Dokumen tersebut membahas tentang sistem rumah tangga daerah di Indonesia. Terdapat tiga sistem rumah tangga daerah yaitu sistem rumah tangga materiil, sistem rumah tangga formil, dan sistem rumah tangga riil. Sistem rumah tangga materiil membagi tugas secara rinci diatur dalam undang-undang, sedangkan sistem rumah tangga formil membagi tugas berdasarkan efisiensi dan efektivitas tanpa rinci. Sistem rumah tangga riil mengkombinasi
1. Sistem Rumah Tangga Daerah
sistem rumah tangga adalah tatanan yang bersangkutan dengan tugas, wewenang dan
tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Di dalam pelaksanaan tata
kelola pemerintahan yang menyangkut dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab harus
memiliki konsep yang jelas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. hal ini bertujuan
agar pengusahaan tata kelola pemerintahan daerah dapat berjalan sesuai dengan prosedur dsan
memilikim landasan hukum maupun teritis yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara
konstitusi maupun secara moral kepada masyarakat selaku pemilik hekuasaan. Sistem rumah
tangga daerah dapat di bagi menjadi 3 sistem.
1. sistem rumah tangga materil
sistem rumah tangga materil adalah pembagian tugas,wewenang dan tanggungjawab antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam Undang-undang
dan turunan hirarki di bawahnya. sistem rumah tangga ini berpangkal tolak dari pemikiran bahwa
antara urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah dapat dibedakan yang kemudian di
tuangkan dalam landasan hukum yang mengikat terhadap urusan tersebut. dalam pasa 10 dan 13
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dijelaskan secara normatif urusan-
urusan mana yang menjadi domainnya pemerintah, pusat dan daerah. jika ditilik lebih jauh
dengan mempertimbangkan azas otonomi daerah sisitem rumah tangga ini tidak memberikan
kebebasan dan kemandirian daerah otonom. urusan-urusan tersebut di berikan kepada
pemerintah daerah selaku yang berwenang di daerah otonom oleh pemerintah pusat, jadi hak-hak
dasar sebuah daerah otonom tidak terpenuhi oleh sistem rumah tangga ini. kemudian di dalam
pelaksanaannya juga menghadapi berbagai kerancuan. contohnya di dalam pasal 13 UU no 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah urusan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan
diserahkan kepada pemerintah daerah, namun standarisasi kelulusan siswa di tentukan oleh
peerintah pusat. disini bisa kita lihat sebuah kerancuan dan tumpang tindih urusan yang
notabene telah diberikan kepada pemerintah daerah namun pemerintah pusat masih tetap
mengikat dengan standarisasi tingkat nasional. contoh di atas tadi sangat tidak menghargai
konsensus yang telah di sepakati bersama.
2. sistem rumah tangga formil
sistem rumah tangga formil adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab atara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dijelaskan secara rinci. artinya, sebuah urusan
pemerintahan diserahkan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat dengan
mempertimbangkan tingkat efisiensi (berdaya guna) dan efektivitas (berhasil guna). sistem
rumah tangga ini mempunya landasan pemikiran bahwa tidak ada perbedaan urusan secara
prinsipnya antara urusan pemerintah pusat atau urusan pemerintah daerah. sistem ini sudah lebih
baik jika si bandingkan dengan sisitem rumah tangga materil, karena unsur-unsur pemberian hak
kemandirian dan kebebasan daerah otonom dalam mengurus rumah tanggany sendiri. contohnya
seperti pelaksanaan ritual “balimau kasai” di kabupaten pelalawan, “bakar tongkang” di
kabupaten Rokan Hilir, “pacu jalur” di Kabupaten Kuantan singingi.
2. Namun di dalam pelaksanaan sistem rumah tangga ini, terdapat beberapa kendala yang dialami
oleh pemerintah daerah. yaitu antara lain ;
a. sistem rumah tangga ini menuntut pemerintah daerah agar mempunyai inisiatif yang tinggi.
apa saja urusan penyelenggaraan pemerintah yang bisa di laksanakan oleh pemerintah derah. hal
ini berpotensi terjadinya perbedaan yang mencolok antara daerah yang memiliki inisiatif tinggi
dengan daerah yang memiliki inisiatif yang rendah. dengan demikian tingkat keegoan daerah
meningkat yang tentu mengancam negara republik indonesia dalam kerangka negara kesatuan.
b. anggaran daerah yang terbatas untuk melaksanakan seluruh usaha penyelenggaraan
pemerintah yang sekiranya sangat efektif dan efisien jika dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
c. pemerintah derah sulit untuk mengetahui urusan-urusan apa saja yang tidak diberikan dan
yang telah diberikan. karena urusan tersebut tidak terdapat pada legal formal yang menjadi dasar
hukum usaha penyelenggaraan pemerintah. akibatnya pemerintah daerah tidak berani untuk
berinisiatif menyelenggarakan urusan tersebut dengan kekhawatiran akan menyalahi tugas,
wewenang dan tanggungjawabnya.
3. sistem rumah tangga Riil
SIstem rumah tangga riil (nyata) adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab antara
pemerintah pyusat dengan pemerintah daerah yang mengambil jalan tengah dari sistem rumah
tangga materil dan sistem rumah tangga formil. artinya, sistem rumah tangga ini
mengkombinasikan 2 sistem rumah tangga daerah. dalam konspnya, sistem rumah tangga Riil
lebih banyak memakai azas sistem rumah tangga formil. dimana dalam urusan rumah tangga
formil ini menjamin kebebasan dan kemandirian daerah otonom. sedabgkan azas sisitem rumah
tangga meteri yang diadopsi adalah dalam hal urudan yang berdifat umum yang prinsipnya di
jelaskan secara normatif dalam Undang-undang.
http://arinugrohosusanto.wordpress.com/2010/05/15/sistem-rumah-tangga-daerah/
SISTEMOTONOMI DAERAHDI INDONESIA
November19th,2011 • Related• FiledUnder
FiledUnder:Umum
Tags: OTONOMIDAERAH INDONESIA
SistemOtonomi Daerah
3. Sistemotonomi terdapat duasistem,yaitusistemotonomimateriil dansystemotonomi formal.Oleh
Sujamto(1990) keduaistilahini lazimjugadisebutpengertianrumahtanggamateriil (materiele
huishoudingsbegrip) danpengertianrumahtanggaformil (formeele huishoudingsbegrip)
Koesoemahatmadja(1978) menyatakanadatiga ajaran rumahtangga yang terkenal yaitu:
a. AjaranRumah Tangga Materiil (materielehuishoudingsleer) atauPengertianRumahTanggaMateriil
(materielehuishoudingsbegrip),
bahwadalamhubunganantara pemerintahpusatdanpemerintahdaerahadapembagiantugasyang
jelas,dimanatugas-tugastersebutdiperincidenganjelasdandiperiinci dengantegasdalamUndang –
Undang tentangpembentukansuatudaerah.
b. AjaranRumahTangga Formil (formil huishoudingsleer) atauPengertianRumahTanggaFormil
(formeele huishoudingsbegrip)
Disini tidakterdapatperbedaansifatantaratugas-tugasyangdiselenggarakanolehpemerintahpusat
dan olehpemerintahdaerah.Pembagiantugasdidasarkanataspertimbanganrasional danpraktis.
c. AjaranRumah Tangga Riil (riele huishoudingsleer) atauPengertianRumahTanggaRiil (riele
huishoudingsbegrip)
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/sistem-otonomi-daerah-di-indonesia/
I. Pendahuluan
Perkembangan sebuah ilmu sangat ditentukan oleh kemampuannya
menjawab berbagai masalah-masalah sosial dan alam yang menjadi bidang
garapannya. Semakin fungsional sebuah ilmu- dalam arti mampu menjalankan
sekurang-kurangnya lima fungsi utama ilmu – akan semakin banyak
pendukungnya. Hal tersebut pada gilirannya akan mendorong semakin banyak
orang yang mempelajari dan menghasilkan teori maupun konsep baru.
Sebaliknya, apabila sebuah ilmu tidak fungsional dalam menjawab kebutuhan
masyarakat, maka ilmu tersebut akan ditinggalkan oleh masyarakat dan akhirnya
akan mati.
Kemampuan suatu ilmu untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat
akan sangat tergantung pada epistemologinya, karena salah satu hal yang
membedakan antara ilmu satu dengan ilmu lainnya adalah dari segi
metodologinya.(Wasistiono, 2001)
Demikian juga halnya dengan Ilmu Pemerintahan. Dari berbagai literature
dapat lihat bahwa bahwa pemerintahan disamping sebagai sebuah pengetahuan
(knowledge) adalah sekaligus juga meruapakan sebuah kemahiran (know-how).
Karena itu Ilmu Pemerintahan diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan
4. dalam kehidupan manusia, termasuk dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia dewasa ini.
Gelombang perubahan yang melanda Indonesia pasca jatuhnya
pemerintahan orde baru, membuka wacana dan gerakan baru diseluruh aspek
kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam dunia pemerintahan. Semangat
yang menyala-nyala untuk melakukan reformasi, bahkan cennderung melahirkan
euphoria, memberikan energi yang luar biasa bagi bangkintya kembali wacana
otonomi daerah, setelah hampir sepertiga abad ditenggelamkan oleh rezim
otoritarian orde baru dengan politik stick and carrot-nya (Sri Budi Santoso :
2000). Salah satu unsur reformasi total itu adalah tuntutan pemberian otonomi
yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Marsdiasmo (1999), menyatakan
bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar, paling tidak untuk dua alasan. Pertama,
intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa yang lalu telah
menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah
dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah ,
Kedua, tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk
memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek
kehidupan manusia di masa akan datang.
Dalam sejarah perkembangannya kebijakan otonomi daerah di Indonesia
mengikuti pola seperti pada bandul jam yaitu beredar antara sangat sentralistik
dan sangat desentarlistik. Apabila kebijakan yang dilaksanakan sangat
sentralistik maka bandulnya akan ditarik kembali kepada arah titik
keseimbanganm desentralistik demikian pula sebaliknya. Hal ini dapat dilihat
dengan mengikuti perkembangan pelaksanaan otonomi daerah melalui
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya mulai dari UU nomor 1 tahun
1945 sampai dengan UU Nomor 22 tahun 1999.
Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi
di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai
tiga tujuan. Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa
dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan
administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi
pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat,
tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan social ekonomi, yakni
meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat.(Sadu Wasisitiono;2003)
5. Dalam malakah ini mencoba untuk membahas sejarah perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai
dengan era reformasi sekarang ini dengan melihat oelaksanaan undang-undang
otonomi daearh dalam era tersebut. untuk dapat membedakan pelaksanaan
otonomi daerah pada masing-masing undang-undang maka kami akan
mengakajinya dari sudut sisitem yang digunakan. Kemudian untuk memudahkan
pemahamannya maka dalam penulisan makalah ini kami membaginya menjadi
dua bagian. Pada bagian pertama kami akan mengakaji tentang system otonomi
daerah. Sedangkan pada bagian kedua mengkaji tentang perkembangan system
yang digunakan pada masing-masing Undang-Undang otoniomi daerah yang
pernah digunakan sepanjang sejarah Republik Indonesia.
II. Sistem Otonomi Daerah
Yang dimaksud dengan faham atau sistem otonomi disini ialah patokan
tentang cara penentuan batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang
tata cara pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah menurut
suatu prinsip atau pola pemikiran tertentu. (Sujamto; 1990)
Banyak istilah yang digunakan oleh para ahli untuk menerjemahkan
maksud tersebut diatas. Penulis paling tidak mengidentifikasi ada empat istilah
yang digunakan oleh para ahli untuk memahaminya. Istilah-istilah itu antara lain
sistem, paham, ajaran, pengertian.
Adapun mengenai faham atau atau system otonomi tersebut pada
umumnya orang mengenal ada dua faham atau system pokok, yaitu faham atau
system otonomi materiil dan faham atau system otonomi formal. Oleh Sujamto
(1990) kedua istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materiil
(materiele huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele
huishoudingsbegrip)
6. Koesoemahatmadja (1978) menyatakan ada tiga ajaran rumah tangga
yang terkenal yaitu :
a. Ajaran Rumah Tangga Materiil (materiele huishoudingsleer) atau
Pengertian Rumah Tangga Materiil (materiele huishoudingsbegrip),
b. Ajaran Rumah Tangga Formil (formil huishoudingsleer) atau Pengertian
Rumah Tangga Formil (formeele huishoudingsbegrip)
c. Ajaran Rumah Tangga Riil (riele huishoudingsleer) atau Pengertian
Rumah Tangga Riil (riele huishoudingsbegrip)
Pada ajaran rumah tangga meteril bahwa dalam hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada pembagian tugas yang jelas,
dimana tugas-tugas tersebut diperinci dengan jelas dan diperiinci dengan tegas
dalam Undang –Undang tentang pembentukan suatu daerah. Artinya rumah
tangga daerah itu hanya meliputi tugas-tugas yang telah ditentukan satu persatu
dalam Undang-Undang pembentukannya. Apa yang tidak termasuk dalam
perincian tidak termasuk dalam rumah tangga daerah, melainkan tetap berada
ditangan pemerintah pusat. Jadi ada perbedaan sifat materi antara tugas
pemerintah pusat dam pemerintah daerah.
Adapun mengenai ajaran rumah tangga formil disini tidak terdapat
perbedaan sifat antara tugas-tugas yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat
dan oleh pemerintah daerah. Apa yang dapat dikerjakan oleh pemerintah pusat
pada prinsipnya dapat dikerjakan pula oleh pemerintah daerah demikian pula
sebaliknya. Bila ada pembagian tugas maka itu didasarkan atas pertimbangan
rasional dan praktis. Artinya pembagian tugas itu tidaklah disebabkan karena
materi yang diatur berbeda sifatnya, melainkan semata-mata karena keyakinan
bahwa kepentingan daerah itu lebih baik dan berhasil jika diselenggarakan
sendiri daripada diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Jadi pertimbangan
7. efisiensilah yang menentukan pembagian tugas itu bukan disebabkan oleh
perbedaan sifat dari urusan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
http://orangbuton.wordpress.com/2008/10/16/studi-sejarah-terhadap-sistem-otonomi-daerah-di-
indonesia/
KonsepOtonomi Daerah
Sehari sesudahmerdeka,NegaraKesatuanRIpadadasarnyatelahmenetapkanpilihannyasecaraformal
pada dianutnyaasasdesentralisasi dalampenyelenggaraanpemerintahan,denganmemberikan
kesempatandankeleluasaankepadadaerahuntukmenyelenggarakanotonomi daerah.Hal itudapat
disimpulkandari bunyi BabIV,pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya.Dalampasal 18 UUD 1945, antara
laindinyatakanbahwa“pembagiandaerahIndonesiaatasdaerahbesardan kecil,denganbentukdan
susunanpemerintahannyaditetapkandenganundang-undang”.Sementara,dalampenjelasanpasal
tersebutantaralaindikemukakanbahwa:
“…olehkarenanegaraIndonesiaitusuatu“eenheidsstaat”,makaIndonesiatakakanmempunyai daerah
di dalam lingkungannyayangbersifatstaatjuga.DaerahIndonesiaakandibagi dalamdaerahpropinsi
dan daerahyang lebihkecil.Daerahitubersifatotonom(streckdanlocale rechtsgemeenchappen) atau
bersifatdaerahadministrasibelaka,semuanyamenurutaturanyangakanditetapkandenganundang-
undang”.
DalamamandemenkeduaUUD 1945, ketentuantersebutmengalami perubahan.Perubahantersebut
tidakmerubahesensinya,tapi lebihbersifatmempertegas,memperjelasdanmelengkapi.Disebutkan,
misalnya,“NegaraKesatuanRIdibagi atasdaerah-daerahprovinsi dandaerahprovinsi itudibagiatas
kabupatendankota,yang tiap-tiapprovinsi,kabupaten,dankotaitumempunyai pemerintahandaerah”
(pasal 18 ayat 1). Pemerintahdaerahtersebutmengaturdanmengurussendiriurusanpemerintahan
menurutasasotonomi dantugas pembantuan(pasal 18 ayat 2). Selanjutnya,dikatakanbahwa
pemerintahandaerahmenjalankanotonomiseluas-luasnya,kecuali urusanpemerintahanyangoleh
undang-undangditentukansebagai urusanPemerintahPusat(pasal 18 ayat 5 UUD 1945).
Secara etimologi,perkataanotonomiberasal dari bahasalatin“autos”yangberarti sendiri dan“nomos”
yang berarti aturan.Dengandemikian,mula-mulaotonomi berartimempunyai “peraturansendiri”atau
mempunyai hak/kekuasaan/kewenanganuntukmembuatperaturansendiri.Kemudianarti ini
berkembangmenjadi “pemerintahansendiri”.Pemerintahansendiri ini meliputi pengaturanatau
perundang-undangansendiri,pelaksanaansendiri,dandalambatas-batastertentujugapengadilandan
kepolisiansendiri (JosepRiwuKaho,1991:14). Sementaraitu,dalamUU No.32/ 2004 tentang
PemerintahDaerahditegaskanbahwaotonomi daerahadalahhak,wewenangdankewajibandaerah
otonomuntukmengaturdanmengurussendiri urusanpemerintahandankepentinganmasyarakat
setempatsesuai denganperaturanperundang-undangan.
Urusan pemerintahandankepentinganmasyarakatsetempatyangdiaturdandiurustersebutmeliputi
kewenangan-kewenanganyangdiserahkanolehpemerintahpusatkepadadaerah-daerahuntuk
diselenggarakanmenurutprakarsasendiri berdasarkanaspirasi masyarakat.Josef RiwuKaho(1991:15-
17) menyebutkanberbagai teknikuntukmenetapkanbidangmanayangmenjadi urusanpemerintah
8. pusatdan mana yang merupakanwewenangpemerintahdaerah,yaitu(a) sistemresidu,(b) sistem
material,(c) sistemformal,(d) sistemotonomi riil,dan(e) prinsipotonomi yangnyata,dinamisdan
bertanggungjawab.
Dalam sistemresidu,secara umum telahditentukan lebihdahulutugas-tugas yang menjadi
wewenangpemerintahpusat, sedangkansisanya menjadi urusan rumah tangga daerah. Kebaikannya
terutama terletak pada saat timbulnyakeperluan-keperluanbaru,pemerintahdaerah dapat dengan
cepat mengambil keputusandan tindakan yang dipandang perlu,tanpa menunggu perintahdari
pusat. Sebaliknya,sistemini dapat pula menimbulkankesulitanmengingatkemampuandaerah yang
satu dengan yang lainnya tidak sama dalam pelbagai lapangan atau bidang. Akibatnya, bidangatau
tugas yang dirumuskansecara umum ini dapat menjadi terlalusempitbagi daerah yang
kemampuannya terbatas.
Sementara,dalamsistemmaterial,tugaspemerintahdaerahditetapkansatupersatusecaralimitatif
atau terinci.Di luartugas yangtelahditentukan,merupakanurusanpemerintahpusat.Kelemahannya,
sistemini kurangfleksibel karenasetiapperubahantugasdanwewenangdaerahharusdilakukannya
melalui proseduryanglamadanberbelit-belit.Akibatnya,memghambatkemajuandaerah,karena
merekaharusmenunggu penyerahanyangnyatabagi setiapurusan.Kadang-kadangsuatuurusan
menjadi terbengkelai,tidakdiurusolehpemerintahpusatdantidakpulaolehpemerintahdaerah.
Sedangkandalamsistemformal,daerahbolehmengaturdanmengurussegalasesuatuyangdianggap
pentingbagi daerahnya,asal sajatidakmencakupurusanyangtelahdiaturdan diurusolehpemerintah
pusatatau pemerintahdaerahyanglebihtinggi tingkatannya.Dengankatalain,urusanrumahtangga
daerahdibatasi olehperaturanperundang-undanganyanglebihtinggitingkatannya.
Dalamsistemotonomi riil,penyerahanurusanatautugasdankewenangankepadadaerahdidasarkan
pada faktoryang nyataatau riil,sesuai dengankebutuhandankemampuanyangriil dari daerahmaupun
pemerintahpusatsertapertumbuhankehidupanmasyarakatyangterjadi.Karenapemberiantugasdan
kewajibansertawewenangini didasarkanpadakeadaanriil di dalammasyarakat,makakemungkinan
yang dapatditimbulkannyaialahbahwatugasatauurusanyang selamaini menjadi wewenang
pemerintahpusatdapatdiserahkankepadapemerintahdaerahdenganmelihatkepadakemampuan
dan keperluannyauntukdiaturdandiurussendiri.Sebaliknya,tugasyangkini menjadiwewenang
daerah,pada suatuketika,bilamanadipandangperludapatdiserahkankembali kepadapemerintah
pusatatau ditarikkembali dari daerah.
Prinsipotonomi yangnyata,dinamisdanbertanggungjawabdikenal dalamUUNo.5 tahun1974 sebagai
salahsatu variasi dari sistemotonomi riil.DalamUUtentangPemerintahDaerahyangbaru, yaituUU
No.22 tahun 1999, otonomi daerahdilaksanakandenganmemberikankewenanganyangluas,nyata
dan bertanggungjawabkepadadaerahsecaraproporsional yangdiwujudkandenganpengaturan,
pembagiandanpemanfaatansumberdayanasional yangberkeadilan,sertaperimbangankeuangan
pusatdan daerah.
Agar otonomi daerahdapatdilaksanakansejalandengantujuanyanghendakdicapai,Pemerintahwajib
melakukanpembinaanyangberupapemberianpedomanseperti dalampenelitian,pengembangan,
perencanaandanpengawasan.Di sampingitudiberikanpulastandar,arahan,bimbingan,pelatihan,
supervisi,pengendalian,koordinasi,pemantauandanevaluasi.Bersamaandenganitu,Pemerintahwajib
memberikanfasilitasi berupapemberianpeluang,kemudahan,bantuan,dandorongankepadadaerah
9. agar dalam melaksanakanotonomi dapatdilakukansecaraefisiendanefektifsesuai denganperaturan
perundang-undangan.
http://sdnsilihwangi1.blogspot.com/2011/02/makalah-kebijakan-pendidikan-di-era.html
Teori Pembagian Kewenangan Dalam Negara
Filed under: Law — 1 Komentar
Desember 21, 2008
Saya dapat tugas mencari sistem pembagian kewenangan ini… Lumayan susah carinya.
Makanya saya mau share, sapa tau berguna buat yang lain.. ^^
Menurut Muhammad Abud Musa’ad[1], ada beberapa sistem pembagian kewenangan:
a. Sistem Residu
Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi
wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga Daerah. Sistem
ini umumnya dianut oleh negara-negara di daratan Eropa seperti Perancis, Belgia, Belanda dan
sebagainya.
Kebaikan sistem ini terutama terletak pada saat timbulnya keperluan-keperluan baru, Pemerintah
Daerah dapat dengan cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dipandang perlu, tanpa
menunggu perintah dari Pusat. Sebaliknya, sistem ini dapat pula menimbulkan kesulitan
mengingat kemampuan Daerah yang satu berbeda dengan yang lainnya tidak sama dalam
pelbagai lapangan atau bidang. Akibatnya bidang atau tugas yang dirumuskan secara umum ini
dapat menjadi terlalu sempit bagi Daerah yang kapasitasnya besar atau sebaliknya terlalu luas
bagi Daerah yang kemampuannya terbatas.
b. Sistem Material
Dalam sistem ini, tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu persatu secara limitatif atau terinci.
Selain dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan Pemerintah Pusat. Sistem ini lebih
banyak dianut oleh negara-negara Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat.
Cara ini kurang begitu fleksibel, karena setiap perubahan tugas dan wewenang Daerah baik yang
bersifat pengurangan maupun penambahan, harus dilakukan melalui prosedur yang lama dan
berbelit-belit. Hal ini tentunya akan menghambat kemajuan bagi Daerah yang mempunyai
inisiatif/prakarsa, karena mereka harus menunggu penyerahan yang nyata bagi setiap urusan.
10. Kadang-kadang suatu urusan menjadi terbengkalai, tidak diurus oleh Pemerintah Pusat dan tidak
pula oleh Pemerintah Daerah.
Sistem ini pernah diatur oleh Negara Republik Indonesia pada saat berlakunya Undang-Undang
no. 22 tahun 1948 dan Staatblad Indonesia Timur no. 44 tahun 1950.
c. Sistem Formal
Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah tidak secara apriori
ditetapkan dalam atau dengan Undang-Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala
sesuatu yang dianggap penting bagi Daerahnya, asal saja tidak mencakup urusan yang telah
diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih tinggi tingkatnya.
Jadi, urusan yang telah diatur dan diurus oleh Pemerintah yang lebih tinggi tingkatnya, tidak
boleh diatur dan diurus lagi oleh Daerah. Dengan perkataan lain, urusan rumah tangga daerah
dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya (hierarchische
taakafbakening).
d. Sistem Riil
Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada Daerah didasarkan pada
faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari Daerah
maupun Pemerintah Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi. Karena
pemberian tugas dan kewajiban serta wewenang ini didasarkan pada keadaan yang riil didalam
masyarakat maka kemungkinan yang dapat ditimbulkannya ialah bahwa tugas/urusan yang
selama ini menjadi wewenang Pemerintah Pusat dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah
dengan melihat kepada kemampuan dan keperluannya untuk diatur dan diurus sendiri, sebaliknya
tugas bilamana dipandang perlu dapat diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat atau ditarik
kembali dari Daerah. Sistem ini dianut oleh Negara Republik Indonesia semasa berlakunya
Undang-Undang no. 1 tahun 1957, Penetapan Presiden no. 6 tahun 1956 (disempurnakan) dan
penpres no. 5 1960 (disempurnakan), dan Undang-Undang no. 18 tahun 1965.
[1] Muhammad Abud Musa’ad, Penguatan Otonomi Daerah Di Balik Bayang-Bayang Ancaman
Disintegrasi, Penerbit ITB, 2002, h.28
http://karishachan.wordpress.com/category/law/page/3/