SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
BAB 3 PENAMPILAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
3.1 komitmen kebijakan pemerintah
Secara konseptual, komitmen diartikan sebagai janji dan oleh karena
itu bermakna suatu kesepakatan kehendak. Hal itu didasarkan pada
alasan bahwa suatu janji yang diikrarkan pada dasarnya dilakukan atas
kata sepakat apa yang diinginkan. Apa yang diinginkan itu adalah
kehendak yang diwujudkan, kehendak mana bisa mungkin karena
adanya nilai yang melatarbelakangi dan bisa mungkin karena masalah
yang akan dipecahkan atau yang akan diatasi sehingga tidak terjadi
ketidaktertiban, tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Suatu perjanjian secara normatif, dipersyaratkan adanya beberapa hal
yang harus dipenuhi, yaitu setidaknya :
1. Ada pihak yang melakukan,
2. Ada yang diperjanjikan
3. Yang diperjanjikan adalah untuk tujuan tertentu.
Suatu perjanjian secara normatif dipersyaratkan adanya beberapa hal
yang harus dipenuhi, yaitu setidaknya :
1. Ada pihak yang melakukan
2. Ada yang diperjanjikan
3. Yang diperjanjikan adalah untuk tujuan tertentu.
Adanya pihak yang melakukan, di dalam konteks kebijakan
pemerintah adalah mereka para pelaku pemerintahan baik dalam
hubungan fungsional antara pemerintah dengan pihak rakyat selaku
yang diperintah, pihak yang menguasai dengan pihak yang dikuasai
maupun dalam hubungan kerjasama dalam rangka pengaturan yang
dilakukan antara pemerintah sebagai pihak yang mengatur dalam
kerangka pengayoman, pelayanan dan pengembangan dengan
masyarakat sebagai pihak yang diatur dalam kerangka diayomi,
dilayani, dan diemban. Baik pemerintah maupun yang diperintah
memiliki otoritas tidak sebagai pelaku dalam kekuasaan akan tetapi
pelaku dalam pengaturan, dan oleh karena itu keduanya dalam konteks
kebijakan pemerintah adalah dikategorikan sebagai pelaku kebijakan
atau diterminologikan sebagai stakeholder. Inilah yang dimaksud
sebagai pembuat komitmen dan para kelompok sasaran. Namun untuk
menjelaskan spesifikasi dari pelaku kebijakan, dalam akan dipaparkan
pada bagian berikutnya.
Ada yang diperjanjikan, di dalam konteks kebijakan adalah
dimaksudkan dengan isi kesepakatan dan itulah yang akan dilakukan
pengaturan jika perlu dilakukan pemaksaan sesuai hakikat isi suatu
kesepakatan.
Pengaturan adalah kegiatan yang dilakukan secara administratif dan
malah terjadi objek forma dari administrasi namun secara normatif
aktualisasi dari pengaturan tertuang dalam aturan perundang undangan
Yang dibuat secara formal dan memenuhi syarat material untuk itu.
Komitmen dari kebijakan pemerintah menjadikan pengaturan dalam
konsepsi normatif sebagai dasar perumusan dan sekaligus menjadi
dasar pertimbangan implementasi. Dan oleh dasar normatif yang
dijadikan dasar, maka dalam pengaturan yang dilakukan harus
memulai kriteria dari suatu komitmen kebijakan sebagaimana
diisyaratkan oleh teori hoogerwrf (1988) yang menegaskan bahwa
harus terpenuhi adanya azas dan teori yang dijadikan landasan
pengaturan, harus ada norma hukum yang dijadikan dasar pengaturan,
dan harus ada tujuan dilakukannya pengaturan.
Kebijakan pemerintah sebagai suatu studi, materi kajiannya
merupakan bagian integral dari ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang
interdisipliner dan malah aliran pemikiran eropa kontinental
menjadikan studi ilmu pemerintahan sebagai studi kebijakan
(hooferwerf, 1988), dan oleh karena itu azas yang dijadikan landasan
dasar pengaturan yang dilakukan adalah azas azas yang dikembnagkan
oleh ilmu pemerintah seperti azas deskresi, azas permainan yang layak
(fair play), azas keberdayaan pemerintahan dan sejumlah azas azas
lainnya. Namun, sebagai ilmu interdisipliner, kebijakan pemerintah
dapat menjelaskan pengaturan yang dilakukan atas dasar bantuan azas
disiplin ilmu lainnya seperti azas efektivitas, azas efesiensi, azas
ekonoomis, azas legalitas, azas azas yang digunakan dalam disiplin
ilmu politik.
Adapun teori yang dijadikan dasar, selain grand theory yang
dikembangkan oleh ilmu ilmu sosial mengingat studi kebijakan
pemerintah masuk dalam kelompok ilmu ilmu sosial seperti teori
struktural fungsional, teori perilaku sosial, teori solidaritas oleh emile
durkheim (ali, 2011) dan seterusnya maka teori aplikasi yang
digunakan yang utama adalah teori pemerintahan seperti teori
pemerintahan yang baik, teori sistem aparatur pemerintahan
(administrasi negara) dan berbagai teori lainnya seperti teori
pemberdayaan pemerintahan.
Teori pemerintahan yang baik diterminilogikan sebagai ‘’good
government’’ adalah pemerintahan yang bersih (clean government)
dan yang terkelola dengan baik. Pemerintahan yang terkelola dengan
baik diterminologikan sebagai ‘’the good governance’’ atau diartikan
sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik.
Mustopadidjaja AR (2002) mengetengahkan bahwa kepemerintahan
yang baik (good governance) merupakan tuntutan yang dilakukan
masyarakat kepada pemerintah yang baik yang sejalan dengan
meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya
pengaruh globalisasi. Pola pola lama penyelenggaraan pemerintah
tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh
karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah
seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan
perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.
Dari segi fungsional, governance dapat ditinjau dari apakah
pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya
mencapai tujuan yang telah digariskan, atau sebaliknya? World bank
15 memberikan definisi ‘’the way state power is used in managing
economic and social resource tbr development of society.’’ Sementara
UNDP mendefinisikan sebagai ‘’the exercise of political, economy
and administrativr authority to manage a nations affair at all levels.’’
Oleh karena itu, menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai
tiga kaki (three legs), yaitu economy, political, and administrative.
Economy governance meliputi proses proses pembuatan keputusan
(decision making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di
dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi.
Economy governance mempunyai implikasi terhadap equity, poverty,
dan quality or life. Political governance adalah proses proses,
pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Oleh karena itu,
institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau
pemerintahan), private sector (sektor swasta dan dunia usaha), society
(masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya
masing masing. Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor usaha
menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan
positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak
kelompok kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam
aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Negara sebagai salah satu unsur governance, di dalamnya termasuk
lembaga lembaga politik dan lembaga lembaga sektor publik. Sektor
swasta meliputi perusahaan perusahaan swasta yang bergerak
diberbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Ada anggapan
bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian
sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor
swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan kebijakan sosial,
politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih
kondusif bagi pasar dan perusahaan perusahaan itu sendiri. Sedangkan
masyarakat (society), terdiri dari individual maupun kelompok (baik
yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial,
politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal.
Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan
lain lain.
Arti good dalam good governance sendiri mengandung dua
pengertian:
Pertama, nilai nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak
rakyat, dan nilai nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat
yang (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan
keadilan sosial,
Kedua, aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan
efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk berdasarkan pengertian ini.
Good: pertama, orientasi ideal negara yang nasional; dan efisien
dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama
mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan
elemen elemen dalam pencapaian tujuan mencapai tujuan tujuan
tersebut. Governance berorientasi pada, yaitu diarahkan pada
pencapaian tujuan konstituennya seperti: legitimacy (apakah
pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya),
accountability (akuntabilitas), securing of human rights, authonomy
and devolution of power, dan assurance of civilian control. Sedangkan
orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintahan
mempunyai kompetisi dan sejauh mana struktur serta mekanisme
politik serta administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.
World bank mensinonimkan good governance dengan
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta pencipataan legal and political
frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Sedangkan
UNDP sendiri memberikan definisi good governance sebagai
hubungan yang sinergis dan konstruksi di antara negara, sektor swasta
dan masyarakat (society).
Beberapa karakteristik atau unsur utama dalam penyelenggaraan
pemerintahaan adalah transparansi, akuntabilitas, keterbukaan
(openess atau partisipasi masyarakat), dan rule of law. Bahkan UNDP
(united nations development program) dan lembaga administrasi
negara memberikan karakteristik good governance, yaitu:
1. Participation, bahwa setiap warga negara mempunyai hak suara
dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung atau tidak
langsung lembaga (perwakilan DPRD) dan intermediasi
lembaga kemasyarakatan.
2. Rule of law, hukum harus ditegaskan secara adil dan benar
tanpa pandang bulu terutama hukum yang menyangkut hak
asasi manusia (HAM)
3. Transparancy, atau transparansi berdasarkan kebebasan arus
informasi, informasi yang diterima masyarakat harus tepat,
benar dan akurat (tidak dipelintir atau direkayasa untuk
kepentingan penguasa)
4. Responsiveness, lembaga atau institusi yang ada (pemerintah
dan non pemerintah) agar mencoba menyalurkan atau
menjaring aspirasi masyarakat atau stakeholders.
5. Concnsus orientattio, pilihan pilihan yang berbeda
dimusyawarahkan bersama agar dapat memperoleh suatu
pilihan terbaik bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity, setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai
kesempatan dan hak yang sama untuk meningkatkan, menjaga
dan melindungi kekayaan atau kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency, pelaksanaan kebijakan agar
dilaksanakan dengan baik dan tepat dengan menggunakan
potensi sumber daya yang ada secara hemat dan efisien.
8. Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab
kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini
tergantug pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau
ekternal organisasi.
9. Strategic vision, para pemimpin dan publik harus mempunyai
prospektif good governance dan pengembangan manusia yang
luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan
untuk pembangunan semacam ini.
Atas dasar uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa wujud good
governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid
dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga
kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain negara,
sektor swasta dan masyarakat (society). Oleh karena good governance
meliputi sistem aparatur pemerintah, maka upaya mewujudkan good
governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada
sistem aparatur pemerintah yang berlaku pada suaut negara secara
menyeluruh.
Dengan adanya ketiga unsur utama yang harus berperan aktif dalam
pelaksanaan good governance, maka dapat dirumuskan dalam suatu
versi lain sebagai berikut:
1. the state, atau negara yang mempunyai kompetensi kuat dalam
pelaksanaan ini.
2. the private sector, atau dunia usaha baik milik negara / daerah
maupun swasta.
3. the civil society organization, yang memfasilitasi dan menjaring
aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah.
Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain
state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam
mewujudkan good governance karena fungsi pengaturan yang
memfasilitasi domain sektor usaha swasta dan masyarakat (society)
secara fungsi administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan
melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan
kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya
mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan penyimpangan
yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari.
Oleh karena itu, upaya upaya perwujudan ke arah good governance
dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi
penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya
pembenahan penyelenggaraan pemerintah sehingga dapat terwujud
good governance.
Dari aspek pemerintahan (government), good governance dapat dilihat
melalui aspek aspek:
1. Hukum / kebijakan. Hukum atau kebijakan ditujukan pada
perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi.
2. Kompotensi administrasi dan transparan. Kemampuan membuat
perencanaan dan melakukan implementasi secsra efisien,
kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan
disiplin dan model dministratif, keterbukaan informasi.
3. Desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen.
4. Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme
pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dari segmen lain
dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintah
dalam mengelola kebijakan makro ekonomi.
Untuk mewujudkan good governance diperlukan berbagai macam
perubahan termasuk perubahan sistem manajemen dan lingkungan
manajemen itu sendiri oleh karena itu perlu pemimpin penyelenggara
pemerintahan negara dan masyarakat untuk mengelola perubahan
menjadi sangat kritis dan stratejik, terutama sensitifitas responsitas
atas sinyal dan kapan perubahan tersebut diperlukan khususnya dalam
lompatan langkah langkah penyelematan, pemulihan, pemantapan,
dan pengembangan pembangunan. Informasi dan pengetahuan
alternatif dari sistem kebijakan dan program, dan sistem manajemen
kebijakan, program dan kegiatan sebagai unsur unsur pelaporan AKIP
yang baik menjadi kebutuhan mendesak baik dalam rangka pelayanan
prima maupun pelestarian kepercayaan publik.
Terdapat 2 hal yang perlu ditekankan dalam manajemen perubahan
yaitu mengapa perubahan gagal, dan strategi perubahan. Secara
umum, selama 30 tahun terakhir telah menjadi pasang surut perubahan
yang berakhir dengan kegetiran. Krisis multidimensi baru baru ini
telah mendorong di mulanya sesuatu yang baik dan berarti yaitu
melaksanakan reformasi di segala bidang. Dengan demikian telah
terjadi perubahan besar yang pahit dan manis sekaligus, dalam
kebijakan maupun dalam aransemen kelembagaan termasuk
manajemen organisasi (instansi pemerintah). Uraian di bawah ini lebih
ditekankan pada yang terakhir ini, dengan harapan upaya dan
reformasi dapaat membantu instansi pemerintah beradaptasi secara
signifikan dengan meningkatkan kinerja dan kepercayaan publik.
Timbulnya sisi negatif dari perubahan yang direncanakan dalam
kebijakan, program dan kegiatan dalam pembangunan dalam beberapa
hal memang tidak dapat dihindarkan. Pemborosan, kesia siaan dan
penderitaan, sebenarnya dapat dihindarkan. Atikurahman (tanpa
tahun) menegaskan dalam hasil pengkajiannya telah terjadi kekeliruan
antara lain sebagai berikut:
1. terlalu cepat puas
Kekeliruan ini merupakan hal yang fatal oleh karena reformasi selalu
menemui jalan buntu dan gagal mencapai misi dan tujuan, ketika di
mana mana terdapat fenomena cepat puas diri. Kita melihat segelintir
aparat yang kompeten dan berintegritas gagal menciptakan strategi
yang memadai pada awal perubahan besar yang direncanakan. Mereka
terlalu optimis untuk dapat dan mampu melansir reformasi pada
instansi pemerintah. Mereka menganggap mudah untuk memotivasi
aparatur negara untuk keluar dari ‘’zona nyaman’’ mereka. Merek
tidak sadar dan tahu betapa tindakan mereka justru memperkuat
praktik praktik yang lama. Mereka kurang sabar. Mereka menjadi
tidak berdaya ketika dihadapkan dengan kemungkinan negatif oleh
karena terusiknya rasa puas diri yaitu menjadi orang yang defensif,
percaya diri merendah, merosotnya kinerja, mencapuradukkan urgensi
dengan keraguan, mendorong resistensi terhadap perubahan.
Saat ini banyak instansi pemerintah merasa kurang puas atas
suksesnya masa lalu dan mereka menerima kritik dari dalam dan luar.
Sikap instansi yang menyatakan ‘’tentu kami mempunyai masalah
besar tambahan dirasa tidak penting dan dengan demikian tidak
bersedia berkorban seperti yang diperlukan, dan resistensi terhadap
perubahan yang mendasar meningkat. Akibatnya kebijakan, program
dan aktivitas untuk mewujudkan tujuan dan sasaran instansi,
berkinerja rendah atas gagal. Sumbang saran dan dialog, visi dan
strategi lainnya sekadar pembicaraan birokratis dipermukaan.
2. tim koalisi (pengarah yang cukup efektif gagal)
Perubahan besar tidak mungkin bergulir wajar tanpa aparat instansi
pemerintah yang produktif dan visioner. Pemimpin pemimpin yang
memiliki komitmen peningkatan kriteria instansi pemerintah memilih
bentuk tim inti yang menjadi pemimpin perubahan. Upaya
perorangan, sekalipun punya reputasi, kompetensi, dan integritas,
biasanya tidak pernah memiliki aset dan kapabilitas mereformasi
institusi berskal gajah. Inisiatif reformasi yang tidak memiliki tim
(koalisi) pengarah yang efektif hanya mampu bertahan sebentar.
Restrukrisasi kelembagaan organisasi, tugas pokok, fungsi dan
tanggung jawab, balas jasa, boleh saja digulirkan. Akan tetapi, cepat
atau lambat, kekuatan resistansi akan menghentikan inisiatif
perubahan.
Konflik kepentingan yang eksplisit maupun terselubung, aparat dan
pihak yang berkepentingan dengan instansi pemerintah hampir selalu
menjadi pemenang dalam mencegah perubahan struktural dalam
rangka perubahan sikap dan perilaku. Mereka akan ‘’mengubah’’
kebijakan program dan kegiatan yang berkualitas menjadi sumber
pendukung ‘’zona nyaman’’ para aparat dan bukan peningkatan
kinerja pelayanan prima atau pelestari kepercayaan publik.
3. mencibir kekuatan visi dan komunikasi visi dan strategi
Sekalipun ‘’tidak cepat puas’’ dan koalisi pengarah yang efektif hadir
di mana mana, adanya visi yang meningkatkan komitmen menjadi
kebutuhan yang masuk akal. Visi berperan besar dalam perubahan
oleh karena membantu mengarahkan dan memperbaiki inspirasi untuk
bertindak baik dan benar (hemat, efisien, efektif, adil, unggul dan taat
asas). Tanpa adanya visi dan pengkomunikasian visi yang baik,
program dan kegiatan yang membingungkan, tidak patut, tidak sesuai,
dan memboroskan perhatian dan sumber daya, serta menggerogoti
percaya diri untuk sukses. Menyadari kegagalan yang beralasan dalam
menghasilkan, perubahan, meningkatnya kebutuhan akan
‘’memanipulasi’’ peristiwa demi peristiwa secara diam di belakang
layar dan munculnya fenomena menghindari wacan publik mengenai
masa depan.
Tanpa adanya visi yang membimbing proses pengambilan keputusan,
yang terjadi hanya dapat kusir tanpa henti yang meningkatkan
ketegangan emosional yang mengendalikan harkat dan martabat
semangat dan kinerja. Di dalam perubahan yang gagal; kebijakan,
program dan aktifitas menggantikan peran visi dan misi sehingga arah
kebijakan pun menjadi tidak jelas.
4. membiarkan ‘’tembok penghalang’’ visi baru
Menggulirkan setiap perubahan memerlukan partisipasi jajaran
instansi pemerintah. Inisiatif perubahan sering kandas bilaman para
pelaku yang sudah bervisi, merasa tidak berdaya, percaya dirinya
rendah dengan adanya ‘’tembok’’ penghambat jalan mereka mulai
dari hanya dalam pikiran masing masing. Dibutuhkan upaya
meyakinkan, bahwa sebenarnya hanya ada dalam pikiran saja, sampai
dengan arsitektur, struktur dan budaya organisasi hambatan hambatan
yang dapat berupa: analisis dan uraian jabatan yang kurang sesuai
pengetahuan, keahlian dan sikap yang tidak kompeten. Jelas jasa yang
kurang sepadan, desain dan pengembangan organisasi yang asal jadi,
pengukuran manajemen serta evaluasi kinerja yang tidak ada
hubungan dengan prinsip dan praktik good governance dan
akuntabilitas baik, pengambilan keputusan yang sepadan. Apabila
aparat yang mengatasi hambatan yang berlaku, informasi umpan
berkewenangan, dan balas jasa cerdas, kompeten dari berintegritas
enggan hambatan yang ada, ini berarti mereka tidak memberdayakan
orang dan organisasi dan menghambat perubahan hal ini merupakan
tantangan.
5. gagal menciptakan sukses jangka pendek
Upaya perubahan mendasar membutuhkan waktu upaya perubahan
straegis akan kehilangan momentum apabila tidak mencapai sasaran
kinerja jangka pendek yang harus dicapai dan dapat dibanggakan.
Sebagian besar pendukung perubahan tidak akan melakukan
perjalanan jangka panjang bila mereka tidak melihat bukti yang
menantang dalam waktu 100 hari, sinyal atau tanda menuju hasil yang
diharapkan. Tanpa adanya indikator kinerja yang proaktif dan capaian
sasaran kinerja jangka pendek yang jelas, para pendukung perubahan
akan banyak menyerah dan hilang percaya dirinya, bahkan secara aktif
akan melakukan penolakan. Dalam setiap perubahan yang efektif, para
pemimpin perubahan instansi pemerintah secara proaktif menyusun
inidikator kinerja jangka pendek yang di ‘’aligned’’ dengan tujuan
jangka panjangnya dalam laporan periodiknya dan terus menerus
meningkatkan kinerjanya untuk mencapai tujuan jangka panjang.
6. jangan terlalu cepat mengatakan sukses
Menyatakan sukses adalah baik, akan tetapi menyatakan ‘pekerjaan’
sudah selesai adalah kecelakaan besar, oleh karena upaya perubahan
harus berakar dan menjadi budaya instansi pemerintah. Fenomena ini
juga sebanyak akibat adanya kesalahan yang sebelumnya. Dengan
demikian, terlalu cepat menyatakan reformasi telah sukses sama
halnya memerosokkan orang orang reformis dalam ‘lubang galian di
jalan’.
Teori aparatur pemerintah yang merumuskan bahwa keseluruhan
kegiatan aparatur pemerintah dalam mencapai tujuan negara
memberikan implikasi pengertian bahwa apa yang menjadi kegiatan
para aparatur pemerintah adalah sesuatu yang komplik dan rumit serta
menjangkau lapangan kegiatan yang luas. Dikatakan demikian, karena
dalam kaitan pencapaian tujuan negara tergambar jarak jangkau
cakupan cakupan yang harus dilakukan.
Di indonesia apa yang menjadi tujuan negara secara tegas dan
teridentifikasi bahwa ia terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan yang
bersifat nasional, satu di antaranya adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan tujuan internasional yaitu menciptakan perdamaian dunia
yang abadi dengan mengaplikasikan politik luar negeri bebas dan
aktif. Pencapaian tujuan ini menggambarkan cakupan kegiatan yang
harus dilakukan oleh para pelaku administrasi. Hal itulah yang
mengimplikasikan struktur aparatur pemerintahan di indonesia
memperlihatkan di samping struktur yang meruncing dari struktur
pemerintah pusat menuju struktur pemerintah menengah (provinsi dan
setarafnya) hingga struktur pemerintahan kabupaten / kota
(setarafnya), belum lagi jika dilihat dari sisi struktur pemerintahan
desa sebagai struktur yang terbawah. Struktur yang mendatar jika
dilihat pada setiap tingkat pemerintahan sebagaimana tingkat
pemerintahan negara, tingkat pemerintahan pusat, tingkat
pemerintahan daerah, desa dan kelurahan.
Demikian pula tentang aparatur pemerintah atau alat yang
melaksanakan kepentingan pemerintah implisit kepentingan negara,
tentunya tidak dalam jumlah yang sedikit dan hal itu akan tergantung
pada tugas dan fungsi yang diemban oleh masing masing organ dalam
struktur aparatur pemerintahan negara. Sedikit banyaknya jumlah
aparatur pemerintah adalah tergantung pada sistem pemerintahan
negara dan jalan pemikiran yang berkembang seiring perkembangan
sistem aparatur pemerintahan.
Tentang teori pemberdayaan pemerintahan secara ringkas ditegaskan
bahwa adanya pemerintahan karena adanya kekuasaan, tanpa
kekuasaan maka pemerintah tidak memiliki keberartian.
Pemenuhan kriteria azas dan teori dalam komitmen kebijakan, tidak
harus hanya didasarkan pada azas dan teori ilmu pemerintahan akan
tetapi azas dan teori dari disiplin ilmu lainnya dapat digunakan untuk
menjelaskan kebutuhan pengaturan dalam kebijakan pemerintah.
Dapat saja menggunakan teori administrasi, teori politik, teori
ekonomi, teori antropologi, teori sosiologi, teori hukum, teori
hubungan internasional dan teori komunikasi.
Penggunaan teori lain diluar teori ilmu pemerintahan dalam
pengaturan yang menjadi isi komitmen kebijakan pemerintah tidaklah
dimaksudkan sebagai teori atau pendekatan yang digunakan yang
menempatkan ilmu pemerintahan sebagai ilmu multi disiplin akan
tetapi hanya digunakan untuk menjelaskan kebutuhan pemerintahan
dalam melakukan perumusan dan implementasi kebijakan yang
dilakukan pemerintah.
Kriteria norma yang harus dipenuhi dalam komitmen kebijakan
pemerintah adalah dimaksudkan sebagai tata kehidupan yang
disepakati untuk dipatuhi, ditaati, kesepakatan mana bisa mungkin
karena kebiasaan yang dipandang patut, baik, dan bisa mungkin
karena perintah keyakinan atas sesuatu ajaran keagaman tertentu.
Oleh karena norma didasarkan pada kesepakatan dan atau karena
perintah agama yang diyakini seseorang, maka awal dari norma adalah
peroaian nilai yang memiliki sifat keberlakuan yang sangat heterogen,
sangat beragam sesuai subyektifitas penganut nilai itu sendiri.
Sedangkan apa yang diterminologikan dengan nilai adalah sesuatu
yang diinginkan oleh setiap orang. Di sinilah letaknya sebagai sesuatu
subjek dan subyektivitas adalah tergantung pada penganut nilai itu
sendiri.
Sesuatu yang dipandang baik oleh seseorang belum tentu baik
menurut orang lain. Sesuatu obyek tertentu bernilai tinggi bagi
seseorang tertentu, bagi orang lain bisa mungkin bernilai rendah.
Demikian semua nilai akan beragam maknanya sesuai kebutuhan dan
cara pandang seseorang di dalam melihat dan memaknai sesuatu nilai.
Sesuatu barang seharga satu rupiah bagi yang punya duit, hal itu di
nilainya sangat murah, tapi bagi yang tidak punya duit, pasti nilai
yang diberikan adalah nilai dengan harga yang mahal.
Ketika nilai dipahami, diketahui sebagai pembentuk norma, maka
norma disikapi sebagai hal yang disepakati, dan oleh karena itu norma
norma yang harus disikapi dalam tata pergaulan hidup manusia
dapatlah dilakukan identifikasi, yang terdiri dari:
1. Norma kesopanan
2. Norma kesusilaan
3. Norma adat
4. Norma agama
5. Nomra hukum
Kelima norma disebutkan memiliki kekuatan untuk dapat melahirkan
ketaatan individual dalam berbuat dan bertindak yang teraktualisasi
pada sikap dari masing masing baik dalam posisi sebagai individu
mapun di dalam keberadaannya pada kehidupan kelompok mulai dari
kelompok terkecil seperti keluarga atau kelompok sepermainan hingga
pada kelompok yang besar dan luas serta kompleks sifatnya.
Ketaatan dari masing masing norma, kekuatannya tergantung pada
ancaman hukuman atau sangsi yang harus diterima, dipikul oleh
masing masing yang melanggar kesepakatan.
Ancaman hukum dari masing masing norma berbeda beda namun
dapat diidentifikasi ke dalam 2 jenis ancaman hukuman jika dilihat
dari sumber pemberlakuannya, yaitu ancaman hukuman yang bersifat
otonom dan ancaman hukuman yang bersifat heteronom (apeldron,
1962; utrecht, 1965)
Ancaman hukuman yang otonom adalah ancaman hukum yang
bersumber dari rasa kesadaran sendiri dalam bentuk rasa bersalah
karena melanggar norma kesopanan yang berlaku baik yang
berlakunya secara umum maupun yang berlaku karena perlakuan oleh
budaya masyarakat tertentu. Orang luar hanya dapat mengatakan
bahwa orang yang melanggar norma kesopanan adalah orang yang tak
beradab, yang artinya tidak berubdaya yang baik dan inipun sifatnya
sangat subjektif karena bisa saja seseorang berperilaku tidak sopan
menurut pandangan seseorang atau sekelompok orang namun bagi
orang dan kelompok lain menganggap perbuatan dan perilaku orang
itu sah sah saja dalam artian tidak melanggar norma kesopanan.
Dapat dicontohkan, ketika seseorang beretnis ‘’suku bangsa
minahasa’’ dan menegur pada orangtuanya dengan sapaan ‘’ngana’’
hal itu bagi mereka orang minahasa hal yang biasa dan sopan namun
kesopanan atau dikatakan tidak sopan. Begitu pula dalam kasus kasus
lainnya, namun norma kesopanan ini ada yang masih berlaku khusus
bagi setiap etnis atau suku bangsa. Yang umum seperti sikap
menghargai yang tua, yang dituakan, senor. Sedangkan yang khusus
tergantung pada kasus kasus tertentu.
Rasa tidak enak karena melanggar norma kesopanan akan membentuk
sikap yng positif melalui upaya penyadaran atas diri sendiri sepanjang
manusia individu masih memiliki rasa harga diri, masih dapat
mempotensikan kemampuan berpikirnya yang benar mana yang baik,
mana yang tidak baik, mana yang sopan, mana yang tidak sopan, atau
tidak beradab itu. Sikap positif itulah yang ditumbuhkan dikalangan
mahasiswa yang belajar mata kuliah sistem hukum (indonesia).
Ancaman hukum yang otonom, juga berada pada keberlakuan norma
kesusilaan di mana perbuatan yang dipandang melanggar norma
kesusilaan berada pada tataran moral yang harus diwujudkan oleh
setiap orang dalam perilaku dan perbuatannya.
Sesuatu yang dipandang bermoral ketika nilai yang disepakati
bersentuhan dengan moral dan etika. Moral adalah sikap terpuji dan
berkesesuaian dengan sikap yang disenangi oleh semua orang, sikap
yang dituntunt oleh nilai nilai yang dikembangkan oleh ajaran
keagamaan serta ajaran moral seperti pemerintah untuk berbuat jujur,
terbuka, larangan untuk mencuri, larangan berciuman di muka umum
bagi masyarakat masyarakat tertentu. Sedangkan etika adalah sikap
berbuat yang tidak bertentangan nilai nilai moral yang berlaku, sikap
yang dilandasi hal hal yang sifatnya etis terpuji dan diterima oleh
semua orang sebagai sikap perbuatan yang sesuai dengan tata krama
manusia yang beradab, bersusila.
Ancaman hukuman yang sifatnya otonom, dapat dilihat pada ketika
seseorang melanggar norma kesusilaan, di mana orang akan
merasakan perlakuan terlecehkan oleh orang lain hingga dalam bentuk
tersisihkan dalam interaksi sesamanya. Pelecehan dan penyisihan yang
dialami adalah perasaan yang harus diderita oleh setiap orang yang
melanggar norma kesusilaan. Pihak luar, apapun asalnya tidak akan
dapat memberikan ancaman hukuman bagi pelanggarnya akan tetapi
perasaan yang diderita oleh orang yang melanggar adalah sesuatu
beban yang harus dideritanya oleh orang yang melanggar adalah
sesuai beban yang harus dideritanya yang muncul dari dirinya sendiri
sepanjang orang itu masih memiliki potensi, satu di antaranya adanya
rasa harga diri sebagai salah unsur dari norma kesusilaan tidak saja
bersifat otonom.
Ancaman hukuman yang sama dengan norma kesusilaan adalah juga
berlaku pada norma adat yaitu bersifat otonom ketika norma adat
masih dalam tataran norma kebiasaan seperti adat istiadat di mana rasa
tidak beradat itu dirasakan oleh orang yang tidak mau mengikuti tata
krama adat istiadat seperti tata krama perkawinan secara adat, akan
tetapi ketika norma adat dipandang sebagai hukum adat yang
diperlakukan oleh kelompok masyarakat tertentu terhadap anggotanya
maka ancaman hukuman akan bersifat beteronom atau ada paksaan
dari luar dirinya yaitu paksanaan dari masyarakat melalui hukuman
yang dijatuhkan oleh para pemangku adat seperti masyarakat Tana
Toa di Bulukumba, beberapa etnis yang ada pada masyarakat papua
dan sejumlah masyarakat lainnya di indonesia.
Ancaman hukuman yang juga bersifat otonom dan juga bersifat
beteronom adalah ancaman hukuman pada keberlakuan norma agama.
Rasa berdosa bagi yang meyakini ajaran agama yang dianutnya adalah
ancaman hukuman yang bersifat otonom dan keyakinan akan adanya
pembalasan dihari kiamat diyakini sebagai sesuatu yang pasti dialami
oleh setiap manusia yang beragama adalah ancaman hukuman yang
bersifat beteronom.
Bagi norma hukum, ancaman hukuman yang secara nyata akan
dirasakan oleh setiap yang melanggarnya adalah bersifat beteronom
yaitu ada paksaan dari luar yang berasal dari pihak yang
memperlakukan hukum. Jika hal itu berkaitan dengan hukum negara
maka yang memaksakan adalah pemerintah sebagai pelaksana
kekuasaan negara.
Kesemua ancaman hukuman akan menjadi instrumen untuk
menciptakan ketaatan terhadap norma dan untuk kemudian mewujud
dalam pola sikap dan perilaku manusia dalam berbagai interaksinya
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya kelima norma disebutkan di atas dapatlah dijelaskan
sebagai berikut:
1. norma kesopanan adalah tata kehidupan yang didasarkan pada nilai
nilai kesepakatan atas perilaku yang menghargai orang lain karena
umur / usia, status dan peran, serta kesantunan di dalam berbuat dan
bertindak serta berpikir. Keprilakuan dan kesantunan dalam tingkah
laku dan perbuatan menjadikan orang lain merasa senang, merasa
dihargai sesuai posisinya, merasa disantuni dalam interaksi yang
berlangsung.
2. norma kesusilaan adalah tata kelakuan yang didasarkan pada ajaran
moral, ajaran tentang mana yang dipandang etis dan mana yang
dipandang tidak etis dalam ukuran ukuran yang disepakati dalam tata
kelakuan yang terpuji dan apalagi berkesesuaian dengan ajaran agama.
3. norma adat adalah tata kelakuan karena keberulangan terjadi dan
dirasakan sebagai hal yang patut ditaati sehingga disepakati. Tata
kelakuan bersama yang dipelihara serta bersama dan diperlakukan
sebagai kebiasaan yang mengandung nilai nilai dalam kehidupan
bersama. Tata kelakuan yang dipandang patut diikuti itu sangat perlu
dihayati kemanfaatannya, sepanjang patut dijadikan sebagai
pendorong perubahan, patut dipandang sebagai hal yang perlu
dilestarikan sebagai bagian dari budaya yang menjadi identitas dari
sesuatu etnis tertentu, patut diikuti karena nilai nilai yang
dikandungnya, patut dipahami dalam kesesuaian norma norma
lainnya.
4. norma agama adalah tata kelakuan yang didasarkan pada ajaran
ajaran agama yang diyakini sehingga diharapkan akan mewujud pada
sikap dan perbuatan mahasiswa tidak saja mereka masih berada dalam
proses pembelajaran yang berlangsung akan tetapi kelak setelah
selesai studi akan selalu bersikap sesuai dengan tuntutan nilai nilai
yang diajarkan oleh ajaran ajaran keagamaan yang diyakini dan
dianut.
5. norma hukum adalah tata kelakuan yang didasarkan pada aturan
aturan hukum yang disepakati untuk diperlakukan guna menciptakan
tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kemudian jika dilihat dari sis aksiologis dimana nilai yang diinginkan
dalam hukum pada dasarnya terdiri dari nilai yang bersifat aktual dan
nilai yang bersifat ideal. Nilai aktual adalah tercapainya dan
terwujudnya kehidupan yang tertib dan penuh kedamaian. Sedangkan
nilai ideal adalah terwujudnya keadilan dalam kehidupan.
Ketertiban adalah suatu kondisi yang serta teratur, segala sesuatu
berjalan sesuai prosedur baik itu yang disepakati maupun itu yang
diperlakukan, segala sesuatu berjalan sesuai aturan yang berlaku dan
aturan yang disepakati seperti keberlakuan keempat norma disebutkan
di atas.
Kedamaian adalah suatu kondisi yang aman sentosa, kondisi di mana
tidak ada pertentangan kepentingan, semua berjalan sesuai cara dan
jalannya. Kedua nilai aktual ini dapat diwujudkan melalui penegakan
hukum secara konsekuen.
Sedangkan keadilan adalah kondisi di mana tercipta suatu
keseimbangan, tidak ada tirani dan tidak ada kesewenangan baik oleh
individu maupun oleh kelompok. Semuanya berjalan sesuai hak dan
kewajiban dan masing masing yang diliputi oleh kesadaran atas hak
dan kewajiban pada suatu titik yang seimbang.
Disebtt nilai ideal, oleh karena apa yang disebut adil pada hakikatnya
sebagai sesuatu yang diinginkan terwujud walaupun terlalu sulit
unntuk mewujudkannya. Profesor zainal abidin farid seorang pakar
hukum pidana sekaligus seorang pakar hukum adat di dalam
kuliahnya menegaskan bahwa keadilan itu adalah merupakan
ketidakadilan yang tertinggi. Pernyataan ini dapat dibuktikan bahwa
semakin kita mengejar keadilan pada ujungnya ketidak adilan yang
akan diperoleh.
Dalam ilmu hukum dikenal pembagian keadilan atas keadilan
distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan
yang mengisyaratkan pembagian yang sama. Kalau hal ini dilakukan
maka bagaimana dengan orang yang berprestasi tinggi, apakah harus
disamakan dengan orang yang tidak berprestasi. Disinilah terlihat
ketika keadilan distributif diperlakukan maka hasilnya ketidakadilan
yang akan diperoleh. Sebaliknya, ketika keadilan komutatif yang
diperlakukan di mana pembagian didasarkan pada prestasi yang
dicapai sehingga pembagian akan terwujud dengan hasil yang berbeda
sesuai imbalan atas prestasi. Dalam pembagian demikian itu akan lahir
kondisi dimana orang yang tidak berprestasi tidak akan memperoleh
bagian, bagaimana dengan orang buta, bagaimana dengan orang yang
miskin, apakah mereka dibiarkan dan keadilan dilewatkan kepada
mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan ketika keadilan
komutatif itu diperlakukan. Oleh karena itu, keadilan itu adalah
sesuatu yang abstrak, seuatu yang relatif dimana keadilan yang mutlak
hanya ada di tangan allah.
Tentang krtieria tujuan yang dipersyaratkan adalah sesuai dengan
keberadaan manusia pemerintahan sebagai objek materia dari ilmu
pemerintahan, di mana dengan kekuaaan yang dimiliki oleh manusia
pemerintahan diharapkan dapat melaksanakan kehendak negara
sebagaimana diisyaratkan oleh konstitusi negara.
Kehendak negara republik indonesia sebagaimana yang dikehendaki
oleh konstitusi, terjadi pada dua tujuan utama, yaitu:
1. Tujuan nasional
2. Tujuan internasional, sebagaimana telah disebutkan pada bab
sebelumnya.
Kedua tujuan negara inilah untuk selanjutnya dijabarkan secara
kelembagaan negara berdasarkan fungsi dan tugas dari masing masing
lembaga seperti tujuan yang diemban oleh fungsi dan tugas bidang
eksekutif, bidang legislatif, bidang yudikatif dan bidang bidang
lainnya sesuai kelembagaan negara yang dibentuk atas dasar kehendak
konstitusi seperti tujuan yang diemban oleh lembaga pemeriksa
keuangan seperti badan pemeriksa keuangan, badan pemeriksa
keuangan dan pembangunan, komisi pemilihan umum dan seterusnya.
Di dalam pelaksanaan fungsi dan tugas kelembagaan hukum dalam
rangka pencapaian tujuan hasil penjabaran dari tujuan negara, maka
tujuan dijabarkan ke dalam pelaksanaan fungsi dan tugas
pemerintahan dalam artian yang luas yaitu memberian pengayoman,
pelayanan dan pemberdayaan. Khusus untuk bidang eksekutif atau
pemerintahan dalam artian sempit, maka ketiga tujuan pemerintahan
dalam artian yang luas, dilakukan oleh masing masing kementerian
dan non kementerian baik secara horizontal maupun secara vertikal.
Semua tujuan yang dijabarkan oleh lembaga negara dan pemerintah
adalah tujuan dari komitmen suatu kebijakan pemerintah ketika
komitmen itu dirumuskan sesuai kebutuhan dan isunya dan apalagi
bersentuhan dengan implementasi.
Ketiga kriteria dijelaskan di atas adalah kriteria yang harus dipenuhi
oleh setiap isi komitmen suatu kebijakan pemerintah, tatkala
kebijakan itu dilakukan perumusan dan dalam rangka
implementasinya.
3.2 lingkungan kebijakan pemerintah
Variabel yang dipandang dominan mempengaruhi dan mengakibatkan
kebijakan pemerintah atau kebijakan publik berada dalam kegiatan
dan tindakan yang berubah ubah sesuai dengan pengaruh yang
berlangsung, setidaknya dapat dibagi ke dalam 3 sub variabel dominan
yang dapat disebutkan, yaitu:
1. Sub variabel lingkungan kebijakan
Pembuat kebijakan tidak cukup waktu dan pengetahuan
memahami, mengetahui dan mempelajari bagian bagian tertentu
dari lingkungan atau konteks yang terjadi, lingkungan
membatasi dari lingkungan atau konteks yang terjadi,
lingkungan membatasi ruang gerak sekaligus memberikan
instruksi apa yang pembuat kebijakan dapat lakukan dengan
efektif. lingkungan dalam pengertian luas adalah mencakupi
faktor geografis seperti iklim, alam, sumber daya, dan topografi,
faktor kependudukan seperti ukuran populasi, persebaran
berdasarkan usia, dan lokasi permukiman, faktor budaya politik,
faktor struktur sosial atau sistem sosial; dan sistem ekonomi. Di
negara lain kebijakan luar negeri dan pertahanan adalah juga
sebagai sub variabel lingkungan kebijakan.
2. Sub variabel budaya politik
Setiap masyarakat mempunyai budaya yang membedakan nilai
dan gaya hidup anggotanya dengan masyarakat lainnya.
Antropolog clyde kluckhohn (dunn: 1981) mendefinisikan
budaya sebagai ‘’keseluruhan cara hidup seseorang, warisan
sosial yang seseorang didapatkan dari kelompoknya, atau
budaya dapat diajukan sebagai bagian dari lingkungan yang
merupakan kreasi manusia.’’
Bagian budaya yang umum dari masyarakat yang dapat
diwujudkan sebagai budaya politik dengan menunjukkan nilai,
kepercayaan, dan sikap perhatian terhadap apa yang pemerintah
harus lakukan dan bagaimana pemerintah harus
mengoperasikan, serta hubungan antara masyarakat dan
pemerintah. Budaya politik berkembang dari satu generasi ke
generasi lainnya melalui proses sosialisasi yang mana
seseorang, lewat pengalaman yang banyak dari orangtua, teman,
guru, pemimpin politik, dan lainnya, mempelajari nilai nilai
politik yang relevan, kepercayaan dan sikap hidup budaya
politik, kemudian didapatkan seseorang menjadi bagian
pembentuk mentalnya, dan terwujud dalam perilakunya.
3. Sub variabel kondisi sosial-ekonomi
Adalah benar menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi
masyarakat akan menentukan batas pada apa yang pemerintah
dapat dilakukan dalam penyediaan barang dan jasa bagi
masyarakatnya. Namun, kenyataan ini kadang kadang
disalahkan oleh yang mengasumsikan kegagalan pemerintah
mengatasi masalah merupakan pengecualian dari
ketidakmampuan atau tidak bertanggung jawab daripada
terbatasnya sumber sumber daya. Jelaslah, satu faktor
mempengaruhi apa yang pemerintah dapat sediakan dalam
program kesejahteraan adalah penggunaan dan ketersediaan
sumber sumber ekonomi. Kekurangan sumber ekonomi tentu
akan lebih membatasi sebagian besar negara untuk berkembang
memakmurkan masyarakatnya termasuk pemerintah amerika
jika tidak memiliki dana untuk melakukan apa pun yang setiap
orang inginkan.
3.3 pelaku kebijakan
Pelaku kebijakan adalah mereka para pemegang otoritas atau lembaga
yang karena otoritas dimilikinya dapat menjadi pelaku kebijakan yaitu
tidak saja mereka yang mengamankan kebijakan serta sekaligus
mereka para kelompok sasaran dalam berbagai karakteristiknya.
Namun di antara pelaku kebijakan, ada pelaku yang berperan sebagai
pembuat kebijakan yaitu mereka yang harus dibedakan antara
pembuat kebijakan dengan perumus kebijakan. Pembuat kebijakan
adalah orang atau lembaga yang membuat kebijakan karena otoritas
yang dimiliki sedangkan perumus kebijakan lebih diarahkan pada
sistem yang berkaitan dengan tindakan perumusan dan oleh karena itu
otoritas yang digunakan adalah otoritas kelembagaan. Pengertian ini
memberikan arahan pemahaman bahwa pembuat kebijakan implisit
perumus kebijakan tetapi perumus kebijakan secara eksplisit terbatas
pada otoritas kelembagaan.
Lembaga pembuat kebijakan adalah yang memiliki kewenangan
menentukan bentuk kebijakan yang diperlakukan (dunn,1981),
walaupun demikian kewenangan pembuat kebijakan tetap dibatasi
sebab kontrol atau pengawasan akan selalu menyertai proses
pembuatan kebijakan. Pengawasan yang berlangsung adalah
pengawasan dari pimpinan partai politik dari atau kelompok kelompok
penekan yang ada.
Lembaga pembuat kebijakan meliputi lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, para administrator dn kehakiman walaupun masing masing
mewujudkan tugas pembuatan kebijakan ang saling berbela
sebagaimana dijelaskan ringkas di bawah ini.
Lembaga legislatif
Lembaga legislatif sebagaimana ajaran montesquieu dan para pemikir
filsafat sezaman menegaskan sebagai lembaga pembuat aturan
perundang undangan. Namun jika memperhatikan proses kegiatan
yang berlangsung, proses yang berkenaan dengan perbuatan berpikir
yang dilakukan oleh anggotanya dalam suatu sistem yang
diperlakukan, sesungguhnya mereka bekerja dalam konsentrasi
dengan tugas pusat politik dari pembuatan hukum dan menetapkan
kebijakan dalam sistem politik. Duun (1981) menegaskan bahwa
walaupun diasumsikan bahwa mereka bekerja atas dasar penunjukkan
resmi dalam suatu proses politik (demokrasi) namun hasil penelitian
menunjukan bahwa legislatif mempunyai independensi dalam fungsi
menentukan keputusan. Indefendensi fungsi inilah menempatkan
legislatif adalah sebagai lembaga pembuat kebijakan publik. Posisi
demikian menempatkan kebijakan publik dalam isi rumusan adalah
untuk kepentingan publik dalam artian yang luas dan bukan sekadar
publik dalam artian negara yang diartikan hanya untuk kepentingan
partai politik yang diwakilinya tetapi sangat tidak mustahil jika
pengaruh partai yang diwakilinya akan mewarnai pemikiran secara
perorangan atau kelompok.
Di dalam konteks demokrasi, peranan legislatif lebih besar dibanding
dengan peranan negara dalam perumusan kebijakan publik pada
sistem pemerintahan presidentil sebagaimana di indonesia, amerika
serikat, dan sejumlah negara dengan sistem demikian sebaliknya pada
sistem pemerintahan parlementer walaupun sistemnya parlementer
seperti di inggris dan sejumlah negara yang menganut sistem itu.
Logika demokrasi memberikan arahan berpikir bahwa besarnnya
peranan legislatif pada sistem presidentil adalah untuk menciptakan
keseimbangan dalam kekuatan politik di mana presiden dipandang
sebagai pelaksana kekuasaan negara. Sedangkan pada sistem
parlementer di mana pemerintahan diselenggarakan berdasarkan hasil
kesepakatan politik dari parlemen melalui sistem yang diperlakukan
maka terlihat peranan legislatif tidak terlalu besar ole karena peranan
itu telah terwakilkan oleh pemerintah dalam hal ini hasil pilihan
parlemen yang biasanya berada di tangan seorang perdana menteri.
Dari partai mana seorang perdana menteri atau kepala pemerintahan
adalah menjadi warna dari pemerintahan dan sekaligus menjadi warna
dari kebijakan publik yang diperlakukan. Dengan demikian tidak
terlihat peranan legislatif lebih besar ketimbang peranan dari eksekutif
yang di pimpin oleh seorang perdana menteri yang terplih dari partai
mayoritas dalam parlemen. Terlihat kedudukan presiden atau raja
hanya sebagai kepala negara.
Lembaga eksekutif
Montesquieu, filosof terkenal pada zamannya yang hingga kini
pemikirannya masih dijadikan pedoman dan solusi dari berbagai
permasalahan pemerintahan, permasalahan yang berkaitan dengan
kekuasaan. Ditegaskan di atas, bahwa teori montesquieu yang dikenal
dengan teori trias politika, teori yang membagi kekuasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan atas tiga bidang kekuasaan, satu di
antaranya adalah bidang eksekutif. Teori ini memberikan arahan
berpikir bahwa kekuasaan eksekutif adalah bidang yang bersangkut
paut dengan pelaksanaan aturan yang dibuat oleh bidang legislatif,
tegasnya sebagai bidang yang melaksanakan kebijakan publik yang
dibuat oleh lembaga legislatif, kebijakan yang bersifat stratejik yang
secara aktual dirumuskan dalam bentuk undang undang.
Namun, keberadaan lembaga eksekutif tidak saja sebagai lembaga
pelaksana kebijakan stratejik, tetapi dalam lokus kebijakan karena
otoritas yang diemban dan dimilikinya memungkin pada lembaga ini
dapat berkedudukan sebagai pembuat kebijakan publik.
Berdasarkan hasil penelitian (dunn, 1981), wewenang membuat
kebijakan publik dalam era yang disebut ‘’era eksekutif terpusat’’,
efektifitas pemerintahan tergantung pada substansi kepemimpinan dan
tindakan eksekutif baik dalam perumusan maupun pelaksanaan (dunn,
1981). Dengan mengetengahkan hasil penelitian dengan menampilkan
kasus di amerika serikat, dunn menegaskan bahwa: ketidakmampuan
badan legislatif membentuk program legislatif yang komprehensif
mendorong kongres mengharapkan presiden membuat proposal untuk
pembuatan kebijakan publik dalam bentuk rancangan undang undang.
Hal ini tidak diartikan, bahwa kongres melakukan apapun yang
presiden rekomendasikan tetapi ternyata kurang lebih 40% usulan
kebijakan presiden nixon diadopsi oleh kongres walaupun kebijakan
yang dibuat di kontrol oleh partai demokrat sepanjang
kepemimpinannya. Presiden jimmy carter juga mendapatkan kesulitan
memenuhi keinginan kongres meskipun hal itu dikontrol oleh partai
pendukungnya.
Hasil penelitian dun (1981) merefleksi pada pimpinan pemerintahan
lainnya seperti gubernur, bupati, hingga pemerintahan terendah namun
harus dipahami bahwa otoritas pembuatan kebijakan publik, kebijakan
yang berisfat stratejik adalah inisial yang muncul karena otoritas yang
dimiliki selain karena keterbatasan kemampuan legislatif dalam
berbagai program yang harus dirumuskan secara komprehensif. Inilah
yang dimaksudkan dengan sebagai hak inisiatif dalam konteks proses
legislatif di indonesia walaupun pada akhirnya secara formal usulan
atas dasar otoritas inisiatif itu akan tetap ditetapkan dan menjadi
produk dari lembaga legislatif.
Otoritas lain dalam pembuatan kebijakan oleh lembaga eksekutif
adalah pembuat kebijakan taktis dan teknis sebagai kebijakan untuk
mengimplementasikan kebijakan stratejik, sebagaimana kebijakan
pemerintah dalam bentuk peraturan pemerintah guna pelaksanaan
suatu undang undang sebagai kebijakan stratejik. Jadi eksekutif tidak
dalam tugas administrasi tetapi dalam posisi sebagai pelaksana
pemerintahan. Tugas administrasi adalah berkenaan dengan tugas
pengaturan baik itu secara taktis maupun itu secara teknis, tetapi tugas
eksekutif adalah tugas yang berkenaan dengan pelaksanaan
pemerintahan.
Agen agen (pelaku pelaku) administratif
Sistem administrasi pada setiap negara pada praktiknya berbeda satu
dengan yang lain walaupun secara teorits memperlakukan teori sistem
di dalam pengaturannya. Perbedaan itu akan nampak pada berbagai
karakteristik penampilan seperti ukuran, kompleksitas, tingkatan
organisasi, dan tingkatan otonomi pengaturanya walaupun suatu
doktrin umum dalam ilmu politik menegaskan bahwa badan
administratif yang terbentuk hanya karena kemauan politik (para
pelaku politik) dan keberadaanya hanya karena kebijakan politik
pemerintahan.
Namun pada dewasa ini, keberadaan badan administrasi menjadi
mutlak karena politik dan administrasi dalam teori sistem adalah
saling berhubungan dan malah berinteraksi dalam sistem yang lebih
luas. Oleh karena itu badan administrasi berkedudukan sebagai agen
administratif yang menjadi bagian dari pengembangan kebijakan
publik.
Contoh: keberadaan badan administrasi antariksa nasional amerika,
badan administrasi kepegawaian negara di indonesia. Kebijakan
publik yang dibuatnya bukanlah dalam bentuk undang undang tetapi
peraturan peraturan yang bukan saja bersifat taktis dan teknis tetapi
menjangkau yang stratejik yang isinya mengatur kepentingan dari
orang banyak dalam hal hal tertentu.
Partisipatoris tidak resmi
Di dalam proses pembuatan kebijakan publik sangat diperlukan
informasi sebanyak banyaknya dari berbagai sumber seperti para
kelompok pemerhati yang biasanya terhimpun dalam lembaga
swadaya masyarakat, organisasi partai politik, organisasi masa,
organisasi profesi, media komunikasi dan bisa mungkin para
penduduk. Keikutsertaan mereka dalam proses, menempatkan mereka
sebagai pembuat kebijaka publik namun harus dipandang sebagai para
partisipator yang tidak resmi. Dan oleh karena itu, apa yang disebut
pelaku kebijakan (stakeholder) adalah semua yang terlibat dalam
kebijakan baik pada perumusan, maupun pada implementasi.
Sedangkan masyarakat (publik) tidak saja sebagai pelaku kebijakan
atau subjek kebijakan akan tetappi sekaligus sebagai objek kebijakan
atau menjadi kelompok sasaran dari suatu kebijakan berada dalam
status yang berbeda beda sehingga menempatkan isi komitmen
kebijakan akan berbeda sesuai peran dan status publik. Ketika publik
dalam status sebagai anggota masyarakat maka isi komitmen
diarahkan pada fungsi dan tugas pelayanan pemerintah atas berbagai
kebutuhan primer, sekunder dan tertier, ketika publik dalam status
rakyat maka isi komitmen diarahkan pada pemenuhan hak kedaulatan
yang dimiliki seperti hak demokratisasi, kebebasan, keadilan, dan
persamaan, ketika publik dalam status sebagai warga negara maka isi
komitmen diarahkan pada pemenuhan hak dan kewajiban yang
dimiliki dalam hubungan warga negara dengan negara, ketika publik
sebagai penduduk maka isi komitmen diarahkan pada pembeban oleh
pemerintah atas sejumlah keharusan yang harus dipenuhi seperti
keharusan untuk memiliki kartu tanda penduduk, ketika publik dalam
status kelompok kepentingan maka isi kebijakan harus diarahkan pada
kebutuhan para kelompok kepentingan seperti pelayanan terhadap
patai politik, golongan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal pengayoman, demikian pula yang harus dilakukan di mana
setiap publik memerlukan perlakuan atas perlindungan hukum,
perlindungan kepentingan, perlindungan berusaha dan sejumlah
perlindungan lainnya. Demikian dengan pula pemberdayaan bahwa
setiap publik memiliki hak untuk memperoleh pengembangan potensi
yang dilakukan oleh pemerintah.
3.4 polarisasi kebijakan pemerintah
Salah satu persyaratan dalam penampilan suatu kebijakan, keharusan
adanya otoritas yang melandasi keberadaan dan keberlakuan
kebijakan. Kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan akan
berada pada kutub kutub atau pada arus mana kekuasaan itu
berlangsung.
Memahami kutub kutub dari mana awalnya suatu kegiatan, pemikiran
akan berada pada polarisasi pemikiran. Kebijakan dapat saja
berlangsung dalam kegiatan yang terpolakan sama, dan bisa mungkin
dalam pola ketidaksamaan yang melahirkan pola pola kebijakan
kedalam 3 bentuk pola, yaitu:
1) Kebijakan monopolar
2) Kebijakan bipolar
3) Kebijakan multipolar
Kebijakan monopolar adalah kebijakan yang berlangsung satu arah,
dapat berasal dari pemengang otoritas tertentu dan karena dominasi
perannya atau arogansi otoritasnya.
Contoh: kebijakan yang berlangsung pada rezim soeharto di mana
seluruh kebijakan berasal dari otoritas soeharto selaku presiden,
selaku kepala eksekutif, selaku ketua / pembina partai yang berkuasa.
Kebijakan bipolar adalah kebijakan yang berlangsung dari dua arah
secara seimbang yang biasanya kebijakan yang diperlakukan oleh
pemegang otortias karena fungsinya, seperti otoritas legislatif dengan
kebijakan stratejik dalam bentuk undang undang yang diperlakukan
yang secara bersama sama diproses, dilegitimasi dengan eksekutif.
Kebijakan bipolar menciptakan suatu keseimbangan otoritas melalui
jalur check and balance.
Kebijakan multipolar adalah kebijakan yang berlangsung dari begitu
banyak otoritas yang bermain, ada kehendak yang berasal dari otoritas
eksekutif, ada dari otoritas legislatif, dan ada muncul dari kehendak
kelompok masyarakat baik yang terwaikili lewat dewan perwakilan
rakyat maupun yang tidak terwakili. Kebijakan demikian yang sering
dilihat mem back up kebijakan bipolar di mana kadang kala eksekutif
mendominasi keinginan dan kadangkala legislatif yang
mendominasinya.
Persolana yang muncul dari kebijakan demikian adalah terjadinya
stagnasi dalam penyelenggaraan keinginan untuk kepentingan publik
dan pada ujung ujungnya dapat tercipta kebijakan yang mutualistik
simbiostik. Kebijakan yang bermuatan kesepakatan politik. Contoh:
kebijakan co. branding yang dipopulerkan oleh gubernur gorontalo
periode Ir. Dr. Fadel muhammad.
Polarisasi kebijakan dapatpula dipahami dari lokus hirarki, ada
kebijakan yang berlangsung dari atas kebawah, dan ada yang
sebaliknya. Dari atas kebawah disebut pola kebijakan sentralistik
sedangkan sebaliknya disebut pola kebijakan desentralistik.
Polarisasi kebijakan sentralistik, segala sesuatu yang berkenaan
kebijakan baik isi dan pelaksanaan, bermula dari kehendak penguasa
yang tertinggi, dijabarkan kebawah melalui berbagai kebijakan.
Sedangkan polarisasi kebijakan polarisasi kebijakan desntralistik,
kehendak kehendak yang diinginkan bermula dari bawah.
Secara teori, salisbury dan heinz (1970) membagi pola kebijakan ke
dalam 2 pola, yaitu:
1) Pola kebijakan terintegrasi, yang terdiri dari corak kebijakan
redistributif dan corak kebijakan self-regulatif.
2) Pola kebijakan yang terpecah, yang terdiri dari corak kebijakan
distributif dan corak kebijakan regulatif.
Kebijakan redistibutif menyerap biaya yang rendah dalam rangka
pembentukan / perumusannya, sedangkan yang self-regulatif akan
menyerap biaya yang tinggi. Pola sama tetapi resiko berbeda.
Sebaliknya kebijakan distributif menyerap biaya yang rendah
sedangkan kebijakan regulatif akan menyerap biaya yang tinggi.
3.5 gaya penetapan kebijakan
Gaya penetapan kebijakan, dapat saja terjadi sesuai dengan gaya
kepemimpinan pembuat kebijakan. Gaya demokratis ditunjukkan oleh
cara yang dilakukan seperti keterbukaan, tawar menawar yang
dikembangkan oleh anderson (wibawa dkk, 1994), otoriter,
demokratis dan konsultatif oleh vroom dan yetton (wibawa dkk,
1994), gaya perhitungan, pertimbangan, kompromi dan inspirasi oleh
thompson (wibawa dkk, 1994). Kaitannya dengan gaya
kepemimpinan, diperlukan pemahaman atas masalah kepemimpinan
baik itu menyangkut tipe pemimpin dan kepemimpinan serta gaya dan
kemampuan.
 Tipe tipe pemimpiin
Penelitian berkenaan dengan kepemimpinan baru sampai pada
simpulan tentang perbedaan pokok antara dua pola
kepemimpinan yang berbeda, pola authoritarian (task) approach
dengan pola supportive (social-emotional) approach.
Ciri dari supportive leader antara lain berorientasi kepada
bawahan, demokratis, pengawasan bersifat umum, tidak terlalu
ketat dan selalu mempertimbangkan bawahannya. Sebaliknya
tentang authoritarian leader, telah menggantungkan diri pada
kekuasaan serta kewenangan dalam memberi hukuman.
 Gaya pemimpin
Praktik dan gaya kepemimpinan yang berbeda dapat
diklasifikasikan menurut pandangan atau filosofi yang dianut
seorang pemimpin (atasan) kepada bawahan atau pengikutnya.
Keith davis (syukur abdullah, 1990) membedakan 3 tipe pokok
kepemimpinan dalam suatu organisasi, yaitu:
1) Authority leaders yaitu pemimpin yang memusatkan
otoritas dalam pengambilan keputusan pada dirinya
sendiri. Instruksi dan informasi yang disampaikan dalam
batas batas keperluan pelaksanaan tugas dari bawahan.
Partisipasi dari bawahan tidak ada, pemimpin memegang
seluruh kekuasaan dan kewenangan dan memukul
seluruh tanggung jawab. Pemimpin cenderung untuk
bersikap negatif oleh karena pengikut (kawalan) kurang
mendapatkan informasi, kurang aman dan merasa kurang
kepastian dalam pekerjaan, dan rasa takut terhadap
kekuasaan yang besar dari pemimpin (atasan)
2) Participative leaders, pemimpin yang mendesentralisir
kewenangan managerial yang dimiliki. Keputusan
keputusan dibuat atas dasar konsultasi dan dengan
partisipasi dari para pengikut (bawahan). Pemimpin
membuat sedemikian rupa sehingga ‘’group’’ yang
dipimpinnya merupakan ‘’social-unit’’. Bawahan atau
pengikut mendapatkan informasi yang cukup luas tentang
faktor faktor yang mempengaruhi tugas dan kelompok
kerja mereka dan mendorong untuk bangkitnya pikiran
pikiran baru, saran saran atau usul usul.
3) The free rein leaders, pemimpin dengan gaya yang
cenderung mengarahkan sepenuh kepada bawahan, untuk
menetapkan tujuan serta melaksanakan rencana rencana.
Pemimpin dengan gaya demikian sangat tergantung
kepada bawahan atau pengikut, terutama kepada
pembantu pembantu yang dekat. Para anggota kelompok
yang dipimpin harus memotivasi diri sendiri, dan
pemimpin hanya berfungsi sebagai ‘’contact man’’,
terhadap pihak luar, memberikan informasi kepada para
anggota kelompok tentang hal hal yang dibuktikan untuk
pelaksanaan tugas.
Menilai ketiga jenis gaya kepemimpinan yang merefleksi gaya
penetapan kebijakan, menunjukkan bahwa masing masing memiliki
hal yang positif yang dapat membawa kebaikan kebaikan selain
memiliki segi segi yang merugikan, sebagaimana dijelaskan berikut.
Authority leadership, dapat memberikan motivasi yang kuat,
mempercepat pengambilan keputusan, sehingga mencapai tujuan yang
tepat. Juga memberi kemungkinan dipakainya ‘’unsur unsur pimpinan
menengah’’ yang kualitasnya tidak terlalu tinggi, oleh karena tugas
pokoknya hanyalah menyalurkan perintah dari atasan kepada
bawahan. Pemimpin sangat sedikit terlibat dalam perencanaan,
pengorganisasian dan pengambilan keputusan. Juga hanya sedikit
inisiatif dibutuhkan dari pimpinan bawahan. Sebaliknya authoratic
leadership, memiliki kelemahan kelemahan yang besar oleh karena itu
memungkinkan implikasi moral yang rendah dan konflik. Kelemahan
lainnya dari authoratic leadership ialah bahwa tidak digunakan usaha
pencapaian tujuan ,jika ada hanya menggunakan separuh tenaga yang
tersedia.
Participative leadership berusaha mengarahkan seluruh potensi yang
dimiliki dengan menggali pikiran pikiran kreativitas dari bawahan.
Bawahan diberikan kebebasan untuk berinisiatif dan mengembangkan
bakatnya, dengan tetap memperhatikan batas batas pengawasan.
Kelemahannya ialah bahwa disini dibutuhkan koordinasi yang lebih
baik dan komunikasi yang lebih lancar dan terbuka. Artinya
dibutuhkan mutu kepemimpinan yang lebih tinggi untuk mencapai
sukses.
Free rein leadership, dapat dipandang sebagai kebalikan dari dan yang
lain mengabaikan peranan pemimpin dalam usaha pencapaian tujuan.
Motivasi yang bersumber dari atasan hampir tidak ada, sehingga
terbuka kemungkinan bagi bagian bagian organisasi untuk masing
masing mencari jalan sendiri. Dengan demikian lebih mudah timbul
keadaan keadaan ‘’chaos’’, kekacauan dalam organisasi. Diantara
ketiga gaya kepemimpinan di atas, participative leadership dianggap
yang paling baik dan paling memberi harapan, dalam rangka
pencapaian tujuan dan menjamin ketenangan kerja dari bawahan.
Namun demikian dalam praktik janrang ditemukan bentuk murni dari
ketiga tipe kepemimpinan di atas. Perubahan waktu dan
perkembangan situasi, menyebabkan gaya kepemimpinan dapat
berubah ubah dari waktu ke waktu yang lain, dan bervariasi antara
seorang pemimpin dengan pemimpin yang lain.
Satu gaya kepemimpinan yang baru muncul adalah gaya delegatif
walaupun sesungguhnya cenderung memperlihatkan gaya partisipatif
dan di lain pihak memperhatikan gaya yang free rain.
Gaya delegatif adalah gaya yang menyerahkan otoritas kepada para
pembantunya. Penyerahan yang dilakukan sangat baik dalam kerangka
penciptaan efektivitas dan efesiensi, namun jika delegatif tanpa
kendali maka akan terkesan adanya gaya authoritative yang
terlindung, di sisi lain nampak gaya authoritative yang terbungkus
oleh partisipasi. Gaya gaya penetapan demikian ini dapat diamati
secara seksama dalam keprilakuan pemimpin dalam memperlakukan
sesuatu kebijakan.

More Related Content

What's hot

Model model dalam public policy
Model model dalam public policyModel model dalam public policy
Model model dalam public policynurul khaiva
 
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang Undangan
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang UndanganPengantar Ilmu Pengetahuan Perundang Undangan
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang UndanganImbang Jaya Trenggana
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negaraaishkhuw fillah
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn
Politik dan Strategi Nasional - PKnPolitik dan Strategi Nasional - PKn
Politik dan Strategi Nasional - PKnM Abdul Aziz
 
Definisi Kebijakan Publik
Definisi Kebijakan PublikDefinisi Kebijakan Publik
Definisi Kebijakan Publiksiskamto
 
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi Pemerintah
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi PemerintahKaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi Pemerintah
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi PemerintahTri Widodo W. UTOMO
 
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...Siti Sahati
 
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesia
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesiaPerbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesia
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesiaSiti Sahati
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)Tri Widodo W. UTOMO
 
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahKonsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahSiti Sahati
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]Siti Sahati
 
5. hubungan antara pemerintah pusat & daerah
5.  hubungan antara pemerintah pusat &  daerah5.  hubungan antara pemerintah pusat &  daerah
5. hubungan antara pemerintah pusat & daerahnurul khaiva
 
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARASISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARAPLUR
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikMirna Rahmadina
 
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahBab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahIsaka Yoga
 
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan rupaka
 

What's hot (20)

Model model dalam public policy
Model model dalam public policyModel model dalam public policy
Model model dalam public policy
 
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang Undangan
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang UndanganPengantar Ilmu Pengetahuan Perundang Undangan
Pengantar Ilmu Pengetahuan Perundang Undangan
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn
Politik dan Strategi Nasional - PKnPolitik dan Strategi Nasional - PKn
Politik dan Strategi Nasional - PKn
 
Ajaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerahAjaran otonomi daerah
Ajaran otonomi daerah
 
SANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HANSANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HAN
 
Definisi Kebijakan Publik
Definisi Kebijakan PublikDefinisi Kebijakan Publik
Definisi Kebijakan Publik
 
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi Pemerintah
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi PemerintahKaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi Pemerintah
Kaidah dan Praktek Pelimpahan Wewenang di Instansi Pemerintah
 
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...
Hubungan antara administrasi negara dan kebijakan publik dalam kaitannya deng...
 
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesia
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesiaPerbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesia
Perbandingan Administrasi Negara Perancis vs. indonesia
 
Teori Hukum Pembangunan
Teori Hukum PembangunanTeori Hukum Pembangunan
Teori Hukum Pembangunan
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
 
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah DaerahKonsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
 
5. hubungan antara pemerintah pusat & daerah
5.  hubungan antara pemerintah pusat &  daerah5.  hubungan antara pemerintah pusat &  daerah
5. hubungan antara pemerintah pusat & daerah
 
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARASISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
 
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahBab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
 
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
Soal dan Jawaban Hukum lingkungan
 
Tata Guna Tanah PPT
Tata Guna Tanah PPTTata Guna Tanah PPT
Tata Guna Tanah PPT
 

Similar to KEBIJAKAN PEMERINTAH

B g 4 dvd Isanti Chandra
B g 4 dvd Isanti ChandraB g 4 dvd Isanti Chandra
B g 4 dvd Isanti ChandraIsantiMM90
 
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptxLubnaSafaraz
 
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahan
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahanAkuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahan
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahansyahrimeza
 
RMK julfana jainal.docx
RMK  julfana jainal.docxRMK  julfana jainal.docx
RMK julfana jainal.docxJulfanajainal
 
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipa
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipaPemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipa
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipaMahardhika WiJaya
 
Kewarrganegaraan 666666
Kewarrganegaraan 666666Kewarrganegaraan 666666
Kewarrganegaraan 666666Ardi88
 
Makalah good governance
Makalah good governanceMakalah good governance
Makalah good governanceKhuzain Achmed
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governanceAsvif Ma'rufah
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiEly Goro Leba
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governanceNaniisrina A
 
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...eko budi sudrajat
 
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...eko budi sudrajat
 
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...eko budi sudrajat
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...basrizal82
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...Bobby Sirait
 
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxdilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxDewiNurfadilah2
 
Pengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraPengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraIr. Zakaria, M.M
 

Similar to KEBIJAKAN PEMERINTAH (20)

B g 4 dvd Isanti Chandra
B g 4 dvd Isanti ChandraB g 4 dvd Isanti Chandra
B g 4 dvd Isanti Chandra
 
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx
5.-HUBUNGAN-ADMINISTRASI-NEGARADENGAN-PERBANDINGANADMINISTRASI-NEGARA.pptx
 
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahan
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahanAkuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahan
Akuntabilitas publik dalam proses hukum menuju tata kelola pemerintahan
 
RMK julfana jainal.docx
RMK  julfana jainal.docxRMK  julfana jainal.docx
RMK julfana jainal.docx
 
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipa
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipaPemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipa
Pemerintahan dan pemerintah (PKN) kelas XI ipa
 
Kewarrganegaraan 666666
Kewarrganegaraan 666666Kewarrganegaraan 666666
Kewarrganegaraan 666666
 
Makalah good governance
Makalah good governanceMakalah good governance
Makalah good governance
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasi
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
 
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...
BE & GG, Eko BUdi SUdrajat, Hapzi Ali, Good Governemt Corporate Governance, U...
 
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzai Ali, Good Government Corporate Governance,...
 
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...
BE & GG, Eko Budi Sudrajat, Hapzi Ali, Good Government Corporate Governance, ...
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
Government dan Manajemen
Government dan Manajemen Government dan Manajemen
Government dan Manajemen
 
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
Be & gg, basrizal, hapzi ali, the corporate culture infact and implicatio...
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...
BE & GG, Poltak Bobby, Hapzi Ali, Good Corporate Governance, Universitas Merc...
 
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxdilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
 
Pengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negaraPengenalan hukum administrasi negara
Pengenalan hukum administrasi negara
 

More from nurul khaiva

Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)nurul khaiva
 
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)nurul khaiva
 
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)nurul khaiva
 
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)nurul khaiva
 
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)nurul khaiva
 
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politikPart 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politiknurul khaiva
 
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)nurul khaiva
 
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesiaSistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesianurul khaiva
 
Contoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copyContoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copynurul khaiva
 
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisaSikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisanurul khaiva
 
8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negaranurul khaiva
 
7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negaranurul khaiva
 

More from nurul khaiva (20)

M 10
M 10M 10
M 10
 
M 9
M 9M 9
M 9
 
M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7
 
M 4
M 4M 4
M 4
 
M 3
M 3M 3
M 3
 
M 2
M 2M 2
M 2
 
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
 
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
 
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
 
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
 
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
 
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politikPart 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
 
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
 
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesiaSistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
 
Contoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copyContoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copy
 
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisaSikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
 
Uu no 32
Uu no 32Uu no 32
Uu no 32
 
9. sarana tun
9. sarana tun9. sarana tun
9. sarana tun
 
8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara
 
7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara
 

Recently uploaded

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxBudyHermawan3
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 

Recently uploaded (9)

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 

KEBIJAKAN PEMERINTAH

  • 1. BAB 3 PENAMPILAN KEBIJAKAN PEMERINTAH 3.1 komitmen kebijakan pemerintah Secara konseptual, komitmen diartikan sebagai janji dan oleh karena itu bermakna suatu kesepakatan kehendak. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa suatu janji yang diikrarkan pada dasarnya dilakukan atas kata sepakat apa yang diinginkan. Apa yang diinginkan itu adalah kehendak yang diwujudkan, kehendak mana bisa mungkin karena adanya nilai yang melatarbelakangi dan bisa mungkin karena masalah yang akan dipecahkan atau yang akan diatasi sehingga tidak terjadi ketidaktertiban, tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Suatu perjanjian secara normatif, dipersyaratkan adanya beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu setidaknya : 1. Ada pihak yang melakukan, 2. Ada yang diperjanjikan 3. Yang diperjanjikan adalah untuk tujuan tertentu. Suatu perjanjian secara normatif dipersyaratkan adanya beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu setidaknya : 1. Ada pihak yang melakukan 2. Ada yang diperjanjikan 3. Yang diperjanjikan adalah untuk tujuan tertentu. Adanya pihak yang melakukan, di dalam konteks kebijakan pemerintah adalah mereka para pelaku pemerintahan baik dalam hubungan fungsional antara pemerintah dengan pihak rakyat selaku yang diperintah, pihak yang menguasai dengan pihak yang dikuasai maupun dalam hubungan kerjasama dalam rangka pengaturan yang dilakukan antara pemerintah sebagai pihak yang mengatur dalam
  • 2. kerangka pengayoman, pelayanan dan pengembangan dengan masyarakat sebagai pihak yang diatur dalam kerangka diayomi, dilayani, dan diemban. Baik pemerintah maupun yang diperintah memiliki otoritas tidak sebagai pelaku dalam kekuasaan akan tetapi pelaku dalam pengaturan, dan oleh karena itu keduanya dalam konteks kebijakan pemerintah adalah dikategorikan sebagai pelaku kebijakan atau diterminologikan sebagai stakeholder. Inilah yang dimaksud sebagai pembuat komitmen dan para kelompok sasaran. Namun untuk menjelaskan spesifikasi dari pelaku kebijakan, dalam akan dipaparkan pada bagian berikutnya. Ada yang diperjanjikan, di dalam konteks kebijakan adalah dimaksudkan dengan isi kesepakatan dan itulah yang akan dilakukan pengaturan jika perlu dilakukan pemaksaan sesuai hakikat isi suatu kesepakatan. Pengaturan adalah kegiatan yang dilakukan secara administratif dan malah terjadi objek forma dari administrasi namun secara normatif aktualisasi dari pengaturan tertuang dalam aturan perundang undangan Yang dibuat secara formal dan memenuhi syarat material untuk itu. Komitmen dari kebijakan pemerintah menjadikan pengaturan dalam konsepsi normatif sebagai dasar perumusan dan sekaligus menjadi dasar pertimbangan implementasi. Dan oleh dasar normatif yang dijadikan dasar, maka dalam pengaturan yang dilakukan harus memulai kriteria dari suatu komitmen kebijakan sebagaimana diisyaratkan oleh teori hoogerwrf (1988) yang menegaskan bahwa harus terpenuhi adanya azas dan teori yang dijadikan landasan
  • 3. pengaturan, harus ada norma hukum yang dijadikan dasar pengaturan, dan harus ada tujuan dilakukannya pengaturan. Kebijakan pemerintah sebagai suatu studi, materi kajiannya merupakan bagian integral dari ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang interdisipliner dan malah aliran pemikiran eropa kontinental menjadikan studi ilmu pemerintahan sebagai studi kebijakan (hooferwerf, 1988), dan oleh karena itu azas yang dijadikan landasan dasar pengaturan yang dilakukan adalah azas azas yang dikembnagkan oleh ilmu pemerintah seperti azas deskresi, azas permainan yang layak (fair play), azas keberdayaan pemerintahan dan sejumlah azas azas lainnya. Namun, sebagai ilmu interdisipliner, kebijakan pemerintah dapat menjelaskan pengaturan yang dilakukan atas dasar bantuan azas disiplin ilmu lainnya seperti azas efektivitas, azas efesiensi, azas ekonoomis, azas legalitas, azas azas yang digunakan dalam disiplin ilmu politik. Adapun teori yang dijadikan dasar, selain grand theory yang dikembangkan oleh ilmu ilmu sosial mengingat studi kebijakan pemerintah masuk dalam kelompok ilmu ilmu sosial seperti teori struktural fungsional, teori perilaku sosial, teori solidaritas oleh emile durkheim (ali, 2011) dan seterusnya maka teori aplikasi yang digunakan yang utama adalah teori pemerintahan seperti teori pemerintahan yang baik, teori sistem aparatur pemerintahan (administrasi negara) dan berbagai teori lainnya seperti teori pemberdayaan pemerintahan. Teori pemerintahan yang baik diterminilogikan sebagai ‘’good government’’ adalah pemerintahan yang bersih (clean government)
  • 4. dan yang terkelola dengan baik. Pemerintahan yang terkelola dengan baik diterminologikan sebagai ‘’the good governance’’ atau diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Mustopadidjaja AR (2002) mengetengahkan bahwa kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan tuntutan yang dilakukan masyarakat kepada pemerintah yang baik yang sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Pola pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Dari segi fungsional, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau sebaliknya? World bank 15 memberikan definisi ‘’the way state power is used in managing economic and social resource tbr development of society.’’ Sementara UNDP mendefinisikan sebagai ‘’the exercise of political, economy and administrativr authority to manage a nations affair at all levels.’’ Oleh karena itu, menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economy, political, and administrative. Economy governance meliputi proses proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Economy governance mempunyai implikasi terhadap equity, poverty,
  • 5. dan quality or life. Political governance adalah proses proses, pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan), private sector (sektor swasta dan dunia usaha), society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing masing. Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor usaha menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Negara sebagai salah satu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga lembaga politik dan lembaga lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan perusahaan swasta yang bergerak diberbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian sektor swasta dapat dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan kebijakan sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan perusahaan itu sendiri. Sedangkan masyarakat (society), terdiri dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain lain.
  • 6. Arti good dalam good governance sendiri mengandung dua pengertian: Pertama, nilai nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat, dan nilai nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial, Kedua, aspek aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk berdasarkan pengertian ini. Good: pertama, orientasi ideal negara yang nasional; dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen elemen dalam pencapaian tujuan mencapai tujuan tujuan tersebut. Governance berorientasi pada, yaitu diarahkan pada pencapaian tujuan konstituennya seperti: legitimacy (apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability (akuntabilitas), securing of human rights, authonomy and devolution of power, dan assurance of civilian control. Sedangkan orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintahan mempunyai kompetisi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik serta administrasi berfungsi secara efektif dan efisien. World bank mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta pencipataan legal and political
  • 7. frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Sedangkan UNDP sendiri memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruksi di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Beberapa karakteristik atau unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahaan adalah transparansi, akuntabilitas, keterbukaan (openess atau partisipasi masyarakat), dan rule of law. Bahkan UNDP (united nations development program) dan lembaga administrasi negara memberikan karakteristik good governance, yaitu: 1. Participation, bahwa setiap warga negara mempunyai hak suara dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung atau tidak langsung lembaga (perwakilan DPRD) dan intermediasi lembaga kemasyarakatan. 2. Rule of law, hukum harus ditegaskan secara adil dan benar tanpa pandang bulu terutama hukum yang menyangkut hak asasi manusia (HAM) 3. Transparancy, atau transparansi berdasarkan kebebasan arus informasi, informasi yang diterima masyarakat harus tepat, benar dan akurat (tidak dipelintir atau direkayasa untuk kepentingan penguasa) 4. Responsiveness, lembaga atau institusi yang ada (pemerintah dan non pemerintah) agar mencoba menyalurkan atau menjaring aspirasi masyarakat atau stakeholders. 5. Concnsus orientattio, pilihan pilihan yang berbeda dimusyawarahkan bersama agar dapat memperoleh suatu pilihan terbaik bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
  • 8. 6. Equity, setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk meningkatkan, menjaga dan melindungi kekayaan atau kesejahteraan mereka. 7. Effectiveness and efficiency, pelaksanaan kebijakan agar dilaksanakan dengan baik dan tepat dengan menggunakan potensi sumber daya yang ada secara hemat dan efisien. 8. Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantug pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau ekternal organisasi. 9. Strategic vision, para pemimpin dan publik harus mempunyai prospektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini. Atas dasar uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Oleh karena good governance meliputi sistem aparatur pemerintah, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem aparatur pemerintah yang berlaku pada suaut negara secara menyeluruh.
  • 9. Dengan adanya ketiga unsur utama yang harus berperan aktif dalam pelaksanaan good governance, maka dapat dirumuskan dalam suatu versi lain sebagai berikut: 1. the state, atau negara yang mempunyai kompetensi kuat dalam pelaksanaan ini. 2. the private sector, atau dunia usaha baik milik negara / daerah maupun swasta. 3. the civil society organization, yang memfasilitasi dan menjaring aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada pemerintah. Jika dilihat dari ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor usaha swasta dan masyarakat (society) secara fungsi administratif dalam penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melalui kebijakan kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya pembenahan penyelenggaraan pemerintah sehingga dapat terwujud good governance. Dari aspek pemerintahan (government), good governance dapat dilihat melalui aspek aspek:
  • 10. 1. Hukum / kebijakan. Hukum atau kebijakan ditujukan pada perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi. 2. Kompotensi administrasi dan transparan. Kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secsra efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model dministratif, keterbukaan informasi. 3. Desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen. 4. Penciptaan pasar yang kompetitif. Penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dari segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintah dalam mengelola kebijakan makro ekonomi. Untuk mewujudkan good governance diperlukan berbagai macam perubahan termasuk perubahan sistem manajemen dan lingkungan manajemen itu sendiri oleh karena itu perlu pemimpin penyelenggara pemerintahan negara dan masyarakat untuk mengelola perubahan menjadi sangat kritis dan stratejik, terutama sensitifitas responsitas atas sinyal dan kapan perubahan tersebut diperlukan khususnya dalam lompatan langkah langkah penyelematan, pemulihan, pemantapan, dan pengembangan pembangunan. Informasi dan pengetahuan alternatif dari sistem kebijakan dan program, dan sistem manajemen kebijakan, program dan kegiatan sebagai unsur unsur pelaporan AKIP yang baik menjadi kebutuhan mendesak baik dalam rangka pelayanan prima maupun pelestarian kepercayaan publik. Terdapat 2 hal yang perlu ditekankan dalam manajemen perubahan yaitu mengapa perubahan gagal, dan strategi perubahan. Secara umum, selama 30 tahun terakhir telah menjadi pasang surut perubahan
  • 11. yang berakhir dengan kegetiran. Krisis multidimensi baru baru ini telah mendorong di mulanya sesuatu yang baik dan berarti yaitu melaksanakan reformasi di segala bidang. Dengan demikian telah terjadi perubahan besar yang pahit dan manis sekaligus, dalam kebijakan maupun dalam aransemen kelembagaan termasuk manajemen organisasi (instansi pemerintah). Uraian di bawah ini lebih ditekankan pada yang terakhir ini, dengan harapan upaya dan reformasi dapaat membantu instansi pemerintah beradaptasi secara signifikan dengan meningkatkan kinerja dan kepercayaan publik. Timbulnya sisi negatif dari perubahan yang direncanakan dalam kebijakan, program dan kegiatan dalam pembangunan dalam beberapa hal memang tidak dapat dihindarkan. Pemborosan, kesia siaan dan penderitaan, sebenarnya dapat dihindarkan. Atikurahman (tanpa tahun) menegaskan dalam hasil pengkajiannya telah terjadi kekeliruan antara lain sebagai berikut: 1. terlalu cepat puas Kekeliruan ini merupakan hal yang fatal oleh karena reformasi selalu menemui jalan buntu dan gagal mencapai misi dan tujuan, ketika di mana mana terdapat fenomena cepat puas diri. Kita melihat segelintir aparat yang kompeten dan berintegritas gagal menciptakan strategi yang memadai pada awal perubahan besar yang direncanakan. Mereka terlalu optimis untuk dapat dan mampu melansir reformasi pada instansi pemerintah. Mereka menganggap mudah untuk memotivasi aparatur negara untuk keluar dari ‘’zona nyaman’’ mereka. Merek tidak sadar dan tahu betapa tindakan mereka justru memperkuat praktik praktik yang lama. Mereka kurang sabar. Mereka menjadi
  • 12. tidak berdaya ketika dihadapkan dengan kemungkinan negatif oleh karena terusiknya rasa puas diri yaitu menjadi orang yang defensif, percaya diri merendah, merosotnya kinerja, mencapuradukkan urgensi dengan keraguan, mendorong resistensi terhadap perubahan. Saat ini banyak instansi pemerintah merasa kurang puas atas suksesnya masa lalu dan mereka menerima kritik dari dalam dan luar. Sikap instansi yang menyatakan ‘’tentu kami mempunyai masalah besar tambahan dirasa tidak penting dan dengan demikian tidak bersedia berkorban seperti yang diperlukan, dan resistensi terhadap perubahan yang mendasar meningkat. Akibatnya kebijakan, program dan aktivitas untuk mewujudkan tujuan dan sasaran instansi, berkinerja rendah atas gagal. Sumbang saran dan dialog, visi dan strategi lainnya sekadar pembicaraan birokratis dipermukaan. 2. tim koalisi (pengarah yang cukup efektif gagal) Perubahan besar tidak mungkin bergulir wajar tanpa aparat instansi pemerintah yang produktif dan visioner. Pemimpin pemimpin yang memiliki komitmen peningkatan kriteria instansi pemerintah memilih bentuk tim inti yang menjadi pemimpin perubahan. Upaya perorangan, sekalipun punya reputasi, kompetensi, dan integritas, biasanya tidak pernah memiliki aset dan kapabilitas mereformasi institusi berskal gajah. Inisiatif reformasi yang tidak memiliki tim (koalisi) pengarah yang efektif hanya mampu bertahan sebentar. Restrukrisasi kelembagaan organisasi, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab, balas jasa, boleh saja digulirkan. Akan tetapi, cepat atau lambat, kekuatan resistansi akan menghentikan inisiatif perubahan.
  • 13. Konflik kepentingan yang eksplisit maupun terselubung, aparat dan pihak yang berkepentingan dengan instansi pemerintah hampir selalu menjadi pemenang dalam mencegah perubahan struktural dalam rangka perubahan sikap dan perilaku. Mereka akan ‘’mengubah’’ kebijakan program dan kegiatan yang berkualitas menjadi sumber pendukung ‘’zona nyaman’’ para aparat dan bukan peningkatan kinerja pelayanan prima atau pelestari kepercayaan publik. 3. mencibir kekuatan visi dan komunikasi visi dan strategi Sekalipun ‘’tidak cepat puas’’ dan koalisi pengarah yang efektif hadir di mana mana, adanya visi yang meningkatkan komitmen menjadi kebutuhan yang masuk akal. Visi berperan besar dalam perubahan oleh karena membantu mengarahkan dan memperbaiki inspirasi untuk bertindak baik dan benar (hemat, efisien, efektif, adil, unggul dan taat asas). Tanpa adanya visi dan pengkomunikasian visi yang baik, program dan kegiatan yang membingungkan, tidak patut, tidak sesuai, dan memboroskan perhatian dan sumber daya, serta menggerogoti percaya diri untuk sukses. Menyadari kegagalan yang beralasan dalam menghasilkan, perubahan, meningkatnya kebutuhan akan ‘’memanipulasi’’ peristiwa demi peristiwa secara diam di belakang layar dan munculnya fenomena menghindari wacan publik mengenai masa depan. Tanpa adanya visi yang membimbing proses pengambilan keputusan, yang terjadi hanya dapat kusir tanpa henti yang meningkatkan ketegangan emosional yang mengendalikan harkat dan martabat semangat dan kinerja. Di dalam perubahan yang gagal; kebijakan,
  • 14. program dan aktifitas menggantikan peran visi dan misi sehingga arah kebijakan pun menjadi tidak jelas. 4. membiarkan ‘’tembok penghalang’’ visi baru Menggulirkan setiap perubahan memerlukan partisipasi jajaran instansi pemerintah. Inisiatif perubahan sering kandas bilaman para pelaku yang sudah bervisi, merasa tidak berdaya, percaya dirinya rendah dengan adanya ‘’tembok’’ penghambat jalan mereka mulai dari hanya dalam pikiran masing masing. Dibutuhkan upaya meyakinkan, bahwa sebenarnya hanya ada dalam pikiran saja, sampai dengan arsitektur, struktur dan budaya organisasi hambatan hambatan yang dapat berupa: analisis dan uraian jabatan yang kurang sesuai pengetahuan, keahlian dan sikap yang tidak kompeten. Jelas jasa yang kurang sepadan, desain dan pengembangan organisasi yang asal jadi, pengukuran manajemen serta evaluasi kinerja yang tidak ada hubungan dengan prinsip dan praktik good governance dan akuntabilitas baik, pengambilan keputusan yang sepadan. Apabila aparat yang mengatasi hambatan yang berlaku, informasi umpan berkewenangan, dan balas jasa cerdas, kompeten dari berintegritas enggan hambatan yang ada, ini berarti mereka tidak memberdayakan orang dan organisasi dan menghambat perubahan hal ini merupakan tantangan. 5. gagal menciptakan sukses jangka pendek Upaya perubahan mendasar membutuhkan waktu upaya perubahan straegis akan kehilangan momentum apabila tidak mencapai sasaran kinerja jangka pendek yang harus dicapai dan dapat dibanggakan. Sebagian besar pendukung perubahan tidak akan melakukan
  • 15. perjalanan jangka panjang bila mereka tidak melihat bukti yang menantang dalam waktu 100 hari, sinyal atau tanda menuju hasil yang diharapkan. Tanpa adanya indikator kinerja yang proaktif dan capaian sasaran kinerja jangka pendek yang jelas, para pendukung perubahan akan banyak menyerah dan hilang percaya dirinya, bahkan secara aktif akan melakukan penolakan. Dalam setiap perubahan yang efektif, para pemimpin perubahan instansi pemerintah secara proaktif menyusun inidikator kinerja jangka pendek yang di ‘’aligned’’ dengan tujuan jangka panjangnya dalam laporan periodiknya dan terus menerus meningkatkan kinerjanya untuk mencapai tujuan jangka panjang. 6. jangan terlalu cepat mengatakan sukses Menyatakan sukses adalah baik, akan tetapi menyatakan ‘pekerjaan’ sudah selesai adalah kecelakaan besar, oleh karena upaya perubahan harus berakar dan menjadi budaya instansi pemerintah. Fenomena ini juga sebanyak akibat adanya kesalahan yang sebelumnya. Dengan demikian, terlalu cepat menyatakan reformasi telah sukses sama halnya memerosokkan orang orang reformis dalam ‘lubang galian di jalan’. Teori aparatur pemerintah yang merumuskan bahwa keseluruhan kegiatan aparatur pemerintah dalam mencapai tujuan negara memberikan implikasi pengertian bahwa apa yang menjadi kegiatan para aparatur pemerintah adalah sesuatu yang komplik dan rumit serta menjangkau lapangan kegiatan yang luas. Dikatakan demikian, karena dalam kaitan pencapaian tujuan negara tergambar jarak jangkau cakupan cakupan yang harus dilakukan.
  • 16. Di indonesia apa yang menjadi tujuan negara secara tegas dan teridentifikasi bahwa ia terdiri dari dua tujuan yaitu tujuan yang bersifat nasional, satu di antaranya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tujuan internasional yaitu menciptakan perdamaian dunia yang abadi dengan mengaplikasikan politik luar negeri bebas dan aktif. Pencapaian tujuan ini menggambarkan cakupan kegiatan yang harus dilakukan oleh para pelaku administrasi. Hal itulah yang mengimplikasikan struktur aparatur pemerintahan di indonesia memperlihatkan di samping struktur yang meruncing dari struktur pemerintah pusat menuju struktur pemerintah menengah (provinsi dan setarafnya) hingga struktur pemerintahan kabupaten / kota (setarafnya), belum lagi jika dilihat dari sisi struktur pemerintahan desa sebagai struktur yang terbawah. Struktur yang mendatar jika dilihat pada setiap tingkat pemerintahan sebagaimana tingkat pemerintahan negara, tingkat pemerintahan pusat, tingkat pemerintahan daerah, desa dan kelurahan. Demikian pula tentang aparatur pemerintah atau alat yang melaksanakan kepentingan pemerintah implisit kepentingan negara, tentunya tidak dalam jumlah yang sedikit dan hal itu akan tergantung pada tugas dan fungsi yang diemban oleh masing masing organ dalam struktur aparatur pemerintahan negara. Sedikit banyaknya jumlah aparatur pemerintah adalah tergantung pada sistem pemerintahan negara dan jalan pemikiran yang berkembang seiring perkembangan sistem aparatur pemerintahan.
  • 17. Tentang teori pemberdayaan pemerintahan secara ringkas ditegaskan bahwa adanya pemerintahan karena adanya kekuasaan, tanpa kekuasaan maka pemerintah tidak memiliki keberartian. Pemenuhan kriteria azas dan teori dalam komitmen kebijakan, tidak harus hanya didasarkan pada azas dan teori ilmu pemerintahan akan tetapi azas dan teori dari disiplin ilmu lainnya dapat digunakan untuk menjelaskan kebutuhan pengaturan dalam kebijakan pemerintah. Dapat saja menggunakan teori administrasi, teori politik, teori ekonomi, teori antropologi, teori sosiologi, teori hukum, teori hubungan internasional dan teori komunikasi. Penggunaan teori lain diluar teori ilmu pemerintahan dalam pengaturan yang menjadi isi komitmen kebijakan pemerintah tidaklah dimaksudkan sebagai teori atau pendekatan yang digunakan yang menempatkan ilmu pemerintahan sebagai ilmu multi disiplin akan tetapi hanya digunakan untuk menjelaskan kebutuhan pemerintahan dalam melakukan perumusan dan implementasi kebijakan yang dilakukan pemerintah. Kriteria norma yang harus dipenuhi dalam komitmen kebijakan pemerintah adalah dimaksudkan sebagai tata kehidupan yang disepakati untuk dipatuhi, ditaati, kesepakatan mana bisa mungkin karena kebiasaan yang dipandang patut, baik, dan bisa mungkin karena perintah keyakinan atas sesuatu ajaran keagaman tertentu. Oleh karena norma didasarkan pada kesepakatan dan atau karena perintah agama yang diyakini seseorang, maka awal dari norma adalah peroaian nilai yang memiliki sifat keberlakuan yang sangat heterogen, sangat beragam sesuai subyektifitas penganut nilai itu sendiri.
  • 18. Sedangkan apa yang diterminologikan dengan nilai adalah sesuatu yang diinginkan oleh setiap orang. Di sinilah letaknya sebagai sesuatu subjek dan subyektivitas adalah tergantung pada penganut nilai itu sendiri. Sesuatu yang dipandang baik oleh seseorang belum tentu baik menurut orang lain. Sesuatu obyek tertentu bernilai tinggi bagi seseorang tertentu, bagi orang lain bisa mungkin bernilai rendah. Demikian semua nilai akan beragam maknanya sesuai kebutuhan dan cara pandang seseorang di dalam melihat dan memaknai sesuatu nilai. Sesuatu barang seharga satu rupiah bagi yang punya duit, hal itu di nilainya sangat murah, tapi bagi yang tidak punya duit, pasti nilai yang diberikan adalah nilai dengan harga yang mahal. Ketika nilai dipahami, diketahui sebagai pembentuk norma, maka norma disikapi sebagai hal yang disepakati, dan oleh karena itu norma norma yang harus disikapi dalam tata pergaulan hidup manusia dapatlah dilakukan identifikasi, yang terdiri dari: 1. Norma kesopanan 2. Norma kesusilaan 3. Norma adat 4. Norma agama 5. Nomra hukum Kelima norma disebutkan memiliki kekuatan untuk dapat melahirkan ketaatan individual dalam berbuat dan bertindak yang teraktualisasi pada sikap dari masing masing baik dalam posisi sebagai individu mapun di dalam keberadaannya pada kehidupan kelompok mulai dari
  • 19. kelompok terkecil seperti keluarga atau kelompok sepermainan hingga pada kelompok yang besar dan luas serta kompleks sifatnya. Ketaatan dari masing masing norma, kekuatannya tergantung pada ancaman hukuman atau sangsi yang harus diterima, dipikul oleh masing masing yang melanggar kesepakatan. Ancaman hukum dari masing masing norma berbeda beda namun dapat diidentifikasi ke dalam 2 jenis ancaman hukuman jika dilihat dari sumber pemberlakuannya, yaitu ancaman hukuman yang bersifat otonom dan ancaman hukuman yang bersifat heteronom (apeldron, 1962; utrecht, 1965) Ancaman hukuman yang otonom adalah ancaman hukum yang bersumber dari rasa kesadaran sendiri dalam bentuk rasa bersalah karena melanggar norma kesopanan yang berlaku baik yang berlakunya secara umum maupun yang berlaku karena perlakuan oleh budaya masyarakat tertentu. Orang luar hanya dapat mengatakan bahwa orang yang melanggar norma kesopanan adalah orang yang tak beradab, yang artinya tidak berubdaya yang baik dan inipun sifatnya sangat subjektif karena bisa saja seseorang berperilaku tidak sopan menurut pandangan seseorang atau sekelompok orang namun bagi orang dan kelompok lain menganggap perbuatan dan perilaku orang itu sah sah saja dalam artian tidak melanggar norma kesopanan. Dapat dicontohkan, ketika seseorang beretnis ‘’suku bangsa minahasa’’ dan menegur pada orangtuanya dengan sapaan ‘’ngana’’ hal itu bagi mereka orang minahasa hal yang biasa dan sopan namun kesopanan atau dikatakan tidak sopan. Begitu pula dalam kasus kasus lainnya, namun norma kesopanan ini ada yang masih berlaku khusus
  • 20. bagi setiap etnis atau suku bangsa. Yang umum seperti sikap menghargai yang tua, yang dituakan, senor. Sedangkan yang khusus tergantung pada kasus kasus tertentu. Rasa tidak enak karena melanggar norma kesopanan akan membentuk sikap yng positif melalui upaya penyadaran atas diri sendiri sepanjang manusia individu masih memiliki rasa harga diri, masih dapat mempotensikan kemampuan berpikirnya yang benar mana yang baik, mana yang tidak baik, mana yang sopan, mana yang tidak sopan, atau tidak beradab itu. Sikap positif itulah yang ditumbuhkan dikalangan mahasiswa yang belajar mata kuliah sistem hukum (indonesia). Ancaman hukum yang otonom, juga berada pada keberlakuan norma kesusilaan di mana perbuatan yang dipandang melanggar norma kesusilaan berada pada tataran moral yang harus diwujudkan oleh setiap orang dalam perilaku dan perbuatannya. Sesuatu yang dipandang bermoral ketika nilai yang disepakati bersentuhan dengan moral dan etika. Moral adalah sikap terpuji dan berkesesuaian dengan sikap yang disenangi oleh semua orang, sikap yang dituntunt oleh nilai nilai yang dikembangkan oleh ajaran keagamaan serta ajaran moral seperti pemerintah untuk berbuat jujur, terbuka, larangan untuk mencuri, larangan berciuman di muka umum bagi masyarakat masyarakat tertentu. Sedangkan etika adalah sikap berbuat yang tidak bertentangan nilai nilai moral yang berlaku, sikap yang dilandasi hal hal yang sifatnya etis terpuji dan diterima oleh semua orang sebagai sikap perbuatan yang sesuai dengan tata krama manusia yang beradab, bersusila.
  • 21. Ancaman hukuman yang sifatnya otonom, dapat dilihat pada ketika seseorang melanggar norma kesusilaan, di mana orang akan merasakan perlakuan terlecehkan oleh orang lain hingga dalam bentuk tersisihkan dalam interaksi sesamanya. Pelecehan dan penyisihan yang dialami adalah perasaan yang harus diderita oleh setiap orang yang melanggar norma kesusilaan. Pihak luar, apapun asalnya tidak akan dapat memberikan ancaman hukuman bagi pelanggarnya akan tetapi perasaan yang diderita oleh orang yang melanggar adalah sesuatu beban yang harus dideritanya oleh orang yang melanggar adalah sesuai beban yang harus dideritanya yang muncul dari dirinya sendiri sepanjang orang itu masih memiliki potensi, satu di antaranya adanya rasa harga diri sebagai salah unsur dari norma kesusilaan tidak saja bersifat otonom. Ancaman hukuman yang sama dengan norma kesusilaan adalah juga berlaku pada norma adat yaitu bersifat otonom ketika norma adat masih dalam tataran norma kebiasaan seperti adat istiadat di mana rasa tidak beradat itu dirasakan oleh orang yang tidak mau mengikuti tata krama adat istiadat seperti tata krama perkawinan secara adat, akan tetapi ketika norma adat dipandang sebagai hukum adat yang diperlakukan oleh kelompok masyarakat tertentu terhadap anggotanya maka ancaman hukuman akan bersifat beteronom atau ada paksaan dari luar dirinya yaitu paksanaan dari masyarakat melalui hukuman yang dijatuhkan oleh para pemangku adat seperti masyarakat Tana Toa di Bulukumba, beberapa etnis yang ada pada masyarakat papua dan sejumlah masyarakat lainnya di indonesia.
  • 22. Ancaman hukuman yang juga bersifat otonom dan juga bersifat beteronom adalah ancaman hukuman pada keberlakuan norma agama. Rasa berdosa bagi yang meyakini ajaran agama yang dianutnya adalah ancaman hukuman yang bersifat otonom dan keyakinan akan adanya pembalasan dihari kiamat diyakini sebagai sesuatu yang pasti dialami oleh setiap manusia yang beragama adalah ancaman hukuman yang bersifat beteronom. Bagi norma hukum, ancaman hukuman yang secara nyata akan dirasakan oleh setiap yang melanggarnya adalah bersifat beteronom yaitu ada paksaan dari luar yang berasal dari pihak yang memperlakukan hukum. Jika hal itu berkaitan dengan hukum negara maka yang memaksakan adalah pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan negara. Kesemua ancaman hukuman akan menjadi instrumen untuk menciptakan ketaatan terhadap norma dan untuk kemudian mewujud dalam pola sikap dan perilaku manusia dalam berbagai interaksinya pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya kelima norma disebutkan di atas dapatlah dijelaskan sebagai berikut: 1. norma kesopanan adalah tata kehidupan yang didasarkan pada nilai nilai kesepakatan atas perilaku yang menghargai orang lain karena umur / usia, status dan peran, serta kesantunan di dalam berbuat dan bertindak serta berpikir. Keprilakuan dan kesantunan dalam tingkah laku dan perbuatan menjadikan orang lain merasa senang, merasa dihargai sesuai posisinya, merasa disantuni dalam interaksi yang berlangsung.
  • 23. 2. norma kesusilaan adalah tata kelakuan yang didasarkan pada ajaran moral, ajaran tentang mana yang dipandang etis dan mana yang dipandang tidak etis dalam ukuran ukuran yang disepakati dalam tata kelakuan yang terpuji dan apalagi berkesesuaian dengan ajaran agama. 3. norma adat adalah tata kelakuan karena keberulangan terjadi dan dirasakan sebagai hal yang patut ditaati sehingga disepakati. Tata kelakuan bersama yang dipelihara serta bersama dan diperlakukan sebagai kebiasaan yang mengandung nilai nilai dalam kehidupan bersama. Tata kelakuan yang dipandang patut diikuti itu sangat perlu dihayati kemanfaatannya, sepanjang patut dijadikan sebagai pendorong perubahan, patut dipandang sebagai hal yang perlu dilestarikan sebagai bagian dari budaya yang menjadi identitas dari sesuatu etnis tertentu, patut diikuti karena nilai nilai yang dikandungnya, patut dipahami dalam kesesuaian norma norma lainnya. 4. norma agama adalah tata kelakuan yang didasarkan pada ajaran ajaran agama yang diyakini sehingga diharapkan akan mewujud pada sikap dan perbuatan mahasiswa tidak saja mereka masih berada dalam proses pembelajaran yang berlangsung akan tetapi kelak setelah selesai studi akan selalu bersikap sesuai dengan tuntutan nilai nilai yang diajarkan oleh ajaran ajaran keagamaan yang diyakini dan dianut. 5. norma hukum adalah tata kelakuan yang didasarkan pada aturan aturan hukum yang disepakati untuk diperlakukan guna menciptakan tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • 24. Kemudian jika dilihat dari sis aksiologis dimana nilai yang diinginkan dalam hukum pada dasarnya terdiri dari nilai yang bersifat aktual dan nilai yang bersifat ideal. Nilai aktual adalah tercapainya dan terwujudnya kehidupan yang tertib dan penuh kedamaian. Sedangkan nilai ideal adalah terwujudnya keadilan dalam kehidupan. Ketertiban adalah suatu kondisi yang serta teratur, segala sesuatu berjalan sesuai prosedur baik itu yang disepakati maupun itu yang diperlakukan, segala sesuatu berjalan sesuai aturan yang berlaku dan aturan yang disepakati seperti keberlakuan keempat norma disebutkan di atas. Kedamaian adalah suatu kondisi yang aman sentosa, kondisi di mana tidak ada pertentangan kepentingan, semua berjalan sesuai cara dan jalannya. Kedua nilai aktual ini dapat diwujudkan melalui penegakan hukum secara konsekuen. Sedangkan keadilan adalah kondisi di mana tercipta suatu keseimbangan, tidak ada tirani dan tidak ada kesewenangan baik oleh individu maupun oleh kelompok. Semuanya berjalan sesuai hak dan kewajiban dan masing masing yang diliputi oleh kesadaran atas hak dan kewajiban pada suatu titik yang seimbang. Disebtt nilai ideal, oleh karena apa yang disebut adil pada hakikatnya sebagai sesuatu yang diinginkan terwujud walaupun terlalu sulit unntuk mewujudkannya. Profesor zainal abidin farid seorang pakar hukum pidana sekaligus seorang pakar hukum adat di dalam kuliahnya menegaskan bahwa keadilan itu adalah merupakan ketidakadilan yang tertinggi. Pernyataan ini dapat dibuktikan bahwa
  • 25. semakin kita mengejar keadilan pada ujungnya ketidak adilan yang akan diperoleh. Dalam ilmu hukum dikenal pembagian keadilan atas keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan yang mengisyaratkan pembagian yang sama. Kalau hal ini dilakukan maka bagaimana dengan orang yang berprestasi tinggi, apakah harus disamakan dengan orang yang tidak berprestasi. Disinilah terlihat ketika keadilan distributif diperlakukan maka hasilnya ketidakadilan yang akan diperoleh. Sebaliknya, ketika keadilan komutatif yang diperlakukan di mana pembagian didasarkan pada prestasi yang dicapai sehingga pembagian akan terwujud dengan hasil yang berbeda sesuai imbalan atas prestasi. Dalam pembagian demikian itu akan lahir kondisi dimana orang yang tidak berprestasi tidak akan memperoleh bagian, bagaimana dengan orang buta, bagaimana dengan orang yang miskin, apakah mereka dibiarkan dan keadilan dilewatkan kepada mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan ketika keadilan komutatif itu diperlakukan. Oleh karena itu, keadilan itu adalah sesuatu yang abstrak, seuatu yang relatif dimana keadilan yang mutlak hanya ada di tangan allah. Tentang krtieria tujuan yang dipersyaratkan adalah sesuai dengan keberadaan manusia pemerintahan sebagai objek materia dari ilmu pemerintahan, di mana dengan kekuaaan yang dimiliki oleh manusia pemerintahan diharapkan dapat melaksanakan kehendak negara sebagaimana diisyaratkan oleh konstitusi negara. Kehendak negara republik indonesia sebagaimana yang dikehendaki oleh konstitusi, terjadi pada dua tujuan utama, yaitu:
  • 26. 1. Tujuan nasional 2. Tujuan internasional, sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya. Kedua tujuan negara inilah untuk selanjutnya dijabarkan secara kelembagaan negara berdasarkan fungsi dan tugas dari masing masing lembaga seperti tujuan yang diemban oleh fungsi dan tugas bidang eksekutif, bidang legislatif, bidang yudikatif dan bidang bidang lainnya sesuai kelembagaan negara yang dibentuk atas dasar kehendak konstitusi seperti tujuan yang diemban oleh lembaga pemeriksa keuangan seperti badan pemeriksa keuangan, badan pemeriksa keuangan dan pembangunan, komisi pemilihan umum dan seterusnya. Di dalam pelaksanaan fungsi dan tugas kelembagaan hukum dalam rangka pencapaian tujuan hasil penjabaran dari tujuan negara, maka tujuan dijabarkan ke dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan dalam artian yang luas yaitu memberian pengayoman, pelayanan dan pemberdayaan. Khusus untuk bidang eksekutif atau pemerintahan dalam artian sempit, maka ketiga tujuan pemerintahan dalam artian yang luas, dilakukan oleh masing masing kementerian dan non kementerian baik secara horizontal maupun secara vertikal. Semua tujuan yang dijabarkan oleh lembaga negara dan pemerintah adalah tujuan dari komitmen suatu kebijakan pemerintah ketika komitmen itu dirumuskan sesuai kebutuhan dan isunya dan apalagi bersentuhan dengan implementasi. Ketiga kriteria dijelaskan di atas adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap isi komitmen suatu kebijakan pemerintah, tatkala
  • 27. kebijakan itu dilakukan perumusan dan dalam rangka implementasinya. 3.2 lingkungan kebijakan pemerintah Variabel yang dipandang dominan mempengaruhi dan mengakibatkan kebijakan pemerintah atau kebijakan publik berada dalam kegiatan dan tindakan yang berubah ubah sesuai dengan pengaruh yang berlangsung, setidaknya dapat dibagi ke dalam 3 sub variabel dominan yang dapat disebutkan, yaitu: 1. Sub variabel lingkungan kebijakan Pembuat kebijakan tidak cukup waktu dan pengetahuan memahami, mengetahui dan mempelajari bagian bagian tertentu dari lingkungan atau konteks yang terjadi, lingkungan membatasi dari lingkungan atau konteks yang terjadi, lingkungan membatasi ruang gerak sekaligus memberikan instruksi apa yang pembuat kebijakan dapat lakukan dengan efektif. lingkungan dalam pengertian luas adalah mencakupi faktor geografis seperti iklim, alam, sumber daya, dan topografi, faktor kependudukan seperti ukuran populasi, persebaran berdasarkan usia, dan lokasi permukiman, faktor budaya politik, faktor struktur sosial atau sistem sosial; dan sistem ekonomi. Di negara lain kebijakan luar negeri dan pertahanan adalah juga sebagai sub variabel lingkungan kebijakan. 2. Sub variabel budaya politik Setiap masyarakat mempunyai budaya yang membedakan nilai dan gaya hidup anggotanya dengan masyarakat lainnya. Antropolog clyde kluckhohn (dunn: 1981) mendefinisikan
  • 28. budaya sebagai ‘’keseluruhan cara hidup seseorang, warisan sosial yang seseorang didapatkan dari kelompoknya, atau budaya dapat diajukan sebagai bagian dari lingkungan yang merupakan kreasi manusia.’’ Bagian budaya yang umum dari masyarakat yang dapat diwujudkan sebagai budaya politik dengan menunjukkan nilai, kepercayaan, dan sikap perhatian terhadap apa yang pemerintah harus lakukan dan bagaimana pemerintah harus mengoperasikan, serta hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Budaya politik berkembang dari satu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi yang mana seseorang, lewat pengalaman yang banyak dari orangtua, teman, guru, pemimpin politik, dan lainnya, mempelajari nilai nilai politik yang relevan, kepercayaan dan sikap hidup budaya politik, kemudian didapatkan seseorang menjadi bagian pembentuk mentalnya, dan terwujud dalam perilakunya. 3. Sub variabel kondisi sosial-ekonomi Adalah benar menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat akan menentukan batas pada apa yang pemerintah dapat dilakukan dalam penyediaan barang dan jasa bagi masyarakatnya. Namun, kenyataan ini kadang kadang disalahkan oleh yang mengasumsikan kegagalan pemerintah mengatasi masalah merupakan pengecualian dari ketidakmampuan atau tidak bertanggung jawab daripada terbatasnya sumber sumber daya. Jelaslah, satu faktor mempengaruhi apa yang pemerintah dapat sediakan dalam
  • 29. program kesejahteraan adalah penggunaan dan ketersediaan sumber sumber ekonomi. Kekurangan sumber ekonomi tentu akan lebih membatasi sebagian besar negara untuk berkembang memakmurkan masyarakatnya termasuk pemerintah amerika jika tidak memiliki dana untuk melakukan apa pun yang setiap orang inginkan. 3.3 pelaku kebijakan Pelaku kebijakan adalah mereka para pemegang otoritas atau lembaga yang karena otoritas dimilikinya dapat menjadi pelaku kebijakan yaitu tidak saja mereka yang mengamankan kebijakan serta sekaligus mereka para kelompok sasaran dalam berbagai karakteristiknya. Namun di antara pelaku kebijakan, ada pelaku yang berperan sebagai pembuat kebijakan yaitu mereka yang harus dibedakan antara pembuat kebijakan dengan perumus kebijakan. Pembuat kebijakan adalah orang atau lembaga yang membuat kebijakan karena otoritas yang dimiliki sedangkan perumus kebijakan lebih diarahkan pada sistem yang berkaitan dengan tindakan perumusan dan oleh karena itu otoritas yang digunakan adalah otoritas kelembagaan. Pengertian ini memberikan arahan pemahaman bahwa pembuat kebijakan implisit perumus kebijakan tetapi perumus kebijakan secara eksplisit terbatas pada otoritas kelembagaan. Lembaga pembuat kebijakan adalah yang memiliki kewenangan menentukan bentuk kebijakan yang diperlakukan (dunn,1981), walaupun demikian kewenangan pembuat kebijakan tetap dibatasi sebab kontrol atau pengawasan akan selalu menyertai proses pembuatan kebijakan. Pengawasan yang berlangsung adalah
  • 30. pengawasan dari pimpinan partai politik dari atau kelompok kelompok penekan yang ada. Lembaga pembuat kebijakan meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, para administrator dn kehakiman walaupun masing masing mewujudkan tugas pembuatan kebijakan ang saling berbela sebagaimana dijelaskan ringkas di bawah ini. Lembaga legislatif Lembaga legislatif sebagaimana ajaran montesquieu dan para pemikir filsafat sezaman menegaskan sebagai lembaga pembuat aturan perundang undangan. Namun jika memperhatikan proses kegiatan yang berlangsung, proses yang berkenaan dengan perbuatan berpikir yang dilakukan oleh anggotanya dalam suatu sistem yang diperlakukan, sesungguhnya mereka bekerja dalam konsentrasi dengan tugas pusat politik dari pembuatan hukum dan menetapkan kebijakan dalam sistem politik. Duun (1981) menegaskan bahwa walaupun diasumsikan bahwa mereka bekerja atas dasar penunjukkan resmi dalam suatu proses politik (demokrasi) namun hasil penelitian menunjukan bahwa legislatif mempunyai independensi dalam fungsi menentukan keputusan. Indefendensi fungsi inilah menempatkan legislatif adalah sebagai lembaga pembuat kebijakan publik. Posisi demikian menempatkan kebijakan publik dalam isi rumusan adalah untuk kepentingan publik dalam artian yang luas dan bukan sekadar publik dalam artian negara yang diartikan hanya untuk kepentingan partai politik yang diwakilinya tetapi sangat tidak mustahil jika pengaruh partai yang diwakilinya akan mewarnai pemikiran secara perorangan atau kelompok.
  • 31. Di dalam konteks demokrasi, peranan legislatif lebih besar dibanding dengan peranan negara dalam perumusan kebijakan publik pada sistem pemerintahan presidentil sebagaimana di indonesia, amerika serikat, dan sejumlah negara dengan sistem demikian sebaliknya pada sistem pemerintahan parlementer walaupun sistemnya parlementer seperti di inggris dan sejumlah negara yang menganut sistem itu. Logika demokrasi memberikan arahan berpikir bahwa besarnnya peranan legislatif pada sistem presidentil adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam kekuatan politik di mana presiden dipandang sebagai pelaksana kekuasaan negara. Sedangkan pada sistem parlementer di mana pemerintahan diselenggarakan berdasarkan hasil kesepakatan politik dari parlemen melalui sistem yang diperlakukan maka terlihat peranan legislatif tidak terlalu besar ole karena peranan itu telah terwakilkan oleh pemerintah dalam hal ini hasil pilihan parlemen yang biasanya berada di tangan seorang perdana menteri. Dari partai mana seorang perdana menteri atau kepala pemerintahan adalah menjadi warna dari pemerintahan dan sekaligus menjadi warna dari kebijakan publik yang diperlakukan. Dengan demikian tidak terlihat peranan legislatif lebih besar ketimbang peranan dari eksekutif yang di pimpin oleh seorang perdana menteri yang terplih dari partai mayoritas dalam parlemen. Terlihat kedudukan presiden atau raja hanya sebagai kepala negara. Lembaga eksekutif Montesquieu, filosof terkenal pada zamannya yang hingga kini pemikirannya masih dijadikan pedoman dan solusi dari berbagai permasalahan pemerintahan, permasalahan yang berkaitan dengan
  • 32. kekuasaan. Ditegaskan di atas, bahwa teori montesquieu yang dikenal dengan teori trias politika, teori yang membagi kekuasan dalam penyelenggaraan pemerintahan atas tiga bidang kekuasaan, satu di antaranya adalah bidang eksekutif. Teori ini memberikan arahan berpikir bahwa kekuasaan eksekutif adalah bidang yang bersangkut paut dengan pelaksanaan aturan yang dibuat oleh bidang legislatif, tegasnya sebagai bidang yang melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh lembaga legislatif, kebijakan yang bersifat stratejik yang secara aktual dirumuskan dalam bentuk undang undang. Namun, keberadaan lembaga eksekutif tidak saja sebagai lembaga pelaksana kebijakan stratejik, tetapi dalam lokus kebijakan karena otoritas yang diemban dan dimilikinya memungkin pada lembaga ini dapat berkedudukan sebagai pembuat kebijakan publik. Berdasarkan hasil penelitian (dunn, 1981), wewenang membuat kebijakan publik dalam era yang disebut ‘’era eksekutif terpusat’’, efektifitas pemerintahan tergantung pada substansi kepemimpinan dan tindakan eksekutif baik dalam perumusan maupun pelaksanaan (dunn, 1981). Dengan mengetengahkan hasil penelitian dengan menampilkan kasus di amerika serikat, dunn menegaskan bahwa: ketidakmampuan badan legislatif membentuk program legislatif yang komprehensif mendorong kongres mengharapkan presiden membuat proposal untuk pembuatan kebijakan publik dalam bentuk rancangan undang undang. Hal ini tidak diartikan, bahwa kongres melakukan apapun yang presiden rekomendasikan tetapi ternyata kurang lebih 40% usulan kebijakan presiden nixon diadopsi oleh kongres walaupun kebijakan yang dibuat di kontrol oleh partai demokrat sepanjang
  • 33. kepemimpinannya. Presiden jimmy carter juga mendapatkan kesulitan memenuhi keinginan kongres meskipun hal itu dikontrol oleh partai pendukungnya. Hasil penelitian dun (1981) merefleksi pada pimpinan pemerintahan lainnya seperti gubernur, bupati, hingga pemerintahan terendah namun harus dipahami bahwa otoritas pembuatan kebijakan publik, kebijakan yang berisfat stratejik adalah inisial yang muncul karena otoritas yang dimiliki selain karena keterbatasan kemampuan legislatif dalam berbagai program yang harus dirumuskan secara komprehensif. Inilah yang dimaksudkan dengan sebagai hak inisiatif dalam konteks proses legislatif di indonesia walaupun pada akhirnya secara formal usulan atas dasar otoritas inisiatif itu akan tetap ditetapkan dan menjadi produk dari lembaga legislatif. Otoritas lain dalam pembuatan kebijakan oleh lembaga eksekutif adalah pembuat kebijakan taktis dan teknis sebagai kebijakan untuk mengimplementasikan kebijakan stratejik, sebagaimana kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan pemerintah guna pelaksanaan suatu undang undang sebagai kebijakan stratejik. Jadi eksekutif tidak dalam tugas administrasi tetapi dalam posisi sebagai pelaksana pemerintahan. Tugas administrasi adalah berkenaan dengan tugas pengaturan baik itu secara taktis maupun itu secara teknis, tetapi tugas eksekutif adalah tugas yang berkenaan dengan pelaksanaan pemerintahan. Agen agen (pelaku pelaku) administratif Sistem administrasi pada setiap negara pada praktiknya berbeda satu dengan yang lain walaupun secara teorits memperlakukan teori sistem
  • 34. di dalam pengaturannya. Perbedaan itu akan nampak pada berbagai karakteristik penampilan seperti ukuran, kompleksitas, tingkatan organisasi, dan tingkatan otonomi pengaturanya walaupun suatu doktrin umum dalam ilmu politik menegaskan bahwa badan administratif yang terbentuk hanya karena kemauan politik (para pelaku politik) dan keberadaanya hanya karena kebijakan politik pemerintahan. Namun pada dewasa ini, keberadaan badan administrasi menjadi mutlak karena politik dan administrasi dalam teori sistem adalah saling berhubungan dan malah berinteraksi dalam sistem yang lebih luas. Oleh karena itu badan administrasi berkedudukan sebagai agen administratif yang menjadi bagian dari pengembangan kebijakan publik. Contoh: keberadaan badan administrasi antariksa nasional amerika, badan administrasi kepegawaian negara di indonesia. Kebijakan publik yang dibuatnya bukanlah dalam bentuk undang undang tetapi peraturan peraturan yang bukan saja bersifat taktis dan teknis tetapi menjangkau yang stratejik yang isinya mengatur kepentingan dari orang banyak dalam hal hal tertentu. Partisipatoris tidak resmi Di dalam proses pembuatan kebijakan publik sangat diperlukan informasi sebanyak banyaknya dari berbagai sumber seperti para kelompok pemerhati yang biasanya terhimpun dalam lembaga swadaya masyarakat, organisasi partai politik, organisasi masa, organisasi profesi, media komunikasi dan bisa mungkin para penduduk. Keikutsertaan mereka dalam proses, menempatkan mereka
  • 35. sebagai pembuat kebijaka publik namun harus dipandang sebagai para partisipator yang tidak resmi. Dan oleh karena itu, apa yang disebut pelaku kebijakan (stakeholder) adalah semua yang terlibat dalam kebijakan baik pada perumusan, maupun pada implementasi. Sedangkan masyarakat (publik) tidak saja sebagai pelaku kebijakan atau subjek kebijakan akan tetappi sekaligus sebagai objek kebijakan atau menjadi kelompok sasaran dari suatu kebijakan berada dalam status yang berbeda beda sehingga menempatkan isi komitmen kebijakan akan berbeda sesuai peran dan status publik. Ketika publik dalam status sebagai anggota masyarakat maka isi komitmen diarahkan pada fungsi dan tugas pelayanan pemerintah atas berbagai kebutuhan primer, sekunder dan tertier, ketika publik dalam status rakyat maka isi komitmen diarahkan pada pemenuhan hak kedaulatan yang dimiliki seperti hak demokratisasi, kebebasan, keadilan, dan persamaan, ketika publik dalam status sebagai warga negara maka isi komitmen diarahkan pada pemenuhan hak dan kewajiban yang dimiliki dalam hubungan warga negara dengan negara, ketika publik sebagai penduduk maka isi komitmen diarahkan pada pembeban oleh pemerintah atas sejumlah keharusan yang harus dipenuhi seperti keharusan untuk memiliki kartu tanda penduduk, ketika publik dalam status kelompok kepentingan maka isi kebijakan harus diarahkan pada kebutuhan para kelompok kepentingan seperti pelayanan terhadap patai politik, golongan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal pengayoman, demikian pula yang harus dilakukan di mana setiap publik memerlukan perlakuan atas perlindungan hukum, perlindungan kepentingan, perlindungan berusaha dan sejumlah
  • 36. perlindungan lainnya. Demikian dengan pula pemberdayaan bahwa setiap publik memiliki hak untuk memperoleh pengembangan potensi yang dilakukan oleh pemerintah. 3.4 polarisasi kebijakan pemerintah Salah satu persyaratan dalam penampilan suatu kebijakan, keharusan adanya otoritas yang melandasi keberadaan dan keberlakuan kebijakan. Kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan akan berada pada kutub kutub atau pada arus mana kekuasaan itu berlangsung. Memahami kutub kutub dari mana awalnya suatu kegiatan, pemikiran akan berada pada polarisasi pemikiran. Kebijakan dapat saja berlangsung dalam kegiatan yang terpolakan sama, dan bisa mungkin dalam pola ketidaksamaan yang melahirkan pola pola kebijakan kedalam 3 bentuk pola, yaitu: 1) Kebijakan monopolar 2) Kebijakan bipolar 3) Kebijakan multipolar Kebijakan monopolar adalah kebijakan yang berlangsung satu arah, dapat berasal dari pemengang otoritas tertentu dan karena dominasi perannya atau arogansi otoritasnya. Contoh: kebijakan yang berlangsung pada rezim soeharto di mana seluruh kebijakan berasal dari otoritas soeharto selaku presiden, selaku kepala eksekutif, selaku ketua / pembina partai yang berkuasa. Kebijakan bipolar adalah kebijakan yang berlangsung dari dua arah secara seimbang yang biasanya kebijakan yang diperlakukan oleh pemegang otortias karena fungsinya, seperti otoritas legislatif dengan
  • 37. kebijakan stratejik dalam bentuk undang undang yang diperlakukan yang secara bersama sama diproses, dilegitimasi dengan eksekutif. Kebijakan bipolar menciptakan suatu keseimbangan otoritas melalui jalur check and balance. Kebijakan multipolar adalah kebijakan yang berlangsung dari begitu banyak otoritas yang bermain, ada kehendak yang berasal dari otoritas eksekutif, ada dari otoritas legislatif, dan ada muncul dari kehendak kelompok masyarakat baik yang terwaikili lewat dewan perwakilan rakyat maupun yang tidak terwakili. Kebijakan demikian yang sering dilihat mem back up kebijakan bipolar di mana kadang kala eksekutif mendominasi keinginan dan kadangkala legislatif yang mendominasinya. Persolana yang muncul dari kebijakan demikian adalah terjadinya stagnasi dalam penyelenggaraan keinginan untuk kepentingan publik dan pada ujung ujungnya dapat tercipta kebijakan yang mutualistik simbiostik. Kebijakan yang bermuatan kesepakatan politik. Contoh: kebijakan co. branding yang dipopulerkan oleh gubernur gorontalo periode Ir. Dr. Fadel muhammad. Polarisasi kebijakan dapatpula dipahami dari lokus hirarki, ada kebijakan yang berlangsung dari atas kebawah, dan ada yang sebaliknya. Dari atas kebawah disebut pola kebijakan sentralistik sedangkan sebaliknya disebut pola kebijakan desentralistik. Polarisasi kebijakan sentralistik, segala sesuatu yang berkenaan kebijakan baik isi dan pelaksanaan, bermula dari kehendak penguasa yang tertinggi, dijabarkan kebawah melalui berbagai kebijakan.
  • 38. Sedangkan polarisasi kebijakan polarisasi kebijakan desntralistik, kehendak kehendak yang diinginkan bermula dari bawah. Secara teori, salisbury dan heinz (1970) membagi pola kebijakan ke dalam 2 pola, yaitu: 1) Pola kebijakan terintegrasi, yang terdiri dari corak kebijakan redistributif dan corak kebijakan self-regulatif. 2) Pola kebijakan yang terpecah, yang terdiri dari corak kebijakan distributif dan corak kebijakan regulatif. Kebijakan redistibutif menyerap biaya yang rendah dalam rangka pembentukan / perumusannya, sedangkan yang self-regulatif akan menyerap biaya yang tinggi. Pola sama tetapi resiko berbeda. Sebaliknya kebijakan distributif menyerap biaya yang rendah sedangkan kebijakan regulatif akan menyerap biaya yang tinggi. 3.5 gaya penetapan kebijakan Gaya penetapan kebijakan, dapat saja terjadi sesuai dengan gaya kepemimpinan pembuat kebijakan. Gaya demokratis ditunjukkan oleh cara yang dilakukan seperti keterbukaan, tawar menawar yang dikembangkan oleh anderson (wibawa dkk, 1994), otoriter, demokratis dan konsultatif oleh vroom dan yetton (wibawa dkk, 1994), gaya perhitungan, pertimbangan, kompromi dan inspirasi oleh thompson (wibawa dkk, 1994). Kaitannya dengan gaya kepemimpinan, diperlukan pemahaman atas masalah kepemimpinan baik itu menyangkut tipe pemimpin dan kepemimpinan serta gaya dan kemampuan.  Tipe tipe pemimpiin
  • 39. Penelitian berkenaan dengan kepemimpinan baru sampai pada simpulan tentang perbedaan pokok antara dua pola kepemimpinan yang berbeda, pola authoritarian (task) approach dengan pola supportive (social-emotional) approach. Ciri dari supportive leader antara lain berorientasi kepada bawahan, demokratis, pengawasan bersifat umum, tidak terlalu ketat dan selalu mempertimbangkan bawahannya. Sebaliknya tentang authoritarian leader, telah menggantungkan diri pada kekuasaan serta kewenangan dalam memberi hukuman.  Gaya pemimpin Praktik dan gaya kepemimpinan yang berbeda dapat diklasifikasikan menurut pandangan atau filosofi yang dianut seorang pemimpin (atasan) kepada bawahan atau pengikutnya. Keith davis (syukur abdullah, 1990) membedakan 3 tipe pokok kepemimpinan dalam suatu organisasi, yaitu: 1) Authority leaders yaitu pemimpin yang memusatkan otoritas dalam pengambilan keputusan pada dirinya sendiri. Instruksi dan informasi yang disampaikan dalam batas batas keperluan pelaksanaan tugas dari bawahan. Partisipasi dari bawahan tidak ada, pemimpin memegang seluruh kekuasaan dan kewenangan dan memukul seluruh tanggung jawab. Pemimpin cenderung untuk bersikap negatif oleh karena pengikut (kawalan) kurang mendapatkan informasi, kurang aman dan merasa kurang kepastian dalam pekerjaan, dan rasa takut terhadap kekuasaan yang besar dari pemimpin (atasan)
  • 40. 2) Participative leaders, pemimpin yang mendesentralisir kewenangan managerial yang dimiliki. Keputusan keputusan dibuat atas dasar konsultasi dan dengan partisipasi dari para pengikut (bawahan). Pemimpin membuat sedemikian rupa sehingga ‘’group’’ yang dipimpinnya merupakan ‘’social-unit’’. Bawahan atau pengikut mendapatkan informasi yang cukup luas tentang faktor faktor yang mempengaruhi tugas dan kelompok kerja mereka dan mendorong untuk bangkitnya pikiran pikiran baru, saran saran atau usul usul. 3) The free rein leaders, pemimpin dengan gaya yang cenderung mengarahkan sepenuh kepada bawahan, untuk menetapkan tujuan serta melaksanakan rencana rencana. Pemimpin dengan gaya demikian sangat tergantung kepada bawahan atau pengikut, terutama kepada pembantu pembantu yang dekat. Para anggota kelompok yang dipimpin harus memotivasi diri sendiri, dan pemimpin hanya berfungsi sebagai ‘’contact man’’, terhadap pihak luar, memberikan informasi kepada para anggota kelompok tentang hal hal yang dibuktikan untuk pelaksanaan tugas. Menilai ketiga jenis gaya kepemimpinan yang merefleksi gaya penetapan kebijakan, menunjukkan bahwa masing masing memiliki hal yang positif yang dapat membawa kebaikan kebaikan selain memiliki segi segi yang merugikan, sebagaimana dijelaskan berikut.
  • 41. Authority leadership, dapat memberikan motivasi yang kuat, mempercepat pengambilan keputusan, sehingga mencapai tujuan yang tepat. Juga memberi kemungkinan dipakainya ‘’unsur unsur pimpinan menengah’’ yang kualitasnya tidak terlalu tinggi, oleh karena tugas pokoknya hanyalah menyalurkan perintah dari atasan kepada bawahan. Pemimpin sangat sedikit terlibat dalam perencanaan, pengorganisasian dan pengambilan keputusan. Juga hanya sedikit inisiatif dibutuhkan dari pimpinan bawahan. Sebaliknya authoratic leadership, memiliki kelemahan kelemahan yang besar oleh karena itu memungkinkan implikasi moral yang rendah dan konflik. Kelemahan lainnya dari authoratic leadership ialah bahwa tidak digunakan usaha pencapaian tujuan ,jika ada hanya menggunakan separuh tenaga yang tersedia. Participative leadership berusaha mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki dengan menggali pikiran pikiran kreativitas dari bawahan. Bawahan diberikan kebebasan untuk berinisiatif dan mengembangkan bakatnya, dengan tetap memperhatikan batas batas pengawasan. Kelemahannya ialah bahwa disini dibutuhkan koordinasi yang lebih baik dan komunikasi yang lebih lancar dan terbuka. Artinya dibutuhkan mutu kepemimpinan yang lebih tinggi untuk mencapai sukses. Free rein leadership, dapat dipandang sebagai kebalikan dari dan yang lain mengabaikan peranan pemimpin dalam usaha pencapaian tujuan. Motivasi yang bersumber dari atasan hampir tidak ada, sehingga terbuka kemungkinan bagi bagian bagian organisasi untuk masing masing mencari jalan sendiri. Dengan demikian lebih mudah timbul
  • 42. keadaan keadaan ‘’chaos’’, kekacauan dalam organisasi. Diantara ketiga gaya kepemimpinan di atas, participative leadership dianggap yang paling baik dan paling memberi harapan, dalam rangka pencapaian tujuan dan menjamin ketenangan kerja dari bawahan. Namun demikian dalam praktik janrang ditemukan bentuk murni dari ketiga tipe kepemimpinan di atas. Perubahan waktu dan perkembangan situasi, menyebabkan gaya kepemimpinan dapat berubah ubah dari waktu ke waktu yang lain, dan bervariasi antara seorang pemimpin dengan pemimpin yang lain. Satu gaya kepemimpinan yang baru muncul adalah gaya delegatif walaupun sesungguhnya cenderung memperlihatkan gaya partisipatif dan di lain pihak memperhatikan gaya yang free rain. Gaya delegatif adalah gaya yang menyerahkan otoritas kepada para pembantunya. Penyerahan yang dilakukan sangat baik dalam kerangka penciptaan efektivitas dan efesiensi, namun jika delegatif tanpa kendali maka akan terkesan adanya gaya authoritative yang terlindung, di sisi lain nampak gaya authoritative yang terbungkus oleh partisipasi. Gaya gaya penetapan demikian ini dapat diamati secara seksama dalam keprilakuan pemimpin dalam memperlakukan sesuatu kebijakan.