1. PETA KONSEP KONSELING
Dosen Pengampuh: Dr. Eko Darminto, M. Si
Disusun Oleh:
Nur Arifaizal Basri
19071355001
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
2019
2. Pendekatan
Psikoanalisis
(Sigmund freud,
1896)
Perilaku bermasalah
1. Dinamika yang tidak efektif antar id,
ego, dan super-ego
2. Perasaan tidak enak (kecemasan,
kekawatiran, prasangka)
3. Proses belajar yang tidak benar pada
masa anak-anak.
Deskripsi Konseling:
1. Proses konseling difokuskan pada
usaha menghayati pengalaman-
pengalaman masa kanak-kanak.
2. Pengalaman masa lampau ditata,
dianalisi dan ditafsirkan dengan
tujuan merekontruksi kepribadian.
3. Menekankan dimensi afektif dalam
membuat pemahaman ketidaksadaran
4. Pemahaman intelektual penting,
tetapi yanglebih penting
mengasosiasikan antara perasaandan
ingatan dengan pemahaman diri
Peran konselor
Membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri,
Ketulusan diri, ketulusan hati, dan hubungan
pribadi yang lebih efektif dalam mengatasi
kecemasan melalui cara-cara yang realistis.
Konselor membangun hubungan kerjasama dengan
konseli dan kemudian melakukan serangkaian
kegiatan mendengarkan dan menafsirkan
Situasi hubungan
Konseli mengungkapkan
seluruh pikiran dan perasaan
tanpa menyembunyikannya
pada konselor
Konseli tidak boleh takut atau
malu pada konselor
Konseli dapat berusaha
mewujudkan keputusanya
diluar konseling
Teknik Konseling
1. Interprestasi prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis
mimpi, analisis resistansi dan analisis tranfaransi.
2. Analisi mimpi Prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan
membantu konseli memperoleh petunjuk kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan.
3. Asosiasi bebas Suatu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian
emosi -emosi yang berkaitan dengan situasi traumatic dimasa lalu.
4. Analisis resistensi Suatu konsep fundamental praktek-praktekpsikoanalisa, yang bekerja
melawan kemajuanterapi dan mencegah konseli menampilkan hal-hal yang tidak
disadari.
5. Analisis transferensiTransferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik
pada saat dimana kegiatankegiatan konseli masa lalu yang tak terselesaikandengan
orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis
sebagaiyang ia lakukan kepada ibunya atau ayahnya.
Tujuan
1. Untuk menolong individu mendapatkan
pengertian yang terus menerus dari pada
mekanisme penyesuian diri dengan
demikian menolong mereka menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi
2. Untuk membentuk kembali struktur
karakter individu dengan menggunakan
yang tak sadar pada diri konseli
3. Pendekatan
Adlerian
Alfred Adler
(1870–1937)
Konsep dasar:
Konsep utama tentang diri atau self,
yang mana hal itu yang menjadi
pembeda setiap individu yang
terlihat dari gaya hidup masing-
masing individu, menyebabkan arah
konseling mengacu pada
pengembangan diri individu.
Masalah yang paling sering dialami
adalah masalah kepercayaan diri
(konsep diri).
Asumsi bermasalah:
Faktor internal
1. Penetapan tujuan akhir yang terlalu tinggi.
2. Hidup di dunia mereka sendiri.
3. Memiliki gaya hidup yang kaku dan dogmatis.
Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kurangnya
kepedulian terhadap kehidupan sosial.
Faktor eksternal
Menurut Adler, ada tiga hal yang membuat individu
memiliki perilaku yang bermasalah, antara lain:
1. Kelemahan fisik yang dibesar-besarkan.
2. Gaya hidup yang manja
3. Gaya hidup yang tertolak.
Peranan konselor:
Konselor menggunakan kenangan
kenangan pada masa dini sebagai
alat diagnosis. Kenangan-kenangan
ini adalah yang berupa peristiwa
tunggal dimasa kanak-kanak yang
bisa kita awali kembali. Kenangan-
kenangan itu merupakan pantulan
dari apa yang terjadi di masa kini
dan kita evaluasi serta pantulan dari
sikap dan prasangka kita
Deskripsi konseling:
Konselor mengajarkan konseli dengan
memodifikasi gaya hidup, perilaku dan tujuannya
serta sebagai seorang analis yang harus
memeriksa kesalahan asumsi dan logika konseli.
Proses konseling diarahkan oleh konselor untuk
mendapatkan informasi-informasi berkaitan
dengan masa sekarang dan masa lalu sejak
konseli berusia kanak-kanak. Mulai dari
mengingat komponen-komponen dalam keluarga,
keanehan-keanehan perilaku yang terjadi didalam
keluarga, sampai hal yang spesifik.
Teknik konseling:
Fase 1: menciptakan hubungan
Fase 2: menggali dinamika individual
Fase 3: pemberian semangat untuk pemahaman
Tujuan konseling:
1. Membina hubungan konselor dan konseli
2. Membantu konseli memahami keyakinan-
keyakinan, perasaan, motivasi dan tujuan
yang menentukan gaya hidupnya.
3. Membantu konseli mengembangkan
wawasan pemahaman (insight) mengenai
gaya hidup dan menyadarkan mereka
4. Mengembangkan sosial interest individu
dengan interest sosial
4. Pendekatan
Ekstensial-
Humanistik
Alfred Adler
(1870–1937)
Konsep dasar:
Manusia memiliki kesanggupan
untuk menyadari dirinya sendiri.
Semakin besar kesadaran dirinya,
maka semakin besar
pula kebebasannya untuk memilih
alternatif-alternatif.
Kebebasan memilih dan bertindak
disertai dengan tanggung jawab.
Kesadaran akan kebebasan dan
tanggung jawab bisa menimbulkan
kecemasan yang menjadi atribut
dasar pada manusia.
Manusia berusaha untuk
menemukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan
memberikan makna bagi kehidupan
Asumsi bemasalah:
Pribadi bermasalah menurut
pandangan eksistensial-humanistik
yaitu tidak mampu memfungsikan
dimensi-dimensi dasar yg dimiliki
manusia, sehingga kesadaran tidak
berfungsi secara penuh.
Diantaranya:
inkongruen, negatif, tidak dapat
dipercaya, tidak dapat memahami
diri sendiri, bermusuhan dan
kurang produktif.
Contoh penerapan:
Teknik ini dapat diterapkan
pada konseli yang mengalami
kekurangan dalam perkembangan
dan kepercayaan diri.
Teknik ini cocok digunakan pada
perkembangan konseli seperti
masalah karier, kegagalan dalam
perkawinan, pengucilan dalam
pergaulan ataupun masa transisi
dalam perkembangan dari remaja
menjadi dewasa.
Deskripsi konseling:
Tahap pendahuluan konseli diajak
mendefinisikan cara pandang mereka agar
eksistensi mereka diterima. Konselor
mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial
mereka dan meneliti peran mereka dalam hal
penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
Tahap pertengahan konseli didorong agar
semangatnya lebih dalam lagi meneliti sumber
dan otoritas dari sistem nilia mereka.
Tahap akhir Berfokus untuk bisa melaksanakan
apa yang telah mereka pelajari tentang diri
mereka. konseli didorong untuk mengaplikasikan
nilai barunya dengan jalan yang kongkrit.
Peran konselor:
1. Memahami keberadaan konseli dalam
dunia yang dimilikinya.
2. Membantu konseli agar menyadari
keberadaanya dalam dunia
3. Mengembangkan kesadaran, tentang
keberadaannya sekarang agar konseli
memahami dirinya bahwa manusia
memiliki keputusan diri sendiri.
4. Konselor sebagai fasilitator memberi
dorongan dan motivasi agar konseli
mampu memahami dirinya dan
bertanggung jawab menghadapi reality.
5. Membentuk kesempatan seluas-luasnya
kepada konseli, bahwa putusan akhir
pilihannya terletak ditangan konseli
Teknik konseling:
Pendekatan konseling humanistic eksistensial tidak memiliki
teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Namun konselor
dapat menggunakan teknik: Penerimaan, rasa hormat, memahami,
menentramkan, memberi dorongan, pertanyaan terbatas,
memantulkan pernyataan dan perasaan konseli, menunjukan
sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan
konseli, bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.
Tujuan konseling:
1. Agar konseli mengalami keberadaannya secara otentik
dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-
potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak atas kemampuannya.
2. Meluaskan kesadaran diri konseli, dan karenanya
meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi
bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3. Membantu konseli agar mampu menghadapi
kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri,
dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari
sekadar korban kekuatan kekuatan di luar dirinya.
5. Pendekatan
Person Center
Teraphy
Carl Roger (1940)
Konsep dasar:
menekankan sikap dan karakteristik pribadi dan
kualitas hubungan konseli dan konselor sebagai yang
utama penentu hasil dari proses terapi. Sehingga secara
konsisten posisi konselor hanya sebagai fasilitator agar
konseli menemukan solusi untuk masalahnya
Asumsi bermasalah:
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang
bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya.
Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan.
konseli tidak mampu menjalani kehidupan yang
otentik dan asli sehingga mengalami hambatan dalam
mengaktualisasikan diri.
1. Tidak mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan
berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara
objektif
2. Tidak terbuka terhadap semua pengalaman yang
mengancam konsep dirinya,
3. Tidak mampu menggunakan semua pengalaman
4. Tidak mampu mengembangkan dirinya kea rah
aktualisasi diri.
Teknik konseling:
1. Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat
pendekatan dan hubungan yang baik dengan konseli
2. Teknik klarifikasi, yaitu suatu cara konselor untuk
meminta konseli menjelaskan hal-hal yang
dikemukakan oleh kepada konselor.
3. Teknik refleksi, (isi dan perasaan) yaitu usaha konselor
untuk memantulkan kembali hal-hal yang telah
dikemukakan konseli (isi pembicaraan) dan
memantulkan kembali perasaan-perasaan yang
ditampakkan oleh konseli.
4. Teknik “free expression” yaitu memberikan kebebasan
kepada konseli untuk berekspresi, terutama emosinya.
5. Teknik “silence”, yaitu kesempatan yang berharga
diberikan oleh terapis kepada konseli untuk
mempertimbangkan dan meninjau kembali
pengalaman-pengalaman dan ekspresinya yang
lampau.
Tujuan konseling:
terapi yang berpusat pada orang berbeda dari tujuan
tradisional pendekatan. Pendekatan yang berpusat
pada orang bertujuan untuk mencapai konseli tingkat
kemandirian dan integrasi yang lebih besar. Fokusnya
adalah pada orang tersebut, tidak pada masalah yang
ditimbulkan orang tersebut
Proses konseling
1. Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan
konseli.
2. Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk
mengemukakan problem dan apa yang diinginkannya.
3. Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan
keluhan serta perilaku individu
4. dengan tanpa memberikan sanggahan.
5. Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri
individu dan keyakinan akan kemampuan individu
merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan
dalam hubungan konseling.
6. Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya
beserta lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.
6. Pendekatan
Gestalt
(Frederic S Pearl,
1925)
Asumsi bermasalah:
Terjadi pertentangan antara kekuatan top dog dan under
dog sehingga terjadi ketidakmampuan seseorang dalam
mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah
lakunya.
Contoh penerapan:
Yani adalah seorang siswa SMA yang pintar, ia
mengetahui jatuh cinta pada teman sekelasnya. Ketika
pacarana, nilai Yani turun, ia leboh disibukkan untuk
berpacaan dan akhirnya Yani putus dalam
hubungannya, yani sadar, bahwa pacarnya tidak
sebaik yang ia pikirkan dan konselor memberikan
motivasi pada ia bahwa itu merupakan pembelajaran
dan pengalaman hidup. Konselor berpartisipasi dalam
proses membangun semangat konseli tersebut.
Teknik konseling:
1. Permainan Dialog, dilakukan dengan cara
konseli dikondisikan untuk mendialogkan
dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan top
dog dan kecenderungan under dog.
2. Latihan Saya Bertanggung Jawab, teknik
untuk membantu konseli agar mengakui
dan menerima perasaan – perasaannya
daripada memproyeksikan perasaannya
itu kepada orang lain.
3. Bermain Proyeksi, memantulkan kepada
orang lain perasaan-perasaan yang
dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya.
4. Teknik Pembalikan, dalam teknik ini
konselor meminta konseli untuk
memainkan peran yang berkebalikan
dengan perasaan – perasaan yang
dikeluhkannya.
5. Tetap dengan Perasaan, teknik dapat
digunakan untuk konseli yang
menunjukkan perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenangkan atau ia sangat
ingin menghindarinya.
Deskripsi konseling:
Hubungan antara konselor dan konseli dalam
praktiknya dilaksanakan secara face to face
relationship. Konseli dibuat menjadi frustasi supaya ia
dapat menemukan caranya sendiri yang sesuai dalam
usaha untuk mengembangkan potensinya guna
menentukan dirinya.
Tujuan:
Membantu konseli agar berani
mengahadapi berbagai macam tantangan
maupun kenyataan yang harus dihadapi.
Membantu konseli agar dapat memperoleh
kesadaran pribadi, memahami kenyataan
atau realitas, serta mendapatkan insight
secara penuh. Membantu konseli menuju
pencapaian integritas kepribadiannya.
Mengentaskan konseli dari kondisinya
yang tergantung pada pertimbangan orang
lain menjadi mampu mengatur diri sendiri.
Fungsi dan peran konseling:
Konselor memfokuskan pada perasaan, kesadaran,
Bahasa tubuh, hambatan energi, dan hambatan untuk
mencapai kesadaran yang ada pada konseli.
Konselor adalah "artistic participant" yang memiliki
peranan dalam menciptakan hidup baru konseli.
Konselor berperan sebagai projection screen
7. Pendekatan
CBT/RET
(ALBERT ELLIS
(1913)
Asumsi bermasalah:
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional
emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan
tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir
yang irrasional.
Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat
dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak enak
(kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang
sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu
untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari
yang
efektif.
Konsep dasar:
1. Antecedent event (A) → peristiwa
pendahulu yang berupa fakta,
perilaku, atau sikap orang lain.
2. Belief (B) → keyakinan,
pandangan, nilai terhadap suatu
peristiwa → rasional (rB) &
irrasional (iB).
3. Emotional consequence (C) →
reaksi individu terhadap emosi.
Deskripsi konseling:
Konseling rasional emotif dilakukan dengan
menggunakan prosedur yang bervariasi dan
sistematis yang secara khusus dimaksudkan
untuk mengubah tingkah laku dalam batas-
batas tujuan yang disusun secara bersama-
sama oleh konselor dan konseli.
Contoh Penerapan :
Penerapan teori konseling rational emotif ini sangat ideal
apabila diterapkan disekolah, terutama oleh guru, konselor
ataupun pembimbing yang berwibawa. Contoh penerapan
digunakan pada kasus berpikir, mengenai hal-hal yang
tidak rasional. Pendekatan ini menekankan pentingnya
pemikiran sebagai dasar dari gangguangangguan pribadi.
Sumbangan
utamanya adalah penekanannya pada keharusan praktek
dan bertindak menuju perubahan tingkah laku masalah.
Teknik – Teknik Konseling :
1. Assertive adaptive yaitu teknik yang digunakan
untuk melatih, mendorong, dan membiasakan
konseli untuk secara terus-menerus menyesuaikan
dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
2. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri konseli.
3. Bermain peran yaitu teknik untuk mengekspresikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-
perasaan negatif) melalui suatu suasana yang
dikondisikan sedemikian rupa sehingga konseli
dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
melaluiperan tertentu.
4. Imitasi yaitu teknik untuk menirukan secara
terusmenerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan
tingkahlakunya sendiri yang negatif.
Fungsi dan Peran Konseling :
1. konselor berusaha menunjukkan kepada konseli
bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan
dengan keyakinannya yang tidak rasional.
2. Konselor menyadarkan konseli bahwa pemecahan
3. masalah yang dihadapinya merupakan tanggung
jawab sendiri.
4. Konselor mangajak konseli menghilangkan cara
5. berpikirdan gagasan yang tidak rasional.
6. konselor mengembangkan pandangan-pandangan
yang realistis dan menghindarkan diri dari
keyakinan yang tidak rasional.
Tujuan :
Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi,cara
berpikir, keyakinan konseli yang irrasionalmenjadi
rasional
Menghilangkan gangguan emosional yangdapat
merusak diri (benci, takut, rasa bersalah,cemas, dll)
Melatih serta mendidik konseli agar dapat menghadapi
kenyataan hidup secara rasionaldan membangkitkan
rasa percaya diri.
8. Pendekatan
Behavioral
(Ivan Pavlov dan
B.F. Skinner)
Konsep dasar:
Manusia adalah makhluk reaktif yang
tingkahlakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari
luar
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak
dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari etika individu berinteraksi
dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar:
a. Pembiasan klasik
b. Pembiasan operan
c. Peniruan
Tingkah laku tertentu pada individu
dipengaruhi oleh keputusan dan ketidak
puasan yang diperolehnya.
Asumsi bermasalah:
1. Kebiasaan-kebiasaan negatif / tingkah laku yang tidak
tepat (tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan)
2. Tingkah laku yang terbentuk dari cara belajar/
lingkungan yang salah.
3. Tingkah laku maladaptif karena kesalahpahaman
dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara
belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah
dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
5. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh
keputusan dan ketidakpuasan yang diperolehnya.
Peran konselor:
Bersikap menerima
Memahami konseli
Tidak menilai dan
mengkritik apa yang
diungkapkan oleh konseli
Teknik konseling:
1. Latihan Asertif digunakan untuk melatih konseli yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa
tindakanya adalah layak dan benar
2. Desensitisasi Sistematis yaitu teknik konseling
behavioral yang memfokuskan bantuan untuk
menenangkan konseli dari ketegangan yang dialami
dengan cara mengajarkan konseli untuk rileks
3. Pengkondisian digunakan untuk menghilangkan
kebiasaan buruk, dengan meningkatkan kepekaan konseli
4. Pembentukan Tingkah Laku Model digunakan untuk
membentuk tingkah laku baru pada konseli, dan
memperkuat tingkah laku yang sudah dibentuk
Fungsi dan peran konseling:
Konseli harus secara aktif terlibat dalam
pemilihan dan penentuan tujuan-tujuan, harus
memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia
bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan layanan, baik selama pertemuan-
pertemuan dalam situasi-situasi kehidupan
nyata. jika konseli tidak secara tidak aktif
terlibat dalam proses layanan, maka konselor
tidak akan membawa hasil-hasil yang
memuaskan.
Tujuan konseling:
Membantu konseli memodifikasi
perilaku-perilaku yang tidak sesuai
dan memperoleh keterampilan-
keterampilan perilaku baru
Deskripsi Konseling:
1. Merumuskan masalah konseli
2. Bertanggung jawab ataskegiatan konseling
3. Mengontrol proses konseling dan
bertanggung jawab atas hasil konseling
9. Pendekatan
Realita
(William Glasser,
1925)
Konsep Dasar
1. Setiap individu mempunya kemampuan yang
potensial untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan pola-pola yang sudah tertentu.
2. Setiap individu mempunya optimisme, dia dapat
menerima dirinya dan mencintai dirinya dalam arti
yang lebih luas, menjadi pribadi yang suskes.
3. Tingkah laku manusia didorong untuk menemukan
kebutuhan dasar.
Asumsi bermasalah:
1. Individu yang bermasalah bertingkah laku tidak tepat
karena ketikmampunya dalam memenuhi
kebutuhannya, sehingga ia kehilangan sentuhan
dengan kenyataan
2. Individu tidak mampu melihat sesuat sesuai dengan
realitasnya, tidak dapat melakukan atas kebenaran,
tanggung jawab, dan kenyataan, persepsi terhadap
kenyataan kacau.
Tujuan
1. Membantu indivud agar mampu mengurus
sendiri
2. Mendorong konseli agar berani bertanggung
jawab serta memikul segala resiko yang ada
dari tanggung jawab tersebut
3. Mengembangkan rencana-rencana yang nyata
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
4. Tingkah laku yang sukses dapat dihubungkan
dengan pencapaian kepribadian yang sukses
5. Konselor ditekankan pada disiplin dan
tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
Contoh Penerapan:
Vita adalah seorang anak dari keluarga tidak mampu.
Namun dengan kesombongannya, Vita selalu merasa
dan menganggap dirinya adalah orang kaya. Dia
bersikap sombong segingga banyak teman yang
menjauhinya. Konselor dapat memberikan
pengarahan agar konseli dapat menerima kenyataan
hidupnya dan mampu menerima kondisi yang ada.
Teknik Konseling:
1. Menggunakan Teknik role playing
atau permainan peran bagi konseli.
2. Menggunakan aspek homoritas
untuk relaksasi suasana konseling.
3. Merencanakan kegiatan yang
memuat unsur mendidik konseli.
4. Menggunakan Teknik kejut verbal
untuk melakukan konfrontasi
perilaku konseli yang diharapkan.
Deskripsi Konseling:
Perlu adanya saling keterlibatan antara konselor
dengan konseli. Perencanaan merupakan esensi dari
realita terapi. Salah satu kegagalan individu adalah
tidak mampu menempatkan janjinya. Konseli harus
mempertangungjawabkan tingkah laku yang sudah
direncanakan dan disepakati kedua belah pihak.
Fungsi dan peran konseling:
1. Konselor mengembangkan
fasilitatif konseling dan
hubungan baik dengan konseli.
2. Konselor mengajarkan konseli
untuk mengevaluasi perilakunya.
3. Konselor menyampaikan dan
meyakinkan kepada konseli
bahwa seburuk apapun suatu
kondisi masih ada harapan.
10. Feminisme
teraphy
(Jean Baker Miller,
Olivia, Laura S.
Brown 1970an)
Konsep dasar:
1. Masalah individu bersumber dari konteks politis
2. Komitmen pada perubahan sosial
3. Suara, pemahaman, dan pengalaman wanita
diberi tempat yang sejajar dengan pria
4. Hubungan terapi berlangsung secara egaliter
5. Fokus pada kekuatan dan reformulasi definisi
masalah psikologis
6. Mengenali semua bentuk tekanan
Asumsi bermasalah:
1. masalah-masalah yang dibawa oleh
konseli ke dalam terapi bersumber
dari konteks politik dan sosial
2. masalah yang mereka alami
bersumber dari tekanan/depresi
Deskripsi konseling:
• Dalam terapi feminis, konseli bertindak sebagai peserta
yang aktif. Alih-alih diam dan menerima nasehat dari
terapis, konseli aktif bercerita dan menyuarakan
pikirannya. Konseli boleh meminta pendapat atau saran
dari terapis. Terapis mengembalikan tanggungjawab
penyelesaian masalah pada konseli, sehingga konseli
yakin bahwa dirinya mampu mengatasi masalah yang ia
hadapi.
• Terapis feminis tidak hanya memberikan layanan pada
konseli perempuan saja, ia juga melayani konseli laki-
laki, pasangan, keluarga, dan anak-anak. Hubungan terapi
selalu berbentuk hubungan partnership
Hubungan konseli dan konselor:
Dalam terapi feminis, hubungan antara konseli dan
konselor/terapis didasarkan pada prinsip pemberdayaan
dan kesetaraan. Terapis harus cermat dalam memposisikan
diri jangan sampai konseli merasa terapis lebih berkuasa
dalam proses terapi tersebut, misal dengan memberi
diagnosa yang tidak perlu/berlebihan, nasihat dan perilaku
lain yang menunjukkan terapis lebih ahli daripada konseli
Teknik konseling:
1. Pemberdayaan (empowerment)
2. Membuka diri (self-disclosure)
3. Analisis peran gender (gender-role analysis)
4. Analisis power (power analysis)
5. Biblioterapi
6. Assertive training
7. Reframing dan relabeling
8. Aksi sosial (social action)
9. Bergabung dengan group work
Tujuan konseling:
1. Penghilangan symptom
2. Self-esteem (harga diri)
3. Kualitas hubungan interpersonal
4. Body image dan sensualitas
5. Perhatian pada perbedaan (attention to diversity)
6. Kesadaran politik dan aksi sosial adalah tujuan pokok
terapi feminis
11. POSTMODERN
Steve De Shazer dan
Insoo Kim Berg
(1980an)
Konsep dasar:
• asumsi optimis bahwa masyarakat pada dasarnya
sangat pandai dan berkompeten yang memiliki
kemampuan untuk membangun sebuah solusi yang
nantinya akan mampu mengubah arah hidup mereka.
• Terapi singkat yang berfokuskan pada solusi sangat
berbeda dengan teori terapi tradisional lainnya. Jika
teori terapi tradisional lebih banyak melihat pada
masa lalu
Asumsi bermasalah:
• Individunya menjadi bermasalah karena ketidak
efektififannya dalam mencari dan menggunakan
solusi yang dibuatnya.
• Individu menjadi bermasalah karena ia meyakini
bahwa ketidak bahagiaan atau ketidak sejahteraan
itu berpangkal pada dirinya sendiri.
Proses konseling:
• Berfokus pada solution talk daripada
problem talk.
• Proses konseling diorientasikan bagi
paningkatan kesadaran eksepsi terhadap
pola masalah yang dialami dan pemilihan
proses perubahan secara sadar.
• Peningkatan kesadaran eksepsi terhadap
pola masalahnya dapat menciptakan solusi.
• Pemilihan proses perubahan dapat
menentukan masa depan kehidupan konseli
Tujuan konseling:
• mengundang orang untuk menggambarkan pengalaman
mereka yang baru dan segar. Dalam melakukan ini,
mereka membuka pandangan baru dari apa yang mungkin.
Bahasan yang baru ini memungkinkan klien untuk
mengembangkan makna-makna baru sehubugan dengan
masalah pikiran,perasaan dan perilaku
• membantu konseli mengambil sikap dan perubahan
bahasan dari pembicaraan tentang masalah dan
membicarakan solusi dengan asumsi bahwa apa yang
dibicarakan kebanyakan akan membuahkan hasil yang
baik dan membantu konseli menyadari sumber daya dan
kemampuan yang sudah dimiliki.
Hubungan konseli dan konselor:
Kolaborasi antara konselor dan konseli
dalam membangun solusi bersama.
Kolaborasi menekankan solusi masalah
konseli dan teknik konseling yang digunakan
konselor daripada hubungan konseling.
Teknik konseling:
• Pertanyaan Pengecualian (Exception Question) Terapi SFBT menanyakan pertanyaan-
pertanyaan exception untuk mengarahkan konseli pada waktu ketika masalah tersebut tidak
ada atau ketika masalah tidak begitu intens.
• Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question) Konselor meminta konseli untuk
mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka berbagai kemungkinan masa depan.
• Pertanyaan Berskala (Scalling Question) Terapis berfokus solusi juga
menggunakan scalling question ketika perubahan dalam pengalaman manusia tidak mudah
diamati, seperti perasaan, suasana hati (mood), atau komunikasi
• Rumusan Tugas Sesi Pertama (Formula Fist Session Task/FFST) adalah suatu format tugas
yang diberikan oleh terapis kepada konseli untuk diselesaikan pada antara sesi pertama
dan sesi kedua. Antara sekarang dan pertemuan selanjutnya
• Umpan Balik (Feedback) Para praktisi SFBT pada umumnya mengambil istirahat 5 sampai
10 menit menjelang akhir setiap sesi untuk menyusun suatu ringkasan pesan untuk konseli.
12. Asumsi bermasalah:
• keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi
(disfunctining family). Keadaan ini terjadi karena anggota
keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan
harapan yang mengatur dalam hubungan mereka.
• masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan
dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi.
• masalah keluarga sering terjadi karena struktur kaluarga
dan pola transaksi yang dibangunn tidak tepat.
Family therapy
Murray Bowen
(1978)
Deskripsi konseling:
• Relasi seorang konseli dengan konselor
• Relasi satu konseli dengan konseli lainnya dalam
keluarga
• Relasi konselor dengan sebagian kelompok keluarga
Tujuan konseling:
• Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika
suatu keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada
persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota lainnya.
• Mengembangkan toleransi terhadap anggota keluarga yang
mengalami frustasi/kecewa, konflik
• Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistik
Teknik konseling:
1. Sculpting, yaitu teknik yang mengijinkan anggota-anggota keluarga untuk
menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah
2. Role Playing, yaitu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada anggota
keluarga.
3. Silence, yaitu teknik yang digunakan untuk menunggu suatu gejala perilaku
baru muncul, pikiran baru, respons baru.
4. Confrontation, yaitu teknik yang digunakan untuk mempertentangkan
pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara
konseling keluarga.
5. Teaching via questioning, yaitu teknik mengajar anggota keluarga dengan
cara bertanya, contoh: “bagaimana kalau prestasimu menurun?
6. Listening, yaitu teknik yang digunakan agar pembicaraan seorang anggota
keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain.
7. Recapitulating, yaitu teknik mengikthisarkan atau merangkum atau
menginterpretasi pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga,
8. Clarification, yaitu teknik yang digunakan untuk memperjelas pernyataan
atau perasaan yang diungkapkan secara samar-samar oleh anggota keluarga.
9. Family Genogram, digunakan untuk memetakan perkembangan dari keluarga
tertentu selama siklus kehidupannya, setidaknya untuk tiga generasi.
10.Ecomap. Beberapa kelebihan dari ecomap yakni dimungkinkannya klien dan
konselor atau terapis untuk berada dalam suatu diagram tertentu,
Konsep dasar:
1. Nilai agama saat ini degradasi terhadap
agama
2. Degradasi nilai adat istiadat, yang sering
disebut tata susila atau kesopanan,
3. Degradasi nilai-nilai sosial.
4. Degradasi kesakralan keluarga,