tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
MENYEMBAH KEADILAN
1. miens.blogspot.com
Belenggu Kesemrawutan
Sudah lama kita berada dalam kehidupan yang bersifat individualisme, egois, semau gue dan mau
menang sendiri. Rasa kebersamaan, senasib dan sepenanggungan, sirna di bawah ideologi
kebendaan, materialistik, hedonisme dan kapitalisme. Akhirnya muncul suatu opini yang selalu
mengedepankan MITOS dari pada akal sehat, serta timbul krisis pembenaran terhadap problem etika
sosial yang keliru, seperti contoh orang dihalalkan mencuri atau menjarah, karena kesulitan ekonomi
yang melilit, orang bisa seenaknya menghina, bahkan membicarakan aib saudaranya, merampas
hak orang lain, KORUPSI karena merasa memiliki kekuasaan, serta menyalahkan orang lain demi
untuk menutupi arogansi kepentingan pribadi, dan masih banyak lagi opini yang menjadi brain
image di masyarakat kita saat ini, sehingga kita dibelenggu oleh kesemrawutan.
Umumnya orang melihat dan mengukur seseorang dari penampilan, atribut, jabatan, simbol,
pangkat, status sosial dan posisinya di tengah masyarakat. Hampir seluruhnya dari kita lenyap
disitu, sehingga mutunya jadi enteng & hampa. Jika itu olok ukurnya, ikatan persaudaraanpun jadi
semu, longgar dan tidak berarti. Semua diukur serba kebendaan dan materialistik. Kita ingin
mendekat pada seseorang karena materi dan statusnya. Kita menelpon seseorang dan
bersilaturahmi ketika ada kepentingan yang dikejar.
KEPENTINGAN. Kata ini menjadi †KUNCI†kemana arah kehidupan kita bergulir. Kebijakan
dibuat sedemikian rupa lantaran kepentingan. Celakanya, jika kepentingan dikaitkan dengan pribadi
dan kelompok. Tak peduli, apa! kah kebi jakan itu bertabrakan dengan kepentigan orang banyak.
Seperti contoh proyek busway, lumpur lapindo, sengketa tanah, serta urusan kaki lima yang selalu
dikejar-kejar trantib. Itulah yang terjadi hari ini. Rasa MALU kita jadi hilang, lantaran KEPENTINGAN.
Jika kepentingan individu dan kelompok lebih dominan, otomatis kepentingan orang banyak
dikorbankan, sehingga kebijakan dibuat tidak manusiawi lagi.
Seperti cerita diatas, bentuk kongkrit belenggu kesemrawutan dari cara berfikir kita, dapat dilihat
dalam keseharian seperti, kemacetan dijalan, yang disebabkan oleh ketidak teraturan, pelanggaran
disiplin, egois, serta sikap mental yang apatis dan kurang perduli terhadap keadaan. Secara tidak
langsung belenggu ini, menurunkan nilai kehormatan dan kesadaran sebagai mahluk yang luhur.
Belenggu kesemrawutan ini terjadi karena di dalam masyarakat kita ada 3 golongan manusia, yaitu
:
1. Golongan Pejuang
Golongan orang-orang yang mau bekerja tanpa pamrih, tanpa komentar dan tanpa diperintah serta
tanpa diiming-iming, mereka selalu siap ketika dibutuhkan, khususnya dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya.
2. Golongan Pekerja
Golongan orang-orang yang mau bekerja karena ada pamrih, karena mengharapkan popularitas,
pujian serta hanya sibuk mengejar kepentingannya sendiri.
3. Golongan penjahat
Golongan orang-orang yang mengorbankan kepentingan orang lain, merampas hak rakyat dan tidak
perduli orang lain menderita, demi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Saat ini untuk sementara, menurut survei para ulama, yang terbanyak saat ini adalah golongan
pekerja dan penjahat, makanya bangsa kita jadi carut marut, acak adut, bau kentut, karena
dirongrong oleh orang-orang yang sibuk mencari pamrih dan popularitas, juga orang-orang yang
bahagia serta menari-nari diatas penderitaan orang lain. Sedangkan golongan pejuang hanya sedikit
dari total komunitas. Nah !, termasuk golongan manakah kita ?.
Apabila kita, kilas balik 62 tahun yang lalu, pada saat pergerakan fisik melawan imperialisme,
bangsa Indonesia dapat meraih kemerdekaan dengan senjata konvensional, seperti bambu runcing.
2. miens.blogspot.com
Karena pada waktu itu banyak pejuang yang rela mengorbankan waktu, tenaga, pikiran bahkan jiwa
raga serta keluarga yang dicintainya, yang mana pengorbanan pejuang tersebutlah yang akhirnya
menghantarkan bangsa Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan. Allah menciptakan sejarah untuk
diingat. Kisah orang-orang dulu ditulis untuk dijadikan pelajaran. Sungguh malang nasib orang-
orang yang tak mau belajar dari sejarah. Ia akan terjerumus dalam kubangan hina. Nasibnya akan
diabadikan dalam sejarah dengan ornamen hitam.
Berkaca diri. Ya, bisa jadi kita memang harus banyak ngaca. Kita akan melihat diri dan kemampuan
kita, termasuk dalam memilih dan menilai. Dalam berkaca mungkin kita tak tahan melihat keadaan
kita sebenarnya. Mata kita mungkin berkaca-kaca, menyesali kekeliruan kita selama ini. Tetapi
ingatlah masa lalu kita yang buruk tentu bukan untuk diratapi. Melainkan dijadikan pelajaran untuk
perbaikan ke depan. Kita tentu makin sadar, mustahil menyelesaikan problem bangsa ini sendirian.
Potensi manusia jadi kecil jika bercerai-berai dan akan besar jika berjamaah. Kita akan lemah secara
individual, sebaliknya akan kuat secara kolektif, dan kita tidak boleh berharap orang lain
memecahkan masalah kita.
Pada hakikatnya, setiap orang di Republik ini mampu berbuat sesuatu untuk keluar dari belenggu
kesemrawutan ini, sepanjang kita semua mempunyai niat baik untuk mencari keberkahan dalam
setiap upaya yang dilakukan, yang pada akhirnya cahaya kebenaran dan keadilan akan menjelma
dihadapan mata, setelah kita berjalan beberapa lamanya di dalam terowongan kebatilan yang gelap
gulita. Semoga Tuhan mengabulkan do’a kita semua...amien.
-------------------------------------------------
Tata Sutabri - STMIK INTI INDONESIA