1. 48
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tropis yang memiliki lahan yang
subur bagi pertumbuhan berbagai macam buah dan sayuran. Secara umum, kondisi
tersebut juga merupakan kondisi yang cocok bagi berkembangnya beraneka macam
serangga baik hama maupun serangga yang menguntungkan lainnya. Lalat buah
(Bactrocera sp.) merupakan salah satu kelompok hama yang paling banyak
menimbulkan kerugian terhadap produksi buah-buahan di kawasan ini termasuk di
Indonesia sehingga kualitas dan kuantitas buah-buahan di negara kita menjadi
sangat rendah.
Lalat buah (Bactrocera sp.) ini merupakan hama yang menimbulkan masalah
serius hampir di seluruh negara yang terletak di daerah tropis dan subtropis.
Indonesia memiliki sekitar 20 jenis Bactrocera dorsalis komplek dari 52 jenis
Batrocera yang ada dan 14 jenis diantaranya diduga endemik di kawasan Indonesia.
Lalat buah (Bactrocera sp.) merupakan kendala utama bagi pemasaran produk
buah-buahan ke negara-negara dengan pasar yang menjanjikan seperti Jepang dan
Amerika Serikat, sehingga keberhasilan produk dan kualitas dari buah-buahan yang
ada sangat bergantung pada keberhasilan manajemen dan pengendalian lalat buah
tersebut.
Selain tanaman buah, lalat buah juga dapat menyerang jenis tanaman lain.
Lebih kurang 75% dari tanaman buah dapat diserang oleh hama ini. Lalat buah
dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies tanaman buah dan
2. 49
sayur-sayuran baik di daerah tropis maupun subtropis. Melimpahnya populasi
beberapa spesies lalat buah perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan
kerusakan secara ekonomis pada beberapa tanaman buah dan sayuran.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui teknik aplikasi feromon seks.
2. Mengetahi tingkat keberhasilan pengendalian hama lalat buah dengan
menggunakan feromon seks (metyl eugenol).
3. Mengetahui keuntungan pengendalian dengan menggunakan feromon seks.
3. 50
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lalat buah Bactrocera sp. termasuk ke dalam famili Tephritidae yang
merupakan famili dengan jumlah terbesar dari ordo Diptera. Famili ini terdiri dari
4000 spesies yang terbagi dalam 500 genus. Lalat buah Bactrocera sp. ini biasa
ditemukan pada daerah tropis maupun subtropis dan hidup kosmopolitan hampir di
seluruh belahan dunia kecuali Antartika. Lalat buah Bactrocera sp. banyak
dijumpai di Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Timor), Malaysia, Thailand, dan bagian
Asia lainnya seperti Myanmar dan Srilangka. Lalat buah ini juga banyak dijumpai
di daerah Guyana, Amerika Selatan dan juga di Daerah Suriname (Putra, 1997).
Daur hidup lalat buah secara umum bervariasi pada tiap spesies dengan
tanaman inang yang berbeda-beda. Daur hidup berbagai spesies lalat buah disajikan
oleh Putra (1997) pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Daur hidup macam-macam spesies lalat
Spesies Lalat Buah Daur Hidup (Hari)
Anastrepha fraterculus 36-56
Anastrepha ludens 23-72
Bactrocera cucurbitae 12-31
Bactrocera dorsalis 20-85
Bactrocera oleae 22-28
Bactrocera tyroni 19-40
Ceratitis capitata 14-26
Serangan dari lalat buah ini dapat meningkat pada daerah yang memiliki iklim
yang sejuk dengan kelembaban relatif tinggi dan kondisi angin yang tidak terlalu
kencang. Curah hujan juga mempengaruhi tingkat serangan dari lalat buah ini
dimana curah hujan yang tinggi menimbulkan pertumbuhan populasi yang tinggi
pula. Gejala serangan lalat buah ini biasanya berupa noda-noda kecil bekas tusukan
4. 51
pada buah yang menimbulkan bercak coklat dan lubang di sekitar buah. Banyaknya
jamur dan bakteri yang hidup sekitar lubang tersebut makin mempercepat proses
pembusukan buah sehingga buah tersebut gugur sebelum waktunya (Putra,1997).
Musuh alami dari lalat buah terdiri dari tiga kelompok yaitu parasitoid,
predator, dan mikroorganisme patogen. Tahapan hidup dari lalat buah yang paling
rawan diserang oleh musuh alami ini adalah pada saat tahapan instar akhir, pupa,
dan imago yang baru keluar. Telur dan larva instar awal cenderung terlindungi dari
serangan musuh alami karena masih berada dalam buah. Akan tetapi, ternyata telur
dan larva instar awal juga dapat terkena serangan dari parasitoid, tungau dan
mikroorganisme patogen. Sebagian besar larva dan pupa dari lalat buah ini diserang
oleh parasitoid dari ordo Hymenoptera khususnya famili Braconidae tetapi ada juga
serangga lain yang menyerang dari famili Chalcididae. Predator lalat buah ini
biasanya berasal dari ordo (Hymenoptera:Formicidae) yaitu semut dan serangga
dari famili Carabidae dan Staphinidae (Coleoptera), Chrysopidae (Neuroptera), dan
Pentatomidae (Hemiptera). Mikroorganisme patogen ini terdiri dari jenis bakteri
dan jamur dimana Penicillium dan Seratia dari jenis bakteri dan Mucor dari jenis
jamur (Bateman, 1972).
5. 52
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah botol air
mineral 600 ml, kapas, rafia, cutter, kertas, kertas plano, penggaris, pensil warna,
spidol, pulpen. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah methyl eugenol
dan tanaman buah naga.
B. Prosedur Kerja
1. Perangkap dibuat dengan sisi atas dan bawah botol dilubangi dan kapas
yang dikaitkan dengan tali dimasukkan lewat tutup botol yang telah
dilubangi.
2. Larutan methyl eugenol dioleskan ke kapas.
3. Perangkap diletakkan ditanaman buah naga.
4. Perangkat diamati dua kali sehari selama 3 hari dan dicatat jumlah lalat yang
hidup dan yang mati.
5. Hasil pengamatan ditukiskan pada kertas plano.
6. Hasilnya dipresentasikan.
6. 53
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar 4.1. Lalat Buah pada tanaman buah naga
7. 54
B. Pembahasan
Sterile Male Technique (SIT) merupakan suatu bentuk metode
pengendalian dengan ”membanjiri” suatu area dengan populasi serangga jantan
yang steril yang kemudaian akan mengawini betina normal. Perkawinan tersebut
diharapkan dapat menghasilkan keturunan atau telur-telur yang infertil yang
selanjutnya diharapkan dapat menurunkan populasi serangga tersebut (Pedigo,
1999). Produksi massal lalat buah yang steril ini dilakukan pada suatu rearing
factory dimana lalat jantan steril diproduksi secara massal dengan meradiasi pupa
lalat jantan menggunakan 145 gy (14,5 krad) dalam sumber Co60. Rasio jumlah
jantan steril yang dilepaskan ke alam harus lebih besar dari jantan normal
sehingga jantan steril memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bereproduksi
dengan betina normal (Pedigo,1999).
Lalat buah (fruitfly) merupakan salah satu hama yang paling merugikan
dalam budidaya tanaman buah-buahan maupun sayuran di dunia (Valladares &
Salvo 2001). B. dorsalis secara umum tubuhnya berwarna hitam kecokelatan dan
ramping (Gambar 4.1). Pada caput terdapat antena dengan tipe Aristate, 2 bintik
(spot) hitam pada muka (face),mata majemuk berwarna kehitaman.
Hama ini merugikan karena menyerang langsung produk pertanian, yaitu
buah. Gejala kerusakan pada buah yang diserangnya bervariasi. Serangan pada
buah muda menyebabkan bentuk buah menjadi tidak normal, buah berkalus, dan
gugur (Chang & Kurashima 1999). Serangan pada buah tua menyebabkan buah
menjadi busuk basah karena bekas lubang larva umumnya terinfeksi bakteri dan
jamur (Stonehouse, 2002a, b, c).
8. 55
Methyl eugenol adalah senyawa kimia yang bersifat attraktan atau sebagai
penarik serangga terutama terhadap lalat buah. Attraktan ini tidak meninggalkan
residu pada buah dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas. Karena
bersifat volatile (menguap), daya jangkaunya atau radiusnya cukup jauh,
mencapai ratusan meter, bahkan ribuan meter, bergantung pada arah angin. Daya
tangkap attraktan bervariasi, bergantung pada lokasi, cuaca, komoditas dan
keadaan buah di lapangan (Balitra, 2013).
Pada pengamatan lalat buah digunakan perangkap atraktan berupa feromon
sex methyl eugenol untuk menarik lalat buah masuk ke dalam perangkap. Atraktan
dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara, yaitu:
mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, menarik lalat buah untuk
kemudian dibunuh dengan perangkap, serta mengacaukan lalat buah dalam
perkawinan, berkumpul, dan cara makan. Atraktan nabati dapat di peroleh dari
tanaman yang mengandung bahan aktif yang bersifat paraferomon (sex feromon),
senyawa (bahan aktif) yang memiliki aroma yang sama dihasilkan oleh serangga
betina sehingga mampu menarik serangga jantan untuk datang (Kusnaedi, 1999).
Penggunaan atraktan dengan menggunakan bahan metil eugenol merupakan
cara pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Atraktan bisa
berupa bahan kimia yang dikenal dengan semio chemicals. Semio chemicals dapat
mempengaruhi tingkah laku serangga, seperti mencari makanan, peletakkan telur,
hubungan seksual dan lainnya. Salah satu dari semio chemicals adalah
kairomones. Sejenis kairomones yang dapat merangsang olfactory (alat sensor)
9. 56
serangga adalah metil eugenol, yang merupakan atraktan lalat buah (Kardinan,
2003).
Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang
ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya
tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh
serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga
penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya
memerangkap hama lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari
penggunaannya (Kardinan, 2003).
Hama lalat buah (Bactrocera sp.) merupakan hama utama buah. Inangnya
banyak yaitu mangga, jambu air, jambu biji, cabai, papaya, buah naga, jeruk,
melon, ketimun, tomat, alpukat, pisang dan belimbing. Kerugian yang
ditimbulkan dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Kerugian kuantitatif yaitu
berkurangnya produksi buah sebagai akibat rontoknya buah yang terserang
sewaktu buah masih muda ataupun buah yang rusak serta busuk yang tidak laku
dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk berlubang dan
berulat yang akhirnya kurang diminati konsumen. Kerusakan buah dapat
mencapai 100% jika tidak dilakukan pengendalian secara tepat. Di Indonesia lalat
ini mempunyai inang lebih dari 26 jenis yang terdiri dari sayuran dan buah-
buahan. Seekor lalat betina mampu meletakkan telur pada buah sebanyak 1-10
butir dan dalam sehari mampu meletakkan telur sampai 40 butir. Telur kemudian
menetas menjadi ulat dan merusak buah, sepanjang hidupnya seekor lalat betina
mampu bertelur sampai 800 butir (Kardinan, 2003).
10. 57
Keefektifan metil eugenol bergantung pada kondisi peletakan perangkap,
semakin ternaungi sinar matahari semakin tahan lama dan sebaliknya semakin
terbuka terhadap sinar matahari maka semakin cepat habisnya. Kandungan metil
eugenol mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun sekitar jam 12-
14, kemudian menghilang setelah jam 14. Makin lama kandungan senyawa metal
eugenol makin menipis karena terbawa angin. Hal ini terlihat dari grafik hari
pertama hingga hari terakhir, semakin lama semakin berkurang jumlah serangga
yang terperangkap (Tan et al., 2002).
Serangga yang terperangkap pada percobaan metal eugenol adalah
Bactrocera sp.dan Bactrocera spp.. Didominasinya jenis kelamin lalat buah oleh
lalat jantan menunjukkan bahwa memang metil eugenol tersebut merupakan zat
pemikat (atraktan) spesifik terhadap lalat buah berkelamin jantan yang digunakan
lalat jantan sebagai makanan untuk selanjutnya diproses di dalam tubuhnya untuk
menghasilkan zat pemikat terhadap lalat buah betina dalam proses perkawinan.
Sampai saat ini belum ditemukan formula yang efektif untuk memerangkap lalat
buah berkelamin betina (Warthen, 2002).
Perangkap menggunakan senyawa metil eugenol memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain tidak membutuhkan biaya
yang banyak, cara membuatnya mudah, tidak merusak biologis dari serangga yang
terperangkap (Bactrocera sp.), tidak menimbulkan resistensi pada serangga hama
tersebut. Sedangkan kelemahannya yaitu hanya dapat memerangkap Bactrocera
sp. yang jantan saja. Hal ini disebabkan senyawa feromon yang terkandung dalam
metil eugenol sebagai zat pemikat (atraktan) spesifik terhadap lalat buah
11. 58
berkelamin jantan. Metil eugenol dapat dihasilkan oleh tanaman, antara lain
Melaleuca sp. dan Ocimum sp. (Kardinan, 2003)
Cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan tidak dapat
ditawar lagi, artinya produk buah tidak tercemar oleh bahan kimia yang berbahaya
bagi konsumen, terutama pestisida. Ketergantungan petani terhadap penggunaan
insektisida sintetik untuk mengendalikan hama cukup tinggi, sehingga perlu
segera diatasi dengan mencari alternatif pengendalian lain yang ramah
lingkungan. Kebutuhan terhadap teknik pengendalian hama yang ramah terhadap
lingkungan sangat diharapkan, terutama yang efektif, efisien, dan mudah
diterapkan oleh petani di lapangan. Diantara teknologi pengendalian hama lalat
buah yang ramah lingkungan ialah (Suputa, 2006):
1. Kultur Teknis
a. Sanitasi lahan bertujuan untuk memutuskan daur hidup lalat buah,
sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi dilakukan
dengan cara mengumpulkan buah yang jatuh atau busuk kemudian
dimusnahkan dan dibakar atau dibenamkan di dalam tanah dengan cara
membuat lobang berukuran 1 x 0,5 m atau 1 x 1 m sampah/serasah di
sekitar tanaman juga harus dikumpulkan dan dibakar atau dipendam
dalam tanah. Pastikan ke dalam tanah tidak memungkinkan larva dapat
berkembang menjadi pupa. Pupa yang ada dalam tanah dapat
dimusnahkan dengan cara membalikkan tanah di sekitar tanaman.
b. Gunakan perangkap lem kuning atau lem tikus bening yang dicampur
dengan sedikit metyl eugenol untuk menangkap lalat buah dewasa.
12. 59
c. Pengasapan dengan membakar sampah kering, dan dibagian atasnya
ditutupi sampah basah, agar dapat dihasilkan asap dan tidak sampai
terbakar. Kepulan asap yang menyebar ke seluruh bagian tanaman akan
mengusir keberadaan hama lalat buah.
d. Pemasangan mulsa plastik dapat menekan larva berubah menjadi pupa
dan akhirnya mengurangi populasi serangga dewasa.
2. Pengendalian Fisik/Mekanis
Gunakan perangkap atraktan metyl eugenol/cue lure yang dipasang atau
digantung di dalam perangkap yang terbuat dari bekas air mineral untuk
menangkap lalat jantan. Bagian dasar botol diberi sedikit air lalat buah mati
terendam air. Sebaiknya perangkap dipasang dibagian luar lahan atau di
bagian pinggir pertanaman, hal ini bertujuan agar lalat tidak terkumpul di
tengah pertanaman
3. Pengendalian Biologis
Pengendalian lalat buah secara biologi dapat dilakukan dengan cara
menghasilkan lalat buah jantan mandul. Teknik pengendalian jantan mandul
berhasil mengendalikan hama lalat buah di Jepang. Dengan melepaskan
serangga jantan yang sudah mandul, maka telur yang dihasilkan dari
perkawinan dengan lalat betina menjadi steril atau tidak bisa menghasilkan
keturunan, dan akhirnya populasi akan turun dan musnah.
a. Memanfaatkan musuh alami baik parasitoid, predator atau patogen
namun di Indonesia belum banyak diterapkan. Jenis parasitoid yang
banyak ditemukan adalah Biosteres sp. dan Opius sp (Braconidae).
13. 60
b. Predator lalat buah yang umum adalah semut, laba-laba, kumbang
stafilinid dan cocopet (Dermaptera). Jenis patogen yang banyak
menyerang pupa lalat buah adalah Beauveria sp.
4. Pengendalian Kimia
a. Pengabutan/pengasapan (fogging). Caranya menggunakan alat
pengabutan panas (fogger) dan pestisida yang keluar berbentuk
kabut/asap karena ukuran dropletnya sangat kecil.
b. Pencampuran insektisida dengan zat penarik (atraktan) maupun food
attraktan (tertarik dengan makanan). Food attraktan yang biasanya
digunakan adalah berupa protein hidrolisa yang berasal dari limbah bir
dan diberi insektisida spinosad kemudian disemprotkan pada tanaman.
Umpan beracun akan dimakan oleh lalat buah jantan atau betina yang
akhirnya dapat membunuh lalat buah.
Lalat buah digolongkan sebagai serangga holometabola dikarenakan lalat
buah memiliki 4 siklus hidup yang dapat dikatakan sempurna. Mulai dari telur
kemudian menjadi larva kemudia menjadi pupa lalu menjadi imago.
1. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, diletakkan berkelompok 2-15
butir dan diletakkan dibawah kulit buah, dalam waktu ± 2 hari telur akan
menetas menjadi 1arva yang akan membuat terowongan kedalam buah dan
memakan dagingnya kurang lebih 2 minggu. Seekor lalat betina mampu
menghasilkan telur 1200-1500 butir.
2. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuning-kuningan, berbentuk bulat
panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva terdiri atas tiga instar,
14. 61
dengan lama stadium larva 6-9 hari. Larva setelah berkembang maksimum
akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah dan
masuk ke dalam tanah untuk menjadi pupa.
3. Pupa terbentuk dari larva yang telah dewasa yang meninggalkan buah dan
jatuh di atas tanah, kemudian masuk kedalam tanah dan membentuk pupa
didalamnya. Pupa berwarna coklat, dengan bentuk oval, panjang ± 5 mm dan
lama stadium pupa 4-10 hari.
4. Imago rata-rata berukuran panjang ± 7 mm, lebar ± 3 mm. Lalat buah dewasa
berwarna kuning, sayapnya datar dan transparan dengan bercak-bercak pita
(band) yang bervariasi merupakan ciri masing-masing spesies lalat buah.
Pada ujung sayap ada bercak coklat kekuningan. Pada abdomen terdapat pita-
pita hitam pada thoraxnya ada bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya
terdiri dari 3 ruas dengan bahan seperti tanduk keras. Pada lalat betina ujung
abdomennya lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur, sedangkan
abdomen lalat jantan lebih bulat. Secara keseluruhan daur hidup lalat buah
berkisar ± 25 hari.
Gambar 4.2. Siklus Hidup Lalat Buah
15. 62
Tabel 4.2 Data Pengamatan Lalat Buah
No Hari Waktu Jam Hidup Mati
1 Rabu
Pagi 07.15 3 5
Sore 17.50 4 6
2 Kamis
Pagi 09.09 5 14
Sore 16.20 3 16
3 Jumat
Pagi 08.15 7 18
Sore 16.50 6 21
Pada praktikum kali ini lalat buah yang berhasil masuk ke dalam perangkap
yang telah dibuat pada tanaman Buah Naga hanya 1 jenis, yaitu lalat buah
Bactrocera dorsalis untuk lalat jantan dan betinanya. Pengamatan dilakukan
setiap pagi dan sore hari selama 3 hari berturut-turut. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa lalat yang masuk ke dalam perangkap lebih banyak
jumlahnya pada pagi hari dibandingkan pada sore hari. Hal ini disebabkan bahwa
pagi hari merupakan waktu lalat buah untuk melakukan reproduksi. Feromon seks
methyl eugenol yang diberikan ke dalam perangkap berbau seperti lalat betina
yang menyebabkan lalat jantan terpancing masuk ke dalam perangkap. Lalat
jantan mengira di dalam perangkap terdapat banyak lalat betina dan lalat jantan
dapat melakukan reproduksi. Akhir dari pengamatan yang dilakukan terdapat 27
lalat buah yang masuk kedalam perangkap. Jumlah yang tidak terlalu banyak ini
disebabkan karena yang dijadikan tempat pengamatan itu tidak terdapat buahnya
sehingga tidak terlalu dapat berpengaruh banyak terhadap lalat buah itu sendiri,
karena pada umumnya penggunaan metil eugenol itu sendiri dilakukan untuk
menjadi perangkap lalat buah, dan sedangkan lalat buah merusak buah itu pada
saat buah belum memasuki waktu masak buah.
16. 63
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dan literatur yang dibaca, capat
disimpulkan bahwa:
1. Feromon seks diaplikasikan dengan cara meneteskan cairan tersebut ke
kapas yang dimasukkan ke dalam perangkap berupa botol. Botol tersebut
diberi lubang kecil untuk tempat masuknya lalat buah.
2. Tingkat keberhasilan menggunakan feromon seks sebagai perangkap cukup
tinggi tetapi hanya berlaku untuk menangkap lalat jantan saja.
3. Perangkap menggunakan senyawa metil eugenol memiliki beberapa
kelebihan antara lain tidak membutuhkan biaya yang banyak, cara
membuatnya mudah, tidak merusak biologis dari serangga yang
terperangkap (Bactrocera sp.), tidak menimbulkan resistensi pada serangga
hama tersebut.
B. Saran
Sebaiknya pemilihan pohon tempat peletakkan perangkap dibatasi hanya di
sekitar kampus saja dan diingatkan untuk memberi tanda bahwa perangkap
tersebut adalah untuk keperluan praktikum sehingga kejadian seperti perangkap
yang hilang tidak terjadi lagi.