SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
BAB I
LAPORAN KASUS ANESTESI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Juli 1974
Agama : Islam
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 7 Januari 2013
II. EVALUASI PRE-OPERATIF
Anamnesis
• A (Alergy) : Tidak ada
• M (Medication) : Tidak ada
• P (Past Medical History)
– Riwayat DM : tidak ada
– Hipertensi : tidak ada
– sakit yang sama : tidak ada
– riwayat operasi : tidak ada
• L (Last Meal) : 6 jam yang lalu
• E (Elicit History)
± 4 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh timbulnya
benjolan di leher sebelah kanan sebesar kelereng. Perubahan suara
menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-),
benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-),
tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
± 5 bulan sebelum masuk rumah sakit benjolan makin lama makin
membesar seperti telur ayam kampung. Perubahan suara menjadi serak (+),
nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat
lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-),
rasa penuh di ulu hati (-).
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : ASA II
b. Kesadaran : GCS 15
c. Tekanan Darah : 120/75 mmHg
d. Nadi : 80 x/menit
e. RR : 16 x/menit
f. Suhu : 36,60
C
g. Tinggi Badan : 156 cm
h. Berat Badan : 50 kg
i. Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Kimia Klinik
• GDS : 98 mg/dL
• Ureum : 33 mg/dL (N : 15-39 mg/dL)
• Creatinin : 1,2 mg/dL (N : 0,9-1,3 mg/dL)
• Protein : 8,5 g/dL (N : 6-7,8 mg/dL)
• Na+ : 135 mmol/L (N : 135-155 mmol/L)
• K+ : 3,2 mmol/L (N : 3,5-5,5 mmol/L)
Pemeriksaan Seroimunologi
T3 : 1,42 nmol/mL (N: 1,30 – 3,10 nmol/mL)
T4 : 73,62 nmol/dL (N : 66,00 – 181,00 nmol/dL)
TSH : 0,348 uIU/mlL (N : 0,270 – 4,20 uIU/mL)
Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal.
Kesan : normal thorax
III. PENANGANAN PRE-OPERATIF
• Terapi cairan
rumus : 2 ml/kg BB/ jam puasa
jumlah kebutuhan cairan
2 ml × 50 × 6 = 600 ml
• Premedikasi
ondansetrron 4 mg
IV. PENANGANAN INTRA-OPERATIF
a. Tindakan operasi : isthmolobektomi
b. Tindakan anestesi : anestesi umum
c. Jenis operasi : sedang
d. Posisi : supine
e. Obat induksi :
i. Propofol: 2-2,5 mg/kgBB IV à 150 mg
ii. Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV à 100 mcg
iii. Atracurium: 0, 5 mg/kgBB IV à 25 mg
- Alat : 1. Laringoscope
2. Blade no. 3
3. Face Mask
- Ventilasi :
- Circuit
- IPPV
- Gas Flow : O2 à 2 LPM
- TV : 400 ml
- RR : 12 x/ menit
- SaO2: 100%
- ETCO2: 34 mmHg
- Volatile agent : Isoflurane
- IV Line : tangan kiri No.20G
- Pemberian Cairan :
Maintenance
• 2 ml/kgBB/jam
2 ml × 50 × 1 = 100 ml
Stress operasi
• Operasi sedang : 6 ml × kgBB × lama operasi
6 ml × 50 × 1 = 300 ml
Perdarahan
• Suction + kassa besar + kassa kecil
50 ml + ½ (100 ml) + 5 (10 ml) =150 ml
à Cairan kristaloid : jumlah perdarahan × 3
150 ml × 3 = 450 ml
Total cairan yang diberikan
• Maintenance + stress operasi + perdarahan
100 ml + 300 ml + 450 ml = 850 ml
EBV = BB x 75mL
50 x 75 mL = 3750 mL
- Volume perdarahan kurang dari 10% EBV, maka tidak diperlukan transfusi
darah
- Pemberian obat lain selama operasi
• Kalnex 500 mg
• Vitamin K 10 mg
• Dexamethasone 10 mg
V. PENANGANAN POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
SpO2: 100 %
Kesadaran: compos mentis
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 82x/min
- RL 500 mL
- Tramadol 100 mg
- Ketorolac 60 mg
- Makan dan minum jika bising usus (+)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di
luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu.
Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang
terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma
multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.
Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme
atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.1
A. DEFINISI
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu
atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
B. EMBRIOLOGI
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis
tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini
berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya
perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini
merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau
posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke tujuh, tiba pada
posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan
glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada
lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua
lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi
epitel dan membentuk glandula thyroidea.
C. ANATOMI
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus yang
sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea oblique
cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5.
Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang
berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea.
Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke
kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan
pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini
dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah.
Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os
hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran
tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-
6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm,
dan ketebalan 20-39 mm.
Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam
ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar
tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari duapertiga bahkan sampai
tigaperempat lingkaran. A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak
bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal
sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang
antara fascia media dan prevertebralis.
Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales
profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.
Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true capsule.
Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid
dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus
dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi
penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi
penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra
memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus
brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh n.
recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting
menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe
dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan
ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima
cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan
kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior,
kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat
sementara namun dapat pula permanen.
D. FISIOLOGI
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid.
Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam
kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat
dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau
prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator
tiroid (thyroid stimulatimg hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur
sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang
dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke
sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan
kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar
kalsium serum terhadap tulang.
E. HISTOLOGI
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh
epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.
Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells
(parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone,
yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu
hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium
F. ETIOLOGI
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun
sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga
tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari
bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa
kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang
lain rusak akibat tiroiditis.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni
makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid
sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa
bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.
G. KLASIFIKASI
Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:
1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala
ditegakkan.
Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:
1. Nontoxic diffuse goiter
2. Endemic
3. Iodine deficiency
4. Iodine excess
5. Dietary goitrogenic
6. Sporadic
7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis
8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid
9. Iodine deficiency
10. Compensatory following thyroidectomy
11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above
12. Uninodular or multinodular
13. Functional, nonfunctional, or both.
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa
dibagi menjadi:
1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini
tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan.
2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1 Berdasarkan jumlah nodul;
a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
5. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid
yaitu :
a. nodul dingin
b. nodul hangat
c. nodul panas.
6. Berdasarkan konsistensinya
a. nodul lunak
b. nodul kistik
c. nodul keras
d. nodul sangat keras.
H. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif
meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tyroid.
I. GAMBARAN KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus
tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher.
Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
J. DIAGNOSIS
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo-
atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke
depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.
Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra
lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspirator.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi
sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah
dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di
tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta
mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah
tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak
pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah
digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang
sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita),
maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu
dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan
anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang
selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan.
Kedua m.sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke
kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea.
Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan
kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi.
Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan.
Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid,
kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis
tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke
dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain
yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar
tiroid.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid
jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis
dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan
sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul
multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang
tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau
perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea
karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1. Sangat mencurigakan
a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c. nodul padat atau keras
d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
e. paralisis pita suara
f. metastasis jauh
2. Kecurigaan sedang
a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b. pria
c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d. nodul >4cm atau sebagian kistik
e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
2. Nodul jinak
a. riwayat keluarga: nodul jinak
b. struma difusa atau multinodosa
c. besarnya tetap
d. FNAB: jinak
e. kista simpleks
f. nodul hangat atau panas
g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid
atau hipertiroid
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit diatas
systole
+2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11 à eutiroid
11-18 à normal
> 19 à hipertiroid
BB ↓ +3
Fibrilasi atrium +3
Jumlah
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid
terbagi atas:
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-
assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau
plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6
nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme
primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3
kali normal.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi
trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah
bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi
jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk
konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
1. Dapat menentukan jumlah nodul
2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan
USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah
7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan
metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan
aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga
dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap
iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses
organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap
tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii
penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan
hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon
tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan
prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih
tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy
FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi
definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
1. Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
2. Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
3. Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan
untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi
tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk
memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari
nodul tiroid dengan parafin block.
K. PENATALAKSANAAN
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase
luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila
dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid
tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel
atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan
biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan
dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi
Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan
tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
BAB III
PEMBAHASAN
Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
• Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) à regulator metabolik seluler.
• Sekitar 80% T3 diproduksi oleh deiodinasi ekstratiroid dari T4 (waktu paruh 24-30
jam).
• Sintesis melalui empat tahap :
Pengobatan dan pertimbangan anestesi
• Kombinasi propanolol dan potasium iodida sebelum pemberian anestesi dan
pembedahan.
• Esmolol dapat diberikan terus-menerus secara intravena
• Isofluran dan sevofluran
penanganan intraoperatif adalah pencapaian anestesi yang dalam.
• Ketamin dan Pankuronium tidak dianjurkan
Dapat mengaktivasi sistem saraf simpatis
• Tidak menambahkan epinefrin pada anestesi regional
• persiapan preoperatif tidak adekuat à Komplikasi bedah
Preoperatif Anestesia
• Tunda operasi sampai klinis dan lab eutiroid.
• Preoperatif tes
– fungsi tiroid normal
– HR < 85 x / menit (saat istirahat).
• Benzodiazepin pilihan yang baik preoperatif sedasi.
• Obat antitiroid dan β - adrenergik antagonis lanjut sampai hari operasi.
• Pada bedah darurat, sirkulasi hiperdinamik dapat kontrol degan titrasi esmolol
Intraoperatif Anestesia
• Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur
• Proteksi mata
• Elevasi meja operasi 15 – 20 derajat
• Intubasi
• Hindari : Ketamin, Pancuronium, Agonis adrenergik
• Induksi tiopental dosis tinggi
• Anestesi dalam.
• Pelumpuh otot digunakan secara hati-hati
Postoperatif Anestesia
• Penyulit pasca bedah :
Badai tiroid (Thyroid storm)
– Hiperpireksia
– Takhikardi
– Hipotensi
– Perubahan kesadaran
– Sering terjadi pada operasi pada pasien hipertiroid akut.
– Terjadi 6 – 24 jam pascabedah, dapat terjadi intra operatif.
• Bedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi yang tidak adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, et al. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta : Universitas
Indonesia. 2007.
2. Missiani HA. General Anestesi pada Struma. Dikutip dari :
http://perawatanestesiindonesia.com/2011/11/ga-pada-struma.html
3. Tjay TH, et al. Obat-obat Penting. Ed 5. Jakarta : Gramedia. 2003.
4. Soerasdi E. Obat-obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung. 2010
Struma Multinodosa

More Related Content

What's hot

PPT macam-macam syok
PPT macam-macam syokPPT macam-macam syok
PPT macam-macam syokesty lebi
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.Bkoerniaso
 
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan SistematisMembaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan SistematisRobertus Arian Datusanantyo
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratAris Rahmanda
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxAditAditya19
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
 
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesarRectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesarPangestu S
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisSeascape Surveys
 

What's hot (20)

PPT macam-macam syok
PPT macam-macam syokPPT macam-macam syok
PPT macam-macam syok
 
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.BMakalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
Makalah hernia dr dr koernia swa oetomo Sp.B
 
Herniasi Otak
Herniasi OtakHerniasi Otak
Herniasi Otak
 
Sinus otak
Sinus otakSinus otak
Sinus otak
 
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan SistematisMembaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
Membaca Elektrokardiografi dengan Mudah dan Sistematis
 
Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala BeratTrauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
Trauma Kapitis / Cedera Kepala Berat
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
 
Presentasi Tekanan Intrakranial
Presentasi Tekanan IntrakranialPresentasi Tekanan Intrakranial
Presentasi Tekanan Intrakranial
 
Pemeriksaan panggul
Pemeriksaan panggulPemeriksaan panggul
Pemeriksaan panggul
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Cairan infus
Cairan infusCairan infus
Cairan infus
 
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesarRectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesar
 
Giovanni status bedah
Giovanni   status bedahGiovanni   status bedah
Giovanni status bedah
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 

Viewers also liked

Struma 2
Struma 2Struma 2
Struma 2rakkas
 
Epidemiologi dan etiologi goiter
Epidemiologi  dan etiologi goiterEpidemiologi  dan etiologi goiter
Epidemiologi dan etiologi goiterRAJAASEAN1
 
Pelvic fractures classification and management
Pelvic fractures classification and managementPelvic fractures classification and management
Pelvic fractures classification and managementJoydeep Mandal
 
Goitre
GoitreGoitre
Goitrefyndoc
 
Pelvic fracture classification
Pelvic fracture classificationPelvic fracture classification
Pelvic fracture classificationZahid Askar
 

Viewers also liked (9)

Struma
StrumaStruma
Struma
 
Struma 2
Struma 2Struma 2
Struma 2
 
Epidemiologi dan etiologi goiter
Epidemiologi  dan etiologi goiterEpidemiologi  dan etiologi goiter
Epidemiologi dan etiologi goiter
 
Hashimoto disease
Hashimoto diseaseHashimoto disease
Hashimoto disease
 
Pelvic fractures classification and management
Pelvic fractures classification and managementPelvic fractures classification and management
Pelvic fractures classification and management
 
Pelvic fractures
Pelvic fracturesPelvic fractures
Pelvic fractures
 
Goitre
GoitreGoitre
Goitre
 
Pelvic fracture classification
Pelvic fracture classificationPelvic fracture classification
Pelvic fracture classification
 
Kode diagnosa bpjs
Kode diagnosa bpjsKode diagnosa bpjs
Kode diagnosa bpjs
 

Similar to Struma Multinodosa

anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidKampus-Sakinah
 
Tiroid Ongkologi
Tiroid OngkologiTiroid Ongkologi
Tiroid OngkologiMrIqbalarsy
 
CRS-Efusi Pelura (3).pptx
CRS-Efusi Pelura (3).pptxCRS-Efusi Pelura (3).pptx
CRS-Efusi Pelura (3).pptxssusera6740e1
 
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptx
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptxTumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptx
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptxleohutagalung8
 
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakSyscha Lumempouw
 
total tiroidektomi
total tiroidektomitotal tiroidektomi
total tiroidektomiShandy VP
 
Total Thyroidectomi (Optek)
Total Thyroidectomi (Optek)Total Thyroidectomi (Optek)
Total Thyroidectomi (Optek)AnneSaputra
 
KANKER KELENJAR TIROID ITO.ppt
KANKER KELENJAR TIROID  ITO.pptKANKER KELENJAR TIROID  ITO.ppt
KANKER KELENJAR TIROID ITO.pptssuserd88f2d
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRichard Leonardo
 
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009Agustinus Wiyarno
 
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptx
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptxCASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptx
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptxMuhammadMutashimBill
 
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.ppt
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.pptcupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.ppt
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.pptMohammad Alamsyah
 
Askep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma LaringAskep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma LaringSri Nala
 
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptxsatyanasti
 
167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc
167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc
167702342 case-stroke-piriformis-avn-dochomeworkping8
 
85611039 case-report-ika
85611039 case-report-ika85611039 case-report-ika
85611039 case-report-ikahomeworkping3
 

Similar to Struma Multinodosa (20)

anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroid
 
Teknik operasi gondongentomy
Teknik operasi gondongentomy Teknik operasi gondongentomy
Teknik operasi gondongentomy
 
Tiroid Ongkologi
Tiroid OngkologiTiroid Ongkologi
Tiroid Ongkologi
 
CRS-Efusi Pelura (3).pptx
CRS-Efusi Pelura (3).pptxCRS-Efusi Pelura (3).pptx
CRS-Efusi Pelura (3).pptx
 
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptx
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptxTumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptx
Tumor Tiroid - Teori dan Tata Laksana Terkini (new).pptx
 
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada AnakPemeriksaan Jantung Pada Anak
Pemeriksaan Jantung Pada Anak
 
Kasus Sistem Saraf
Kasus Sistem SarafKasus Sistem Saraf
Kasus Sistem Saraf
 
total tiroidektomi
total tiroidektomitotal tiroidektomi
total tiroidektomi
 
Total Thyroidectomi (Optek)
Total Thyroidectomi (Optek)Total Thyroidectomi (Optek)
Total Thyroidectomi (Optek)
 
Ppt onko
Ppt onkoPpt onko
Ppt onko
 
KANKER KELENJAR TIROID ITO.ppt
KANKER KELENJAR TIROID  ITO.pptKANKER KELENJAR TIROID  ITO.ppt
KANKER KELENJAR TIROID ITO.ppt
 
Revisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsaiRevisi app kronik hal 17 slsai
Revisi app kronik hal 17 slsai
 
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009
C9b206a457bc234d3457b91f5dffc06ff0dc9009
 
Laparotomi
LaparotomiLaparotomi
Laparotomi
 
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptx
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptxCASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptx
CASE REPORT - CARCINOMA RECTAL tumor.pptx
 
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.ppt
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.pptcupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.ppt
cupdf.com_slide-lapkas-spondilitis-tb.ppt
 
Askep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma LaringAskep Karsinoma Laring
Askep Karsinoma Laring
 
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx
130112220714_Satya Nasti Parodharma_CRS CSS Adenoma Tiroid.pptx
 
167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc
167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc
167702342 case-stroke-piriformis-avn-doc
 
85611039 case-report-ika
85611039 case-report-ika85611039 case-report-ika
85611039 case-report-ika
 

Recently uploaded

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxMateri IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxmuhammadkausar1201
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 

Recently uploaded (20)

Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxMateri IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 

Struma Multinodosa

  • 1. BAB I LAPORAN KASUS ANESTESI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. I Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Juli 1974 Agama : Islam Usia : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Tanggal masuk RS : 7 Januari 2013 II. EVALUASI PRE-OPERATIF Anamnesis • A (Alergy) : Tidak ada • M (Medication) : Tidak ada • P (Past Medical History) – Riwayat DM : tidak ada – Hipertensi : tidak ada – sakit yang sama : tidak ada – riwayat operasi : tidak ada • L (Last Meal) : 6 jam yang lalu • E (Elicit History)
  • 2. ± 4 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh timbulnya benjolan di leher sebelah kanan sebesar kelereng. Perubahan suara menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-). ± 5 bulan sebelum masuk rumah sakit benjolan makin lama makin membesar seperti telur ayam kampung. Perubahan suara menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-). 1. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum : ASA II b. Kesadaran : GCS 15 c. Tekanan Darah : 120/75 mmHg d. Nadi : 80 x/menit e. RR : 16 x/menit f. Suhu : 36,60 C g. Tinggi Badan : 156 cm h. Berat Badan : 50 kg i. Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal 2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Kimia Klinik
  • 3. • GDS : 98 mg/dL • Ureum : 33 mg/dL (N : 15-39 mg/dL) • Creatinin : 1,2 mg/dL (N : 0,9-1,3 mg/dL) • Protein : 8,5 g/dL (N : 6-7,8 mg/dL) • Na+ : 135 mmol/L (N : 135-155 mmol/L) • K+ : 3,2 mmol/L (N : 3,5-5,5 mmol/L) Pemeriksaan Seroimunologi T3 : 1,42 nmol/mL (N: 1,30 – 3,10 nmol/mL) T4 : 73,62 nmol/dL (N : 66,00 – 181,00 nmol/dL) TSH : 0,348 uIU/mlL (N : 0,270 – 4,20 uIU/mL) Pemeriksaan Radiologis - Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal. Kesan : normal thorax III. PENANGANAN PRE-OPERATIF • Terapi cairan rumus : 2 ml/kg BB/ jam puasa jumlah kebutuhan cairan 2 ml × 50 × 6 = 600 ml • Premedikasi
  • 4. ondansetrron 4 mg IV. PENANGANAN INTRA-OPERATIF a. Tindakan operasi : isthmolobektomi b. Tindakan anestesi : anestesi umum c. Jenis operasi : sedang d. Posisi : supine e. Obat induksi : i. Propofol: 2-2,5 mg/kgBB IV à 150 mg ii. Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV à 100 mcg iii. Atracurium: 0, 5 mg/kgBB IV à 25 mg - Alat : 1. Laringoscope 2. Blade no. 3 3. Face Mask - Ventilasi : - Circuit - IPPV - Gas Flow : O2 à 2 LPM - TV : 400 ml - RR : 12 x/ menit - SaO2: 100% - ETCO2: 34 mmHg - Volatile agent : Isoflurane
  • 5. - IV Line : tangan kiri No.20G - Pemberian Cairan : Maintenance • 2 ml/kgBB/jam 2 ml × 50 × 1 = 100 ml Stress operasi • Operasi sedang : 6 ml × kgBB × lama operasi 6 ml × 50 × 1 = 300 ml Perdarahan • Suction + kassa besar + kassa kecil 50 ml + ½ (100 ml) + 5 (10 ml) =150 ml à Cairan kristaloid : jumlah perdarahan × 3 150 ml × 3 = 450 ml Total cairan yang diberikan • Maintenance + stress operasi + perdarahan 100 ml + 300 ml + 450 ml = 850 ml EBV = BB x 75mL 50 x 75 mL = 3750 mL - Volume perdarahan kurang dari 10% EBV, maka tidak diperlukan transfusi darah
  • 6. - Pemberian obat lain selama operasi • Kalnex 500 mg • Vitamin K 10 mg • Dexamethasone 10 mg V. PENANGANAN POST OPERATIF - Pasien masuk ruang pemulihan - Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal SpO2: 100 % Kesadaran: compos mentis TD: 120/80 mmHg Nadi: 82x/min - RL 500 mL - Tramadol 100 mg - Ketorolac 60 mg - Makan dan minum jika bising usus (+) BAB II TINJAUAN PUSTAKA
  • 7. Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.1 A. DEFINISI Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel- folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. B. EMBRIOLOGI Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan
  • 8. glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea. C. ANATOMI Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea. Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2- 6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia media dan prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.
  • 9. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral. Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen. D. FISIOLOGI Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke
  • 10. sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. E. HISTOLOGI Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium F. ETIOLOGI Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain : 1. Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. 2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai). b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
  • 11. c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis. G. KLASIFIKASI Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi: 1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan 2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan 3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal 4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh. Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi: a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal. b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan. Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut: 1. Nontoxic diffuse goiter 2. Endemic 3. Iodine deficiency 4. Iodine excess 5. Dietary goitrogenic 6. Sporadic 7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis 8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid 9. Iodine deficiency
  • 12. 10. Compensatory following thyroidectomy 11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above 12. Uninodular or multinodular 13. Functional, nonfunctional, or both. Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa dibagi menjadi: 1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan. 2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal. 3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang. 4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1 Berdasarkan jumlah nodul; a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. 5. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : a. nodul dingin b. nodul hangat c. nodul panas. 6. Berdasarkan konsistensinya a. nodul lunak b. nodul kistik c. nodul keras d. nodul sangat keras. H. PATOFISIOLOGI
  • 13. Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid. I. GAMBARAN KLINIS Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras 3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada 4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada. 5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
  • 14. J. DIAGNOSIS Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea. Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
  • 15. Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan: 1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus 2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang 3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa) 4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras 5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi 6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea 7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak. Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m.sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea. Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik: 1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak. 2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
  • 16. nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama. 3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar. 4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid 5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif. 6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak. 7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign) Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 1. Sangat mencurigakan a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin c. nodul padat atau keras d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar e. paralisis pita suara f. metastasis jauh 2. Kecurigaan sedang a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun b. pria c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala d. nodul >4cm atau sebagian kistik e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk. 2. Nodul jinak a. riwayat keluarga: nodul jinak
  • 17. b. struma difusa atau multinodosa c. besarnya tetap d. FNAB: jinak e. kista simpleks f. nodul hangat atau panas g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin. Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3 Palpitasi +2 Bruit diatas systole +2 -2 Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 - Suka panas -5 Lid retraksi +2 - Suka dingin +5 Lid lag +1 - Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2 Nervous +2 Tangan panas +2 -2 Tangan basah +1 Nadi Tangan panas -1 <80x/m - -3 Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m - Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3 BB ↑ -3 < 11 à eutiroid 11-18 à normal > 19 à hipertiroid BB ↓ +3 Fibrilasi atrium +3 Jumlah Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas: 1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno- assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme
  • 18. primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. 2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. a. antibodi tiroglobulin b. antibodi mikrosomal c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody) e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA) Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 1. Dapat menentukan jumlah nodul 2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik, 3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid 4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. 5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. 6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah 7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga
  • 19. dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja. Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid. 1. Jinak (negatif) Tiroid normal Nodul koloid Kista Tiroiditis subakut Tiroiditis Hashimoto 2. Curiga (indeterminate) Neoplasma sel folikuler Neoplasma Hurthle Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti 3. Ganas (positif) Karsinoma tiroid papiler Karsinoma tiroid meduler Karsinoma tiroid anaplastik.5 Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi
  • 20. tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block. K. PENATALAKSANAAN Pilihan terapi nodul tiroid: 1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin 2. Pembedahan 3. Iodium radioaktif 4. Suntikan etanol 5. US Guided Laser Therapy 6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas. Indikasi operasi pada struma adalah: a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan c. struma dengan gangguan tekanan d. kosmetik. Kontraindikassi operasi pada struma: a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik. d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
  • 21. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total. 3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 5. Karsinoma anaplastik. a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
  • 22. 1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. 2. Hasil FNAB benigna. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas. BAB III PEMBAHASAN Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid • Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) à regulator metabolik seluler. • Sekitar 80% T3 diproduksi oleh deiodinasi ekstratiroid dari T4 (waktu paruh 24-30 jam). • Sintesis melalui empat tahap :
  • 23. Pengobatan dan pertimbangan anestesi • Kombinasi propanolol dan potasium iodida sebelum pemberian anestesi dan pembedahan. • Esmolol dapat diberikan terus-menerus secara intravena • Isofluran dan sevofluran penanganan intraoperatif adalah pencapaian anestesi yang dalam. • Ketamin dan Pankuronium tidak dianjurkan Dapat mengaktivasi sistem saraf simpatis • Tidak menambahkan epinefrin pada anestesi regional • persiapan preoperatif tidak adekuat à Komplikasi bedah Preoperatif Anestesia • Tunda operasi sampai klinis dan lab eutiroid.
  • 24. • Preoperatif tes – fungsi tiroid normal – HR < 85 x / menit (saat istirahat). • Benzodiazepin pilihan yang baik preoperatif sedasi. • Obat antitiroid dan β - adrenergik antagonis lanjut sampai hari operasi. • Pada bedah darurat, sirkulasi hiperdinamik dapat kontrol degan titrasi esmolol Intraoperatif Anestesia • Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur • Proteksi mata • Elevasi meja operasi 15 – 20 derajat • Intubasi • Hindari : Ketamin, Pancuronium, Agonis adrenergik • Induksi tiopental dosis tinggi • Anestesi dalam. • Pelumpuh otot digunakan secara hati-hati Postoperatif Anestesia • Penyulit pasca bedah : Badai tiroid (Thyroid storm) – Hiperpireksia – Takhikardi – Hipotensi – Perubahan kesadaran – Sering terjadi pada operasi pada pasien hipertiroid akut. – Terjadi 6 – 24 jam pascabedah, dapat terjadi intra operatif. • Bedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi yang tidak adekuat.
  • 25. DAFTAR PUSTAKA 1. Latief SA, et al. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta : Universitas Indonesia. 2007. 2. Missiani HA. General Anestesi pada Struma. Dikutip dari : http://perawatanestesiindonesia.com/2011/11/ga-pada-struma.html 3. Tjay TH, et al. Obat-obat Penting. Ed 5. Jakarta : Gramedia. 2003. 4. Soerasdi E. Obat-obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung. 2010