuran didasarkan pada konduktivitas atau
hantaran listrik. Kadar air akan berbanding linier terhadap kapasitas listrik yang
diukur, hantar listrik tersebut akan ditangkap oleh alat yang dinamakan detektor.
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kadar air pada padi, beras, gandum,
barley dan mustard, juga tidak menutup kemungkinan untuk digunakan pada biji-
bijian serta bahan lainnya. Alat tersebut juga bisa digunakan untuk mengukur
tingkat kelembaban suatu zat. Alat ini dibagi menjadi dua yaitu desruktif
(resistan) dan non destruktif (kapasitan). Alat ini sudah menerapkan teknologi
mikroprosesor sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
mengetahui kadar air atau tingkat kekeringan pada biji-bijian dengan
menggunakan alat ini. Bagian-bagian moisture tester meliputi layar, pemutar
untuk menekan benih, lubang penampung benih dan tombol pengontrol.
Hamann (2001), moisture tester merupakan suatu alat yang dipakai untuk
mengukur jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu bahan seperti gabah,
biji-bijian, sorgum, gandum, dan lain-lain. Fungsi dari moisture tester adalah
27. 53
untuk menguji kadar air benih. Prinsip kerja dari alat ini yaitu beberapa benih
diletakkan di tempat penampung benih, kemudian alat penekan diputar sampai
benih hancur. Tombol power ditekan kemudian memilih jenis benih dengan
memilih select, kemudian tombol measurement ditekan 3 kali untuk mengambil
rerata yang akurat, dan terakhir tombol average ditekan untuk mengetahui
reratanya.
Bagian-bagian dari alat moisture tester menurut Hamann (2001) adalah
sebagai berikut :
1. Layar, layar ini akan menampilkan angka hasil pengukuran kadar air.
2. Pemutar benih, bagian ini digunakan untuk menekan benih dengan cara
diputar.
3. Alat penampung benih, terletak di bawah alat penekan dan digunakan untuk
tempat peletakkan benih.
4. Tombol pengontrol, berguna untuk mengontrol alat dan berisi beberapa
pilihan mengenai jenis benih yang akan diuji.
Moisture tester sangat banyak jenisnya. Macam-macam moisture tester
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. General purpose moisture meter TK 100 berfungsi untuk mengukur kadar air
dari berbagai jenis bahan, seperti biji-bijian, bahan mentah kimiawi, biji
plastik, bubuk sabun, tanah, obat tradisional cina (TCM), dan bahan-bahan
serat lainnya.
28. 54
2. Grain moisture tester berfungsi untuk menentukan kadar air pada bijian mulai
dari range yang terendah sampai dengan range tertinggi yang bisa diukur
maksimum pada bijian yaitu dari 0-40%.
3. Moisture meter for hay and straw berfungsi untuk mengukur kadar air pada
rumput kering dan jerami sebagai sarana untuk memastikan penyimpanan
yang lebih aman dan untuk pencegahan kerusakan atau pembusukan pada
jerami atau rumput yang telah dipanen/dipotong, seperti pengolahan daun the
dan pada pabrik kertas yang pengolahanya dari bahan serat tumbuh-
tumbuhan.
4. Wood dust moisture meter berfungsi untuk mengukur kadar air dari bahan
kayu (seperti serbuk gergaji, bantal jerami (paillasse), bubuk bambu),
digunakan dalam pembuatan kertas, papan partikel, furnitur, dan industri
pembuatan arang.
Benih berdasarkan sifatnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu benih
ortodoks dan benih rekalsitran. Menurut Sutarno (1997), benih ortodoks tidak
mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah dengan
cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam
keadaan suhu yang relatif rendah. Benih yang bersifat rekalsitran akan mati jika
kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang
bersuhu rendah.
Justice (2002) menyatakan bahwa, benih ortodoks adalah benih yang dapat
disimpan lama, dimana kadar air dapat diturunkan sampai di bawah 10%, dan
dapat disimpan pada suhu dan kelembaban yang rendah. Benih rekalsitran yaitu
29. 55
benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama, dimana tidak tahan atau mati
jika disimpan pada suhu dingin, dan tidak tahan disimpan bila kadar airnya
diturunkan sampai di bawah kadar air kritis. Benih berkualitas dalam produksinya
tidak dibedakan antara benih ortodoks dan benih rekalsitran. Persyaratan
agronomis dengan mengacu pada Good Agricultural Practices (GAP) harus
diikuti dengan persyaratan lain seperti benih harus sudah mencapai masak
fisiologis serta seragam, agar benih yang dihasilkan berkualitas baik.
Hasanah (2002) menyatakan bahwa, benih ortodoks relatif tahan terhadap
pengeringan. Benih ortodoks umumnya dimiliki oleh spesies-spesies tanaman
setahun dan tanaman dua tahunan (bienial) dengan ukuran benih yang kecil. Benih
ortodoks tahan pengeringan sampai kadar air mencapai 5% dan dapat disimpan
pada suhu rendah. Daya simpan benih dapat diperpanjang dengan menurunkan
kadar air dan suhu. Benih rekalsitran peka terhadap pengeringan. Benih
rekalsitran tidak tahan disimpan pada suhu di bawah 20°C. Beberapa spesies
tanaman tropis yang memiliki sifat rekalsitran atau peka terhadap suhu rendah
adalah kemiri, kayu manis, pala, kelapa, dan palma lainnya. Kelompok tanaman
ini menghasilkan benih yang tidak pernah kering pada tanaman induknya. Benih
masih dalam kondisi lembab ketika gugur dan akan mati ketika kadar air kritis.
Daya hidup benih relatif pendek dari beberapa minggu sampai beberapa bulan
tergantung spesiesnya walaupun benih disimpan pada 11 kondisi lembab.
Sadjad (1993) menyatakan bahwa, benih ortodoks dapat dikeringkan dan
tidak mati, dapat disimpan lama dalam kondisi dingin dan tahan disimpan pada
kadar air yang rendah. Benih rekalsitran akan mati jika disimpan pada suhu dingin
30. 56
dan kadar airnya diturunkan atau dikeringkan. Perbedaan sifat tersebut
dikarenakan perbedaan genetik benih. Menurut Budiarti (1990), benih rekalsitran
tidak memiliki sifat dormansi dan pada umumnya daya simpan benih ini rendah.
Contohnya pada benih kakao, kadar air benih 18-22% dengan suhu ruang simpan
AC (23-25ºC) dan RH 55-70% mampu disimpan selama 40 hari. Menurut
Stubsgaard (1992), sebagian besar benih yang termasuk dalam benih rekalsitran
adalah benih-benih yang berdaging dan spesies tanaman kehutanan. Benih ini
sebagian besar ditemukan di daerah tropik lembab.
Hardiyana (2000) menambahkan bahwa benih rekalsitran mempunyai kadar
air yang relatif lebih tinggi daripada benih ortodoks ketika benih ini akan
disimpan, jika terjadi penurunan kadar air benih sampai dibawah kadar air
kritikalnya benih akan mengalami kematian. Contoh benih rekalsitran adalah
damar, kayu getah, jeruk, mangga, nangka, durian, alpukat, rambutan, kelapa, dan
salak. Karakteristik benih ortodoks antara lain benih ini mempunyai kadar air
berkisar antara 30-50% pada saat masak fisiologi tahan disimpan dalam waktu
yang cukup lama. Contoh dari benih ortodoks antara lain sengon, cabe, padi,
kedelai, jagung, tomat, semangka, terong, selada dan wortel.
Praktikum pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan dua
metode, yaitu metode praktik (tidak langsung) dan metode dasar (langsung).
Benih yang digunakan dalam pengujian adalah benih padi, jagung, dan kacang
tanah. Metode praktik (tidak langsung) dilakukan dengan menggunakan moisture
tester dengan cara memasukkan benih pada lubang pengujian, kemudian ditutup
dan diuji kadar airnya dengan menekan tombol pilihan biji dan menekan tombol
31. 57
measure, sehingga hasil pengujian muncul pada display, kemudian dirata-rata
hasil pengujiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gradness (2001), metode
pengukuran secara praktis merupakan penentuan kadar air secara tidak langsung
yang diukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan alat
ukur. Menurut Hamann (2001), penggunaan moisture tester yaitu beberapa benih
diletakkan di tempat penampung benih, kemudian alat penekan diputar sampai
benih hancur. Tombol power ditekan kemudian memilih jenis benih dengan
memilih select, kemudian tombol measurement ditekan 3 kali untuk mengambil
rerata yang akurat, dan terakhir tombol average ditekan untuk mengetahui
reratanya.
Metode dasar (langsung) dilakukan dengan menggunakan oven. Masing-
masing benih ditimbang sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam amplop
kertas dan dioven selama 2x24 jam, kemudian setelah dioven benih ditimbang dan
dihitung kadar airnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2010), metode
dasar ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh
pengeringan atau pemanasan pada kondisi tertentu dan dinyatakan sebagai
persentase dari berat mula-mula. Menurut Kamil (1986), contoh biji (biji basah)
yang baru dipanen dikeringkan di dalam tungku (oven) listrik pada suhu 105-
1100C selama 24 jam secara terus menerus. Biji kemudian ditimbang lagi (didapat
berat kering). Kadar air biji dihitung berdasarkan berat basah (wet weight basis)
yaitu :
Kadar air biji =
Berat basah−Berat kering
Berat basah
x 100%
32. 58
Berdasarkan hasil praktikum acara II ini yaitu pada metode langsung atau
metode dasar menggunakan alat oven dan dengan menggunakan tiga komoditas
yaitu padi, jagung dan kacang. Benih padi berat awalnya sebesar 20 gr, berat
akhirnya sebesar 18,20 gr dan %KA sebesar 9%. Benih jagung berat awal sebesar
20 gr, berat akhirnya sebesar 17,91 gr dan %KA sebesar 10,45%. Benih kacang
tanah berat awalnya sebesar 20 gr, berat akhirnya sebesar 18,35 gr dan %KA
sebesar 8,3%. Hal ini sesuai dengan Hong (2005) menyatakan bahwa makin tinggi
kandungan air benih makin tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Setiap
kenaikan 1% dari kandungan air benih maka umur benih akan menjadi
setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5 dan 14%.
Karena dibawah 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat
disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam benih.
Hasil praktikum dengan metode tidak langsung atau metode praktek dengan
menggunakan alat moisture tester pada benih padi dengan 4 kali ulangan hasil
rata-rata ulangan ke 1 sebesar 13,0, ulangan ke 2 sebesar 13,1, ulangan ke 3
sebesar 13,0 dan ulangan ke 4 sebesar 13,6. Benih jagung hasil rata-rata ulangan
ke 1 sebesar 13,3, ulangan ke 2 sebesar 13,3, ulangan ke 3 sebesar 12,4, ulangan
ke 4 sebesar 13,6. Benih kacang hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 16,3, ulangan
ke 2 sebesar 13,6 ulangan ke 3 sebesar 16,5, ulangan ke 4 sebesar 15,7. Kadar air
benih yang baik antara 13%-14%. Kadar air benih padi yang baik sebesar 12%
(Sutopo, 2004). Menurut Sari (2010) menyatakan bahwa pada benih yang
memiliki kadar air benih yang sesuai untuk penyimpanan maka daya kecambah
benih dapat dipertahankan selama penyimpanan.Sutopo (2010) menyatakan
33. 59
bahwa, metode dasar melalui pengovenan lebih efektif dan benar-benar
perhitungan sesuai kadar air benih pada kondisi kehilangan air atau berat kering
dengan pengeringan pada suhu tinggi. Sedangkan menurut Renanta (2009),
penggunaan moisture tester tidaklah selalu menunjukkan hasil yang akurat, perlu
dilakukan kalibrasi pada moisture tester agar hasil pengukuran lebih akurat dan
tidak semua alat moisture tester menunjukkan hasil yang sama satu dengan yang
lainnya.
34. 60
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pengujian kadar air benih dapat disimpulkan bahwa,
kandungan kadar air benih padi sebesar 9%, benih jagung sebesar 10,45% dan
benih kacang tanah sebesar 8,3%. Metode praktek dengan menggunakan alat
moisture tester pada benih padi dengan 4 kali ulangan hasil rata-rata ulangan ke 1
sebesar 13,0, ulangan ke 2 sebesar 13,1, ulangan ke 3 sebesar 13,0 dan ulangan ke
4 sebesar 13,6. Benih jagung hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 13,3, ulangan ke
2 sebesar 13,3, ulangan ke 3 sebesar 12,4, ulangan ke 4 sebesar 13,6. Benih
kacang hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 16,3, ulangan ke 2 sebesar 13,6,
ulangan ke 3 sebesar 16,5, ulangan ke 4 sebesar 15,7.
B. Saran
Timbangan seharusnya diperbanyak agar praktikum berjalan efisien dan
efektif.
35. 61
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemistry. AOC, Virginia.
Astari, R.P. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia
Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna bracteata
D.C). J. Agroteknologi. 2(2): 803-812.
Barton, L.V. 1961. Seed Preservation and Longevity. Illus, London.
Bonner, F. 1982. Measurement and Management Of Tree Seed Moisture:
Technical Note. Danida Forest Centre, Denmark.
Budiarti, T. 1990. Konservasi Benih Rekalsitran. J. Keluarga Benih. 1(1): 56-66.
Byrd, H.W. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa, Jakarta.
Darmawan. 2014. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.) Varietas Comexio. J.
Produksi Tanaman. 2(4): 339-346.
Dinarto, W. 2010. Pengaruh Kadar Air dan Wadah Simpan Terhadap Viabilitas
Benih Kacang Hijau dan Populasi Hama Kumbang Bubuk Kacang Hijau
Callosobruchus chinensis L. J. Agrisains. 1(1): 68-78.
Gradness. 2001. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.
Hamann, S. 2001. Cognitive and Neural Mechanisms of Emotional Memory. J.
Trends in Cognitive Sciences. 5(9): 394-400.
Hardiyana. 2000. Pengaruh Kadar Awal dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas
Benih Jeruk Besar (Citrus maxima Merr.) Pada Ruang Simpan Kamar dan
AC. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Harrington, J.F. 1972. Seed Storage and Longevity. Academic Press, New York.
Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri
Benih Tanaman Industri. J. Litbang Petanian. 21(3): 84-91.
Heuver, M. 2006. Introduction to Seed Testing. IAC Wageningen, Netherlands.
Hong, T.D. 2005. A Protocol to Determine Seed Storage Behaviour IPGRI
Technical Bulletin. University of Reading, UK.
36. 62
Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan dan Teknik Pengemasan
Terhadap Kualitas Benih Kedelai. J. Gema Teknologi. 16(3): 158-163.
ISTA. 2010. International Rule for Seed Testing Edition 2010. International Seed
Testing Association, Swizerland.
Justice, O.L. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press,
Jakarta.
Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Padang.
Kartasapoetra, A.G. 2006. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Bina Aksara, Jakarta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Grasindo, Jakarta.
Lesilolo, M.K. 2012. Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan Terhadap
Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.) Pada Penyimpanan Ruang Terbuka. J.
Ilmu Budidaya Tanaman Agrologia. 1(1): 51-59.
Mugnisjah, W.Q. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
Poulsen, K.M. 1994. Seed Testing. Danida Forest Seed Centre, Denmark.
Prasetyo. 2004. Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotipe Padi Selama
Penyimpanan. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 20(3): 17-23.
Priestley, D.A. 1986. Seed Aging. Comstcok Publishing Associates, USA.
Putra, D. 2011. Pengaruh Suhu dan Lama Perandaman Benih terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica
L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rahmitasari, D. 2011. Analisis Kadar Air Benih. BBPPTP Surabaya, Surabaya.
Rasaha, C.A. 1999. Refleksi Pertanian. Pusataka Sinar Harapan, Jakarta.
Renanta, H. 2009. Analisis Ketidakpastian Kalibrasi Timbangan Non-Otomatis
dengan Metoda Perbandingan Langsung Terhadap Standar Masa Acuan. J.
Standardisasi. 12(1): 64-68.
Roberts, E.H. 1980. The Characteristics of Recalcitrant Seeds. Tropical Press
SDN BHD, Kuala Lumpur.
Rusmin, D. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat di
Indonesia. J. Litbang Pertanian. 25(2): 68-73.
37. 63
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta.
Samjaya, Z.R. 2010. Respirasi dan Penurunan Mutu Benih Karet Selama
Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional. Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwiaya, Palembang.
Samuel. 2011. Pengaruh Kadar Air Terhadap Penurunan Mutu Fisiologis Benih
Kedelai (Glycine max (L) Merill) Varietas Gepak Kuning Selama dalam
Penyimpanan. J. Ilmu-Ilmu Pertanian. 4(2): 507-514.
Stubsgaard, F. 1992. Seed Storage. Danida Forest Seed Centre, Denmark.
Sulaiman, F. 2010. Perkecambahan Benih Tanaman Karet (Hevea brasiliensis
Muell. Arg) yang disimpan Pada Suhu dan Periode yang Berbeda. Prosiding
Seminar Nasional. Universitas Sriwiaya, Palembang.
Sutarno. 1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Pusat Diklat Pegawai
dan SDM Kehutanan, Bogor.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suyanto, H. 1992. Cara Penentuan Kadar Air Benih Kemiri (Aleurites mollucana
Wild.). J. Teknologi Perbenihan. 2(129): 1-19.
Viera. R.D. 2001. Electrical Conductivity of Soybean Seeds After Storage in
Several Environments. J. Seed Science and Technology. 29(3): 599-608.