SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
MAKALAH 
PENYAKIT PICA 
Disusun untuk memenuhi tugas 
Mata Kuliah Penulisan Ilmiah 
Disusun Oleh : 
Andriana Shinta Bella (A01401856) 
TINGKAT IA 
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH 
GOMBONG 
2014/2015 
1
ABSTRAK 
Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang 
tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Pica jauh lebih 
sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Makalah ini 
berisi tentang penyakit pica yang sedang populer di berbagai negara. Makalah ini 
bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit pica. Menurut Diagnostic 
and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), ingesti zat 
tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica adalah hal 
yang lazim terjadi di bagian barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga 
dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. 
Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia 
sendiri belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis 
ini (Hagopian, 2011). Terapi yang dapat diberikan untuk penderita Pica 
diantaranya dengan farmakologis yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors 
dan Bupropion, serta non farmakologis dengan respons effort dan respons 
blocking. 
Kata kunci: gangguan makanan, anak kecil, farmakologis 
2
KATA PENGANTAR 
Puji syukur kami atas rahmat yang diberikan ALLAH SWT, karena dengan 
karunia- Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang penyakit PICA. 
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Penulisan Ilmiah, 
selain itu makalah ini juga bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan 
memahami secara jelas mengenai penyakit PICA. 
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna, dan 
tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dorongan dan 
bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terimakasih kepada: 
1. Bapak Hendri Tamara Yuda,S.Kep.Ns selaku dosen pembimbing Mata 
Kuliah Penulisan Ilmiah. 
2. Kedua orang tua yang senantiasa memberi doa dan semangat. 
3. Teman-teman yang memberi kritik dan saran pembuatan makalah ini. 
4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. 
Demikian makalah ini saya susun, semoga dapat bermanfaat bagi 
penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang 
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. 
Gombong, Oktober 2014 
Penulis 
3
DAFTAR ISI 
COVER…………………………………………………………………. 1 
ABSTRAK....................................................…………………………… 2 
KATA PENGANTAR.....……………………….......………………….. 3 
DAFTAR ISI..............………………………………………………….. 4 
BAB I PENDAHULAUAN 
A. Latar Belakang....…………………………………………… 5 
B. Tujuan Penulisan……………………………………………. 6 
BAB II PEMBAHASAN 
A. Pengertian....................……………………………………… 7 
B. Faktor Penyebab..........……………………………………… 8 
C. Penegakkan Diagnosis.....…………………………………… 10 
D. Pemeriksaan Fisik....………………………………………… 10 
E. Manifestasi Klinis....………………………………………… 12 
F. Komplikasi...............………………………………………… 12 
G. Penatalaksanaan...............…………………………………… 13 
H. Pencegahan......................…………………………………… 17 
BAB III KESIMPULAN 
A. Kesimpulan........………….………….……………………… 19 
B. Saran..................………….…………….…………………… 19 
4
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat 
yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Pica 
jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. 
Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat non 
pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, es, kuku, 
kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara. gangguan makan ini adalah suatu hal 
yang paling umum terjadi pada individu dengan retardasi mental. Dalam 
beberapa masyarakat, pica adalah suatu hal yang bersifat budaya dan tidak 
dianggap patologis (APA, 2000). 
Pica terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari 
pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di 
daerah tropis dan bersuku-suku. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian 
barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, 
Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa 
Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri 
belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini 
(Hagopian, 2011). 
Pica diperkirakan terjadi pada usia 10 sampai 32 persen anak-anak antara 
usia 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun, laporan pica 
menyatakan angka kira-kira 10 persen dari populasi. Terjadi penurunan linier 
seiring dengan bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan 
remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. 
Pada individu dengan keterbelakangan mental, pica paling sering terjadi pada 
mereka yang berusia 10-20 tahun (Hagopian, 2011). 
5
1.2 Tujuan Penulisan 
a. Mengetahui definisi Penyakit Pica. 
b. Mengetahui faktor penyebab Penyakit Pica 
c. Mengetahui faktor resiko Penyakit Pica 
d. Mengetahui penegakan diagnosis untuk Penyakit Pica 
e. Mengetahui manifestasi klinis Penyakit Pica 
f. Mengetahui komplikasi Penyakit Pica 
g. Mengetahui penatalaksanaan Penyakit Pica 
h. Mengetahui pencegahan penyakit Pica 
6
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 Pengertian 
Seseorang yang suka mengkonsumsi benda aneh dan tidak masuk akal 
seperti pasir, tanah, kapur, lampu, puntung rokok, bulu, rumput, selimut wol, 
pecahan kaca bahkan kotoran binatang, dalam dunia medis disebut sebagai 
penderita Penyakit Pica atau dalam bahasa Inggrisnya Eatting Disorder 
(penyakit pola makan yang aneh). 
Pica merupakan keinginan kuat terhadap barang-barang yang bukan 
makanan atau menelan benda-bedan bukan makanan. Keinginan kuat yang 
ditemukan pada pasien yang didiagnosa dengan pica bisa terkait dengan 
keadaan kekurangan gizi, seperti anemia defisiensi zat besi; juga bisa terkait 
dengan kehamilan; atau dengan keterbelakangan mental atau penyakit jiwa. 
Kata pica berasal dari bahasa latin yang berarti sejenis burung Gagak (burung 
Magpie) yang memakan benda apa saja yang ditemuinya. 
Buku penuntun profesional kesehatan jiwa, the Diagnostic and Statistical 
Manual of Mental Disorders, edisi keempat, revisi naskah (2000), yang 
disingkat sebagai DSM-IV-TR, mengelompokkan pica dalam kategori 
“Gangguan Makan dan Pemberian Makan Bayi atau Anak Kecil.” Seorang 
pasien yang dapat didiagnosa dengan pica harus terus menerus memiliki 
keigninan kuat untuk memakan benda-benda bukan makanan selama 
sekurang-kurangnya satu bulan. Perilaku ini tidak pantas untuk tahap 
pertumbuhan anak. Lebih jauh, perilaku ini tidak boleh disetujui atau 
didorong oleh lingkungan sekitar anak. 
7
2.2 Faktor Penyebab 
Penyakit gangguan makan adalah kondisi kompleks yang diakibatkan dari 
kombinasi antara perilaku lama, biologis, emosi, psikologis, interpersonal dan 
faktor sosial. Para ilmuwan dan ahli riset masih sedang mempelajari 
penyebab dasar kondisi emosi dan fisik yang merusak ini. 
2.2.1 Faktor Biologis 
Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : 
Para ilmuwan masih sedang meneliti segala biokimia dan biologis 
penyebab ketidakaturan makan. Di sebagian individu yang mengalami 
ketidakaturan makan, kimia tertentu diotak yang mengendalikan 
kelaperan, selera dan pencernaan terbukti tidak seimbang. Arti dan 
implikasi dari ketidakseimbangan tersebut masih dalam investigasi. 
Beberapa peneliti menduga kurangnya zat besi dan anemia memicu 
pola makan tersebut. Penyakit Pica tidak ada tanda maupun gejalanya. 
Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes 
darah guna mengetahui kandungan besi dan seng. Ketidakaturan makan 
sering terbawa dalam keluarga. Riset terkini member indikasi adanya 
penyebab genetik terhadap ketidakaturan makan. 
2.2.2 Faktor Psikologis 
Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : 
· Harga diri yang rendah 
· Rasa kekurangan atau kurang kendali hidup 
· Depresi, kecemasan, kemarahan atau kesepian 
8
2.2.3 Faktor Interpersonal 
Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : 
· Hubungan keluarga dan pribadi yang bermasalah 
· Kesulitan mengekspresikan emosi dan perasaan 
· Sejarah diledek mengenai ukuran atau berat badan 
· Sejarah pelecehan seksual atau fisikal 
2.2.4 Faktor Sosial 
Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : 
· Tekanan budaya yang membanggakan “kelangsingan” dan member 
nilai tinggi atas pencapaian tubuh yang sempurna 
· Definisi kecantikan yang sempit yang hanya mencantumkan wanita 
dan pria dengan ukuran dan bentuk tubuh tertentu 
· Kebiasaan budaya yang menghargai orang atas dasar penampilan 
fisik dan bukan kualitas dan kekuatan dalam 
2.2.5 Faktor Resiko 
Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : 
· Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di 
atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak 
sapihan wajar bila suka memasukkan benda-benda yang 
dipegangnya ke dalam mulutnya. 
· Penderita defisiensi gizi 
· Penderita retardasi mental (Hasan dan Alatas, 1985). 
· Ibu hamil 
· Orang yang dietnya rendah mineral 
· Orang yang memiliki gangguan kejiwaan seperti histeria 
9
· Orang dengan cacat perkembangan atau gangguan serupa 
· Orang-orang yang keluarga atau etnisnya memakan zat non-makanan 
· Orang yang diet, menjadi lapar, dan mencoba untuk meringankan 
kelaparan dan ngidam dengan zat rendah kalori (zat non-makanan) 
(HopeInterprises Inc) 
2.3 Penegakkan Diagnosis 
Presentasi klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat 
spesifik dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan 
atau paparan agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan 
berhubungan dengan jenis toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala pada 
saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut 
yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan 
kehilangan nafsu makan. 
Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica dan 
menyangkal adanya pica ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu 
diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi 
yang timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan diagnosis yang 
akurat dapat menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa. 
2.4 Pemeriksaan Fisik 
Temuan fisik yang terkait dengan pica sangat bervariasi dan berhubungan 
langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis 
selanjutnya. Temuan ini seperti berikut: 
10
1. Tanda keracunan 
2. Tanda infeksi atau infestasi dari parasit 
3. Manifestasi pada Gastrointestinal (GI) 
4. Manifestasi pada gigi 
Toksisitas iasna adalah keracunan yang paling umum yang terkait dengan 
pica. Tanda fisiknya tidak spesifik dan iasn tak terlihat, dan kebanyakan anak 
dengan keracunan timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari 
keracunan iasna dapat seperti gejala neurologis (misalnya, mudah 
tersinggung, lesu, ataksia, inkoordinasi, sakit kepala, kelumpuhan saraf 
iasna, papilledema , ensefalopati, kejang, koma, atau kematian) dan gejala 
pada saluran GI (misalnya, sembelit, sakit perut, kolik , muntah, anoreksia, 
atau diare). 
Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) 
dan ascariasis merupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan 
pica. Gejala Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah 
larva yang tertelan dan organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik 
yang terkait dengan migrans larva visceral adalah demam, hepatomegali, 
malaise, batuk, miokarditis , dan encephalitis. Ocular larva migrans dapat 
menyebabkan lesi retina dan kehilangan penglihatan. 
Manifestasi pada saluran cerna berupa kelainan mekanik usus, sembelit, 
ulserasi, perforasi, dan pengahalang usus yang disebabkan oleh pembentukan 
bezoar dan konsumsi bahan yang dicerna ke dalam saluran pencernaan. 
Kelainan gigi dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, termasuk abrasi gigi yang 
parah, abfraksi, dan kehilangan permukaan gigi. 
11
2.5 Manifestasi Klinis 
Gejala-gejala pica berbeda-beda menurut benda yang dimakan : 
1. Pasir atau tanah terkait dengan nyeri lambung dan perdarahan sesekali. 
2. Mengunyah batu es bisa menyebabkan kenampakan yang abnormal pada 
gigi. 
3. Memakan tanah liat bisa menyebabkan sembelit (konstipasi) 
4. Menelan benda-benda logam bisa menyebabkan perforasi usus 
5. Memakan benda kotoran sering mengarah pada penyakit infeksi seperti 
toksocariasis, toksoplasmosis, dan trichuriasis. 
6. Memakan timah bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan keterbelakangan 
mental. 
Pica lebih umum pada anak-anak dibanding dewasa. Anak-anak antara 
usia 2 sampai 6 tahun telah diketahui mengalami Pica. Bayi dan anak-anak 
sampai usia 18 bulan tidak dianggap mengalami Pica utamanya karena bayi 
selama usia ini akan sering memasukkan apa saja ke dalam mulutnya, dan 
kebiasaan ini adalah kebiasaan normal bagi bayi. Beberapa anak-anak yang 
mengalami Pica dikatakan karena meniru hewan piaraan keluarga (seperti 
anjing dan kucing) yang mereka lihat memakan benda tertentu. Anak-anak 
perlu diawasi dan setiap benda berbahaya harus dijauhkan dari jangkauan 
mereka. 
2.6 Komplikasi 
(Ravinder, 2005) : 
1. Infeksi 
2. Obstruksi usus 
3. Menyebabkan 
keracunan 
4. Malnutrisi 
5. Diare 
6. Anemia 
7. Konstipasi 
8. Kecacingan 
12
2.7 Penatalaksanaan 
2.7.1 Terapi Lama 
Menurut ADAManual Clinical Dietetics tahun 2000, Pica 
didefinisikan sebagai kelainan psikobehavioral yang melibatkan 
keinginan-keinginan (ngidam) yang abnormal untuk memakan sesuatu 
yang sebenarnya bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi 
seperti tanah, kapur, dan sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian 
karena substansi-substansi yang bukan merupakan makanan itu 
dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari makanan yang 
sesungguhnya dan hal ini ias menjadi berbahaya. Menurut Andrews, 
1998 sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai 
rencana terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian 
edukasi serta saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang 
pada pasien pica menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi 
keinginan-keinginan mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga 
dapat tercipta keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Rose, 2000 
menyatakan bahwa penatalaksanaan pasien pica dengan cara yang sama 
belum tentu mendapatkan hasil yang sama, kesadaran dari praktisi 
kesehatan adalah hal yang paling penting dalam manajemen pasien pica 
(Cunningham dan Marcason, 2001). 
2.7.2 Terapi Baru 
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis) 
Terapi baru yang kemungkinan ias digunakan dan telah 
direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba pada 
pasien pica adalah terapi farmakologis dengan selective serotonin reuptake 
inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipikal lain. Terapi baru ini bekerja 
13
dengan memblok reuptake atau reabsorpsi serotonin oleh sel-sel saraf di 
otak. Beberapa jenis SSRi ini antara lain adalah fluvoxamin, zimelidin, 
paroxetin, fluoxetin, dan citalopram (Morrow, 2010). 
2) Bupropion (Farmakologis) 
Bupropion merupakan golongan obat dari aminoketone 
norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti ias 
digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik, dan 
mengalami ketergantungan nikotin yang parah (Ginsberg, 2006). 
Intervensi perilaku pada pasien pica dengan tujuan untuk 
mengalihkan perhatian, seperti menyusun ulang llingkungannya, 
konseling, dan terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka terapi 
farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion (Ginsberg, 
2006). 
Pada juli 2003, bupropion dikeluarkan dengan regimen 100 mg 
dua kali sehari ditambah dengan lamotrigin 200 mg tiga kali sehari, 
gabapentin 600 mg tiga kali sehari, topiramat 200 mg tiga kali sehari, 
zonisamide 300 mg, loratadin 10 mg/hari, naltrexon 50 mg/hari, 
propanolol 60 mg dua kali sehari, paroxetin 40 mg/hari, risperidone 3 mg 
dua kali sehari, multivitamin setiap hari, dan vitamin E 800 IU dua kali 
sehari. Pada penelitian yang telah dikakukan, pemberian bupropion selama 
12 bulan, pasien mengalami penurunan episode pica menjadi 6.25 kali 
setiap bulan, dan penurunan iasn 0.9 kali episode per bulan dalam 11 bulan 
pemakaian obat (Ginsberg, 2006). 
14
3) Response Effort (Pendekatan perilaku) 
Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan 
pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha 
pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pica dan 
iasnative lain yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh 
Piazza et al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang 
mengalami gangguan kejiwaan dan iasn ke klinik 
Neurobehavioral di Kennedy Krieger Institute. Pasien pertama 
memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu, tongkat penunjuk, kotoran, 
sarung tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki riwayat memakan batu, 
tongkat penunjuk, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga memiliki riwayat 
memakan batu, tongkat penunjuk, kotoran, pakaian, sabun, dan feces 
(Piazza, 2002). 
Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan 
yang aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan 
(seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda lain yang menjadi iasnative), 
dari kedua benda tersebut akan diletakkan sedemikian caranya sehingga 
pasien akan menggunakan low effort atau high effort untuk menjangkau 
benda-benda tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati response 
effort pada pica dan benda iasnative. Hasil dari penelitian ini menunjukkan 
bahwa pada usaha untuk mendapatkan benda iasnative itu tinggi (high 
effort) sedangkan usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low effort) 
maka pasien akan menjangkau objek pica dan memakannya. Sehingga, 
jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau benda iasnative akan 
menurunkan frekuensi kejadian pica. Pada keadaan objek pica mudah 
dijangkau (low effort) misalnya benda-benda yang didapat bebas ketika 
sedang bermain; dan benda iasnative disimpan susah untuk dijangkau 
(misalnya di saku seseorang di sekitar anak) maka akan menurunkan 
15
kejadian pica. Sehingga kesimpulannya, para orang tua atau yang merawat 
pasien pica harus ias menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk 
dimakan di tempat-tempat yang aman, dan meletakkan benda-benda 
pengalih perhatian (benda iasnative) di tempat-tempat yang menarik untuk 
pasien sehingga ias mengurangi frekuensi pica pada pasien (Piazza, 2002). 
4) Response Blocking 
Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh 
individu yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil 
benda (bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan Grosser (2005) 
melakukan penelitian tentang response blocking pada pasien pica yang 
dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan 5 hari setiap minggu. 
Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di ruangan tertutup yang di 
dalamnya terdapat kertas segi empat yang dilekatkan ke lantai dan di atas 
kertas tersebut disimpan benda-benda (bukan makanan) yang ias dimakan 
oleh pasien pica. Lalu ada seorang terapis yang ada di ujung ruangan 
berjarak 3.1 m dari benda yang ada di atas lantai. Pada percobaan pertama, 
terapis tidak bereaksi apa-apa (tidak mencegah/mem-block) pasien saat 
akan mengambil benda di atas kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah 
ketika benda sudah berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan 
ketiga, terapis mencegah pasien mengambil benda di atas kertas (McCord 
dan Grosser, 2005). 
Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah 
maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan makanan 
tersebut, walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat makanan sudah 
diambil maka efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak mau menjatuhkan 
makanan tersebut. 
16
Hasil dari pencegahan ini akan efektif jika perawat atau 
seseorang yang menjaga pasien mencegah pasien mengambil benda-benda 
berbahaya untuk dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan 
tidak efektif jika dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk 
dimakan, tetapi harus dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau 
benda-benda berbahaya untuk dimakan tersebut (McCord dan Grosser, 
2005). 
2.8 Pencegahan 
Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak 
lain adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang 
masih dalam tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan 
mengenalkannya dengan benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. 
Hal seperti itu sangat perlu sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi 
pada anak. Orang tua juga sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk 
mengecek apakah tidak ada bahan berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. 
Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa 
tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan anak. Kenyataannya 
sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya menangis karena 
ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka membiarkannya makan 
sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan pengejewantahan 
dari wujud ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk 
rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, 
melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya. 
Sekali lagi orang tua harus tegas! Orang tua tidak boleh menuruti 
keinginan anaknya jika meminta benda-benda asing untuk dimakan, orang tua 
juga harus mengawasi anak ketika bermain. Ketika anak lapar dan ingin 
makan, orang tua bisa memanfaatkan hal tersebut untuk mengenalkannya 
jenis-jenis makanan yang sehat dan bergizi dengan tujuan untuk mengalihkan 
perhatian anak pada benda yang ingin dimakan ke makanan yang betul-betul 
17
layak untuk dimakan. Rangsang otak anak dengan makanan-makanan yang 
bergizi ketika dirinya lapar, ketika otak terbiasa dengan rangsangan dari 
makanan maka lama kelamaan perhatian anak akan teralihkan dari benda-benda 
asing yang ingin dia makan. 
Jadi intinya adalah fokus perhatian orang tua terhadap perilaku anak, 
kebiasaan anak, dan tumbuh kembang anak karena kewajiban orang tua 
memang mengasuh anaknya. Untuk mencegah dan mengobati pica, orang tua 
perlu meluangkan waktunya untuk menemani anak bermain, mengajarkannya 
makanan yang baik, menjauhkannya dari benda-benda keras dan berbahaya, 
serta menjaga kebiasaan tidur anak sehingga anak dapat tumbuh dengan sehat 
dan jauh dari pica eating disorder. 
18
BAB III 
KESIMPULAN 
3.1 Kesimpulan 
Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu 
makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, 
misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran 
hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya. Gejala pada saluran 
Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang 
mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan 
kehilangan nafsu makan. Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan 
farmakologis yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, 
serta non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking. 
3.2 Saran 
Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak 
lain adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang 
masih dalam tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan 
mengenalkannya dengan benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. 
Hal seperti itu sangat perlu sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi 
pada anak. Orang tua juga sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk 
mengecek apakah tidak ada bahan berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. 
Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa 
tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan anak. Kenyataannya 
sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya menangis karena 
ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka membiarkannya makan 
sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan wujud dari 
ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk rasa 
kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, 
melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya. 
19

More Related Content

What's hot

Metodologi penelitian, desain studi &
Metodologi penelitian, desain  studi &Metodologi penelitian, desain  studi &
Metodologi penelitian, desain studi &Ira Masykura
 
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalKonsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalMitha Khair
 
4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakit4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakitphiqe kbn
 
Nilai normal tanda tanda vital
Nilai normal tanda tanda vitalNilai normal tanda tanda vital
Nilai normal tanda tanda vitalTri Kusniati
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malariahersu12345
 
Bab 10 uji chi square stata dan spss
Bab 10 uji chi square stata dan spssBab 10 uji chi square stata dan spss
Bab 10 uji chi square stata dan spssNajMah Usman
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previaWarnet Raha
 
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018Muh Saleh
 
Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Agus Prayogi
 
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...sofian.alfarisi
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikLena Setianingsih
 
Presentations tentang maag ppt
Presentations tentang maag pptPresentations tentang maag ppt
Presentations tentang maag pptSantos Tos
 
Makalah Status GIZI
Makalah Status GIZIMakalah Status GIZI
Makalah Status GIZIApapunituzar
 

What's hot (20)

Metodologi penelitian, desain studi &
Metodologi penelitian, desain  studi &Metodologi penelitian, desain  studi &
Metodologi penelitian, desain studi &
 
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalKonsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
 
4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakit4 pencegahan-penyakit
4 pencegahan-penyakit
 
Nilai normal tanda tanda vital
Nilai normal tanda tanda vitalNilai normal tanda tanda vital
Nilai normal tanda tanda vital
 
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus MalariaBuku saku tatalaksana kasus Malaria
Buku saku tatalaksana kasus Malaria
 
keseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darahkeseimbangan asam-basa dan gas darah
keseimbangan asam-basa dan gas darah
 
Bab 10 uji chi square stata dan spss
Bab 10 uji chi square stata dan spssBab 10 uji chi square stata dan spss
Bab 10 uji chi square stata dan spss
 
Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatanPerilaku kesehatan
Perilaku kesehatan
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa
 
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2018
 
Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Perawatan paliatif
Perawatan paliatif
 
Atresia ani
Atresia aniAtresia ani
Atresia ani
 
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
Epidemiologi Deskriptif Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Keraton M...
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
 
Kul6. Model Promosi Kesehatan
Kul6. Model Promosi KesehatanKul6. Model Promosi Kesehatan
Kul6. Model Promosi Kesehatan
 
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopikKehamilan ektopik
Kehamilan ektopik
 
Presentations tentang maag ppt
Presentations tentang maag pptPresentations tentang maag ppt
Presentations tentang maag ppt
 
Makalah Status GIZI
Makalah Status GIZIMakalah Status GIZI
Makalah Status GIZI
 
Anatomi panggul
Anatomi panggulAnatomi panggul
Anatomi panggul
 
Ppt gastroenterintis
Ppt gastroenterintisPpt gastroenterintis
Ppt gastroenterintis
 

Viewers also liked

Power point kelainan makan
Power point kelainan makanPower point kelainan makan
Power point kelainan makanIsni Dhanianto
 
Makalah demartitis
Makalah demartitisMakalah demartitis
Makalah demartitisMJM Networks
 
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Tenri Ashari Wanahari
 
Dampak pola makan terhadap kesehatan ppt
Dampak pola makan terhadap kesehatan pptDampak pola makan terhadap kesehatan ppt
Dampak pola makan terhadap kesehatan pptAjang Wahyu
 
Pica Presentation
Pica PresentationPica Presentation
Pica Presentationannarae89
 
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCA
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCAgangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCA
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCAGabriella Cereira Angelina
 

Viewers also liked (8)

Power point kelainan makan
Power point kelainan makanPower point kelainan makan
Power point kelainan makan
 
Makalah demartitis
Makalah demartitisMakalah demartitis
Makalah demartitis
 
Makalah penyakit kecacingan
Makalah penyakit kecacinganMakalah penyakit kecacingan
Makalah penyakit kecacingan
 
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
Makalah/Presentasi Kasus: Kepaniteraan Klinik Gigi & Mulut Universitas Sebela...
 
Dampak pola makan terhadap kesehatan ppt
Dampak pola makan terhadap kesehatan pptDampak pola makan terhadap kesehatan ppt
Dampak pola makan terhadap kesehatan ppt
 
Pica Presentation
Pica PresentationPica Presentation
Pica Presentation
 
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCA
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCAgangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCA
gangguan tumbuh kembang anak - disusun oleh : GCA
 
Makanan sehat dan bergizi
Makanan sehat dan bergiziMakanan sehat dan bergizi
Makanan sehat dan bergizi
 

Similar to Pica Penyakit

makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTmakalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTSri Nur Ramliah
 
Fenomena Obesitas Pada Balita dan Anak
Fenomena Obesitas Pada Balita dan AnakFenomena Obesitas Pada Balita dan Anak
Fenomena Obesitas Pada Balita dan AnakSyarah Raditia
 
Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja
Perilaku Gizi Seimbang Pada RemajaPerilaku Gizi Seimbang Pada Remaja
Perilaku Gizi Seimbang Pada RemajaSii AQyuu
 
196910295 sl-ff-diare-pada-balita
196910295 sl-ff-diare-pada-balita196910295 sl-ff-diare-pada-balita
196910295 sl-ff-diare-pada-balitahomeworkping3
 
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi GiziFaktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizipjj_kemenkes
 
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptx
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptxgizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptx
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptxRisaokni
 
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdf
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdfgizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdf
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdftutihartati9
 
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptx
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptxInteractive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptx
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptxAdheliaSya
 
Qgk 3013 obesiti
Qgk 3013  obesitiQgk 3013  obesiti
Qgk 3013 obesitiAhmad NazRi
 
Makalah diare 1
Makalah diare 1Makalah diare 1
Makalah diare 1ranirunnie
 

Similar to Pica Penyakit (20)

Klb
KlbKlb
Klb
 
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRSTmakalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
makalah-gizi-buruk-lengkap_akperRST
 
Failure to thrive
Failure to thriveFailure to thrive
Failure to thrive
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Makalah kesehatan
Makalah kesehatanMakalah kesehatan
Makalah kesehatan
 
Fenomena Obesitas Pada Balita dan Anak
Fenomena Obesitas Pada Balita dan AnakFenomena Obesitas Pada Balita dan Anak
Fenomena Obesitas Pada Balita dan Anak
 
Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja
Perilaku Gizi Seimbang Pada RemajaPerilaku Gizi Seimbang Pada Remaja
Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja
 
ppt malnutrisi fix.pptx
ppt malnutrisi  fix.pptxppt malnutrisi  fix.pptx
ppt malnutrisi fix.pptx
 
196910295 sl-ff-diare-pada-balita
196910295 sl-ff-diare-pada-balita196910295 sl-ff-diare-pada-balita
196910295 sl-ff-diare-pada-balita
 
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi GiziFaktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Gizi
 
Modul 4
Modul 4Modul 4
Modul 4
 
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptx
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptxgizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptx
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pptx
 
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdf
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdfgizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdf
gizianaksekolahdasarfinall-170222043652.pdf
 
Gizi anak sekolah dasar
Gizi anak sekolah dasar Gizi anak sekolah dasar
Gizi anak sekolah dasar
 
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptx
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptxInteractive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptx
Interactive Clinical Cases Scenarios by Slidesgo.pptx
 
Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1Modul 1 kb 1
Modul 1 kb 1
 
Qgk 3013 obesiti
Qgk 3013  obesitiQgk 3013  obesiti
Qgk 3013 obesiti
 
promkes_kel.6.pdf
promkes_kel.6.pdfpromkes_kel.6.pdf
promkes_kel.6.pdf
 
Makalah diare 1
Makalah diare 1Makalah diare 1
Makalah diare 1
 

Recently uploaded

konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 

Recently uploaded (20)

konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 

Pica Penyakit

  • 1. MAKALAH PENYAKIT PICA Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penulisan Ilmiah Disusun Oleh : Andriana Shinta Bella (A01401856) TINGKAT IA PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2014/2015 1
  • 2. ABSTRAK Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Makalah ini berisi tentang penyakit pica yang sedang populer di berbagai negara. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang penyakit pica. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), ingesti zat tidak bergizi harus tidak sesuai untuk tingkat perkembangan anak. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini (Hagopian, 2011). Terapi yang dapat diberikan untuk penderita Pica diantaranya dengan farmakologis yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, serta non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking. Kata kunci: gangguan makanan, anak kecil, farmakologis 2
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur kami atas rahmat yang diberikan ALLAH SWT, karena dengan karunia- Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang penyakit PICA. Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Penulisan Ilmiah, selain itu makalah ini juga bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai penyakit PICA. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna, dan tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Hendri Tamara Yuda,S.Kep.Ns selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Penulisan Ilmiah. 2. Kedua orang tua yang senantiasa memberi doa dan semangat. 3. Teman-teman yang memberi kritik dan saran pembuatan makalah ini. 4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Demikian makalah ini saya susun, semoga dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Gombong, Oktober 2014 Penulis 3
  • 4. DAFTAR ISI COVER…………………………………………………………………. 1 ABSTRAK....................................................…………………………… 2 KATA PENGANTAR.....……………………….......………………….. 3 DAFTAR ISI..............………………………………………………….. 4 BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang....…………………………………………… 5 B. Tujuan Penulisan……………………………………………. 6 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian....................……………………………………… 7 B. Faktor Penyebab..........……………………………………… 8 C. Penegakkan Diagnosis.....…………………………………… 10 D. Pemeriksaan Fisik....………………………………………… 10 E. Manifestasi Klinis....………………………………………… 12 F. Komplikasi...............………………………………………… 12 G. Penatalaksanaan...............…………………………………… 13 H. Pencegahan......................…………………………………… 17 BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan........………….………….……………………… 19 B. Saran..................………….…………….…………………… 19 4
  • 5. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pica adalah gangguan makan yang didefinisikan sebagai konsumsi zat-zat yang tidak bergizi secara terus menerus selama kurang lebih satu bulan. Pica jauh lebih sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Individu yang terdiagnosis pica dilaporkan menelan berbagai macam zat non pangan termasuk tanah liat, kotoran, pasir, batu, kerikil, rambut, es, kuku, kertas, kapur, kayu, bahkan batu bara. gangguan makan ini adalah suatu hal yang paling umum terjadi pada individu dengan retardasi mental. Dalam beberapa masyarakat, pica adalah suatu hal yang bersifat budaya dan tidak dianggap patologis (APA, 2000). Pica terjadi di seluruh dunia. Geofagia adalah bentuk paling umum dari pica pada orang yang hidup dalam kemiskinan serta orang yang hidup di daerah tropis dan bersuku-suku. Pica adalah hal yang lazim terjadi di bagian barat Kenya, Afrika Selatan, dan India. Pica juga dilaporkan di Australia, Kanada, Israel, Iran, Uganda, Wales, Turki, dan Jamaika. Di beberapa Negara, bahkan tanah dijual untuk tujuan konsumsi. Di Indonesia sendiri belum ada data dan informasi yang jelas mengenai gangguan makan jenis ini (Hagopian, 2011). Pica diperkirakan terjadi pada usia 10 sampai 32 persen anak-anak antara usia 1 dan 6 tahun. Pada anak yang lebih dari 10 tahun, laporan pica menyatakan angka kira-kira 10 persen dari populasi. Terjadi penurunan linier seiring dengan bertambahnya usia. Pica kadang-kadang meluas ke golongan remaja namun jarang ditemukan pada orang dewasa yang tidak cacat mental. Pada individu dengan keterbelakangan mental, pica paling sering terjadi pada mereka yang berusia 10-20 tahun (Hagopian, 2011). 5
  • 6. 1.2 Tujuan Penulisan a. Mengetahui definisi Penyakit Pica. b. Mengetahui faktor penyebab Penyakit Pica c. Mengetahui faktor resiko Penyakit Pica d. Mengetahui penegakan diagnosis untuk Penyakit Pica e. Mengetahui manifestasi klinis Penyakit Pica f. Mengetahui komplikasi Penyakit Pica g. Mengetahui penatalaksanaan Penyakit Pica h. Mengetahui pencegahan penyakit Pica 6
  • 7. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Seseorang yang suka mengkonsumsi benda aneh dan tidak masuk akal seperti pasir, tanah, kapur, lampu, puntung rokok, bulu, rumput, selimut wol, pecahan kaca bahkan kotoran binatang, dalam dunia medis disebut sebagai penderita Penyakit Pica atau dalam bahasa Inggrisnya Eatting Disorder (penyakit pola makan yang aneh). Pica merupakan keinginan kuat terhadap barang-barang yang bukan makanan atau menelan benda-bedan bukan makanan. Keinginan kuat yang ditemukan pada pasien yang didiagnosa dengan pica bisa terkait dengan keadaan kekurangan gizi, seperti anemia defisiensi zat besi; juga bisa terkait dengan kehamilan; atau dengan keterbelakangan mental atau penyakit jiwa. Kata pica berasal dari bahasa latin yang berarti sejenis burung Gagak (burung Magpie) yang memakan benda apa saja yang ditemuinya. Buku penuntun profesional kesehatan jiwa, the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat, revisi naskah (2000), yang disingkat sebagai DSM-IV-TR, mengelompokkan pica dalam kategori “Gangguan Makan dan Pemberian Makan Bayi atau Anak Kecil.” Seorang pasien yang dapat didiagnosa dengan pica harus terus menerus memiliki keigninan kuat untuk memakan benda-benda bukan makanan selama sekurang-kurangnya satu bulan. Perilaku ini tidak pantas untuk tahap pertumbuhan anak. Lebih jauh, perilaku ini tidak boleh disetujui atau didorong oleh lingkungan sekitar anak. 7
  • 8. 2.2 Faktor Penyebab Penyakit gangguan makan adalah kondisi kompleks yang diakibatkan dari kombinasi antara perilaku lama, biologis, emosi, psikologis, interpersonal dan faktor sosial. Para ilmuwan dan ahli riset masih sedang mempelajari penyebab dasar kondisi emosi dan fisik yang merusak ini. 2.2.1 Faktor Biologis Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : Para ilmuwan masih sedang meneliti segala biokimia dan biologis penyebab ketidakaturan makan. Di sebagian individu yang mengalami ketidakaturan makan, kimia tertentu diotak yang mengendalikan kelaperan, selera dan pencernaan terbukti tidak seimbang. Arti dan implikasi dari ketidakseimbangan tersebut masih dalam investigasi. Beberapa peneliti menduga kurangnya zat besi dan anemia memicu pola makan tersebut. Penyakit Pica tidak ada tanda maupun gejalanya. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes darah guna mengetahui kandungan besi dan seng. Ketidakaturan makan sering terbawa dalam keluarga. Riset terkini member indikasi adanya penyebab genetik terhadap ketidakaturan makan. 2.2.2 Faktor Psikologis Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : · Harga diri yang rendah · Rasa kekurangan atau kurang kendali hidup · Depresi, kecemasan, kemarahan atau kesepian 8
  • 9. 2.2.3 Faktor Interpersonal Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : · Hubungan keluarga dan pribadi yang bermasalah · Kesulitan mengekspresikan emosi dan perasaan · Sejarah diledek mengenai ukuran atau berat badan · Sejarah pelecehan seksual atau fisikal 2.2.4 Faktor Sosial Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : · Tekanan budaya yang membanggakan “kelangsingan” dan member nilai tinggi atas pencapaian tubuh yang sempurna · Definisi kecantikan yang sempit yang hanya mencantumkan wanita dan pria dengan ukuran dan bentuk tubuh tertentu · Kebiasaan budaya yang menghargai orang atas dasar penampilan fisik dan bukan kualitas dan kekuatan dalam 2.2.5 Faktor Resiko Yang dapat mengakibatkan penyakit gangguan makan : · Terdapat pada golongan anak di bawah umur 3 tahun, biasanya di atas 1 tahun, sebab bayi yang sedang belajar merangkak dan anak sapihan wajar bila suka memasukkan benda-benda yang dipegangnya ke dalam mulutnya. · Penderita defisiensi gizi · Penderita retardasi mental (Hasan dan Alatas, 1985). · Ibu hamil · Orang yang dietnya rendah mineral · Orang yang memiliki gangguan kejiwaan seperti histeria 9
  • 10. · Orang dengan cacat perkembangan atau gangguan serupa · Orang-orang yang keluarga atau etnisnya memakan zat non-makanan · Orang yang diet, menjadi lapar, dan mencoba untuk meringankan kelaparan dan ngidam dengan zat rendah kalori (zat non-makanan) (HopeInterprises Inc) 2.3 Penegakkan Diagnosis Presentasi klinis pica sangat bervariasi dan berhubungan dengan sifat spesifik dari kondisi medis yang dihasilkan dan zat tertelan. Pada keracunan atau paparan agen infeksi, gejala dilaporkan sangat bervariasi dan berhubungan dengan jenis toksin atau agen infeksi tertelan. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan. Pasien mungkin menyembunyikan informasi mengenai perilaku pica dan menyangkal adanya pica ketika ditanya. Kerahasiaan ini sering mengganggu diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif. Kisaran luas komplikasi yang timbul dari berbagai bentuk pica dan keterlambatan diagnosis yang akurat dapat menyebabkan gejala ringan sampai mengancam nyawa. 2.4 Pemeriksaan Fisik Temuan fisik yang terkait dengan pica sangat bervariasi dan berhubungan langsung dengan bahan yang tertelan dan konsekuensi medis selanjutnya. Temuan ini seperti berikut: 10
  • 11. 1. Tanda keracunan 2. Tanda infeksi atau infestasi dari parasit 3. Manifestasi pada Gastrointestinal (GI) 4. Manifestasi pada gigi Toksisitas iasna adalah keracunan yang paling umum yang terkait dengan pica. Tanda fisiknya tidak spesifik dan iasn tak terlihat, dan kebanyakan anak dengan keracunan timah tidak menunjukkan gejala. Manifestasi fisik dari keracunan iasna dapat seperti gejala neurologis (misalnya, mudah tersinggung, lesu, ataksia, inkoordinasi, sakit kepala, kelumpuhan saraf iasna, papilledema , ensefalopati, kejang, koma, atau kematian) dan gejala pada saluran GI (misalnya, sembelit, sakit perut, kolik , muntah, anoreksia, atau diare). Toxocariasis (termasuk larva migrans visceral dan ocular larva migrans) dan ascariasis merupakan infeksi parasit paling sering yang terkait dengan pica. Gejala Toxocariasis beragam dan tampaknya terkait dengan jumlah larva yang tertelan dan organ mana tempat larva bermigrasi. Temuan fisik yang terkait dengan migrans larva visceral adalah demam, hepatomegali, malaise, batuk, miokarditis , dan encephalitis. Ocular larva migrans dapat menyebabkan lesi retina dan kehilangan penglihatan. Manifestasi pada saluran cerna berupa kelainan mekanik usus, sembelit, ulserasi, perforasi, dan pengahalang usus yang disebabkan oleh pembentukan bezoar dan konsumsi bahan yang dicerna ke dalam saluran pencernaan. Kelainan gigi dapat terlihat pada pemeriksaan fisik, termasuk abrasi gigi yang parah, abfraksi, dan kehilangan permukaan gigi. 11
  • 12. 2.5 Manifestasi Klinis Gejala-gejala pica berbeda-beda menurut benda yang dimakan : 1. Pasir atau tanah terkait dengan nyeri lambung dan perdarahan sesekali. 2. Mengunyah batu es bisa menyebabkan kenampakan yang abnormal pada gigi. 3. Memakan tanah liat bisa menyebabkan sembelit (konstipasi) 4. Menelan benda-benda logam bisa menyebabkan perforasi usus 5. Memakan benda kotoran sering mengarah pada penyakit infeksi seperti toksocariasis, toksoplasmosis, dan trichuriasis. 6. Memakan timah bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan keterbelakangan mental. Pica lebih umum pada anak-anak dibanding dewasa. Anak-anak antara usia 2 sampai 6 tahun telah diketahui mengalami Pica. Bayi dan anak-anak sampai usia 18 bulan tidak dianggap mengalami Pica utamanya karena bayi selama usia ini akan sering memasukkan apa saja ke dalam mulutnya, dan kebiasaan ini adalah kebiasaan normal bagi bayi. Beberapa anak-anak yang mengalami Pica dikatakan karena meniru hewan piaraan keluarga (seperti anjing dan kucing) yang mereka lihat memakan benda tertentu. Anak-anak perlu diawasi dan setiap benda berbahaya harus dijauhkan dari jangkauan mereka. 2.6 Komplikasi (Ravinder, 2005) : 1. Infeksi 2. Obstruksi usus 3. Menyebabkan keracunan 4. Malnutrisi 5. Diare 6. Anemia 7. Konstipasi 8. Kecacingan 12
  • 13. 2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Terapi Lama Menurut ADAManual Clinical Dietetics tahun 2000, Pica didefinisikan sebagai kelainan psikobehavioral yang melibatkan keinginan-keinginan (ngidam) yang abnormal untuk memakan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan makanan yang lazim dikonsumsi seperti tanah, kapur, dan sebagainya. Pica menjadi sebuah perhatian karena substansi-substansi yang bukan merupakan makanan itu dikhawatirkan dapat menggantikan nutrisi-nutrisi dari makanan yang sesungguhnya dan hal ini ias menjadi berbahaya. Menurut Andrews, 1998 sebenarnya tidak ada suatu panduan yang spesifik mengenai rencana terapi pada pica, tetapi pendekatan personal dan pemberian edukasi serta saran-saran yang baik mengenai nutrisi yang seimbang pada pasien pica menjadi suatu hal penting untuk upaya mengurangi keinginan-keinginan mengkonsumsi benda-benda yang aneh sehingga dapat tercipta keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Rose, 2000 menyatakan bahwa penatalaksanaan pasien pica dengan cara yang sama belum tentu mendapatkan hasil yang sama, kesadaran dari praktisi kesehatan adalah hal yang paling penting dalam manajemen pasien pica (Cunningham dan Marcason, 2001). 2.7.2 Terapi Baru 1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (Farmakologis) Terapi baru yang kemungkinan ias digunakan dan telah direkomendasikan karena hasil yang memuaskan saat diuji coba pada pasien pica adalah terapi farmakologis dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRi) dan neuroleptic atipikal lain. Terapi baru ini bekerja 13
  • 14. dengan memblok reuptake atau reabsorpsi serotonin oleh sel-sel saraf di otak. Beberapa jenis SSRi ini antara lain adalah fluvoxamin, zimelidin, paroxetin, fluoxetin, dan citalopram (Morrow, 2010). 2) Bupropion (Farmakologis) Bupropion merupakan golongan obat dari aminoketone norepinephrine and dopamine reuptake inhibitor yang terbukti ias digunakan sebagai terapi pada gangguan pica yang persisten, kronik, dan mengalami ketergantungan nikotin yang parah (Ginsberg, 2006). Intervensi perilaku pada pasien pica dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian, seperti menyusun ulang llingkungannya, konseling, dan terapi-terapi perilaku yang lain tidak berhasil, maka terapi farmakologis merupakan opsi selanjutnya seperti bupropion (Ginsberg, 2006). Pada juli 2003, bupropion dikeluarkan dengan regimen 100 mg dua kali sehari ditambah dengan lamotrigin 200 mg tiga kali sehari, gabapentin 600 mg tiga kali sehari, topiramat 200 mg tiga kali sehari, zonisamide 300 mg, loratadin 10 mg/hari, naltrexon 50 mg/hari, propanolol 60 mg dua kali sehari, paroxetin 40 mg/hari, risperidone 3 mg dua kali sehari, multivitamin setiap hari, dan vitamin E 800 IU dua kali sehari. Pada penelitian yang telah dikakukan, pemberian bupropion selama 12 bulan, pasien mengalami penurunan episode pica menjadi 6.25 kali setiap bulan, dan penurunan iasn 0.9 kali episode per bulan dalam 11 bulan pemakaian obat (Ginsberg, 2006). 14
  • 15. 3) Response Effort (Pendekatan perilaku) Response effort merupakan salah satu terapi pada pica dengan pendekatan metode perilaku. Pada terapi ini, yang dinilai adalah usaha pasien untuk berusaha memakan sesuatu yang menjadi objek pica dan iasnative lain yang bukan objek pica. Pada penelitian yang dilakukan oleh Piazza et al (2002), penelitian ini menggunakan tiga orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan iasn ke klinik Neurobehavioral di Kennedy Krieger Institute. Pasien pertama memiliki riwayat memakan kunci mobil, batu, tongkat penunjuk, kotoran, sarung tangan, dan baterai. Pasien kedua memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, plastic, dan kotoran. Pasien ketiga memiliki riwayat memakan batu, tongkat penunjuk, kotoran, pakaian, sabun, dan feces (Piazza, 2002). Penelitian dilakukan di ruang tertutup yang terbuat dari bahan yang aman jika dimakan, lalu disimpan benda objek yang biasa dimakan (seperti kunci mobil, kotoran, dll) dan benda lain yang menjadi iasnative), dari kedua benda tersebut akan diletakkan sedemikian caranya sehingga pasien akan menggunakan low effort atau high effort untuk menjangkau benda-benda tersebut. Penelitian dilakukan dengan mengamati response effort pada pica dan benda iasnative. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada usaha untuk mendapatkan benda iasnative itu tinggi (high effort) sedangkan usaha untuk mendapatkan objek pica mudah (low effort) maka pasien akan menjangkau objek pica dan memakannya. Sehingga, jika kita menurunkan usaha untuk menjangkau benda iasnative akan menurunkan frekuensi kejadian pica. Pada keadaan objek pica mudah dijangkau (low effort) misalnya benda-benda yang didapat bebas ketika sedang bermain; dan benda iasnative disimpan susah untuk dijangkau (misalnya di saku seseorang di sekitar anak) maka akan menurunkan 15
  • 16. kejadian pica. Sehingga kesimpulannya, para orang tua atau yang merawat pasien pica harus ias menyimpan benda-benda yang berbahaya untuk dimakan di tempat-tempat yang aman, dan meletakkan benda-benda pengalih perhatian (benda iasnative) di tempat-tempat yang menarik untuk pasien sehingga ias mengurangi frekuensi pica pada pasien (Piazza, 2002). 4) Response Blocking Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh individu yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil benda (bukan makanan) untuk dimakan. McCord dan Grosser (2005) melakukan penelitian tentang response blocking pada pasien pica yang dilakukan selama 10 menit selama 3 sampai dengan 5 hari setiap minggu. Pada penelitian ini, pasien ditempatkan di ruangan tertutup yang di dalamnya terdapat kertas segi empat yang dilekatkan ke lantai dan di atas kertas tersebut disimpan benda-benda (bukan makanan) yang ias dimakan oleh pasien pica. Lalu ada seorang terapis yang ada di ujung ruangan berjarak 3.1 m dari benda yang ada di atas lantai. Pada percobaan pertama, terapis tidak bereaksi apa-apa (tidak mencegah/mem-block) pasien saat akan mengambil benda di atas kertas. Percobaan kedua, terapis mencegah ketika benda sudah berjarak 0.3 m dari mulut pasien, pada percobaan ketiga, terapis mencegah pasien mengambil benda di atas kertas (McCord dan Grosser, 2005). Pada penelitian ini menunjukan bahwa jika pasien tidak dicegah maka pasien akan dengan leluasa memakan benda-benda bukan makanan tersebut, walaupun dicegah, tetapi jika dicegah saat makanan sudah diambil maka efeknya tidak efektif, pasien tetap tidak mau menjatuhkan makanan tersebut. 16
  • 17. Hasil dari pencegahan ini akan efektif jika perawat atau seseorang yang menjaga pasien mencegah pasien mengambil benda-benda berbahaya untuk dimakan. Sehingga, kesimpulannya adalah pencegahan tidak efektif jika dilakukan setelah pasien mengambil benda untuk dimakan, tetapi harus dilakukan usaha untuk mencegah pasien menjangkau benda-benda berbahaya untuk dimakan tersebut (McCord dan Grosser, 2005). 2.8 Pencegahan Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak lain adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan mengenalkannya dengan benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi pada anak. Orang tua juga sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan pengejewantahan dari wujud ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya. Sekali lagi orang tua harus tegas! Orang tua tidak boleh menuruti keinginan anaknya jika meminta benda-benda asing untuk dimakan, orang tua juga harus mengawasi anak ketika bermain. Ketika anak lapar dan ingin makan, orang tua bisa memanfaatkan hal tersebut untuk mengenalkannya jenis-jenis makanan yang sehat dan bergizi dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian anak pada benda yang ingin dimakan ke makanan yang betul-betul 17
  • 18. layak untuk dimakan. Rangsang otak anak dengan makanan-makanan yang bergizi ketika dirinya lapar, ketika otak terbiasa dengan rangsangan dari makanan maka lama kelamaan perhatian anak akan teralihkan dari benda-benda asing yang ingin dia makan. Jadi intinya adalah fokus perhatian orang tua terhadap perilaku anak, kebiasaan anak, dan tumbuh kembang anak karena kewajiban orang tua memang mengasuh anaknya. Untuk mencegah dan mengobati pica, orang tua perlu meluangkan waktunya untuk menemani anak bermain, mengajarkannya makanan yang baik, menjauhkannya dari benda-benda keras dan berbahaya, serta menjaga kebiasaan tidur anak sehingga anak dapat tumbuh dengan sehat dan jauh dari pica eating disorder. 18
  • 19. BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan Pica ialah nafsu makan yang aneh, yaitu penderita menunjukkan nafsu makan terhadap berbagai atau salah satu obyek yang bukan tergolong makan, misalnya tanah, pasir, rumput, bulu, selimut wol, pecahan kaca, kotoran hewan, cat kering, dinding tembok, dan sebagainya. Gejala pada saluran Gastrointestinal (GI) seperti sembelit, sakit perut kronis atau akut yang mungkin menyebar atau terfokus, mual dan muntah, distensi perut, dan kehilangan nafsu makan. Terapi yang dapat diberikan diantaranya dengan farmakologis yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors dan Bupropion, serta non farmakologis dengan respons effort dan respons blocking. 3.2 Saran Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak lain adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan mengenalkannya dengan benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi pada anak. Orang tua juga sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan wujud dari ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya. 19