Dokumen tersebut membahas tentang manajemen keuangan perusahaan dan etika bisnis yang terkait. Secara ringkas, dibahas mengenai definisi dan tujuan manajemen keuangan, aktivitas utama manajemen keuangan yaitu penggunaan dana, perolehan dana, dan pengelolaan aset, serta pentingnya standar etika seperti kompetensi, kerahasiaan, integritas, dan objektivitas dalam pelaksanaan manajemen keuangan perusahaan.
1, be & gg, beny adhi, hapzi ali, concepts and theories of business ethic...
6, be & gg, beny adhi, hapzi ali, ethical issues in financial management, universitas mercu buana, 2018
1. 6, BE & GG, Beny Adhi, Hapzi Ali, Ethical Issues in Financial Management,
Universitas Mercu Buana, 2018
I. PENDAHULUAN
Manajemen keuangan merupakan bidang keuangan yang menerapkan
prinsip-prinsip keuangan dalam suatu organisasi perusahaan untuk menciptakan
dan mempertahankan nilai melalui pengambilan keputusan dan pengelolaan
sumber daya yang tepat. Manajemen keuangan merupakan manajamen fungsi
keuangan yang terdiri atas keputusan investasi, pendanaan, dan keputusan
pengelolaan asset (Sudana, 2011).
Manajemen keuangan adalah semua aktivitas perusahaan yang
berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya
yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut
secara efisien. (Sutrisno, 2003).
Manajemen keuangan adalah manajemen yang berhubungan mengenai
pemeliharaan dan penciptaan dari nilai ekonomi atau kekayaan (keown et.al.,
2005).
Manajemen keuangan adalah manajemen yang mengaitkan pemerolehan
(acquisition), pembiayaan/pembelanjaan (financing), dan manajemen aktiva
dengan tujuan secara menyeluruh dari suatu perusahaan. Sehingga dapat
diartikan bahwa Manajemen keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan,
penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan
penyimpanan dana yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan.
Fungsi manajemen keuangan dapat dilihat pada tiga keputusan utama,
yaitu:
1. Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam, dan
komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat
keuntungan di masa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari
investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu,
investasi akan mengandung risiko atau ketidakpastian karena risiko dan hasil
yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian
tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan.
2. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut juga sebagai kebijakan struktur
modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk
mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana
yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan
investasi serta kegiatan usahanya.
3. Keputusan Dividen
2. Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan
kepada pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan penghasilan
yang diharapkan oleh para pemegang saham. Keputusan dividen merupakan
keputusan manajemen keuangan untuk menentukan besarnya prosentase
laba yang dibagikan dalam bentuk cash dividen, stabilitas dividen yang
dibagikan, dividen saham, pemecahan saham (stock split), dan penarikan
kembali saham yang beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan
kemakmuran para pemegang saham.
Tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan profit atau
keuntungan dan menimalkan biaya (expens atau cost) guna mendapatkan suatu
pengambilan keputusan yang maksimum, dalam menjalankan perusahaan ke
arah perkembangan dan perusahaan yang berjalan atau survive dan expantion
(Susan Irawati, 2006).
Tujuan manajemen keuangan adalah sebagai berikut : The goal of financial
management is to maximize the current value per share of the existing stock.
Artinya tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk meminimalkan nilai arus
per saham dari bursa itu atau stock yang ada (Ross et.al., 2006)
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan yang dilakukan
oleh manajer keuangan adalah untuk merencanakan, memperoleh, dan
mengguanakan dana guna memaksimalkan nilai perusahaan. Tujuan Manajemen
Keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan demikian
apabila suatu saat perusahaan dijual, maka harganya dapat ditetapkan setinggi
mungkin. Seorang manajer juga harus mampu menekan arus peredaran uang
agar terhindar dari tindakan yang tidak diinginkan.
Manajemen keuangan dengan demikian merupakan suatu bidang keuangan
yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi untuk
menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan putusan dan
manajemen sumber daya yang tepat. Manajemen keuangan berhubungan dengan
3 aktivitas, yaitu:
1. Aktivitas penggunaan dana, yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana
pada berbagai aktiva.
2. Aktivitas perolehan dana, yaitu aktivitas untuk mendapatkan sumber dana,
baik dari sumber dana internal maupun sumber dana eksternal perusahaan.
3. Aktivitas pengelolaan aktiva, yaitu setelah dana diperoleh dan dialokasikan
dalam bentuk aktiva, dana harus dikelola seefisien mungkin.
Manajemen keuangan memiliki lima fungsu utama yaitu:
1. Planning atau Perencanaan Keuangan, meliputi Perencanaan Arus Kas dan
Rugi Laba.
2. Budgeting atau Anggaran, perencanaan penerimaan dan pengalokasian
anggaran biaya secara efisien dan memaksimalkan dana yang dimiliki.
3. 3. Controlling atau Pengendalian Keuangan, melakukan evaluasi serta perbaikan
atas keuangan dan sistem keuangan perusahaan.
4. Auditing atau Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas
keuangan perusahaan yang ada agar sesuai dengan kaidah standar akuntansi
dan tidak terjadi penyimpangan.
5. Reporting atau Pelaporan Keuangan, menyediakan laporan informasi tentang
kondisi keuangan perusahaan dan analisa rasio laporan keuangan.
Peranan etika bisnis dalam manajemen keuangan perusahaan dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab terhadap tiga keputusan pokok manajemen keuangan
pemerolehan (acquisition), pembiayaan/pembelanjaan (financing), dan
manajemen aktiva secara efisien
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan masyarakat
meningkat.
3. Menghadapi tantangan dalam mengelola aktiva secara efisien dalam
perubahan yang terjadi pada : persaingan antar perusahaan; perekonomian
dunia yang tidak menentu; perubahan teknologi; dan tingkat inflasi dan
bunga yang berfluktuasi.
Kriteria standar etika untuk manajemen keuangan yaitu:
1. Competance
Praktisi akuntansi manajemen dan manajemen keuangan memiliki tanggung
jawab untuk mempertahankan tingkat sesuai kompetensi profesional dengan
pengembangan pengetahuan dan keterampilan, melakukan tugas profesional
mereka sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis, menyiapkan
laporan lengkap dan jelas untuk memperoleh informasi yang relevan dan
dapat dipercaya.
2. Confidentiality
Praktisi akuntansi manajemen dan manajemen keuangan memiliki tanggung
jawab untuk menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang
diperoleh dalam pekerjaan mereka kecuali bila diizinkan, atau keperluan
hukum untuk melakukannya., menginformasikan pada bawahan, mengenai
kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam pekerjaan mereka dan
memantau kegiatan mereka untuk menjamin pemeliharaan kerahasiaan,
menahan diri dari untuk menggunakan informasi rahasia yang diperoleh
dalam pekerjaan mereka untuk keuntungan tidak etis atau ilegal baik secara
pribadi atau melalui pihak ketiga.
3. Integritas
Adalah perlindungan terhadap dalam sistem dari perubahan yang tidak
terotorisasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Integritas
mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari
4. kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka
dalam menjunjung etika. Mereka juga harus menolak pemberian dan hadiah
yang dapat mempengaruhi tindakan mereka. Mereka juga tidak boleh
menjatuhkan legitimasi perusahaan, tetapi harus mengakui keterbatasan
profesionalisme mereka, mengkomunikasikan informasi yang
menguntungkan atau merugikan, dan menjauhi diri dari prilaku yang dapat
mendiskreditkan profesi mereka. Seperti halnya kerahasiaan, integritas bisa
dikacaukan oleh hacker, masquerader, aktivitas user yang tidak terotorisasi,
download file tanpa proteksi, LAN, dan program program terlarang.
(contohnya: trojan horse dan virus), karena setiap ancaman tersebut
memungkinkan terjadinya perubahan yang tidak terotorisasi terhadap data
atau program. Sebagai contoh, user yang berhak mengakses sistem secara
tidak sengaja maupun secara sengaja dapat merusak data dan program,
apabila aktivitas mereka didalam sistem tidak dikendalikan secara baik.
4. Objektivitas
Praktisi akuntansi manajemen dan manajemen keuangan memiliki tanggung
jawab untuk Mengkomunikasikan informasi secara adil dan obyektif dan
mengungkapkan penuh semua informasi relevan yang dapat diharapkan
untuk mempengaruhi pemahaman pengguna dimaksudkan dari laporan,
komentar, dan rekomendasi yang disampaikan.
5. Resolusi Konflik Etis
Dalam menerapkan standar etika, praktisi manajemen akuntansi dan
manajemen keuangan mungkin mengalami masalah dalam mengidentifikasi
perilaku tidak etis atau dalam menyelesaikan konflik etis. Ketika dihadapkan
dengan isu-isu etis yang signifikan praktisi manajemen akuntansi dan
manajemen keuangan harus mengikuti kebijakan yang ditetapkan dari
bantalan organisasi pada resolusi konflik tersebut. Jika kebijakan ini tidak
menyelesaikan konflik etika
II. MANAGEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan dalam konteks pembahasan ini adalah berhubungan
dengan penganggaran. Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara
sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan bank yang dinyatakan dalam unit
(kesatuan) moneter yang berlaku untuk jangka waktu tertentu di masa
mendatang. Anggaran berkaitan dengan manajemen keuangan yang berkaitan
dengan waktu realisasi, maka biasanya disebut dengan rencana keuangan
(budgetting). Rencana keuangan adalah rencana keuangan lembaga bisnis yang
merupakan terjemahan program kerja lembaga bisnis ke dalam sasaran-sasaran
(target) keuangan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Penganggaran (budgeting) merupakan proses yang mencakup:
1. Penyusunan rencana kerja lengkap untuk setiap jenis tingkat kegiatan dan
setiap jenis tingkat kegiatan yang ada pada suatu lembaga.
5. 2. Penentuan rencana kerja dalam bentuk mata uang dan kesatuan kuantitatif
lainnya, dilakukan melalui sistematika dan logika yang dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Rencana kerja masing-masing dari setiap kesatuan usaha, satu sama lain atau
secara keseluruhan, harus dapat berjalan dengan serasi.
4. Penyusunan rencana kerja perlu adanya partisipasi dari seluruh tingkatan
manajemen sehinngga pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab
seluruh anggota manajemen.
5. Anggaran merupakan alat koordinasi yang ampuh bagi Top Manajer dalam
mengelola bank, dalam rangka mencapai rencana yang telah ditetapkan.
6. Anggaran merupakan alat pengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan
rencana kerja, sekaligus dipakai sebagai alat evaluasi dan penetapan tindak
lanjut.
7. Anggaran merupakan alat pengawas dan pengendalian jalannya bisnis.
Terdapat tiga tahapan dalam penyusunan anggaran:
1. Goal Setting Stage (Tahap Penetapan Tujuan)
Aktivitas perencanaan dimulai dengan penterjemahan tujuan utama
organisasi ke dalam aktivitas spesifik dari sasaran-sasaran. Controller dan
direktur perencanaan bertanggungjawab untuk memprakarsai dan mengatur
proses penyusunan anggaran dan untuk membantu individu-individu dalam
melaksanakan tugas-tugas mereka. Ketika merumuskan tujuan organisasi dan
menterjemahkannya ke dalam sasaran-sasaran operasional harus pula
dipertimbangkan kongkruensi antara keinginan karyawan dengan kebutuhan
manajer agar tujuan dan sasaran dapat dicapai. Konsep-konsep perilaku
utama yang dapat mempengaruhi fase penetapan sasaran pada proses
perencanaan adalah partisipasi, congruence, dan komitmen.
2. Implementation Stage (Tahap Implementasi)
Pada tahap implementasi rencana formal digunakan untuk
mengkomunikasikan objectives dan strategi-strategi organisasi dan untuk
memotivasi secara positif orang-orang yang ada di dalam organisasi. Hal ini
dapat dicapai melalui penetapan tujuan-tujuan secara rinci kepada mereka
yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya. Agar rencana dapat
terlaksana, rencana tersebut harus dikomunikasikan secara efektif, terjadinya
kesalahpahaman harus dapat dideteksi dan dicarikan pemecahan
masalahnya. Hanya dengan rencana formal yang disukai yang dapat
menimbulkan kerjasama yang menyeluruh dari berbagai kelompok yang
dapat menimbulkan motivasi. Konsep-konsep perilaku yang utama yang
mempengaruhi fase implementasi adalah komunikasi, kerjasama dan
koordinasi.
3. Control and Performance Evaluation Stage (Tahap Pengendalian dan
Penilaian Kinerja)
6. Anggaran yang diimplementasikan akan berfungsi sebagai unsur kunci dalam
system pengendalian. Anggaran tersebut akan menjadi tolok ukur bagi kinerja
aktual dan akan menjadi dasar penilaian bagi Management by Exception. Hal
itu menunjukkan bahwa management by exception jangan hanya melihat
penyimpangan/selisih yang tidak menguntungkan saja melainkan juga
penyimpangan yang menguntungkan.
Penyimpangan-penyimpangan yang menguntungkan dan kinerja yang
melebihi standar akan mengindikasikan bahwa masa yang akan datang
menghasilkan keuntungan melalui pengetahuan dan teknologi pada operasi
yang serupa. Sementara penyimpangan-penyimpangan yang tidak
menguntungkan dan kinerja di bawah standar harus segera memicu
perbaikan kegiatan dalam rangka menghindari timbulnya biaya atau
kerugian. Beberapa konsekuesi perilaku yang mungkin timbul yaitu tekanan,
motivasi, aspirasi dan kekhawatiran.
Etika pada proses penyusunan anggaran memiliki konsekuensi
penyimpangan, antara lain:
1. Distrust
Anggaran adalah sumber dari tekanan yang dapat menciptakan
kecurigaan/ketidakpercayaan, permusuhan, dan menyebabkan
penurunan kinerja. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa sejumlah
kecurigaan terjadi pada proses penyusunan anggaran di tingkat
supervisor. Alasan timbulnya kecurigaan/ketidakpercayaan ini
didasarkan pada kepercayaan para supervisor bahwa :
a. Anggaran cenderung terlalu menyederhanakan atau mengubah situasi
“sebenarnya” dan gagal memberikan keberagaman faktor eksternal.
b. Anggaran tidak cukup menggambarkan variabel-variabel kualitatif
seperti tenaga kerja, kualitas bahan, dan efisiensi mesin.
c. Anggaran secara teratur digunakan untuk menggerakkan supervisor
sehingga ukuran-ukuran kinerja dapat diperkirakan.
d. Anggaran melaporkan penekanan pada hasil bukan pada sebab.
e. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan para supervisor.
f. Anggaran cenderung memberi tekanan pada kegagalan.
2. Resistance
Walaupun anggaran digunakan secara luas dan sangat mendukung,
namun tetap ditolak oleh banyak anggota organisasi. Alasan penolakan ini
antara lain:
a. Anggaran membawa perubahan, dengan demikian mengancam status
quo.
b. Proses anggaran membutuhkan sejumlah besar perhatian dan menyita
banyak waktu.
7. c. Banyak manajer dan supervisor tidak paham mengenai seluk beluk
penyusunan anggaran.
3. Internal Conflict
Konflik internal dapat berkembang sebagai hasil dari interaksi-interaksi
ini, atau sebagai hasil dari laporan kinerja yang diperbandingkan antara
satu departemen dengan departemen lainnya. Gejala/tanda yang paling
umum dari adanya konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai
kerjasama antarindividu dan antarkelompok selama proses penyusunan
budget.
Internal konflik menciptakan persaingan dan permusuhan dalam
lingkungan kerja. Konflik dapat menyebabkan orang untuk terfokus
khusus pada kebutuhan departemennya sendiri dari pada kebutuhan
organisasi secara menyeluruh. Situasi ini membuat congruence menjadi
lebih sulit, atau bisa jadi tidak mungkin, untuk dicapai.
Untuk mengakhiri rantai/lingkaran kemelut ini, manajemen harus
mengidentifikasi dan mendiagnosa penyebabnya. Selanjutnya dilakukan
kegiatan - kegiatan yang dapat mengurangi/menghilangkan konflik
internal serta membangun keharmonisan dan hubungan kerja yang
produktif
4. Other Unwanted Side Effects
Anggaran dapat menghasilkan efek-efek samping lainnya yang tidak
diharapkan. Salah satunya adalah terbentuknya kelompok-kelompok
(informal) kecil yang menggagalkan pencapaian sasaran-sasaran
anggaran. Kelompok karyawan ini kadang-kadang melemparkan tanggung
jawab pada departemen lain, mempertanyakan validitas data anggaran,
dan mempengaruhi dengan cara-cara yang tidak baik/perlu.
Anggaran umumnya dianggap sebagai alat manajer untuk menekan. Orang
akan merasa ditekan ketika top manajemen mencoba meningkatkan
efisiensi melalui pemberlakuan output yang optimal dari input yang
minimal. Sebenarnya tekanan diperlukan, tetapi tekanan yang berlebihan
dapat mengakibatkan frustasi, kemarahan, dan penyakit-penyakit fisik
yang diakibatkan oleh stress. Dalam kaitannya dengan penyakit fisik
akibat stress dalam pekerjaan berikut diberikan ilustrasinya.
Anggaran juga dapat menekan inisiatif individu dan inovasi-inovasi
karena lebih memilih menggunakan metode-metode usaha dengan
kemungkinan keberhasilan yang telah diketahui dari pada metode-metode
baru dengan kesempatan sukses belum pasti. Sehingga, individu-individu
dalam organisasi umumnya kehilangan semangat inovasi. Daripada
memandang anggaran sebagai suatu alat keji yang menekan karyawan,
lebih baik belajar untuk menerima anggaran sebagai alat untuk
membangun kesesuaian sasaran dan sebagai standar kinerja yang
memberikan keuntungan bagi seluruh anggota organisasi.
8. Tidak dipungkiri bahwa banyak terdapat permasalahan pelaksanaan
anggaran yang berjalan di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan
evaluasi yang mana nantinya menjadi acuan perbaikan pelaksanaan anggaran
kedepannya. Terdapat 6 permasalahan pelaksanaan anggaran publik di
Indonesia, antara lain adalah:
1. Kurangnya peran Lembaga Masyarakat
Peran lembaga adat sebagai monitoring sangatlah penting, dimana tidak
dapat dipungkiri bahwa budaya di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-
beda menjadi dasar pelaksanaan kegiatan yang mencangkup masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Namun sayangnya budaya modernisasi
yang kini mendominasi disegala aspek kehidupan menjadikan nilai-nilai
budaya itu tidak lagi menjadi roh penggerak kemajuan masyarakatnya
sendiri, untuk itulah perlunya lembaga adat untuk melestarikan nilai-nilai
budaya itu agar dapat memberikan semangat
”back to nature” untuk kehidupan yang lebih baik (Prasojo, 2006)
2. Dampak program bagi masyarakat yang kurang mengena
Anggaran daerah yang dibuat pada dasarnya adalah unuk rakyat , seharusnya
anggaran dibuat mempunyai dampak yang positif dapat dirasakan oleh
masyarakat. Namun pada kenyataannya pelaksanaan anggaran kurang
mengena dampak positifnya pada masyarakat. Misalnya saja untuk
pembangunan jalan desa seringkali tidak terealisasikan, hal ini perlu
dievaluasi mengapa sampai terjadi demikian
3. Oputunistik perilaku kepala daerah dalam program inovasi
Peran kepala daerah sebagai pioner jalannya pelaksanaan anggaran, wajib
memberikan semangat gerak demi terealisasinya program tersebut.
Sayangnya para pemimpin daerah ini seringkali terinfeksi kepentingan
pribadinya. Independensi sebagai kepala daerah yang mengabdi untuk rakyat
demi terciptanya inovasi program pelaksanaan anggaran yang lebih baik
perlu dicapai.
4. Kurangnya efisiensi dan efektifitas birokrasi
Kita ketahui bahwa birokrasi di segala bidang di Indonesia tepatnya di
pemerintah terkenal akan “kembuletannya”, bahkan tidak jarang isu –
isu untuk kepentingan aparatur sendiri lebih dipentingkan, fenomena seperti
inilah yang sudah mendarah daging. Kurangnya efisiensi dan efektifitas
birokrasi perlu dievaluasi, misalnya saja evaluasi tiap-tiap departemen,
evaluasi sistem dan prosedur birokrasi yang baik, dan lain sebagainya
5. Ketidakpastian arah tujuan program
Pemilihan prioritas program sangatlah penting, karena hal ini berdampak
sekali dengan tujuan pembangunan itu sendiri apa-apa yang ingin dicapai
pada jangka pendek atau jangka panjang. Kalau tidak dapat memili mana
prioritas ang perlu didahulukan bukannya tidak mungkin pembangunan di
tiap daerah akan terhambat pula
9. 6. Kurangnya aspek keberlanjutan program
Follow up yang kurang terhadap program yang dicanangkan memberikan
dampak yang tidak baik pula demi keberlangsungan pembangunan itu
sendiri. Misalnya saja kepala daerah mencanangkan program ”kembali ke
desa” untuk mengurangi arus urbanisasi ke kota. Pada saat pertama begitu
gencar-gencarnya mengupayakan masyrakatnya untuk kembali, namun
menjelang 4-5 bulan program itu dicangkan tidak ada lagi gregetnya, sehingga
lama kelamaan program itu menjadi tersendat untuk dijalankan. Untuk itulah
keberlanjutan program perlu untuk dilakukan.
Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan
anggaran itu sendiri. Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan
manajer dalam tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi
anggaran mereka sendiri. Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini
penting terutama apabila anggaran tersebut akan digunakan untuk
mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas seorang manajer. Pendekatan
penganggaran yang dianggap paling efektif adalah anggaran yang dibuat dengan
kerjasama dan partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan (Garrison
and Noreen).
Manajemen harus selalu menyadari bahwa dimensi manusia dalam
penganggaran merupakan faktor kunci. Mudah bagi manajer untuk menguasai
aspek teknis dari program anggaran, tetapi tidak mudah dalam memasukkan
aspek manusia. Manajemen harus ingat bahwa maksud penyusunan anggaran
adalah untuk memotivasi karyawan dan mengkoordinasikan aktivitas.
III. MASALAH ETIS DALAM BIDANG KEUANGAN
Keuangan menjadi disiplin terkait tentang masalah teknis seperti
bagaimana mengoptimalkan hutang dan ekuitas pembiayaan, kebijakan deviden,
dan evaluasi proyek-proyek alternatif investasi, seperti: penilaian opsi, future,
derivatif efek, portofolio diversifikasi dll , sering keliru menjadi disiplin yang
bebas dari beban etis. Namun sering ada kebocoran ekonomi yang tidak bisa
dijelaskan dengan teori siklus bisnis sendiri yang telah membawa Etika
Keuangan ke permukaan. Etika Keuangan yang terlupakan mempunyai alasan
lain: isu-isu di bidang keuangan seringkali ditujukan sebagai masalah-masalah
hukum, bukan etika. Melihat lebih dekat ke dalam literatur mengenai etika
keuangan seseorang dapat yakin bahwa seperti halnya dengan daerah
operasional bisnis lainnya, etika di bidang keuangan juga adalah sengit
diperdebatkan.
Ekonomi konvensional dipandang sebagai ilmu filsafat moral dan
diarahkan pada berbagi kebaikan dalam kehidupan Adam Smith mencirikan
keunggulan intelektual dan moral karakter. Smith dalam bukunya ”Wealth of
Nations” berkomentar, "'Semua untuk diri kita sendiri, dan tidak ada bagi orang
10. lain” Namun, ekonom yang dipengaruhi oleh ideologi neoliberalisme,
menafsirkan tujuan ekonomi adalah untuk memaksimalkan pertumbuhan
keuangan melalui percepatan konsumsi dan produksi dari barang dan jasa Di
bawah pengaruh ideologi neoliberal, bisnis keuangan yang merupakan
komponen ekonomi yang dipromosikan merupakan inti dari ekonomi neoliberal.
Hal ini menyatakan bahwa pembebasan sistem keuangan akan menjamin
pertumbuhan ekonomi melalui sistem pasar modal yang kompetitif dan
memastikan pertumbuhan tingkat tinggi dari tabungan, investasi, kerja,
produktivitas, arus masuk modal asing dan dengan demikian akan membawa
kesejahteraan bersama. Dengan kata lain, merekomendasikan kepada
pemerintah negara-negara miskin supaya membuka sistem keuangan mereka ke
pasar global dengan pengaturan atas arus modal . Namun rekomendasi bertemu
dengan kritik serius dari berbagai ahli etika. Para ahli yang berorientasi
pragmatis, dengan klaim apriori, seperti klaim ”tangan tak terlihat yang akan
mengendalikan perekonomian” secara etis bisa kontraproduktif. Klaim
kesejahteraan keuangan ”Laissez-faire” mengundang perdebatan karena
kesejahteraan akan diganti dengan kebebasan. Lebih jauh, sejarah dalam bidang
keuangan tidak menunjukkan bahwa perusahaan selalu mempertahankan
prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dalam lingkungan yang tidak diatur.
Kerusakan akibat berabad-abad eksploitasi kolonial dan selanjutnya perang
dingin dan harus tunduk pada hegemoni negara kaya yang menuntut negara-
negara miskin tanpa syarat membuka ekonomi mereka untuk membiayai
perusahaan transnasional, yang sengit ditentang oleh ahli etika dari berbagai
tempat.
Perusahaan dalam paradigma keuangan, dipandang sebagai jaringan yang
kompleks dari hubungan kontraktual, sebagian besar implisit antar berbagai
kelompok-kelompok kepentingan. Pada dasarnya, untuk tetap rasional di bidang
keuangan adalah menjadi individualistik, materialistik, dan kompetitif. Bisnis
adalah permainan yang dimainkan oleh individu, seperti halnya dengan semua
permainan tujuannya adalah menang, dan menang adalah semata-mata diukur
dari kekayaan materi. Dalam disiplin rasionalitas konsep ini tidak pernah
dipertanyakan. Etika keuangan secara sempit telah direduksi menjadi fungsi
matematika maksimalisasi kekayaan pemegang saham. Menyederhanakan
asumsi tersebut diperlukan dalam bidang keuangan untuk pembangunan model
matematis yang kuat. Seharusnya Etika Keuangan harus dilihat dari perspektif
stakeholder, yaitu para pemangku kepentingan langsung dan seharusnya
perusahaan tidak saja memperhatikan kepentingan pemegang saham tetapi juga
kepada semua pemangku kepentingan dan perusahaan mempunyai kewajiban
terhadap hal-hal berikut: Keadilan dalam praktek perdagangan, kondisi
perdagangan, kontraktor keuangan, praktek-praktek penjualan, jasa konsultasi,
pembayaran pajak, audit internal, audit eksternal yang dibahas di dalamnya.
11. Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa
dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan
banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak
hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan
oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal
tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis
yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain
yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika
bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak
keuntungan.
Secara umum masalah-masalah yang sering di jumpai dalam pelanggaran
etika bisnis dapat diklasifikasikan dalam lima kategori. Klasifikasi masalah
tersebut yaitu :
1. Suap (Bribery)
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau
patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan
supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
2. Paksaaan (Coercion)
Pemaksaan adalah praktek memaksa pihak lain untuk berperilaku dengan
cara spontan (baik melalui tindakan atau tidak bertindak) dengan
menggunakan ancaman, intimidasi, penipuan, atau bentuk lain dari tekanan
atau kekuatan. Tindakan seperti itu digunakan sebagai leverage, untuk
memaksa korban untuk bertindak dengan cara yang dikehendaki. Pemaksaan
mungkin melibatkan hukuman fisik yang sebenarnya sakit / cedera atau
kerusakan psikologis dalam rangka untuk meningkatkan kredibilitas dari
sebuah ancaman. Ancaman bahaya lebih lanjut dapat menyebabkan
kerjasama atau ketaatan orang yang dipaksa. Penyiksaan adalah salah satu
contoh yang paling ekstrem yaitu pemaksaan sakit parah yang diderita
korban untuk mengekstrak informasi yang dikehendaki dari partai disiksa.
3. Penipuan (Deception)
Pasal 378 KUHP di atas, maka R. Sugandhi (1980 : 396-397) mengemukakan
pengertian penipuan bahwa :
Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian
kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan
diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-
kalimat bohong yang tersusun demikian rupa yang merupakan cerita sesuatu
yang seakan-akan benar.
4. Pencurian (Theft)
12. Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur – unsurnya dirumuskan
dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk
pokoknya yang berbunyi : “Barang siapa mengambil suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900,000”.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination)
Adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu
yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama.
IV. LANGKAH TERHADAP PENIPUAN BANK
Setelah hebos kasus bank century, masyarakat Indonesia kembali
dikejutkan oleh kasus fiktif L/C Bank BNI. Kasus ini bermula dari diterimanya
L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut
dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan koresponden Bank BNI,
juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori berisiko tinggi
(high risk countries).
Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank
Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp,
Cook Islands Beneficiary (eksportir). Sementara yang menerima L/C adalah
perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas
yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan negara tujuan
Kenya dan beberapa negara di Afrika.
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini adalah tatkala BNI
melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui
bahwa ada posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 56,77 juta euro.
Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran
euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari
audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal
rugi lebih satu triliun rupiah. Kasus ini menjadi fenomenal karena selain
merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara
secara makro.
Adapun Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut:
1. Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
2. Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street
Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
3. Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
4. Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2
perusahaan dibawah Petindo Group
5. Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
6. Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
7. Skim : Usance L/C
13. Kronologi kasus L/C fiktif bank BNI:
1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing
Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking
Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai
hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas,
mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard
Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka
(kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh
pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group
menerima Rp 105 milyar.
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa
membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil
ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak
pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp
1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Pada kasus LC fiktif bank BNI yang dituduhkan tersebut, modus operandi yang
dilakukan kurang lebih yaitu sebagai berikut :
Antara Penjual (Eksportir) dan Pembeli (Importir), Issuing Bank, Advising Bank
dan Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu, sebagai berikut:
1. Kesepakatan Multilateral/Internasional
a. Kesepakatan harga, volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang
yang akan dibeli.
b. Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl
diterbitkan, tanggal kadaluarsa.
c. Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank Penjual
didalam negeri atau harus ada Bank Penjamin didalam negeri (Advising
Bank ) apabila bukan koresponden bank, sehingga dengan adanya
Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat melakukan pendiskotoan LC
tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
d. Penerbitan dan kemudian pengiriman LC harus menggunakan alat
verifikasi yang telah disetujui oleh dunia internasional yaitu SWIFT
dengan Message Type .700, sehingga LC tersebut dikatakan GENUINE
(benar, baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).
2. Kesepakatan Nasional/Dalam Negeri
a. Eksportir atau penjual barang, telah conform dengan Banknya bahwa
negotiating bank yang akan digunakan adalah sesuai dengan LC yang akan
dikirim oleh Importir lewat Issuing Bank.
14. b. Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk
melakukan pendiskontoan LC yang akan diterima, setiap bank
mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor
tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai HAK REGRES,
yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila Issuing
Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena
pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka
Negotiating Bank dapat meminta pelunasan pembayaran kepada
Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.
c. Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya dengan perjanjian kredit pada
umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar negeri (Issuing Bank ),
maka berlakulah hukum Nasional di Indonesia, yaitu perjanjian Kredit
pada umumnya dan masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
d. Apakah penggunaan yang tidak sesuai tentang pemakaian hasil
pendiskontoan atau hasil pencairan kredit adalah suatu tindakan
PIDANA…..??????? dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU
No.31/1999 jo UU.No.20/2001
e. Dalam perjanjian Kredit atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada
umumnya telah melakukan prinsip kehati-hatian bank, yaitu meninjau
usaha, menilai asset sebagai jaminan pembayaran, sehingga apabila
terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk menerima pengembalian
dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa kredit atau
pendiskontoan LC.
f. Dokumen Pendukung disini adalah seolah-olah telah atau akan terjadi
pengiriman barang dengan menggunakan Bill of Lading, & dokumen
lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan antara Importir dan
Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank, sudah
terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap dilakukan pada saat jatuh
tempo (terbukti dari total 82 slip LC, hanya 37 Slip LC yang belum
dibayar, itu pun karena dikasuspidanakan oleh BNI).
Dari kronologi diatas dapat dilihat kesimpulan Pada LC seolah-olah
telah atau aka nada pengiriman dengan dokumen yang disepakati didalam LC.
Dikarenakan kesepakatan-kesepakatan diatas telah terjadi maka, terjadilah
Pendiskontoan LC Ekspor oleh Bank BNI terhadap Gramarindo Group,
didalam pelaksanaannya tidak pernah terjadi masalah, yaitu sejak bulan
September 2002 sampai dengan Agustus 2003, Bank diluar negeri sebagai
Issuing Bank, yang menerbitkan LC tersebut tetap membayar kepada Bank
BNI atas pendiskontoan LC yang telah dilakukan terlebih dahulu dan karena
pembayarannya dalam US. Dollar, maka pembayaran selalu melewati
perjanjian Internasional, yaitu BANK SENTRAL di NEW YORK.
15. Solusi yang dilakukan Setelah diketahui oleh Satuan Intern Pengawas
Bank BNI, bahwa terjadi kesalahan prosedur untuk pendiskontoan LC
tersebut, maka Bank BNI atas sepengetahuan direksi di kantor Pusat,
menyetujui dibuat AKTE PENGAKUAN HUTANG atas total pendiskontoan LC
yang terjadi dan masih ditambah dengan Borgtogh oleh Owner dan
Konsultan Investasi Sagared Group. Yang sebenarnya bahwa APU tersebut
adalah sama dengan Letter of Indemnity partial yang terlampir per slip LC
yang menyangkut HAK REGRES, yang kemudian direkapitulasi menjadi total
angka didalam APU dengan tambahan jaminan/collateral saja.
V. MASALAH ETIKA YANG TIMBUL DARI KEGIATAN PEMAIN PROFESIONAL
kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam
norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat,
maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan
sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana
sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik
profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan
yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau
perusahaan.
Dalam menjalankan profesi, seseorang perlu memiliki dasar-dasar yang perlu
diperhatikan (Bertens.K, 2007), diantaranya:
16. 1. Prinsip Tanggung Jawab. Seorang yang memiliki profesi harus mampu
bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari profesi tersebut,
khususnya bagi orang-orang di sekitarnya.
2. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar seseorang mampu menjalankan
profesinya tanpa merugikan orang lain, khususnya orang yang berkaitan
dengan profesi tersebut.
3. Prinsip Otonomi. Prinsip ini didasari dari kebutuhan seorang profesional
untuk diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjalankan profesinya.
4. Prinsip Integritas Moral. Seorang profesional juga dituntut untuk memiliki
komitmen pribadi untuk menjaga kepentingan profesinya, dirinya, dan
masyarakat.
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi
itu dimata masyarakat. Pelanggaran kode etik profesi adalah penyelewengan/
penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok
profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya
bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata
masyarakat. Beberapa faktor mengenai penyebab pelanggaran kode etik:
1. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat.
2. Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan.
3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri.
4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
5. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.
Adapun upaya yang diharapkan untuk menghindari pelanggaran kode etik salah
satunya bagi para pengguna internet adalah:
1. Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung
berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme dalam segala bentuk.
2. Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi
menyinggung secara langsung dan negative masalah suku, agama dan
ras(SARA), termasuk di dalamnya usaha penghinaan, pelecehan,
pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas
perseorangan, kelompok/ lembaga/ institusi lain.
3. Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi Instruksi
untuk melakukan perbuatan melawan hukum(illegal) positif di Indonesia dan
ketentuan internasional umumnya.
17. 4. Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak dibawah
umur.
5. Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi
dan informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan
cracking.
Contoh kasus yang akan kita bahas adalah Kasus Pelanggaran Kode Etik oleh
Auditor BPKP.
Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi
Triono mengaku menerima duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan
dan pemeriksaan di Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke
KPK. Tomi saat bersaksi untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad
Sofyan mengaku bersalah dengan penerimaan duit dalam kegiatan wasrik
sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan
Rp 48 juta. Menurutnya ada 10 auditor BPKP yang ikut dalam joint audit. Mereka
bertugas untuk 6 program, di antaranya penyusunan SOP wasrik dan
penyusunan monitoring dan evaluasi sertifikasi guru. Adanya aliran duit ke
auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan saksi Bendahara
Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11 Juli
2013. Sofyan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang
tidak dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas
biaya perjalanan dinas yang diterima para peserta pada program kegiatan joint
audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun anggaran
2009. Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini
mencapai Rp 36,484 miliar.
Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut
diatas dengan perannya masing-masing:
1. Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya selaku Auditor Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
2. Mohammad Sofyan selaku Irjen Kemendikbud
3. Tini Suhartini selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I
Kemendikbud
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai
jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi
tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika
dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku
terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Kasus suap yang
menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran terhadap
prinsip etika profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor
18. bersangkutan berdasarkan Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai
berikut:
1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam
kasus suap auditor BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan
aspek moral dan professional dengan menerima sesuatu yang bukan haknya
serta lebih mengedepankan kepentingan pribadi diatas kepentingan publik.
2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik,
dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor
BPKP seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen dan profesionalisme. Selain itu, alam kasus ini yang
dirugikan adalah Masyarakat karena uang negara adalah uang rakyat, dan
auditor BPKP adalah pegawai negeri yang secara tidak langsung mengemban
amanah dari rakyat. dengan kata lain, auditor BPKP dalam kasus ini juga telah
mengabaikan prinsip kepentingan publik.
3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
auditor BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor
yang berintegritas.
4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas
jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka.
Seharusnya auditor menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas
dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang profesional. tidak
diperkenankan auditor menerima sejumlah uang untuk menutup-nutupi
suatu kecurangan apalagi ikut 'merancang' agar kecurangan tersebut tidak
terbaca oleh mata hukum.
5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari
jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi
dan teknik yang paling mutakhir.
6. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai
aturan yang telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap
yang dapat mendiskreditkan profesi.
7. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
19. Solusi yang dapat diberikan untuk mencegah kasus tersebut terulang adalah:
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara
milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri
sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan
pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap
jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa
mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk
kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu
cenderung disalahgunakan.
6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
7. Perlu penayangan wajah para Auditor maupun para Koruptor yang
bermasalah di televisi dan media elektronik serta cetak lainnya agar bisa
dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk professional lainnya.
8. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat terkhususnya
para auditor di pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tulung, Joy. http://www.joyellytulung.com/files/Materi-Manajemen-
Keuangan.pdf, (20 Oktober 2018, Jam 22:23)
2. Suryani, Indri, 2012. Aspek Perilaku dalam Penyusunan Anggaran dan
Perencanaan Laba, Universitas Jenderal Sudirman, Jawa Tengah
3. Amerieska, Siti. Etika Akuntan Manajemen Pemerintahan Daerah dalam
Penyusunan Anggaran Publik Guna Mencapai Good Local Governance, Politeknik
Negeri Malang, Jawa Timur.
4. Kristianto, Paulus. Etika Bisnis Dan Tanggungjawab Sosial Perusahaan,
Universitas Kristen Immanuel, Yogyakarta.
5. Pudjiastuti, Retno, 2012.
https://enomutzz.wordpress.com/2012/03/30/contoh-kasus-lc-fiktif-bni/, (20
Oktober 2018, Jam 23:37)