SlideShare a Scribd company logo
1 of 166
Download to read offline
SScchhooooll HHeeaalliinngg--
MMeennyyeemmbbuuhhkkaann PPrroobblleemmaa
SSeekkoollaahh
Ditulis oleh : MMAARRJJOOHHAANN MM..PPdd
Penerbit: Insan Madani- Yogyakarta- 2009
Kata Pengantar
Buku kecil ini adalah kompilasi artikel penulis yang pernah terbit pada media
massa, koran- koran di Sumatra Barat (Haluan, Singgalang dan Mingguan Canang) dan
situs pendidikan di internet, yang banyak berbicara tentang kehidupan siswa, guru dan
dunia pendidikan. Kompilasi tulisan tersebut dikumpulkan menjadi sebuah buku dan
diberi judul “School Healing, Menyembuhkan Problema Sekolah”, Opini seputar
kehidupan guru dan murid”, berisi 40 judul artikel tentang opini, celotehan, dan
ungkapan- ungkapan yang mungkin terucap oleh guru, siswa, orang tua siswa and
stakeholder dalam kehidupan akademis di sekolah.
Buku kecil ini sebaiknya dibaca oleh para guru, orangtua, pelajar, mahasiswa dan
siapa saja yang tertarik untuk memahami dunia pendidikan. Tentu saja dalam penulisan
buku ini terdapat kesalahan di sana-sini dan penulis dengan senang hati menerima
masukan serta kritik yang membangun. Penulis menunggu saran dan masukan itu semua
pada marjohanusman@yahoo.com atau marjohanusman@gmail.com. Kompilasi artikel
ini juga dapat diakses pada http://penulisbatusangkar.blogspot.com. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dari berbagai pihak.
Batusangkar, !7 Agustus 2008
Marjohan M.Pd
Daftar Isi
1.Guru Perlu Kreatif untuk Meredakan Kebosanan. 1
2.Menciptakan Pendidikan Yang Efektif 6
3.Tinggalkanlah Metode Konvensional 9
4. Kemerosotan Daya Tarik Sekolah 13
5. Masih Adakah Siswa Yang Mengidolakan Pahlawan 18
6. Tidak ada Istilah Terlambat Untuk Maju 23
7. SDM Diperbindangkan dan Guru Tinggalkan Tugas 27
8. Daya Serap Murid dan Mental Guru 30
9. Menagih Kepedulian Orangtua Dalam Mendidik Anak 35
10. Pendidikan Yang Belum Mendidik 40
11. Sinetron Mencabut Akar Budaya 45
12. Bila Gagal Tak Perlu Frustasi 50
13. Gaya Hidup Mahasiswa 53
14. Guru Perlu Memiliki Kecerdasan Berganda 55
15. Menumbuhkan Budaya Menghargai Siswa 60
16. Siswa Bingung Memilih Figur antara Selebriti dan Tokoh Intelektual 64
17. Peran Strategis Orang Tua Untuk Mencegah Pengangguran Sejak Dini 69
18. Budaya Membaca dan Menulis Masih Minim Di Sekolah 74
19. Obrolan Buat Mahasiswa 78
20. Fenomena Sebahagian Anak Muda 80
21. Melacak Pergaulan Siswa Yang Di Luar Batas 82
22. Siswa Perlu Tahu Rahasia Keberhasilan 10 Jutawan 86
23. Suatu Gejala Negatif, Guru Menomorduakan Sekolah 89
24. Pola Pendidikan Di Rumah Miskin Dengan Sentuhan Spiritual 94
25. Sebentar Lagi Ujian Nasional, Jangan Lupa Mencontek 98
26 .Hidup Damai Di Tempat Kos 102
27.Karakter Guru Berpengaruh Terhadap Masa Depan Siswa 104
28.Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah 108
29. Tuntutlah Ilmu Di Universitas Kehidupan 112
30. Bagaimana Kalau Tidak Lulus Di Perguruan Tinggi 117
31. Ekstra Kurikuler Berorientasi Pada Dunia Kerja 121
32. Memuluskan Komunikasi Atas Bawah Di Sekolah 126
33. Sekolah Unggul Perlu Membudayakan Gemar Membaca 131
34. Menumbuhkan Budaya Gemar Belajar Dan Hidup Mandiri 136
35. Pornografi Masuk ke Sekolah Lewat HP dan Internet 141
36. Kemandirian dalam Belajar Perlu Ditingkatkan 145
37. Kesehatan Jiwa Syarat Bagi Guru Untuk Mengajar 150
38. Makin Berkurang Kesempatan Murid Untuk Menuang Gagasannya 152
39. Memilih Sekolah Perlu Kearifan 157
40. Basmilah sampah secara total 161
Daftar Pustaka 167
1. Guru Perlu Kreatif untuk Meredakan Kebosanan
Cukup banyak guru-guru mengatakan merasa capek atau lesu apabila harus segera
masuk kelas untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pengontrolan absensi,
hampir setiap hari ada surat-surat guru yang datang mengabarkan halangan mereka untuk
tidak datang ke sekolah.
Pada umumnya alasan serius atau alasan berpura-pura guru dalam suratnya
sehingga berhalangan untuk tidak hadir di sekolah karena sakit. Sering alasan lain adalah
untuk memohon izin karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Kalau kita
fikirkan siapakah orang di dunia yang luput dari urusan keluarga. Tetapi rasanya tidak
logis kalau seorang guru sempat dalam satu bulan membuat alasan sepele dan
berhalangan untuk mengajar sebanyak sekian kali. Dan alasan sepele ini cukup banyak
dilakukan oleh guru-guru.
Dapat dikatakan, buat sementara, bahwa keabsenan guru-guru dari sekolah alasan,
berpura-pura dalam alasan, karena rasa tersandung oleh bosan selama proses belajar
mengajar. Kemalasan guru-guru yang lain sering terekspresi dalam bentuk kelesuan
setiap kali harus menaikkan kewajiban dalam PBM. Meskipun bel tanda masuk telah
berbunyi beberapa menit yang lalu namun masih banyak guru-guru yang ingin
menyelesaikan gosip-gosip ringan sesama guru. Malah ada sebagian guru ada yang
sengaja hilir-mudik atau berpura kasak-kusuk dalam mencari sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Sampai akhirnya selalu terlambat tiba di kelas dan kemudian sengaja pula agak
cepat untuk meninggalkan kelas.
Kebosanan dalam PBM disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari
guru dan faktor yang berasal dari murid.
Pengabaian kedua faktor ini akan menyebabkan masalah dalam PBM tidak
teratasi. Untuk memuluskan PBM maka kedua faktor ini harus dipahami dan diatasi.
Rata-rata guru merasa enggan untuk memasuki kelas-kelas dengan siswa mempunyai
daya serap rendah atau bodoh. Gairah mengajar guru untuk mengajar kerap kali
terpancing karena di dalam kelas ada beberapa orang siswa yang cukup pintar.
Namun sejak keberadaan kelas unggul di setiap sekolah maka siswa-siswa yang
memiliki daya serap tinggi terkonsentrasi ke dalam satu kelas saja. Maka gairah guru
untuk melaksanakan PBM hanya lebih tertuju untuk kelas unggul.
Sedangkan untuk kelas-kelas non unggul yang jumlahnya cukup banyak dengan
kemampuan siswa rendah terpaksa dimasuki oleh guru dengan rasa lesu dan letih. Tentu
tidak semua guru yang menunjukkan gejala yang demikian.
Pada umumnya penyebab melempemnya daya serap siswa di sekolah adalah
karena mereka tidak terbiasa dengan budaya membaca sehingga mereka lambat dalam
menganalisa.
Kebiasaan dalam belajar cuma menghafal melulu. Dapat diamati bahwa siswa
yang telah terbiasa dalam budaya membaca tidak mengalami kesulitan dalam PBM.
Tidak banyak siswa yang terbiasa dengan budaya membaca sehingga akibatnya adalah
tidak banyak pula siswa yang memiliki daya serap tinggi. Daya serap yang tinggi selain
disebabkan oleh faktor IQ juga ditentukan oleh pelaksanaan agenda kehidupan atau
pemanfaatan waktu. Seringkali orang tua yang ikut campur dalam masalah waktu anak
dan gemar “mencikaraui” anak akan menjadikan anaknya sebagai siswa yang memiliki
daya serap tinggi di sekolah.
Faktor yang datang dari guru cukup bervariasi. Dulu menjadi guru memang serba
dihormati dan tentu saja menyenangkan. Tetapi belakangan ini, bahkan terlalu banyak
korban perasaan apalagi semenjak remaja banyak mengalami emosi moral.
Karena terus terang saja, siswa-siswanya terdiri dari anak-anak yang kebanyakan tidak
diwarisi nilai agama yang mantap oleh orang tua. Ada juga siswa yang merupakan anak-
anak pejabat yang kaya-kaya dan anak orang berada sedangkan guru-gurunya miskin.
Faktor yang menyebabkan guru merasa bosan dalam PBM mungkin karena
kelelahan. Barangkali ia memiliki jumlah jam yang terlalu banyak.
Walau pada sekolah pengabdiannya hanya mengajar beberapa jam saja, tetapi karena
tuntutan hidup ia menjadi guru sukarela pula pada suatu atau dua sekolah lain. Atau bisa
jadi karena kelelahan fisik setelah menjadi guru selama puluhan tahun. Sering kita lihat
para guru-guru tua yang belum sudi untuk pensiun merasa segan untuk melakukan PBM.
Secara mayoritas guru kelihatan kurang termotivasi untuk meningkatkan kualitas
dirinya. Mereka tidak banyak membaca, walaupun sebatas membaca koran dan majalah,
sehingga jadilah ilmu pengetahuan mereka sempit dan dangkal. Kebanyakan guru-guru
sehabis mengajar ya habis begitu saja. Begitulah kegiatan rutin mereka hari demi hari
sampai akhirnya rasa bosan menyelinap ke dalam fikiran.
Ada guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas dan cukup hangat
dalam bergaul bersama siswa. Namun juga sering mengeluh bosan untuk melakukan
PBM sehingga mengajar secara serampangan dengan metode kuno sepanjang hari. Guru
yang seperti ini sebaiknya harus segera melakukan introspeksi diri dan kemudian
memutuskan apakah karir sebagai guru cocok baginya atau tidak. Tetapi pada umumnya
mereka tetap bertahan mengajar dalam kebosanan karena tidak mampu mencari pekerjaan
jenis lain yang cocok bagi diri, maklum banyak orang terserang sindrom pegawai negeri
dengan alasan jaminan untuk hari tua.
Setiap guru banyak terdengar keluhan guru-guru. Ada yang mengeluhkan badan
kurang enak karena sakit kepala, sakit gigi, perut terasa kembung atau badan terasa
pegal-pegal dimana ini semua adalah kompensasi dari bentuk rasa bosan. Mereka bosan
untuk menunaikan tanggung jawab. Dan penyebab lain dari rasa bosan ini adalah karena
umumnya guru-guru kurang kreatif sehingga mereka jarang yang menjadi guru
profesional.
Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil tentu
ada yang kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka
masih berfilsafat bahwa guru masih sebagai sumber ilmu dan dalam penguasaan ilmu
siswa harus menyalin catatan guru dan menghafalkannya tanpa melupakan titik dan
komanya sekalipun. Penanganan masalah yang ditemui selama PBM pun juga secara
tradisional. Kalau murid bersalah musti diberi nasehat dan kebanyakan sistem pemberian
nasehat dalam bentuk komunikasi satu arah, dimana yang sering terlihat ketika guru
bertutur kata adalah siswa menekur atau tidak boleh menjawab. Tetapi sekarang entah
guru-guru banyak yang tidak bertuah dalam bertutur kata karena kesempitan ilmu dan
wawasannya atau karena penghargaan murid semakin berkurang karena kurang diwarisi
nilai agama oleh orang tua maka sekarang seakan melebar jurang dalam komunikasi.
Kreativitas guru pun terlihat lemah dalam PBM. Presentasi pengajaran sudah
terlihat semakin basi karena menggunakan metode itu ke itu juga. Gema hasil mengikuti
penataran, apakah dalam bentuk MGMP, sekali sekali dalam bentuk aplikasi. Kecuali
yang terlihat adalah setelah guru mengikuti MGMP guru cuma semakin tertib dalam
menulis satuan pelajaran tetapi belum bentuk aplikasi.
Diantara guru-guru yang belum lagi mampu memperlihatkan kreativitas, kita juga
melihat guru-guru yang kreatif. Meski mengajar banyak, namun karena kreatif mereka
tetap tampak ceria dan segar dalam mengajar.
Kreatifitas seseorang, juga guru, sangat ditentukan oleh keleluasaan dan
kedalaman pengetahuan dan wawasan. Oleh sebab itu menjadi guru ideal haruslah selalu
membiasakan untuk membelajarkan diri. Adalah sangat tepat bila seorang guru selain
memahami bidang studinya juga mendalami pengetahuan umum lainnya sebagai
khazanah dirinya. Guru yang luas wawasan dan ilmu pengetahuannya akan tidak pernah
kehabisan bahan dalam proses belajar mengajar. Kalau sekarang ada ungkapan yang
mengatakan bahwa mengajar itu adalah seni, maka mustahillah guru yang kering akan
ilmu dan sempit wawasan dapat mengaplikasikannya sebagi seni.
Mengikuti program penyegaran dalam bentuk kegiatan penataran, musyawarah
kerja, dan program peningkatan kualitas lain sungguh tepat. Sayang selama ini terlihat
kegiatan-kegiatan penyegaran yang ada belum dikemas secara profesional. Dengan arti
kata selama mengikuti program penyegaran, guru-guru hanya terlihat secara pasif dan
paling kurang bertindak sebagai pendengar abadi. Itulah dampaknya setiap kali seorang
guru selesai mengikuti MGMP dan penataran lain, misalnya, seolah-olah tidak membawa
perubahan dalam proses belajar mengajar. Terasa seakan-akan apa yang diperoleh selama
mengikuti penataran-penataran digambarkan dengan ungkapan “masuk telinga kiri keluar
telinga kanan saja.”
Melatih diri untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dalam bentuk berpidato
atau berceramah untuk masyarakat dan menyempatkan diri untuk menulis artikel-artikel
adalah bentuk lain dari pengembangan kreativitas guru.
Mendalami psikologi remaja sehingga guru dapat memahami meningkatkan
kreativitas guru dalam bertindak. Rata-rata guru yang kreatif adalah guru yang kaya akan
ide-ide dan menerapkan bentuk nyata. Dalam realita tampak bahwa kreativitas dapat
mengatasi rasa bosan.
2. Menciptakan Pendidikan Yang Efektif
Kata efektif adalah sebuah kata yang mudah untuk diucapkan namun butuh usaha
maksimum dan kontinyu untuk memperolehnya. Kata ini dapat bergabung dengan kata
pendidikan menjadi “pendidikan yang efektif” dan selanjutnya kita dapat bertanya sudah
efektifkah pendidikan kita atau hanya sekedar asal-asalan saja?
Dari tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal, informal dan non formal,
maka pendidikan formal paling banyak disorot mulai dari mutu sampai dengan
keefektifannya. Pendidikan formal yang mencakupi kurikulum, sarana, dan prasarananya
dan lingkungan masyarakat yang ikut mempengaruhinya.
Apakah suatu pendidikan yang diselenggarakan sejak dari bangku SD sampai
perguruan tinggi atau paling kurang sampai untuk tingkat SLTA sudah efektif atau
belum. Keefektifan sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang rumah tangga
tempat asal anak-anak didik dan keadaan masyarakat sekeliling sekolah. Rumah tangga
dan masyarakat yang memiliki SDM yang sangat memadai dan kondisi keuangan yang
cukup mapan akan membantu terselenggaranya suatu sekolah yang efektif.
Sekolah yang efektif tentu akan menjadi sekolah idola dan akan diserbu oleh
banyak calon anak didik setiap awal tahun pelajaran dimulai. Anak yang efektif sangat
ditentukan oleh faktor rumah dan faktor sekolah yaitu rumah yang efektif dan sekolah
yang efektif pula.
Kualitas seorang anak didik sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh budaya dan
suasana belajar di rumah dan di sekolah. Beberapa faktor pendukung kualitas anak di
rumah adalah seperti tingkat sosial ekonomi dan Sumber Daya Manusia (SDM) orang tua
serta pengaruh teman bermain dan hiburan. Sedangkan faktor pendukung di lingkungan
sekolah adalah seperti tingkat SDM dan kehangatan pribadi guru, fasilitas penunjang,
sarana belajar dan pengaruh budaya dan iklim belajar di sekolah itu sendiri.
Lebih dari separoh waktu kehidupan anak dihabiskan di rumah. Famili dan orang
tua mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan pribadi anak. Kualitas mereka
sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan (SDM) orang tua dalam mendidik dan
menumbuhkembangkan konsep belajar dalam keluarga. Kemampuan ekonomi orang tua
punya peran dalam menyediakan fasilitas belajar. Ada anak dengan tingkat pendidikan
orang tua rendah, biasa berhasil dalam belajar karena orang tua cukup tebal isi
kantongnya untuk membiayai saran belajar. Ada lagi sebagian anak yang berasal dari
keluarga dengan ekonomi kurang mampu, tetapi juga berhasil dalam belajar, karena
orang tuanya sendiri kaya dengan wawasan SDM. Yang sangat beruntung adalah anak
yang memiliki orang tua dengan SDM tinggi, kantong tebal dan teman-teman bermain
memberikan pengaruh positif dalam belajar.
Pendidikan yang efektif tentu akan didukung oleh komponen-komponen yang
juga efektif. Mereka adalah seperti sekolah efektif, kepala sekolah efektif, guru efektif
dan murid yang efektif.
Sekolah yang efektif tentu mempunyai standar indikator seperti yang
digambarkan oleh Sergio Vanio. Ia mengatakan bahwa kalau sekolah efektif murid-
muridnya dinilai setiap tahun oleh pihak yang independen maka skor penilaiannya selalu
meningkat. Murid-murid di sekolah itu sangat antusias dalam belajar dan ini tercermin
dalam peningkatan prosentase kehadirannya. Guru sangat konsekwen dalam memberikan
pekerjaan rumah (PR) dan menilai PR itu dengan konsisten. Sekolah memiliki program
dan jadwal ekstrakurikuler di sekolah itu terdapat partisipasi orang tua dan masyarakat
untuk peduli terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah tersebut.
Sekolah efektif sangat menghargai waktu dan akan memanfaatkannya ibarat
memanfaatkan uang. Tentu saja sebagian besar waktu itu digunakan untuk belajar. Guru-
guru di sekolah yang efektif mampu melaksanakan proses belajar mengajar yang bebas
dari gangguan dan memberikan pekerjaan rumah dengan cara bertanggung jawab.
Sekolah ini mulai dan mengakhiri kegiatan belajar betul-betul tepat waktu. Sementara itu
dalam sekolah yang tidak efektif, guru-guru cenderung tidak mendukung pemahaman
tujuan sekolah.
Sekolah yang efektif tentu berada di belakang pimpinan kepala sekolah yang
efektif pula. Seorang kepala sekolah akan menentukan jatuh atau bangunnya kualitas
suatu sekolah. Kepala sekolah asal-asalan cenderung untuk menghancurkan budaya dan
iklim belajar sekolah. Sedangkan kepala sekolah yang efektif selalu komit dengan misi
dan visi yang mengangkat dan melestarikan kualitas sekolahnya.
Salfen Hasri (2004;20) mendeskripsikan tentang kepala sekolah yang efektif,
yang antara lain sebagai berikut: punya visi dan merealisasikannya bersama guru dan
staf. Ia mempunyai harapan yang tinggi pada prestasi, selalu mengamati kualitas guru dan
kualitas anak didik serta mendorong pemanfaatan waktu. Disamping itu seorang kepala
sekolah yang efektif selalu memonitor prestasi individu guru, staff, siswa dan sekolah.
Kepala sekolah yang efektif sangat sadar bahwa keberadaan siswa adalah titik
pokok dalam dunia pendidikan (di sekolah), maka ia sangat memonitor perkembangan
siswa yang tercermin dalam peningkatan kualitas nilai tes yang bersih dari rekayasa dan
manipulasi data. Ia melowongkan waktu (punya jadwal) untuk mengamati guru dalam
kelas dan senantiasa berdialog tentang problem dan perbaikan pengajaran/kelas.
Kepala sekolah menjadi efektif karena ia mampu menjadi pemimpin yang efektif.
Me Clure (dalam Salfen Hasri, 2004) mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang mampu dalam berbagi tugas bersama siapa yang memiliki kompetensi
untuk pekerjaan khusus.
Seorang pemimpin yang efektif harus mampu untuk melaksanakan “problem
solving” dan “decision making”, memiliki bakat memimpin serta mampu untuk bersosial
yaitu untuk bekerja sama. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala
sekolah sedikit sekali yang menghabiskan waktu untuk urusan kurikulum dan pengajaran.
3. Tinggalkanlah Metode Konvensional
Ramai sekali media massa menulis masalah Sumber Daya Manusia. Begitu pula
para pakar telah sama setuju bahwa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
amat diperlukan pendidikan. Dengan arti kata dunia pendidikan memegang peranan yang
betul-betul penting. Martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas bangsa itu
sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur dengan sumber daya manusianya.
Kita sadari bahwa pendidikan, sungguh penting untuk kemajuan bangsa. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai bangsa yang berkualitas adalah dengan
melaksanakan wajib belajar. Untuk mencapai hal ini Presiden Soeharto telah menca-
nangkan wajib belajar enam tahun tepat pada hari Hardiknas tanggal 2 Mei 1984.
Kemudian untuk percepatan mencapai sumber daya manusia yang berkualitas, maka
sepuluh tahun kemudian, Mei 1994. Presiden mencanangkan lagi wajib belajar sembilan
tahun. Untuk mensukseskan wajib belajar sembilan tahun itu sangat dituntut tenaga
pendidik yang betul-betul ahli dalam bidangnya (profesional) agar dapat mengelola
pendidikan di lapangan secara baik.
Mengingat betapa pentingnya sektor pendidikan dalam pelaksanaan pembangunan
nasional jangka panjang tahap dua, khusus pembangunan sumber daya manusia, kita
tidak dapat menutup mata dan telinga terhadap sektor pendidikan kita yang mutunya
masih tertinggal itu. Dan orang-orang arif dalam dunia pendidikan di negara ini cukup
respon atas berbagai masalah pendidikan. Mereka merekayasa dan melaksanakan
berbagai usaha peningkatan dan penyegaran.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah sama-sama kita
rasakan dan kita lihat. Begitu pula banyak pembaharuan demi peningkatan mutu yang
sudah dilakukan. Mengganti kurikulum yang diikuti oleh perubahan struktur buku-buku
pelajaran yang membanjir di pasaran. Membentuk proyek peningkatan kwalitas guru-
guru yang dilaksanakan dalam bentuk penataran, seminar-seminar dan latihan kerja.
Begitu juga penyediaan sarana dan prasarana bidang pendidikan.
Betapa usaha ini diterapkan melalui pengorbanan moril dan materil. Memberikan
keringanan bagi guru-guru, misalnya dengan mengurangi jumlah jam mengajar di
sekolah, agar dapat mengikuti penataran apakah dalam bentuk sanggar-sanggar atau
bentuk MGMB dan MGBS. Namun usaha-usaha ini belum lagi menampakkan harapan
dan pencapaian target. Kita dapat mengetahuinya lewat hasil Ebtanas yang tetap rendah
tiap tahun. Dan kita langsung memperhatikan betapa bertambahnya jumlah murid yang
mengalami malas. Dari membaca media massa atau langsung melihat fakta yang
menunjukkan adanya keruwetan dalam sekolah dan meningkatnya angka kenakalan
pelajar.
Barangkali apa yang menyebabkan lambatnya peningkatan kualitas pendidikan
ini? Lihatlah proses belajar mengajar di sekolah-sekolah. Sistem pengajaran yang
diterapkan oleh guru kepada murid barn sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan
dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Belum sampai kepada meletakan nilai-nilai
wawasan sosial dan kemanusiaan, serta penguasaan bekal hidup yang praktis. Dalam sis-
tem pengajaran kita lihat hubungan guru dan murid ibarat hubungan cerek dan cangkir.
Yang satu cuma sebatas memberi dan yang lain sekedar menerima saja.
Atau mungkin karena sistem pendidikan yang diterapkan oleh guru kepada murid
bersifat mengulang-ulang dan tidak ada, atau kurang, kreasi dalam mengembangkan
pelajaran dan seni mengajarnya. Sama-sama kita perhatikan bahwa masih ada guru-guru
yang mana kalau mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun.
Ada pula guru karena kurang menguasai bahan kemudian mengambil strategi mudah,
yaitu meringkas isi buku untuk dicatatkan melulu. Atau menghafalkan buku catatan agar
besok dapat disajikan ke hadapan murid di dalam kelas. Murid sendiri dapat mengatakan
bahwa guru yang demikian ilmunya cuma tua satu malam dari murid. Dan inilah kenya-
taan yang membuat integrasi guru-murid tetap berjalan macet. Guru sibuk berbicara di
depan kelas sedangkan murid asyik melucu atau ngobrol di belakang.
Tampak taraf pengajaran kita untuk menyerap ilmu masih sekedar menyodorkan
tugas-tugas hafalan untuk diuji. Sistem komunikasi dalam kelas cenderung satu arah dan
murid lebih dominan bersikap yes-man kepada guru. Mengkeritik guru atau beradu
argumen seolah dipandang tabu. Mungkin selalu dibelenggu ketakutan karena berdampak
pada ancaman pada nilai rapor. Demikianlah ungkap salah seorang murid dalam suatu
dialog ringan. Belajar dengan cara menghafal sungguh mematikan kreatif berfikir dan
menunjukkan bahwa guru-guru masih menerapkan pengajaran sistem kuno.
Ciri-ciri sistem pengajaran kuno atau konvensional sangat terlihat jelas dalam
interaksi guru-murid di sekolah. Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat
otoriter, yaitu bersifat menguasai. Guru menganggap bahwa dirinyalah paling benar.
Yang mengharuskan setiap murid menerima apa yang dikatakan. Pernah kejadian pada
sebuah sekolah. Seorang murid kritis tergolong pintar mencoba memberi usul atau kritik
konstruktif kepada seorang guru bidang studi. Membuat, guru menjadi merah muka dan
bukti merasa gembira. Guru itu tampak kesal dan pada akhir semester dia telah menodai
rapor murid dengan angka mati. Dia melakukan ini entah karena rasa dendam karena
merasa kelintasan akibat ilmunya minus atau semata-mata memperturutkan egois.
Berbicara mengenai metoda pendekatan dalam pendidikan, ada tiga bentuk
metode pendekatan yaitu konvensional, progresif dan metode liberal. Sekolah-sekolah
kita amat mengenal metode konvensional karena metode itu melekat terus. Sikap otoriter
terlihat jelas dalam metode ini.
Beginilah suasana kelas atau sekolah dengan metode konvensional. Kelas dengan
jumlah murid yang masih ramai, dan tampak lebih mengutamakan kuantitas daripada
kualitas. Seolah-olah ruang kelaslah yang menjadi wilayah belajar murid, meskipun teori
diatas kertas sungguh bagus. Dalam proses belajar mengajar siswa tampak bersikap pasif.
Mereka hanya menerima ilmu saja dan dalam memahami pelajaran cenderung untuk
selalu menghafal buku catatan. Interaksi guru-murid lebih diwarnai oleh rasa takut, ini
menandakan fikiran masih terbelenggu. Dalam penguasaan bidang ilmu seolah-olah guru
serba tahu secara mutlak. Ceramah merupakan metode yang lazim diterapkan. Murid-
murid kurang terlibat secara aktif dan inilah penyebab suasana kelas dan suasana belajar
menjadi serba membosankan. Hampir setiap hari banyak murid yang memboloskan diri.
Maka tentu tidak berlaku kalimat yang berbunyi “kelasku adalah istanaku” tetapi yang
terjadi hanyalah “kelasku terasa bagaikan penjara”.
Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas adalah lewat sumber
daya manusia yang berkualitas pula. Maksudnya untuk memperoleh murid yang
berkualitas tentu dibutuhkan pula guru yang, berkualitas. Dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar peran guru tidak hanya sekedar membantu proses pembelajaran atau
sebagai seorang pengambil keputusan instruksional. Tetapi lebih dari itu yaitu guru harus
dapat berperan sebagai konselor, motivator dan fasilitator agar proses pembelajaran anak
didik tidak asal-asalan saja.
Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas agaknya sederhana saja
rumusnya, yakni guru jangan mengajar asal-asalan. Sangat mustahil kalau guru-guru
yang demikian dapat bertindak atas nama peningkatan kualitas, berfungsi sebagai
konselor, motivator dan fasilitator bagi murid-murid. Mustahil pula seorang guru akan
ikut berpartisipasi sempurna dalam pendidikan kalau ia sendiri belum menampakkan,
kualitas diri. Untuk itu kita mengharapkan agar guru-guru bersikap tulus dalam mening-
katkan kualitas pendidikan dan diri sendiri. Andai kata mereka mengikuti penataran atau
sanggar, misalnya, janganlah hanya sekedar mengharapkan sertifikat untuk kredit poin,
mengharapkan sejumlah kecil maten dan begitu pula jangan hanya bersikap pasif atau
sekedar hura-hura. Agar dapat memainkan peranan dengan baik dalam dunia pendidikan
maka guru harus senantiasa membelajarkan diri, otodidaktif, dan agaknya tidak ada
alasan lagi bagi guru untuk selalu berlindung di balik alasan untuk tidak belajar.
Sediakanlah waktu setiap hari untuk menyentuh buku-buku yang bermanfaat dan dapat
menambah wawasan berfikir dengan harapan kita semua dapat menjadi gum yang ber-
kualitas agar kita dapat mendidik murid-murid menjadi sumberdaya manusia yang ber-
kualitas.
4. Kemerosotan Daya Tarik Sekolah
Sampai sekarang, agaknya pendidikan masih dianggap sebagai investasi nasional.
Investasi terhadap manusia dengan kata lain dapat dikatakan dengan istilah “investasi
dalam kemampuan manusia” atau dalam istilah yang lebih umum adalah “sumber daya
manusia”.
Suatu negeri tetap miskin karena investasi dalam kemampuan manusianya juga
kecil. Untuk mengentaskan keadaan ini sangat diperlukan peningkatan dan
pengembangan potensial dan tepatnya adalah peningkatan keterampilan dan pengetahuan
dari segenap warganya.
Keadaan dan eksistensi negara ini pada masa datang sangat ditentukan oleh
investasi sumber daya manusia sekarang ini dapat kita sorot ke dalam dunia pendidikan.
Ada kecenderungan pemerosotan daya tarik sekolah dalam kalangan pelajar.
Semoga saja pandangan ini tidak terlalu mengada-ada. Banyak fakta-fakta umum yang
dapat menyokong pendapat ini seperti makin banyaknya anak-anak sekolah yang
berkeliaran dimana-mana pada jam belajar efektif, pelaksanaan disiplin yang macet,
rendahnya perhatian masyarakat untuk menyerbu fasilitas pendidikan dibandingkan
dengan fasilitas hiburan dan masih senangnya hampir sebagian besar orang yang bersikap
bermalas-malasan.
Kemerosotan daya tarik sekolah penyebabnya dapat ditinjau dari beberapa segi,
seperti dari segi sekolah, rumah, masyarakat dan lain-lain. Walau bagaimana setiap segi
ini saling mempengaruhi dan memberikan dampak negatif.
Meskipun telah banyak orang membahas tentang berbagai kritikan termasuk
kritikan tentang metode mengajar namun belum tampak reaksi positif secara menyeluruh.
Sampai saat sekarang metode mengajar lama masih cukup banyak digandrungi oleh guru-
guru meskipun mereka telah puluhan kali mengikuti penataran-penataran dan hampir tiap
saat disuguhi teori-teori.
Bagaimana keadaan metode mengajar gaya lama? Yaitu metode yang membuat
murid cenderung menghafal teks demi teks catatan yang diberikan oleh guru, apakah
mereka memahami atau tidak. Pelaksanaan metode lama ini telah berlangsung cukup
lama. Mengajar dengan metode yang demikian cenderung bersifat dogmatik dan otoriter.
Cara dari metode ini sedikit mendorong murid untuk bertanya dan bersikap kritis atau
tertarik dalam belajar mandiri di luar sekolah. Inilah penyebabnya kenapa sekarang
murid-murid, malah juga sampai kepada mahasiswa cenderung membisu dan suka
sebagai penonton dalam dinamika kehidupan. Dan ini pulalah penyebabnya kenapa
banyak generasi muda suka kebingungan dalam mengisi hari-hari kosong mereka.
Suasana mengajar pada berbagai tingkat sekolah, dari tingkat SD sampai SLTA
dan barangkali juga di tingkat perguruan tinggi dengan gaya “konsep bank” atau gaya
hubungan “cerek dan cangkir”. Gaya mengajar ini cenderung untuk melemahkan
kebebasan berpikir dan menumbuhkan sikap mencari serta berpengalaman, yang
diperlukan dalam perkembangan.
Suasana belajar murid cenderung menunggu perintah dari guru. Buku-buku
pegangan baru dibaca kalau ada perintah. Karena sering guru lupa memberi aba-aba
untuk membaca, maka rata-rata buku pegangan masih utuh. Malahan buku yang sengaja
dipersiapkan oleh pemerintah cenderung untuk menumpuk-numpuk di pustaka atau di
rumah karena budaya malas membaca. Dalam menguasai pelajaran, caya yang cukup jitu
dipakai adalah lewat cara menghafal. Dan ini tampak cukup merata untuk berbagai
tingkat sekolah, sehingga suasana belajar yang demikian hanya membuat murid untuk
mencapai target lulus saja dan memperoleh ijazah, bukan untuk menguasai pengetahuan
dan keterampilan yang harus dibuktikan. Melihat gejala semakin kurang berkualitasnya
lulusan sekarang, sehingga ada orang yang suka berkelakar mengatakan bahwa “ijazah itu
hanya laku sampai di gerbang sekolah saja” dengan arti kata belum dapat diandalkan
dalam kehidupan.
Situasi sekolah sekarang yang cukup mengecewakan telah membuat para lulusan
tidak atau kurang berkualitas. Situasi sekolah yang mengecewakan ini adalah akibat,
sekali lagi, bertahannya gaya mengajar metode lama. Proses belajar mengajar yang
bersifat “text book” dan malah akibat murid belajar dengan sedikit buku atau tanpa buku
pegangan sama sekali. Buktikanlah dalam kehidupan setiap hari kita melihat cukup
banyak pelajar pergi sekolah melenggang saja atau Cuma membawa sehelai catatan
“gado-gado” dan melipatnya ke dalam kantong. Kemudian guru dan murid cenderung
bermalas-malas, mungkin akibat pemahaman kurikulum atau kurikulum itu sendiri cukup
kabur dan guru kurang terlatih untuk menstimulasi aktivitas murid. Kenapa sekarang
jarang guru yang bersikap profesional ideal? Ini bisa jadi disebabkan karena mereka
miskin dengan ilmu, wawasan dan pengetahuan, sehingga ada saja murid yang berani
mengatakan bahwa sebagian kecil guru ilmunya cuma “tua semalam” dari murid-murid.
Beberapa kritikan terhadap pendidikan yang menyebabkan semakin merosotnya
daya tarik sekolah adalah sebagai berikut: Pengajaran yang serba bersifat Text-Book dan
teori tanpa praktek. Populasi kelas yang cukup atau terlalu ramai dengan pengajaran
cenderung melupakan program pengayaan atau perbaikan, kalaupun ada itu cuma agak
berbau omong kosong saja. Murid-murid terlihat miskin dengan berbagai aktivitas
pendidikan. Kurangnya penyediaan kebutuhan dan kapasitas untuk remaja. Proses belajar
mengajar terlalu banyak didominasi oleh berbagai ujian, ada kalanya guru mengadakan
ujian palsu karena kehabisan teknik mengajar. Dan tidak ada kegiatan ekstra kurikuler
yang bermanfaat dan dapat memperkaya wawasan siswa untuk menghadapi dunia kerja
dan kehidupan nyata kelak.
Kemerosotan daya tarik sekolah dapat pula disebabkan oleh gaya belajar murid-
murid itu sendiri. Memang kita akui bawa gaya belajar ini dibentuk oleh faktor sekolah,
rumah dan faktor sosial.
Gaya murid, dan bisa jadi juga mahasiswa, dalam menguasai pengetahuan adalah
dengan cara melengkapi catatannya persis seperti kata-kata guru dan dalam ujian mereka
berusaha keras untuk mencurahkan, mengungkapkannya lagi, dari hafalan. Ini merupakan
penghalang serius dalam mengembangkan kreativitas berpikir. Disini tampak bahwa
murid lebih tergantung pada ingatan atau hafalan dari pada memahami masalah dan
mengembangkan alasan (logika) serta kekuatan analisa untuk menyelesaikan masalah
dalam hidup.
Sudah menjadi pemandangan umum bagi kita untuk setiap musim ujian. Murid
biasanya menyediakan beberapa hari saja dalam seminggu sebelum ujian untuk bekerja
dan belajar intensif. Dalam menyerap ilmu mereka sering tergantung pada catatan dari
pada buku-buku pegangan. Dan selanjutnya mereka tergantung pada hafalan daripada
pemahaman.
Untuk mencapai kematangan pribadi murid, agaknya sangat diperlukan campur
tangan atau bimbingan guru, terutama orang tua, untuk mengelola dan memanfaatkan
waktu. Apa yang sering kita lihat dalam melewati hari-hati yang panjang sebelum ujian
tiba, tentu tidak untuk semua murid, adalah mereka cenderung untuk membuang waktu
tanpa tujuan. Sehingga kalau ada murid atau mahasiswa kita yang beruntung untuk
belajar di negara Barat, dan negara maju lain, akan tercengang melihat sungguh serius
dan rajin para pelajar di sana.
Agaknya kemerosotan daya tarik sekolah cukup menentukan kualitas sumber
daya manusia, atau lulusan suatu sekolah. Kita lihat bahwa lulusan SLTA tentu saja tidak
semuanya yang terus ke universitas rata-rata kurang stabil secara emosi, kurang
terbimbing secara intelektual dan lemah dalam pemanfaatan waktu. Sehingga membuat
sebagian besar mahasiswa banyak buang-buang waktu dan sedikit yang punya
kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Mereka tidak tahu kemana akan
pergi dan tidak tahu apa yang akan dilakukan. Kalau begitu kita tidak perlu heran kalau
banyak yang mengaku telah sarjana tetapi belum bisa membuktikan diri dalam kehidupan
karena bisa jadi akibat “ijazah mereka hanya laku sampai ke gerbang kampus” saja.
Kemerosotan daya tarik sekolah dan untuk menambahkan ilmu untuk tingkat
SLTA sudah mulai terasa ketika murid duduk di bangku kelas tiga. Rata-rata murid kelas
tiga banyak belajar acuh tidak acuh dan sering belajar serampangan saja. Kemalasan yang
mereka derita ini bisa jadi akibat bahwa umumnya mereka terganggu oleh anggapan masa
depan yang kabur, tetapi suka masa bodoh, dan banyaknya pengangguran terdidik di
seputar mereka. Kecuali kalau mereka suka menganalisa bahwa pengangguran terdidik
yang menganggur itu adalah akibat kualitas diri masih rendah, selain suratan dari Ilahi,
karena ilmu mereka baru hanya sebatas “text-book thinking” semata. Pendidikan
memang penting bagi seseorang karena ia memberinya kesempatan untuk meningkatkan
“income” dan tingkat kehidupan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Untuk pendidikan lewat penguasaan pengetahuan dan skill dapat membuat kemungkinan
peningkatan “output”. Untuk itu penting bagi seseorang untuk memiliki kebutuhan akan
pendidikan dan sekolah. Kehilangan daya tarik terhadap sekolah dan pendidikan, selain
disebabkan oleh berbagai faktor yang telah kita sebutkan di atas, juga disebabkan faktor
orang tua. Murid-murid dengan perilaku negatif banyak datang dari keluarga dengan
orang tua yang sibuk dan tidak mampu memberi perhatian. Dan kalau pun orang tua tidak
sibuk, tetapi akibat mereka kelewatan dalam memberi perhatian dan pemanjaan, tanpa
membantu anak dalam belajar dan mengelola waktu, telah membuat anak-anak mereka
berkualitas jelek.
Kenapa daya tarik sekolah merosot bisa terjadi? Terhadap pertanyaan ini dapat
kita dengar jutaan alasan dan keluhan. Dari sudut pandang murid, mereka punya alasan
untuk mengeluh karena kondisi hidup dan sekolah yang tak memadai. Alasan atau
keluhan ini adalah seperti: jarangnya mereka memiliki buku, fasilitas pustaka dan labor
yang terbatas, tempat tinggal yang tidak memadai dan akibat sedikitnya kontak dengan
guru dan guru bimbingan dan konseling. Keluhan dari segi guru adalah seperti: guru yang
kurang terlatih, gaji yang kurang memadai sehingga banyak guru yang demam berhutang
pada koperasi atau bank, kelas yang ramai, kurikulum yang belum layak, keadaan kelas
yang dua shift, buku teks yang tidak menarik dan media mengajar yang sering tidak ada
di dalam proses belajar mengajar.
Kini mengingat dan melihat tantangan hidup yang makin nyata agaknya kita mesti
lebih serius dalam memperhatikan investasi manusia dalam arti peningkatan sumber daya
manusia. Untuk itu sangat diperlukannya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang
berkualitas ditentukan oleh guru yang cakap dan mahir. Sekolah tetap membutuhkan guru
yang luas ilmunya, dapat beradaptasi, kompeten dan berbakti pada tugas. Di samping itu
juga perlu sokongan orang tua. Malah tentu yang omong kosong bila sekolah berkualitas
dan orang tua, dan juga masyarakat yang berkualitas menghasilkan murid serta
mahasiswa yang berkualitas pula.
5. Masih Adakah Siswa Yang Mengidolakan Pahlawan
Sudah milyaran rupiah dana yang dihamburkan agar penataran dan pelatihan
untuk memantapkan rasa kebangsaan dapat terwujud. Disamping itu media massa, lewat
media cetak dan media elektronik, juga diserutkan agar segenap generasi muda dapat
memahami arti semangat perjuangan 45.
Semangat perjuangan 45 adalah semangat yang tidak mengenal istilah pantang
mundur demi meraih kemerdekaan. Malah nyawa, harta dan keluarga adalah taruhannya.
Bagaimanakah semangat generasi kita seputar tahun 2.000 ini? Tanpa mengadakan
penelitian yang akan membuang-buang waktu dan dana kita dapat mengatakan bahwa
rata-rata generasi muda sekarang banyak yang tidak memiliki semangat perjuangan.
Andaikata kita pajangkan sederet nama mulai dari nama artis sinetron,
olahragawan sampai kepada nama tokoh pahlawan yang telah berjasa banyak bagi bangsa
ini. Maka artis dan olahragawan kerapkali sebagai tokoh Idola mereka yang utama dan
para pahlawan sering sekedar idola pelengkap saja. Sebetulnya tidak salah kalau generasi
muda termasuk anak didik kita menjadikan para artis dan olahragawan sebagai idola
mereka, tidak mengapa bila tokoh-tokoh idola mereka baik luar-dalam. Maksudnya
penampilan luarnya sama baik dengan karakter mereka yang sesungguhnya. Sekarang
yang kita pertanyakan adalah apakah masih ada kontak batin antara anak didik kita
dengan para pahlawan bangsa kita ini?
Cukup kagum juga kita, dari membaca koran dan majalah, bahwa di luar negeri,
seperti Amerika, masih ada generasi muda mereka, yang mempunyai kontak batin dengan
pahlawan yang telah terpisah selama puluhan generasi atau ratusan tahun. Mereka masih
kenal baik sehingga dalam pembicaraan harian, mereka pun mengutip kalimat yang
pernah diungkapkan oleh pahlawan bangsa mereka. Penyebaran buku-buku biografi
adalah salah satu faktor pembentuk tetap adanya hubungan batin antara mereka dengan
para pahlawan.
Bagaimana kontak batin antara anak didik kita dengan para pahlawan bangsa?
Rata-rata, kecuali sebagian kecil, Cuma sebatas mengenal nama mereka saja. Oh, kalau
Sisingamaraja itu berasal dari tanah Batak, Imam Bonjol dari daerah Minang dan
Pangeran Diponegoro berasal dari daerah anu …! Atau anak didik kita Cuma dapat
mengenal tahun-tahun saja. Bahwa Sukarno, Presiden RI pertama dan tokoh Proklamator,
lahir tahun sekian dan Kihajar Dewantara mendirikan sekolah itu tahun sekian. Dan bisa
jadi generasi muda sekarang hanya mengenal pahlawan hanya sebatas nama, karena
nama-nama jalan juga mengabaikan nama-nama para pahlawan. Oh, itu jalan Pattimura
dan ini jalan Rang Kayo Rasuna Said dan yang lain adalah jalan R.A Kartini, Jalan Teuku
Umar, Jalan Haji Agus Salim, Jalan Sukarno-Hatta atau jalan Prof. Dr Hamka, dan lain-
lain. Tetapi mereka kemungkinan tidak pernah tahu bahwa Rang Kayo Rasuna Said itu
adalah pejuang wanita dari ranah Minang yang merupakan wanita pertama yang masuk
ke dalam bui karena perjuangan bangsa. Atau mereka kurang mengetahui bagaimana
Muhammad Hatta, Haji Agus Salim dan Hamka bergelut dengan buku-buku untuk
menuntut ilmu demi perjuangan kemerdekaan bangsa. Atau bagaimana Sukarno berlatih
berpidato di kegelapan malam semasa kecil dan Raden Ajeng Kartini beserta adik-
adiknya berjuang menentang adat yang kolot demi membebaskan kaum wanita dari
belenggu kebodohan untuk memperoleh emansipasi dan harga diri.
Pokoknya cukup sederhana pengetahuan anak didik kita tentang para pahlawan
yakni sebatas nama, tahun-tahun kejadian dan daerah asal mereka. Mereka memperoleh
itu lewat hafalan dan kemudian secara pelan-pelan melupakan apa yang dihafal sebelum
sempat dijiwai sampai pada akhirnya para pahlawan itu terlupakan dan terputus dalam
kontak batin. Kalau begitu siapakah yang bertanggung jawab atas masalah ini? Tentu saja
kita semua, para guru-guru, akibat metode proses belajar mengajar yang salah kaprah.
Sebetulnya selain lewat proses belajar mengajar di sekolah anak didik masih
dapat mengenal para pahlawan lewat media masa seperti televisi, majalah dan koran-
koran. Tetapi acara-acara kepahlawanan sering kalah menarik dibandingkan dengan acara
hiburan dan film-film. Sehingga anak-anak didik kita di rumah memperhatikannya tidak
dengan sepenuhnya hati dan malah meninggalkan acara tersebut. Begitu pula kerapkali
anak didik lebih tertarik dengan membaca gosip para bintang film dan mengabaikan
biografi para pahlawan kalau ada. Walau tidak semua anak didik yang berbuat begitu.
Agaknya anak didik kita cukup peka juga. Mereka dapat mengatakan bahwa
pelajaran yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan pahlawan kepada mereka
adalah seperti pelajaran PSPB, Sejarah, Agama, KWN, Tata Negara dan Bahasa
Indonesia. Dan tentu pada umumnya seluruh guru-guru juga bertanggung jawab untuk
memperkenalkan para pahlawan kepada anak didik sebagai generasi muda.
Suatu hari ketika ditanya, kepada murid tentang metode proses belajar mengajar
yang baik dalam rangka mempelajari dan mengenal tokoh-tokoh pahlawan lewat mata
pelajaran yang kita sebutkan di atas. Maka murid mengatakan bahwa metode yang
terbaik adalah guru mencatatkan ringkasan pelajaran dan kemudian menerangkan
pelajaran atau sebaliknya guru menerangkan pelajaran kemudian baru mencatatkan
keringkasan yang telah dibuat guru.
Karena anak didik telah terlatih menjadi “beo” atau menerima saja apa yang telah
disuguhkan guru lewat cara menghafal ibarat sapi agama Hindu” di India yang
mengunyah-ngunyah kertas yang berisi tulisan dan kemudian dikeluarkan lewat kotoran
tanpa singgah di kepala, telah menyukai metode ini. Pada hal metode ini adalah metode
yang salah kaprah karena dapat mematikan kreatifitas berfikir anak didik. Sedangkan
orang-orang dari negara maju telah lama meninggalkan metode proses belajar mengajar
seperti ini. Namun kita dalam saat-saat menjelang tahun 2000 ini masih ada yang terpaku
pada metode ini.
Cukup banyak ragam metode salah kaprah ini. Ada guru yang bercerita
mengelantur kesana kemari tentang tokoh-tokoh pahlawan di dalam negeri dan di luar
negeri, tanpa jelas salah benarnya, kemudian pada akhir pelajaran mencatatkan
keringkasan yang telah dibuat oleh bapak atau ibu guru. Ada lagi guru yang setiap kali
masuk kelas selalu menyuruh murid-murid untuk meringkaskan isi halaman dari sebuah
buku dan dia sendiri duduk dengan enaknya di depan kelas sampai kuap-kuap atau untuk
menghilangkan rasa kantuk karena bosan dalam mengajar sengaja pergi ke ruangan
majelis guru untuk mengobrol atau bergosip mulai dari masalah umum sampai kepada
masalah rumah tangga. Begitu pula bagi guru yang tidak menguasai pelajaran sama sekali
amat sudi untuk mendiktekan seluruh isi buku pada hal tidakkah baik kalau murid
disuruh saja membeli buku atau memfoto kopi saja. Tetapi ada kalanya guru melarang
siswa untuk membeli buku dan kalaupun punya buku tetap harus mencatat sebab akan
diambil nilai kerajinan atau catatan bakal diperiksa. Dan masih ada seribu satu metode
yang mirip dengan metode yang salah kaprah begini.
Memperkenalkan para tokoh pahlawan lewat proses belajar mengajar adalah
sangat ampuh untuk menangkal agar anak didik tidak tercabut dari akar budaya dalam
arti mereka tidak melupakan pahlawan bangsa. Tetapi pelaksanaan proses belajar
mengajar tidaklah sesederhana metode yang di atas tadi. Idealnya setiap guru, terutama
guru, KWN, Agama, Sejarah dan Bahasa Indonesia dari sekolah dasar dan bagi pelajaran
yang terkait di tingkat SLTP dan SLTA harus menguasai topik-topik pelajaran yang
bukan sekedar hafalan belaka untuk mengajar murid menjadi beo. Malah sangat ideal lagi
kalau guru-guru, lebih tepat lagi guru-guru mata pelajaran Sejarah KWN, , juga membaca
buku-buku biografi tanpa terlebih dahulu berlindung dibalik alasan. Kita sering
mendengar, tidak hanya guru wanita tetapi juga guru yang senantiasa mengungkapkan
tidak punya waktu untuk membaca guna untuk menambah ilmu.
“Wah saya tidak punya waktu karena sibuk dengan kerja di rumah, sibuk karena
anak mengganggu, tak sempat karena rumah jauh, tak sempat membaca karena saya
mempunyai jam mengajar sangat banyak, dan lain-lain”. Sering alasan-alasan kuno ini
kita dengar dari rekan guru-guru yang mana mereka senantiasa mengungkapkan
kesibukan mereka di luar kegiatan mengajar seolah-olah mereka lebih sibuk daripada
menteri atau negarawan lain. Pada hal Menristek, B.J. Habibie yang memiliki segudang
jabatan dan pekerjaan atau KH Zainuddin MZ, ulama sejuta umat.
Mereka juga mempunyai rumah tangga dan anak-anak, disamping tanggung
jawab terhadap pekerjaan yang banyak tetapi tetap mempunyai waktu untuk belajar atau
menambah ilmu. Bagi sebagian rekan guru-guru yang selalu berlindung dibalik alasan
“sibuk” ternyata untuk nongkrong di warung kopi atau untuk bergosip tanpa mereka
sadari mereka telah menghabiskan waktu selama berjam-jam terbuang percuma.
Pengenalan tokoh-tokoh pahlawan kepada anak didik lewat proses belajar
mengajar merupakan sarana yang tepat karena disana anak didik terkondisi dengan
bersyarat dengan imbalan nilai sebagai titik awal. Maka tentu ada usaha-usaha lain yang
positif agar anak didik lebih mengenal para pahlawan. Misalnya memberikan tugas untuk
membuat sinopsis dari biografi-biografi pahlawan. Begitu pula menugaskan murid untuk
membuat resensi dari sebuah buku yang mengandung biografi seorang pahlawan. Agar
anak didik tidak asal tulis atau mungkin memalsukan karya tulis orang lain. Maka ada
baiknya guru mengujikan atau menyuruh murid untuk mempresentasikan di depan
kawan-kawannya sambil melatih keberanian mereka untuk tampil di depan umum.
Melowongkan waktu bagi guru dan murid untuk dapat membaca setiap buku
biografi sangat besar manfaatnya. Selain untuk menambah wawasan juga sebagai sarana
untuk “cermin diri” untuk memacu prestasi dan untuk mencari idola sebagai jati diri kita
dalam rangka mengembangkan kwalitas diri. Semoga.
6. Tidak ada Istilah Terlambat Untuk Maju
Semua orang tentu sudah tahu bahwa masing-masing pribadi kita itu adalah unik.
Kita menjadi unik kerena later belakang dan pengalaman hidup yang kita lalui juga
berbeda. Salah satu sifat kita yang unik adalah tentang bakat.
Memang setiap orang memiliki bakat yang berbeda dan bakat-bakat yang ada
pada did kita itu masih terpendam. Bakat yang terpendam ini kalau dapat kita gali akan
membuat kita sendiri terheran-heran. Lebih-lebih setelah melihat kemampuan yang ter-
simpan dalam diri kita itu.
Setiap orang bisa memperkembangkan bakat-bakat dan kecakapan- kecakapan
sendiri asal ia ada mempunyai cukup hasrat untuk melakukannya. Ada seorang pelajar
wanita, dulu ketika masih menjadi pelajar SD dan SMP hampir selalu diabaikan oleh
teman-teman. Itu semua karena pribadi wanita itu dingin dan tidak menarik. Namun
setelah berada di bangku SMU, lebih-lebih setelah duduk pada bangku kelas dua dam
kelas tiga, ia tampak begitu dinamis dan menjadi kesenangan teman-teman. Malah
setelah lulus SMU dan beberapa bulan kemudian ado kabar tentang dirinya bahwa us
lulus dalam seleksi untuk memperoleh beasiswa untuk studi tentang ilmu mekanika di
salah satu negara Eropa. Seorang familinya mengatakan bahwa ia dapat meraih kemajuan
pada hari-hari akhir remajanya adalah karena ia mampu berfikir untuk mengembangkan
bakat-bakat yang tersimpan dalam diri setiap orang dapat mengembangkan bakat-bakat
dan kecakapan yang terpendam asal ia mau. Banyak lagi orang-orang lain yang pada
masa kecil dan masa remajanya biasa-biasa saja dan malah kurang diacuhkan oleh teman-
temen dapat berhasil dalam perjalanan hidup berikutnya setelah bertekad untuk mengem-
bangkan bakat-bakat yang terpendam. Ini pun akan dapat anda dan kita semua, alami asal
kita mau berlatih dan berusaha sekeras-kerasnya. Kita harus mau terus bertekun tanpa
merasa bosan-bosan. Ada orang, sebagai contoh pada mulanya kurang memiliki rasa
percaya diri karena tidak menguasai cara berkomunikasi. Pada hal melihat dari latar
belakang orang tua dan familinya menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang bertipe
pendiam dan kaku. Maka ia melakukan praktek-praktek melatih diri dengan caranya sen-
diri, akan tetapi tentu ia memerlukan ketabahan den keberanian dan sampai pada
akhirnya kekakuan-kekakuannya itu mencair ibarat es diterpa panas matahari. Mereka
yang kelak menjadi orang-orang yang pandai berbicara, mula-mula juga bersifat malu-
malu dan merasa khawatir setelah mati.
Kebanyakan bakal ada yang membutuhkan pengekspresian lewat bahasa seperti
bakat berpidato, menyanyi, bakat menjadi psikolog dan sebagainya. Tetapi kekakuan
dalam berbahasa selalu sebagai kendala utama, kecuali setelah melatih diri. Bagi yang
gering dilanda kegugupan dan mengekspresikan bahasa lisan mungkin baik sekali kalau
setengah menit sebelum memulai berbicara untuk menarik notes dalam-dalam beberapa
kali saja. Dengan demikian memasukkan banyak zat asam ke dalam badan kita dan ini
akan menambah rasa percaya kepada diri sendiri dan menambah keberanian.
Dale Carnegie dalam bukunya “Cara mencapai sukses dalam memperluas
pergaulan dan pandai bicara” mengatakan bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah
jangan memperlihatkan kegelisahan seperti dengan membuka dan menutup kancing baju.
Atau jangan pula memperlihatkan kegelisahan dengan memutar-mutar tangan. Jika perlu
kita jelmakan kegelisahan kita dengan meletakkan tangan kita di belakang badan. Dengan
cara begini terserah kita lagi.. Apakah kita menggerak-gerakan jari yang jelas tidak ada
orang yang melihat dan tahu bahwa kita lagi. merasa gelisah.
Bagi orang yang ingin berpidato, dalam rangka mengembangkan bakat terpendam
yang diperlukan bukanlah keberanian moril akan tetapi adalah kecakapan untuk
menguasai syarat-syarat. Dengan berlatih terus menerus kita bisa menguasai syaraf dan
diri sendiri. Dalam hal ini adalah kita harus membiasakan diri dengan cara mencobanya
berulang-ulang kali. Dan kita harus tetap tekun dan jangan berhenti-henti atau seperti is-
tilah umum hangat-hangat tahi ayam.
Salah satu kapuasan orang yang memiliki bakat memimpin adalah untuk
mempengaruhi dan menguasai kawan-kawan. Tentu saja ini dalam arti positif. Maka bagi
remaja yang berbakat dalam tentu dapat latih diri. Salah satu usaha adalah dengan
mencoba untuk menjumpai lebih banyak orang yang mau belajar bersama dengan kita.
Dan kemudian dengan suka rela kita coba untuk menjadi pemimpin. Sarana lain untuk
melatih diri dalam hal kepemimpinan adalah dengan cara berlatih di depan kawan-kawan,
di depan anak-anak dan di depan keluarga sendiri.
Comas dan ketakutan dapat mengganggu perkembangan bakat ini timbul akibat
kebodohan dan keragu-raguan kita. Tetapi cemas disebabkan oleh kurang percaya diri
kepada diri sendiri. Kecemasan dan ketakutan selalu timbul jika seseorang tidak tahu apa
yang sesungguhnya harus dilakukan. Adapun jika kita senantiasa melakukan beberapa
latihan maka, Insya Alah, kecemasan akan lenyap. Tentu saja kita jangan , terlatih sekali
saja akan tetapi kalau perlu kita berlatih sampai sepuluh atau dua puluh kali.
Dalam usaha awal kita untuk mengembangkan bakat memang kita merasakan
kesulitan. Sebab seperti dikatakan oleh orang bijak bahwa setiap permulaan itu susah dan
setiap akhir itu adalah mudah. Bagi seorang calon guru yang sering berlatih berbicara
atau seorang calon penulis yang berlatih menulis tetapi sering dilanda kehabisan bahan.
Maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan membuat kisah yang menarik
asal kita tidak terlalu banyak berbicara tentang diri sendiri.
Ada orang yang apabila bercakap-cakap tentang pekerjaan hanya berbicara
tentang soal-soal yang mengasyikkan dirinya sendiri belaka. Sebaliknya tidak, begitu.
Kita mesti juga membicarakan yang menyinggung hal-hal yang menyenangkan bagi
teman-teman dan orang lain. Untuk itu marilah kita berbacara dengan kawan-kawan dan
kita bahas masalah kecil itu dari berbagai segi.
Orang membangun rumah dengan membuat rencana lebih dahulu. Tetapi ada
orang yang ingin untuk mengembangkan, bakat-bakat yang terpendam, seperti bakat
untuk berpidato tanpa rencana. Perkembangan bakat adalah laksana perjalanan panjang
yang mempunyai tujuan. Karena itu jalan ini harus kita rintis. Sebab siapa yang akan
berangkat tanpa tujuan tentu akan tarsesat.
Seorang orator pemula atau penulis muda tentu ia perlu menyediakan catatan-
catatan singkat. Sedangkan anak kecil yang berlatih berjalan, saja juga perlu memegang
meja atau kursi untuk mengembangkan keinginan berjalannya.
Kita rasa dalam menggali bakat-.bakat terpendam ini tidak ada istilah terlambat.
Maka sangatlah bijaksana kalau setiap orang senantiasa suka untuk mengembangkan
bakat dan menggali bakat yang terpendam demi kemajuan diri terutama, dan dami
kemajuan bangsa secara umum.
7. SDM Diperbindangkan dan Guru Tinggalkan Tugas
DALAM menyongsong era pembangunan jangka panjang tahap kedua ini orang,
khususnya bangsa Indonesia, sangat sadar akan peranan dan keberadaan sumber daya
manusia. Media masa ramai memberitakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan sumber daya manusia. Berbagai lembaga pendidikan dan non pendidikan
sibuk mengadakan acara pelatihan, ceramah, seminar dan acara lain dengan satu tema
yaitu meningkatkan kwalitas sumber daya manusia.
Tetapi saat orang ramai membicarakan tentang sumber daya manusia, masih
banyak kita menemui guru-guru yang rela untuk meninggalkan tugas mengajar tanpa
merasakan adanya beban mental sedikit pun. Guru-guru yang berbuat seperti ini
persentasenya di sebuah sekolah memang tidak seberapa. Tetapi apabila dikumpulkan
jumlah oknumnya dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi dan dari sekolah yang
berdomisili di desa sampai di kota, tentu akan memperlihatkan suatu angka yang dapat
menggoncang wibawa dunia pendidikan ini.
Untuk memperoleh jawaban yang tepat atas perilaku oknum guru yang begini,
agak sulit tetapi dari gejala luar yang mereka perlihatkan dapat diperoleh sejumlah
kesimpulan atau alasan. Alasan yang membuat masih ada guru yang meninggalkan tugas
adalah seperti: tidak menguasai materi pelajaran; tidak memahami perkembangan jiwa
pelajar, masalah pribadi dan masalah interen sekolah.
Ada usaha positif yang telah ditempuh oleh kalangan pendidik untuk
meningkatkan penguasaan materi pelajaran. Usaha positif tersebut adalah mengadakan
penyegaran kepada guru-guru untuk aktif dalam MGMP (musyawarah guru mata
pelajaran) dan penataran-penataran pada tingkat regional rendah sampai regional tinggi.
Kita sadari bahwa MGMP dan penataran-penataran hanyalah bersifat sebagai
perangsang bagi guru untuk memacu kualitas diri. Namun yang sering dijumpai adalah
sebagian peserta hanya bersikap hura-hura dan malah hanya bersikap hura-hura dan
malah hanya sekedar mengejar sertifikat untuk bahan kenaikan pangkat. Guru yang
sering juga dikatakan sebagai katalisator, pendorong untuk mempercepat perkembangan,
bila tidak membelajarkan diri (autodidak) tentu akan tetapi ilmunya lebih tua satu malam
dari murid akan klengpengkong dalam mengajar dan menguasai ruangan kelas.
Menguasai pelajaran saja tetapi sempit wawasan dan tidak memahami
perkembangan jiwa pelajar akan membuat penyajian terasa kering. Guru yang masih
tetap mahal senyum pada jam-jam pelajaran terakhir akan menimbulkan kontra yang
makin melebar antara guru dan siswa. Perlu untuk diketahui bahwa sedikit saja kita
tertutup dan merenggangkan diri tentu anak-anak didik tak ada tempat bergantung.
Mereka melarikan jiwa dan guru mereka tidak kerasan, kemudian meninggalkan tugas
mengajar dengan membuat alasan yang dibuat-buat.
Ada pamer. Lelucon, guru-guru atas kebosanan menghadapi kelas. Mereka
membagi waktu yang satu jam atas empat bagian. Pas lonceng masuk berbunyi guru
mondar-mandir seperempat jam; kemudian masuk dan mengambil absen selama
seperempat jam‟ dilanjutkan guru marah-marah selama seperempat jam. Tinggal waktu
lagi seperempat jam dan digunakan untuk mencatat buku sampai penuh, sebagai
kepanjangan dari istilah CBSA.
Masalah pribadi sering menyebabkan guru meninggalkan tugas dengan enteng.
Selain masalah berat yang dapat diterima adalah masalah ringan yang sengaja diberat-
beratkan. Penyakit-penyakit ringan seperti masuk angin, flu dan batuk ringan sering
sebagai penyebab guru terpaksa meninggalkan tugas mengajar. Padahal tepat pada
tanggal-tanggal baru mengambil gaji walau mereka sedang lumpuh kakinya sempat
datang ke sekolah untuk menandatangani amprah gajinya.
Namun bila ada guru yang meninggalkan tugas mengajar karena masalah interen
sekolah, tentu ini dapat ditinjau toleransinya. Yang bisa berkaitan dengan hal ini adalah
seperti: Kepala sekolah yang perhatian dan kasihnya tidak merata pada setiap guru.
Malah dalam sistem kenaikan pangkat sekarang, angka kredit jabatan, posisi kepala
sekolah bisa berubah dari posisi manusia kepada posisi Malaikat. Guru yang bisa
mengamin dapat diberi SK dan diusulkan kenaikan pangkat. Guru yang mempunyai
paham lain dapat disiksa dengan memencilkan, dimana pada akhirnya timbullah keonaran
dalam tubuh sekolah. Persaingan guru sama guru membuat guru yang tersingkir, tidak
kerasan berada di sekolah. Orang atau guru bila tidak mencintai lagi instansi sekolah
tentu pengabdiannya pada dunia pendidikan semakin melemah. Sebaliknya bila guru
mencintai sekolah dan sudi menjadikan sekolah sebagai rumah kedua tentu dia akan
betah berada di sekolah untuk merawat dunia pendidikan.
Memang saat sumber daya manusia diperbincangkan pada tingkat nasional, tidak
tepat lagi bila masih ada guru yang sengaja meninggalkan tugas mengajar. Malah yang
lebih tepat dilakukan oleh guru untuk ikut menyukseskan program peningkatan sumber
daya manusia dalam rangka menyongsong era pembangunan jangka panjang tahap kedua
adalah menguasai skil-skil. Bagi seorang guru ada tiga bentuk skill yang harus dikuasai
yaitu, keterampilan (skill) implementasi, yakni menguasai materi pelajaran. Kemudian
menguasai keterampilan komunikasi, untuk syarat ini guru mesti mempunyai wawasan.
Dan, terakhir, menguasai keterampilan humanrelasi.
Tentang sumber daya manusia, walau sekarang baru ramai didengungkan namun
leluhur pendidikan bangsa Indonesia telah dahulu menyerukan agar guru mengamalkan
“ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, tut wury handayani”. Dan begitu pula,
berabad abad sebelumnya, Islam telah menyerukan “Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai
ke liang lahat” Semuanya itu mengingatkan kita.
8. Daya Serap Murid dan Mental Guru
Imajinasi tentang guru tempo dulu yang kita dengan dari generasi tua adalah rapi,
tenang, cerdas dan berwibawa. Sehingga sosok guru bagi muridnya adalah sebagai
panutan dan dikenang sepanjang masa. Guru yang ideal terlukis dalam kalimat yang
diekspresikan oleh Almarhum Kihajar Dewantara, “Ingmadya Mangunkaso, ing ngarso
sung tulodo dan tut wuri handayani”. Masih adakah sosok guru yang begini sampai
sekarang?
Tentu saja sosok guru yang ideal masih ada sampai sekarang. Namun guru-guru
yang pengabdiannya meluntur juga banyak. Tidak perlu kita melihat terlalu jauh. Lihat
sajalah keadaan guru-guru yang ada di seputar kita. Atau mungkin kita sendiri termasuk
guru yang mengabaikan tanggung jawab? Untuk itu ada baiknya sekali-sekali kita
melakukan introspeksi diri.
Telah banyak orang mengupas tentang penyakit yang ada pada profesi guru.
Tulisan-tulisan itu tentu lebih banyak menyorot masalah sikap dan mental guru. Padahal
guru sebenarnya telah mengetahui konsep-konsep nilai dan mental yang baik tetapi
kenapa kemudian bisa merosot? Dengan kata lain kita katakan bahwa umumnya guru-
guru tahu apa yang dilakukan dan bagaimana cara melakukan tetapi mereka tidak
berbuat.
Gambaran guru sekarang, walau tidak semuanya, banyak bersikap santai, suka
pamer, masa bodoh dan pergi mengajar asal membayar hutang saja dengan arti kata
pengabdian rendah. Lihatlah, misalnya ada guru wanita yang datang ke sekolah ibarat
seorang artis sinetron dengan asesori ibarat toko perhiasan berjalan. Guru pria cukup
banyak yang datang ke sekolah dengan melenggang kangkung dengan sebatang rokok
terselip di bibir.
Agaknya penataran-penataran, apakah dalam bentuk MGMP, sanggar-sanggar
pendidikan, berskala kecil sampai kepada skala besar, adalah mubazir dan membuang-
buang dana negara saja. Tidak jarang terlihat begitu guru yang bersangkutan pulang dari
penataran kembali mengajar ala Tarzan saja dan malah tanpa menyampaikan apa-apa saja
misi penataran yang telah dibawanya.
Sanggar-sanggar belajar seperti MGMP, sebagai misalnya, tepatnya hanyalah
ajang membuat satuan pelajaran saja. Dengan cara menyalin satuan pelajaran dari teman-
teman dari sekolah lain atau dari guru inti. Itu pun lebih didominasi oleh aktivitas
berbagai aib tentang sekolah dan pribadi orang lain dan bukan untuk membahas masalah
yang ditemui di sekolah masing-masing. Paling kurang motivasi guru untuk mengikuti
sanggar dan penataran adalah untuk memperoleh sertifikat untuk modal naik pangkat,
mengharapkan uang transpor dari proyek penataran dan sarana untuk rekreasi walau
sekali-kali diselingi oleh ketidakhadiran secara sengaja atau tidak disengaja. Sebetulnya
segala bentuk penataran tetap efektif untuk meningkatkan kualitas guru-guru peserta.
Andaikata guru-guru peserta adalah guru-guru yang mempunyai daya serap yang rendah
terhadap ilmu pengetahuan, maka penataran ini mungkin cocok untuk saran remedial bagi
mereka.
Adalah fakta dapat kita jumpai bahwa cukup banyak guru tidak suka membaca.
Mereka biasanya dengan senang hati mengungkapkan alasan-alasan mengapa mereka
tidak suka membaca. Dan untuk seterusnya kita dapat mempertanyakan bagaimana
kualitas mereka dulu semasa masih berstatus mahasiswa hingga menjadi sarjana karbitan.
Cukup banyak kita melihat mahasiswa perguruan tinggi yang menuntut ilmu
sekedar mode saja. Menuntut ilmu sekedar asal-alasan. Melangkah dengan gerak lesu dan
mulus. Pergi kuliah Cuma melenggang atau paling-paling membawa buku tulis tipis saja.
Jarang mahasiswa yang sudi menamatkan membaca buku mata kuliah, apalagi membaca
buku-buku umum untuk memperluaskan wawasan. Kalau kemudian mereka dapat
menjadi sarjana, itu pun bermodalkan ilmu dan pengetahuan dari catatan dan fotokopi-
fotokopi lembaran buku yang disuruh dosen semata. Dan kalau ada yang menulis skripsi
itu juga ditulis asal-asalan dan rekayasa. Andaikata penguji skripsi meminta agar calon
sarjana memperlihatkan buku-buku referensi tentu mereka akan betul-betul kewalahan
dan akan terbuka kedok kekurangorisinilan skripsi mereka. Pendek kata rata-rata
mahasiswa malas membaca. Dan kalau mereka menjadi sarjana, bagi calon guru, kalau
mereka tidak diangkat sebagai pegawai, terpaksa susah mengubah nasib. Itu disebabkan
karena minimnya wawasan dan keberanian mental. Mereka serba canggung untuk banyak
berbuat.
Kalau kita amati bahwa kurang terkuasainya materi pelajaran oleh para guru, itu
disebabkan oleh berkembang cepatnya materi pelajaran. Perkembangan ini, apakah dalam
bentuk konsep pendidikan, metode pengajaran maupun penyempurnaan kurikulum.
Tetapi ini tidaklah begitu masalah kalau seorang guru tetap menyenangi membaca dalam
usaha untuk meningkatkan kualitas diri.
Melihat metode pengajaran yang ada betapa mutu pendidikan ini tetap rendah. Ini
semua akibat dari metode kuno yang tetap diterapkan oleh guru-guru karena metode ini
terasa enteng, dan tidak menyita waktu yang banyak. Kita mengenal bahwa media
pengajaran, misalnya, merupakan sarana yang ampuh untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Tetapi marilah kita hitung berapa orang betul guru yang masuk kelas secara
lengkap dengan satuan pelajaran dan media. Nyatalah bagi kita bahwa metode mengajar
guru-guru secara umum adalah berceramah dan ceramah melulu sampai pada akhirnya
murid-murid menjadi pasif bagaikan beo berkepala manusia. Tetapi herannya kenapa ini
kurang mendapat perhatian dari segala pihak? Malah sekarang apa pula kecenderungan
guru-guru meninggalkan praktek labor IPA sejak peningkatan NEM digemakan di
sekolah-sekolah. Sebab NEM adalah ukuran kualitas suatu sekolah, maka kerja guru dan
murid dalam proses belajar mengajar lebih terfokus untuk membahas soal-soal yang akan
di-EBTANAS-kan (?).
Cukup banyak, kita kira, guru yang asal membayar hutang saja dalam
menunaikan tugas mengajar. Guru-guru yang begini cenderung tidak terikat pada target
kualitas pengajaran yang dicapainya. Apakah saran yang cocok kita sampaikan kepada
guru-guru yang senantiasa mengirim catatan saja ke sekolah dan ia sendiri membuat
alasan yang cukup banyak? Atau guru yang setiap kali menyajikan pelajaran dengan cara
mendiktekan pelajaran kepada siswa sampai habis target waktu. Lumayan jugalah
kiranya metode berceramah, walau metode ini cukup berbahaya untuk mematikan
kreativitas dan berekspresi murid.
Kebanyakan guru cenderung mengabaikan misi nasional pendidikan. Dimana
mendidik anak berarti mempersiapkan generasi penerus bangsa. Adapun tekad
pendidikan sekarang adalah berusaha untuk membentuk SDM yang berkualitas. Maka
adalah secara tidak langsung. Dan itu karena pribadi guru yang santai dan masa bodoh
atas kualitas diri sendiri dan kualitas anak didik mereka. Guru-guru sekarang, walau
sebagian saja, lebih teperdaya oleh materi dan bentuk-bentuk hiburan dan kemewahan.
Inipun sering terungkap dalam percakapan sesama guru dan terhadap anak didik. Pada
akhirnya guru tidak mewarisi kekayaan intelektual pada mereka tetapi hanya mewarisi
nilai materialistis, sehingga kelak segala sesuatu itu diukur berdasarkan materi dan uang.
Modal guru untuk masuk kelas, kalau boleh janganlah sebatas penguasaan bidang
studi saja. Tetapi sangat layak guru kalau menguasai ilmu-ilmu lain untuk memudahkan
menghadapi anak-anak didik, terutama bagi guru-guru yang mengajar di tingkat SLTP
dan SLTA dimana anak didik berada pada masa topan dan badai, masa pubertas, yang
tidak cukup ampuh menghadapi mereka dengan satu modal penguasaan bidang studi
semata. Sekarang jelaslah akibat minimnya penguasaan ilmu guru, terutama ilmu
psikologi dan ilmu pendidik, sehingga guru cenderung merasa tidak begitu penting
mengenal individu murid sebagai bagian dari proses pengajaran.
Terakhir adalah sikap mental guru yang membuat daya serap murid rendah adalah
sikap guru yang tak pernah merasa bersalah atas kemalasan dan keterlambatannya dalam
mengajar. Cukup banyak guru secara sengaja atau tidak sengaja menunda kehadiran
mereka di sekolah. Terlambat tiba di kelas dan cepat pula mengakhiri pelajaran sebelum
waktunya tiba. Gejala sikap mental yang begini adalah akibat hidup tanpa
membudayakan hidup berdisiplin.
Pada hakikatnya citra guru ideal itu tetap ada sampai sekarang. Cuma sekarang
harapan kita adalah bagaimana kalau guru-guru seperti demikian dapat bertambah secara
kualitas dan kuantitas. Kalau boleh kita sendiri juga harus mencerminkan guru ideal
seperti yang dilukiskan oleh Almarhum Kihajar Dewantara agar dapat digugu dan ditiru.
Sikap kita untuk menjadi guru ideal adalah dengan cara bersikap sederhana, rapi,
berwibawa, mengabdi kepada tugas dan mencintai dunia pendidikan serta selalu
menambah ilmu pengetahuan agar luas dalam wawasan. Kita telah melihat bawa daya
serap murid yang rendah, selain disebabkan oleh faktor lain, juga merupakan efek dari
bentuk mental guru yang kurang benar. Dan sikap ini tentu saja dapat diatasi asal mau
mengubahnya. Memang sudah sewajarnya untuk kembali mengangkat citra pendidikan
dan citra guru kita harus kembali membenahi diri. Apalagi keberadaan kita sebagai guru
semakin berarti dalam membangun bangsa ini.
9. Menagih Kepedulian Orangtua Dalam Mendidik Anak
Siapa yang lebih bertanggung jawab atas pendidikan anak, gurukah atau orang
tua? Jawabannya tentu saja tergantung pada titik pandang setiap orang yang mencoba
untuk menjawabnya.
Pada umumnya tanggung jawab mendidik anak diawali oleh kepedulian dan rasa
tanggung jawab orang tua.
Perhatikanlah bagaimana sibuknya sepasang orang tua yang baru punya bayi dan
anak Balita dalam mencukupi kebutuhan dan mendidik buah hatinya.
Mereka tampak begitu gembira dan menuturkan kepada siapa saja yang mau
mendengar tentang perkembangan dan kemajuan yang telah diraih buah hatinya itu.
Begitu anak dikirim ke Taman Kanak-kanak untuk belajar bersosial maka
sebagian orang tua cenderung menyerahkan urusan mendidik anak pada sang guru.
Namun sebagian masih tetap memantau, mendorong dan mengikuti perkembangan
mereka sampai pendidikan Sekolah Dasar selesai.
Dalam pengalaman ditemukan bahwa banyak orang tua yang jarang mengayomi
anak belajar seperti saat mereka masih kanak-kanak, begitu mereka duduk di bangku
SMP dan tingkat SMA.
Sering kita dengan keluhan orang tua tentang prestasi anak mereka anjlok yang
setelah berada di SMP. Atau mereka kaget dengan watak anak yang dulu begitu terpuji
tetapi jadi memusingkan saat duduk di bangku SLTA.
Kalau ini terjadi tentu ada pihak tertentu yang dapat untuk disalahkan. Setiap
murid atau anak didik memiliki tiga aspek kehidupan, yaitu kognitif (otak), afektif
(sikap), dan psikomotorik (keterampilan).
Ada kecenderungan masyarakat untuk melemparkan kesalahan pada guru “gagal
dalam mengajar” bila prestasi kognitif dan psikomotorik anak di sekolah dinilai rendah,
dan melemparkan kesalahan kepada orang tua atau lingkungan bila menjumpai anak tidak
punya sikap dan akhlak yang baik.
Pada umumnya, bila anak mulai memasuki jenjang pendidikan formal maka orang
tua menyerahkan urusan pendidikan anak kepada guru-guru di sekolah. Kepedulian nyata
orang tua yang sering tampak adalah dalam bentuk pemenuhan kebutuhan anak yaitu
dalam bentuk sandang, pangan dan papan.
Selanjutnya mereka menghabiskan waktu untuk mencari nafkah dan untuk
menekuni hobi dan hampir tidak punya waktu untuk menemani dan mengikuti
perkembangan anak dalam belajar.
Banyak orang tua yang memiliki waktu lowong namun jarang yang
memanfaatkannya untuk mendidik anak.
Penyebabnya adalah mereka sendiri tidak memiliki konsep bagaimana cara
mendidik keluarga. Konsep mendidik anak bagi keluarga awam adalah menyerahkan
anak ke mesjid dan ke sekolah, kemudian menghujani mereka dengan nasehat-nasehat,
anjuran dan perintah atau kemudian memarahi anak kalau melanggar. Sebuah konsep
pendidikan yang terlihat terlalu sederhana bukan? Dan ternyata hasilnya juga
mengecewakan.
Dari pengalaman bahwa umumnya hampir setiap anak (terutama remaja) tidak
terlalu memerlukan nasehat, apalagi nasehat yang diberikan secara bertubi-tubi dan nada
mendikte.
Anak akan mencap orang tua yang begini sebagai orang tua yang sangat cerewet.
Sebenarnya yang diperlukan anak dari orang tua adalah contoh teladan (contoh langsung)
serta penyediaan sarana belajar dan kasih sayang.
Sedangkan memberikan nasehat apalagi nasehat dengan nada yang penuh emosi
akan membuat anak menutup pintu hatinya dan bahkan juga menjauhi orang tuanya.
Demikian pula di sekolah, anak didik cenderung untuk membuat jarak dengan
guru-guru yang pemarah.
Selama anak berada dalam usia belajar di sekolah formal, masyarakat (orang tua)
cenderung menempatkan beban pendidikan ke atas pundak guru.
Di sekolah, anak diperkenalkan dengan sejuta aturan, mulai dari bagaimana hidup
yang disiplin sampai kepada bagaimana mencapai keberhasilan hidup kelak. Di sekolah
anak diajar untuk mengembangkan potensi diri, diajarkan sejumlah konsep dasar tentang
kehidupan dan dibekali dengan tugas rumah (PR) sebelum pulang.
Namun di rumah, kecuali bagi segelintir keluarga, anak dibiarkan hidup tanpa
aturan, tidak diajar mandiri, terlalu didikte, dan terlalu banyak dibantu sehingga konsep
belajar di sekolah akan menjadi kontradiksi dengan konsep belajar di rumah dengan porsi
belajar yang terlalu sedikit dibandingkan dengan porsi hiburan dan bersantai. Kita tahu
bahwa kualitas pendidikan anak didik di sekolah yang pada umumnya cenderung turun
atau selalu jalan di tempat. Walau banyak sekolah yang mengklaim bahwa telah terjadi
peningkatan kualitas anak didik di sekolahnya. Secara umum itu hanyalah sebatas angka-
angka hasil rekayasa dan manipulasi data.
Untuk fakta yang jelas, silahkan terjun ke lapangan untuk mengobservasi kualitas
murid-murid pada setiap sekolah. Maka mayoritas terlihat murid yang minat belajarnya
begitu rendah dalam suasana belajar penampilan mereka terlihat lesu dan santai ibarat
orang kurang darah.
Melihat kondisi anak didik yang lesu karena fikiran mereka kurang terkondisi
sejak dari rumah maka ini akan membuat guru kehilangan strategi dalam memotivasi
mereka. Umumnya metode yang disodorkan guru agar anak didik bergiat adalah dengan
cara marah-marah dan menakut-nakuti atas ketidakacuhan mereka selama belajar maka
hasilnya adalah nihil.
Sebenarnya bila anak telah memasuki jenjang pendidikan formal, mulai dari
tingkat SD sampai ke tingkat SLTA, maka tanggung jawab mendidik menjadi tanggung
jawab bersama antar guru dan orang tua.
Keberadaan orang tua dan guru dalam urusan mendidik adalah ibarat dua sisi
mata uang. Hasil pendidikan tidak akan pernah sempurna kalau diserahkan saja kepada
guru atau kepada orang tua yang notabenenya bukan sebagai pendidik.
Selama ini terlihat kecenderungan bahwa sekolah sendirianlah yang memikul
beban pendidikan. Sejumlah pelatihan, penataran, seminar, lokakarya dan program
penyegaran lain telah diberikan pada guru-guru dengan harapan agar pendidikan lebih
berkualitas. Selama mengikuti kegiatan ini, guru memperoleh pembekalan tentang
bagaimana pendidikan dan pengajaran yang ideal.
Dengan harapan agar pasca pelatihan mereka akan mampu membuat berbagai
terobosan dan inovasi baru. Namun dalam kenyataan hasilnya tetap belum
menggembirakan, malah cenderung tampak bahwa pasca pelatihan guru selalu
menerapkan teknik dan metode mengajar seperti semula.
Kini terlihat bahwa untuk mendongkrak mutu pendidikan bangsa, sekolah
bergerak sendirian tanpa melibatkan orang tua secara tegas dan memberikan isyarat
tentang apa dan bagaimana seharusnya orang tua terhadap anak di rumah. Padahal untuk
ini pemerintah telah menghabiskan dana jutaan dolar dan guru menghabiskan waktu serta
tenaga untuk mengikuti berbagai pelatihan dan penataran hanya demi perubahan kecil
saja dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Sekarang kita patut beranya bahwa adakah ahli pendidikan yang memikirkan
untuk memberikan pelatihan terhadap orang tua murid seperti memberi pelatihan kepada
guru-guru atau adakah pihak sekolah secara kontinyu melowongkan waktu untuk berbagi
pengalaman hati ke hati secara rileks tentang pendidikan dalam bentuk komunikasi dua
arah dan tanpa menggurui orang tua?
Kepedulian orang tua dalam mendidik anak yang belajar di Sekolah Dasar apalagi
pada tingkat SMP dan SLTA, seperti kepedulian mereka mendidik anak saat masih di
Taman Kanak-kanak, mencukupi kebutuhan makanan, hiburan, mengembangkan sosial
dan emosional, sampai dengan penyediaan sarana hiburan dan pendidikan adalah mutlak
diperlukan. Dalam kenyataannya kepedulian orang tua nyaris berkurang. Pada hal saat
anak menginjak remaja dan mengalami krisis jati diri mereka sangat memerlukan orang
tua sebagai teman pendamping untuk berbagi pengalaman dan kegelisahan.
Memang tidak mudah untuk mengikuti perkembangan dan pendidikan anak
sampai tingkat remaja. Namun kalau orang tua selalu mau belajar dan menjadikan belajar
sebagai kebutuhan dalam hidup maka tidak akan ada hal-hal yang terlalu sulit untuk
diatasi. Dalam zaman informasi ini yang mana pengetahuan serba mudah untuk
diperoleh, maka setiap orang akan dapat mencari solusi dari buku, bacaan lain, dan dari
internet serta paling kurang dari teman dalam bentuk saling berbagi pengalaman.
Kita perlu mengritik orang tua yang terlalu menomorsatukan karir dan pekerjaan
tetapi sangat mengabaikan pendidikan anak sendiri. Dalam hidup ini cukup banyak kita
temui orang-orang yang mantap dalam pekerjaan dan sangat trampil dalam mendidik dan
membina orang lain tetapi gagal dalam membina anak-anak sendiri, apalagi kalau sampai
drop-out dari sekolah. Kita pantas mengacungkan jempol kepada sang ayah dan ibu
walau hanya pendidikan formal biasa-biasa saja tetapi punya wawasan dan konsep dalam
mendidik keluarga, telah mampu berpartisipasi dalam menyukseskan pendidikan anak-
anak di sekolah.
Dalam mendidik keluarga dan ikut menyukseskan pendidikan anak di sekolah,
setiap orang tua perlu mengorbankan waktu, tenaga dan uangnya. Meluangkan waktu
untuk membuat kebersamaan dengan anak adalah sangat penting. Adalah sangat tidak
berguna meluangkan waktu sampai berjam-jam tetapi kebersamaan dengan anak penuh
dengan pengalaman kemarahan dan beda pendapat. Anak memerlukan kebersamaan yang
menyenangkan dan bermutu dan teratur tiap hari. Untuk itu setiap orang tua perlu untuk
menata waktu dan keluarga kembali sebelum hal-hal yang tak diingini terjadi. Semoga
menjadi renungan bagi setiap orang tua.
10. Pendidikan Yang Belum Mendidik
Apa gunanya belajar begitu lama dan begitu tinggi, menghabiskan waktu belasan
tahun, malah sampai dua puluh atau dua puluh lima tahun, kalau pada akhirnya menjadi
sarjana pengangguran atau intelektual pengangguran. Dikatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mendidik generasi bangsa ini menjadi orang yang bertaqwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, namun dalam realita pendidikan kita hanya mampu melahirkan
generasi yang senang meramaikan mall, plaza dan tempat rekreasi. Barangkali itu semua
terjadi karena kita , pemerintah, masyarakat, orangtua dan guru, telah salah dalam
mendidik. Kalau begitu kita semua harus bertanggung jawab atas fenomena ini.
Generasi senior seperti orangtua, mamak, dan kakak yang sukses perlu tahu
bahwa mereka harus membekali generasi muda, anak- anak , suatu kekuatan untuk
menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Mereka tidak perlu untuk melakukan studi
banding jauh- jauh, cukup belajar dari makhluk yang hidup di seputar mereka.
Induk ayam., secara instink tahu sekali bahwa ia perlu mengajar anak- anaknya
agar bisa memiliki kekuatan untuk menghadapi hidup. Ia memberi model (pelajaran dan
contoh langsung) bagaimana agar mereka bisa memiliki cakar dan paruh yang kuat untuk
mengais rezeki yang tersembunyi. Kucing liar (bukan kucing rumahan yang hidup manja)
secara instink juga mengajar anak- anaknya lewat latihan dalam bentuk pemodelan-
melonpat dan menerkam- agar anak anaknya bisa menjadi cerdas untuk melompat,
menerkam dan mencakar rezki dan meghadapi problema hidup dengan tangguhnya.
Lantas bagaimana eksistensi orangtua dalam mendidik dan mewarisi kehidupan
yang layak bagi anak ? Terus terang bahwa tidak banyak orangtua yang tahu teori tentang
mendidik. namun mereka mewarisinya dalam bentuk pemberian model, latihan dan
kesempatan dalam berbuat.
Orang tua, dalam generasi masa lalu, mempunyai banyak anak, karena program
Keluarga Berencana belum mereka kenal. Saat itu alam dan lingkungan masih aman,
ramah dan jauh dari berbagai jenis polusi. Mereka membiarkan anak lepas di alam bebas,
mengeksplorasi alam. Bila sudah agak besar,dalam tradisi orang Minang masa lalu, maka
anak laki- laki memilih tidur di surau. Disana mereka berbagi ilmu tentang life skill –
kecakapan hidup- bersilat, berpidato dan mengolah lahan. Bila saatnya tiba, maka ayah
dan / atau paman (mamak) memberi model dan peran dalam kehidupan- seperti mengurus
kebutuhan kaum kerabat.. dan demikian juga anag gadis memperoleh peran sesuai
dengan posisinya di rumah.
Ibu dan ayah karena punya banyak anak musti membanting tulang sebagai wujud
tanggung jawab. Ibu pun kekurangan waktu dalam mengurus anak secara detail. Anak
saat itu jauh dari karakter over protective (watak terlalu melindungi), karakter orang tua
yang serba melarang dan karakter serba membantu.
Pada masa itu setiap anak dari kecil sudah mengenal hidup susah, mereka serba
mencoba pengalaman hidup- diterpa oleh hujan dan panasnya kehidupan. Bila masa
akhil balikh berakhir, memasuki awal usia dewasa. Mereka merasa malu untuk menjadi
“anak mama”. Atau anak yang selalu berada di bawah ketek orang tua. Bagi mereka
merantau adalah menjadi solusi dan alternative terbaik. Merantau untuk mencari hidup
dan ilmu. Adalah fenomena pada saat itu, orang Minang dikenal sebagai perantau yang
ulung. Mencari pengalaman hidup, belajar untuk hidup susah. Almarhum Buya Hamka
memberikan perumpamaan ibarat memakan tebu, memulai dari ujung yang hambar dan
kelak berakhir di ujung dengan kehidupan yang manis. Ujung yang manis sebagai hasil
pengalaman hidup yang hambar dan pahit membuat orang Minang pada masa itu dikenal
sebagai pedagang yang ulet dan tangguh di negeri orang.
Tetapi bagaimana keadaan generasi belakangan, generasi dimana setiap orang tua
sudah agak tinggi tingkat pendidikannya, paling kurang tamat SLTA dan sudah paham
manfaat memiliki dua atau tiga anak- keluarga yang kecil. Anak- anak yang tumbuh
dalam keluarga kecil pertumbuhan biologinya lebih bagus, bisa memiliki asupan gizi
yang lebih baik. Namun bagaimana dengan asupan pengalaman hidup mereka ?
Orang tua zaman sekarang, sebahagian, cendrung bersifat over protective , suka
mencampuri kehidupan anak sampai terlalu detail, serba melarang dan banyak
memanjakan anak dengan hal yang bersifat banyak hiburan dan serba membantu mereka.
Orang tua zaman sekarang hanya lebih mencikaraui pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak , namun cendrung tidak tidak tahu atau kurang peduli terhadap
perkembangan dan pendidikan pada aspek lain- kecakapan hidup, spiritual, emosional ,
sikap positive dan kecakapan lain nya.
Sekarang bila anak mampu bernyanyi sebagai artis organ tunggal, menyanyikan
lagu syahdu dan romantis, maka ia akan dikagumi dan diberi sanjungan setinggi
mungkin. Bila anak jagoan dalam matematika, maka orangtua hampir tidak sabar untuk
memberi tahu pada setiap orang tentang kelebihan dan keunggulan anak. Namun bila
anak tidak pandai membaca Alfatihah, lalai dalam menunaikan Shalat lima waktu
adakalanya sebahagian orang tua tampak tidak peduli dan malah memaafkan.
Orang tua sadar betul bahwa mereka perlu mempersiapkan anak agar kelak bisa
hidup sukses. Agar anak sukses di sekolah maka mereka punya resep yaitu “bebaskan
mereka untuk melakukan tugas rumah”. Kerja anak Cuma belajar dan belajar- apalagi ia
dibebani dengan segudang PR dari sekolah. Keperluan makan dan pakaian semua diurus
oleh orang tua. Namun akhirnya anak menjadi gagap dalam menyapu, mencuci, memasak
dan malah bersosial. Mereka diharapkan hanya bisa jadi juara kelas
Dalam kenyataan orang tua yang terlalu banyak berharap agar anak jadi pintar dan
sempurna yaitu dengan cara serba membantu, serba memanjakan, serba mengatur dan
serba melarang. Metode atau cara ini malah membuat anak jadi miskin dengan life skill –
kecakapan hidup. Mereka tidak tahu bagaimana cara membersihkan rumah, dan
bagaimana memasak rendang Padang. Ini salah satu potret dari pendidikan yang salah
dalam mendidik.
Pendidikan yang bukan atau yang belum mendidik adalah fenomena yang juga
terjadi dalam dunia pendidikan (baca: di sekolah). Sekali lagi, buat apa anak- anak
belajar dari SD, SMP, SLTA dan terus ke Perguruan Tinggi dan tamat kalau hanya bisa
menjadi pengangguran. Apakah ini sebagai hasil dari bentuk dan gaya pendidikan yang
mereka lalui selama ini.
Hanya pendidikan pra sekolahlah – taman kanak kanak- yang berkesan bagi anak
dan menyenangkan dalam hidup mereka. Pendidikan mulai dari SD sampai ke tingkat
SLTA harus mereka lalui dengan berbagai macam bentuk benturan demi benturan dalam
kehidupan mereka. Mereka harus tahu bagaimana persaingan sehat dan juga sering terjadi
persaingan tak sehat. Bagaimana bereaksi ketika dipermalukan oleh teman. Dan anak
mulai mengenal stress oleh beban tugas sekolah yang begitu padat. Jari- jari kecil mereka
harus banyak menulis agar SKL (standar kelulusan) bisa tercapai agar nama sekolah tidak
tercemar. Mereka harus dikarantina di sekolah dan menjadi lupa bagaimana indahnya
bermain lumpur dan berenang di kolam yang masih menyimpan segarnya aroma alam.
Walau semua guru sudah tahu bagaimana melaksanakan proses belajar mengajar
yang dituntut oleh kurikulum, maka tetap saja pembelajaran yang tradisional atau
konvensional itu menarik dan sangat praktis - teacher centered, metode mencatat, metode
berceramah, metode menghafal dan murid yang harus membeo atau membungkam. Agar
nama guru bagus atau nama sekolah harum , Maka siswa harus bisa mengejar skor yang
tinggi. Kunci nya adalah pembelajaran berfokus pada hasil- proses tidak perlu dihiraukan
– anak atau siswa harus kaya dengan bentuk dan model test. Anak perlu digiring ke
dalam suasana kelas yang membosankan- mereka harus rela berkorban untuk tidak
membantu orangtua di sawah, mengawasi air kolam, atau memasak bersama nenek atau
etek mereka di rumah, karena tuntutan sekolah lebih penting dari pada membantu orang
tua dan melaksanakan tugas- tugas tadi. Namun kalau anak tidak punya kecakapan hidup,
apakah itu karena kesalahan orang tua atau karena sekolah memonopoli waktu anak
untuk berbakti (?).
Sejak ada kebijakan agar anak harus mampu menyelesaikan SKL atau bisa
mencapai target skor kelulusan, maka semua sekolah berlomba membuat program
bagaimana anak bisa gol, lulus seratus persen. Kasihan bila ada ada siswa yang gagal,
nama baik sekolah bisa ambruk. Untuk menjaga citra baik sekolah, guru, mungkin juga
kepala sekolah, komite dan kalau perlu juga orang tua harus memberi resep- bagaimana
trik- trik mencontek dan melakukan rekayasa yang jitu. Pada akhirnya sekolah dengan
skor tinggi sebagai hasil dari murid berbudaya mencontek diberi penghargaan dan kalau
perlu diberitakan di media massa, sementara sekolah yang menjunjung tinggi nilai
kejujuran namun harus memiliki skor agak rendah, memperoleh cibiran secara missal
dan dicap sebagai sekolah yang telah gagal (?).
Dibalik fenomena pendidikan yang belum mendidik ini, ada usaha segelintir
orang yang berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan. Mereka berfikir bahwa
sangat diperlukan sekolah punya program akselerasi dan program perintisan lain. Namun
ujung- ujungnya hanya masih memajukan pendidikan dalam segi kognitif. Untuk itu
dikemas paket akselerasi yang apik dan lagi- lagi anak harus disandera agar mampu
membahas soal- demi soal ujian standar nasional agar kelak bisa lulus di UMPTN dan
kuliah di perguruan tinggi bergengsi.
Namun dalam kenyataan tidak semua anak yang tertarik pada kegiatan kognitif
dan tidak semuanya bermimpi untuk studi di pulau Jawa . Sebagai akibat terpaksa ikut
kegiatan akselerasi, mereka belajar asal asalan karena dipaksa oleh kolaborasi orang tua
dan sekolah. Meminjam istilah pendidikan quantum teaching, sebahagian dari mereka
mungkin hanya tertarik dengan kegiatan otot, kegiatan seni, kegiatan interpersoanal atau
intrapersonal dan mungkin kelak disana karir mereka. Tetapi mengapa mereka dipaksa
mengikuti pelajaran akselersai pada bidang kognitif yang penuh rumus dan bahasa yang
kering, dan angka- angka. Program ini tidak salah namun tempatnya belum tepat menurut
istilah- the right man in the right place.
Kalau pada banyak sekolah dibentuk English club, maka adalah juga tepat untuk
membentuk club- club mata pelajaran- mathematics club, history club, geografpy club.
Kemudian juga club berdasarkan hobi, dan minat seperti photography club, atau
menghidupkan aktivitas yang berbasis life skill- berkebun, beternak, bertani. Bukankah
pekerjaan seperti sudah dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Padahal profesi
pada bidang ini sangat mulia, menghidupi jutaan orang di dunia dan jauh dari dosa
korupsi, kolusi dan nepotisme. Opini ini hanya mengajak setiap orang untuk melakukan
kontemplasi tentang pendidikan yang belum punya nilai mendidik, yang telah melahirkan
banyak generasi yang cemas menghadapi hidup.
11. Sinetron Mencabut Akar Budaya
Adalah merupakan fenomena sepanjang masa bahwa pengaruh budaya luar selalu
menyusup ke dalam tradisi kita lewat mode atau gaya hidup. Dulu, beberapa belas tahun
atau dua dekade yang lalu, gaya hidup berkacamata hitam, memakai anting- anting besar,
berambut kribo dan bercelana Spanyol adalah pilihan anak muda. Kemudian datang
mode breakdance, rambut punk-rock, bertato, beranting sebelah telinga, membuat
grafitty- coretan- coretan. Dan sekarang mode tidak hanya menjadi konsumsi anak muda
pareman, tetapi juga dikonsumsi secara habis- habisan oleh sebahagian siswa SLTP dan
SLTA dan malah juga sebahagian mahasiswa yang nota-benenya sebagai calon
intelektual, mengadopsi gaya hidup yang aneh sebagai kebutuhan primer mereka.
Fenomena yang diuraikan diatas tentu ada penyebab dan pemicunya. .
Setiap orang sudah tahu bahwa apa itu “media massa” dan kita tidak perlu lagi
mencari defenisinya. Setiap orang sudah tahu bagaimana bentuk media massa itu, yaitu
media cetak dan media elektronik. Media massa audio visual atau televisi sangat ampuh
dalam menyedot perhatian puluhan ribu malah jutaan penonton. Media massa cetak,
seperti beberapa jenis tabloid, koran dan majalah, juga mampu menyedot banyak
perhatian pembaca.
Kedua jenis media massa diatas mampu memberikan dampak positif dan negative
pada masyarakat. Terutama televisi dengan layar kacanya mempunyai manfaat dalam
menghibur dalam mendidik masyarakat. Namun porsi menghiburnya kelewat banyak
dibandingkan porsi mendidik dan memberikan informasi pada orang banyak. Unsur
hiburan televisi telah menciptakan banyak masyarakat (baca: generasi muda dan anak
didik) berprilaku serba aneh dan asing dari gaya hidup masyarakat sekitarnya.
Televisi telah lama menjadi kebutuhan primer masyarakat, seperti kebutuhan
terhadap makan, minum atau sandang, pangan dan papan. Apalagi sejak menjamurnya
stasiun televisi swasta yang menawarkan iklan dan menyuguhkan hiburan yang membius
para pemirsa sampai malas bekerja dan belajar, maka banyak masyarakat memilih untuk
membeli televisi dengan ukuran layar lebih jumbo, memajangnya ditengah rumah dan
menyulap ruang tamu menjadi theater bagi keluarga.
Dahulu, sebelum televisi masih sebagai “makhluk yang langka”, banyak anak-
anak yang begitu dekat dengan sang nenek, ingin tidur bersama sambil menikmati
bedtime story (cerita menjelang tidur) atau kisah hidup sang nenek sewaktu muda.
Namun itu kini tinggal kenangan, malah banyak anak- anak memilih untuk lebih akrab
dengan kotak elektronik yang bernama televisi itu. Kemudian istilah atau kosa- kata
bedtime story akan segera menghilang dari kamus dan pengalaman hidup mereka.
Adalah menjadi suatu fenomena sosial bahwa sekarang sebahagian anak-anak
memang lebih akrab dengan pesawat televisi dari pada anggota keluarga dan famili yang
lain. Mereka tampak begitu senang dan ikhlas menghabiskan waktu berjam-jam demi
menikmati tayangan hiburan televisi yang muncul sambung bersambung sepanjang
waktu. Malah mereka sudi untuk berteriak, marah- marah sambil mengungkapkan kata-
kata emosional bila merasa terusik oleh siapa saja.
Begitu pula dengan anak didik di sekolah, mereka lebih dekat dan mengenal lebih
banyak nama- nama stasiun televisi dengan program tayangannya, nama presenter yang
kerap tampil di layar kaca, dibandingkan dengan mengenal nama dan pribadi guru- guru
mereka. Mereka lebih suka kalau duduk bersama dengan teman sebaya untuk membahas
acara- acara televisi, bintang iklan, tokoh- tokoh artis sinetron daripada membahas mata
pelajaran dan “pe er demi pe er” yang baru saja ditugaskan oleh bapak dan ibu guru.
Malah sering karena kelewat rajin mengikuti program sinetron, membuat mereka lalai
dalam mengerjakan pekerjaan rumah tadi.
Orang tua jarang tahu atau mungkin tidak mau tahu kalau televisi itu punya
segudang mudharat atau kerugian. Hampir banyak rumah yang membiarkan televisi on
air atau menyala di tengah keluarga selama berjam-jam, malah ada yang menyala sampai
24 jam. Bagi keluarga yang punya rumah besar tentu tidak begitu masalah. Sebab tentu
mereka masih punya kamar atau ruangan untuk menyepi agar anggota keluarga mereka
yang rajin bisa belajar berfikir di bahagian kamar lainnya. Tetapi mayoritas bangsa
Indonesia tidak kaya, mereka mempunyai rumah berukuran kecil, atau satu rumah dihuni
oleh satu sampai tiga keluarga atau lebih, malah banyak keluarga yang hidup
menumpang. Apa lagi bagi mereka yang hidup di daerah perkotaan, satu rumah kecil
untuk menampung beberapa orang, mereka tidur ibarat ikan dalam kaleng sarden. Fungsi
rumah pasti tidak ada kecuali hanya sebagai tempat tidur pada malam hari dan keluyuran
pada siang hari. Dan bayangkan bila disana juga menyala siaran televisi yang non stop
pasti tidak ada disana terdengar kata- kata untuk memotivasi anak untuk belajar.
Banyak guru-guru dan stakeholder sekolah juga tidak menyadari seberapa betul
manfaatnya televisi itu sehingga televisi itu harus hadir dalam kantor majlis guru dan
menyala dari pagi sampai sekolah usai. Pada mulanya televisi hadir di sana adalah
dengan alasan agar guru tidak ketinggalan informasi. Namun karena bagusnya kemasan
tayangan iklan dan sinetron yang datang silih berganti telah membuat guru terbius dan
enggan untuk menunaikan tugasnya sebagai guru dalam kelas dan membiarkan siswa
kucar- kacir.
Memang benar bahwa iklan dan sinetron adalah materi utama pada semua stasiun
televisi yang ada di Indonesia ini. Manfaat utama dari program sinetron yang
ditayangkan tiap saat dengan judul yang silih berganti terhadap masyarakat luas (juga
jutaan anak didik) adalah sebatas untuk menghibur sja. Namun hakekatnya bisa membuat
masyarakat, apalagi anak didik menjadi salah didik.
Pada umumnya tema berbagai sinetron yang ditayangkan oleh berbagai stasiun
televisi swasta di Indonesia adalah tentang “cinta” yang diberi bumbu dengan unsur
kemewahan, kekayaan kekerasan dan kemanjaan atau kecengengan. Sering karakter
tokoh dalam sinetron- sinetron tersebut kurang berimbang dan tidak logika dengan porsi
yang juga kurang berimbang.
Penokohan untuk dunia pendidikan ,misalnya, maka penulis naskah sinetron
sering membuat citra bahwa figur atau tokoh siswa yang pintar itu adalah sosok seorang
pelajar memakai kaca mata minus, kuper (kurang pergaulan), pribadinya terlalu baik
namun mudah untuk diinjak- injak oleh pribadi teman lain. Sementara itu peran tokoh
guru yang dicitrakan oleh penulis naskah sinetron adalah figur guru yang miskin,
kampungan atau guru yang super killer. Tema cerita tentang hal ini dikemas seapik
mungkin dan ditayangkan kepada publik, yang mana penontonnya adalah ratusan ribu
bahkan jutaan anak anak sekolah se Indonesia. Namun apa tujuannya untuk mengemas
cerita seperti ini, apakah untuk mengangkat citra pendidikan atau malah untuk
menghempaskanya (?).
Sekarang , sebagaimana yang telah disebutkan tadi, bahwa banyak anak didik
yang lebih mengenal figur presenter dan tokoh- tokoh sinetron pujaan mereka pada layar
kaca dari pada mengenal figur guru – guru mereka di sekolah. Apalagi bila bapak dan
ibuk guru mereka di sekolah tidak pula memoles diri dengan SDM yang tinggi dan
penampilan yang anggun atau gagah. Maka semakin larilah siswa untuk menjadikan
mereka sebagai panutan, model atau sebagai “uswatul hasanah (contoh teladan yang
baik)”. Seolah- olah figur bagi bapak dan ibu guru yang demikian bisa berpuas diri
dengan dengan dendang lagu “hymne guru- pahlawan tanpa tanda jasa” yang dihadiahkan
siswa setiap Senin pagi saat upacara penaikan bendera.
Bahwa dalam hidupnya anak didik itu memperoleh pendidikan langsung dari guru
di sekolah dan dari tokoh sinetron dan presenter pada layar kaca televisi mereka di
rumah. Anak didik akan membandingkan dua jenis figur dengan kultur yang saling
mempengaruhi mereka. Yaitu guru-guru yang senantiasa berusaha membuat dan
mengajak mereka agar bisa menjadi insan yang memiliki kognitif, afektif dan
psikomotorik (keterampilan) yang mantap. Atau agar mereka bisa memiliki keterampilan
yang berganda dengan memantapkan intelligent quotient, emotional quotient dan
spiritual quotient mereka, dengan tarikan tokoh sinetron dan presenter yang penampilan
mereka yang tidak lagi membumi dan sudah jauh dari akar budaya bangsa ini- tubuh
cantik dibalut pakaian super ketat dan super mini, rambut dicat cukup norak, penampilan
dibuat- buat- dan menjanjikan seribu kemewahan, kekayaan, kecengengan dengan pesan-
pesan yang menghalalkan hal-hal yang selama ini taboo- berciuman dimuka publik, hamil
sebelum nikah, dan lain- lain adalah suatu hal yang wajar dan lumrah.
Figur guru dan figur artis sinetron (dan juga figur presenter) selalu berusaha
berlomba dalam mempengaruhi pribadi anak didik kita. Karena figur artis dan presenter
dibawakan oleh orang- orang yang sangat cerdas dan lincah namun gaya hidup mereka
sudah serba tiruan dari gaya hidup dunia lain (baca: dunia barat) maka jadilah mereka
sebagai tokoh yang dikagumi oleh jutaan pelajar se Indonesia dan sekaligus
terpelantinglah figur guru sebagai panutan yang selalu serba bersahaja, dengan SDM dan
penampilan yang juga pas- pasan pula dari fikiran anak didik mereka Maka terpaksalah
mereka mendidik generasi muda yang bermentalkan (sebagian) cengeng, manja, sok elit,
dan tiap malam sebelum tidur bermimpi untuk hidup mewah. Barangkali itulah
penyebabnya kalau pesan- pesan pendidikan yang disampaikan oleh guru guru tidak
sampai pada tujuannya. Guru asyik berceloteh di depan kelas sampai kering
kerongkongan namun anak didik mereka masih bermimpi bersama tokoh tokoh artis
sinetron yang selalu mereka dambakan sepanjang hari pada layar kaca di rumah mereka.
Adalah amat tepat kalau kini para orang tua harus mencurigai bahwa bila anak-
anak yang didik dan tumbuh di depan mata kita menjadi generasi yang tampil serba aneh
adalah gara gara tayangan iklan dan sinetron pada layar televisi yang dipajang dan
dihidupkan sepanjang waktu di rumah. Sinetron dicurigai sebagai pemicu anak didik
menjadi tercabut dari akar budaya ABS- SBK (Adat Bersandi sarak- Sarak bersandi
Kitabullah). Wallahualam bissawab. .
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah
School healing  menyembuhkan problem sekolah

More Related Content

What's hot

kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam
 kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam
kajian-kes-murid-mundur-dan-lembamRidzuan Ahmad
 
Kertas kerja pelancaran guru peyayang copy
Kertas kerja pelancaran guru peyayang   copyKertas kerja pelancaran guru peyayang   copy
Kertas kerja pelancaran guru peyayang copyKhairulBariyyah1
 
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulum
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulumLaporan hasil observasi pengembangan kurikulum
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulumJati Jakmania
 
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4saiful_7304
 
Masalah pelajar bising
Masalah pelajar bisingMasalah pelajar bising
Masalah pelajar bisingAhmad Lili
 
87120330 kertas-kerja-guru-penyayang
87120330 kertas-kerja-guru-penyayang87120330 kertas-kerja-guru-penyayang
87120330 kertas-kerja-guru-penyayangMohd Asri Ismail
 
Cth penulisan jurnal salsabila
Cth penulisan jurnal salsabilaCth penulisan jurnal salsabila
Cth penulisan jurnal salsabilaCoordy Nation
 
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlangNadia Khalid
 
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)Erna Samosir
 
Seminar Refleksi Latihan Mengajar Slide
Seminar Refleksi Latihan Mengajar SlideSeminar Refleksi Latihan Mengajar Slide
Seminar Refleksi Latihan Mengajar SlideLiLy Putih
 
Laporan hasil observasi bk
Laporan hasil observasi bkLaporan hasil observasi bk
Laporan hasil observasi bkbaiq wulan
 
Terobosan Belajar Jenius Bahasa Inggris
Terobosan Belajar Jenius Bahasa InggrisTerobosan Belajar Jenius Bahasa Inggris
Terobosan Belajar Jenius Bahasa InggrisRidho Hudayana
 

What's hot (20)

Cara2 murid cemerlang
Cara2 murid cemerlangCara2 murid cemerlang
Cara2 murid cemerlang
 
Pentingkah sekolah
Pentingkah sekolahPentingkah sekolah
Pentingkah sekolah
 
Jurnal minggu 12
Jurnal minggu 12Jurnal minggu 12
Jurnal minggu 12
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam
 kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam
kajian-kes-murid-mundur-dan-lembam
 
Kertas kerja pelancaran guru peyayang copy
Kertas kerja pelancaran guru peyayang   copyKertas kerja pelancaran guru peyayang   copy
Kertas kerja pelancaran guru peyayang copy
 
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulum
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulumLaporan hasil observasi pengembangan kurikulum
Laporan hasil observasi pengembangan kurikulum
 
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4
821008016129001 hbef3603 saiful-t1_a4
 
Masalah pelajar bising
Masalah pelajar bisingMasalah pelajar bising
Masalah pelajar bising
 
87120330 kertas-kerja-guru-penyayang
87120330 kertas-kerja-guru-penyayang87120330 kertas-kerja-guru-penyayang
87120330 kertas-kerja-guru-penyayang
 
Buku Cerdas Mengajar
Buku Cerdas MengajarBuku Cerdas Mengajar
Buku Cerdas Mengajar
 
Cth penulisan jurnal salsabila
Cth penulisan jurnal salsabilaCth penulisan jurnal salsabila
Cth penulisan jurnal salsabila
 
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang
7 rahsia mendapat keputusan peperiksaan yang cemerlang
 
Jurnal minggu 4
Jurnal minggu 4Jurnal minggu 4
Jurnal minggu 4
 
Kertas konsep guru penyayang
Kertas konsep guru penyayangKertas konsep guru penyayang
Kertas konsep guru penyayang
 
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)
Mengapa saya layak menjadi gupres 2015 (erna samosir)
 
Refleksi internship
Refleksi internshipRefleksi internship
Refleksi internship
 
Seminar Refleksi Latihan Mengajar Slide
Seminar Refleksi Latihan Mengajar SlideSeminar Refleksi Latihan Mengajar Slide
Seminar Refleksi Latihan Mengajar Slide
 
Laporan hasil observasi bk
Laporan hasil observasi bkLaporan hasil observasi bk
Laporan hasil observasi bk
 
Terobosan Belajar Jenius Bahasa Inggris
Terobosan Belajar Jenius Bahasa InggrisTerobosan Belajar Jenius Bahasa Inggris
Terobosan Belajar Jenius Bahasa Inggris
 

Similar to School healing menyembuhkan problem sekolah

Menjadi guru yang baik.pptx emi
Menjadi guru yang baik.pptx emiMenjadi guru yang baik.pptx emi
Menjadi guru yang baik.pptx emidarma wati
 
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayat
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayatEsei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayat
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayatIkhram Johari
 
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyani
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyaniBagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyani
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyanidarma wati
 
Makalah Proses belajar mahasiswa
Makalah Proses belajar mahasiswaMakalah Proses belajar mahasiswa
Makalah Proses belajar mahasiswaMoch. Irfan Firdaus
 
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdf
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdfLK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdf
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdfBrosManikElhusna1
 
Standard Pengajaran Malaysia
Standard Pengajaran MalaysiaStandard Pengajaran Malaysia
Standard Pengajaran MalaysiaSofia Amir
 
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkan
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkanSistem pendidikan indonesia memprihatinkan
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkanarif08
 
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptx
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptxUPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptx
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptxAdhaNurFuadah
 
Gurukah aku atau...
Gurukah aku atau...Gurukah aku atau...
Gurukah aku atau...Rosmah Abdul
 
Makalah prinsip prinsip pengajaran
Makalah prinsip prinsip pengajaranMakalah prinsip prinsip pengajaran
Makalah prinsip prinsip pengajaranFirman Anz
 
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusan
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusanPendekatan sistem mentor dalam pengurusan
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusanAdleen Ederis
 
Laporan analisis kajian kes
Laporan analisis kajian kesLaporan analisis kajian kes
Laporan analisis kajian kesfitri norlida
 
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTA
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTAHASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTA
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTAfirafaris
 
Paradigma baru (kepengawasan)
Paradigma baru (kepengawasan)Paradigma baru (kepengawasan)
Paradigma baru (kepengawasan)200409190711
 
Artikel kualitas pendidikan
Artikel kualitas pendidikanArtikel kualitas pendidikan
Artikel kualitas pendidikanWakhid Pramono
 

Similar to School healing menyembuhkan problem sekolah (20)

Menjadi guru yang baik.pptx emi
Menjadi guru yang baik.pptx emiMenjadi guru yang baik.pptx emi
Menjadi guru yang baik.pptx emi
 
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayat
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayatEsei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayat
Esei guru dahulu dan sekarang serta pembelajaran sepanjang hayat
 
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyani
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyaniBagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyani
Bagaimana menjadi guru yang baik.pptx mulyani
 
SLIDE ISU MURID.pptx
SLIDE ISU MURID.pptxSLIDE ISU MURID.pptx
SLIDE ISU MURID.pptx
 
Makalah Proses belajar mahasiswa
Makalah Proses belajar mahasiswaMakalah Proses belajar mahasiswa
Makalah Proses belajar mahasiswa
 
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdf
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdfLK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdf
LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah - PPG Dalam Jabtan-Kimia.pdf
 
Standard Pengajaran Malaysia
Standard Pengajaran MalaysiaStandard Pengajaran Malaysia
Standard Pengajaran Malaysia
 
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkan
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkanSistem pendidikan indonesia memprihatinkan
Sistem pendidikan indonesia memprihatinkan
 
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah profesi kependidikan di indonesia SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
 
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptx
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptxUPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptx
UPAYA_MENGATASI_PESERTA_DIDIK_YANG_AKTIF.pptx
 
PPT PENGENALAN.pptx
PPT PENGENALAN.pptxPPT PENGENALAN.pptx
PPT PENGENALAN.pptx
 
Kemampuan guru
Kemampuan guruKemampuan guru
Kemampuan guru
 
Gurukah aku atau...
Gurukah aku atau...Gurukah aku atau...
Gurukah aku atau...
 
Makalah prinsip prinsip pengajaran
Makalah prinsip prinsip pengajaranMakalah prinsip prinsip pengajaran
Makalah prinsip prinsip pengajaran
 
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusan
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusanPendekatan sistem mentor dalam pengurusan
Pendekatan sistem mentor dalam pengurusan
 
Laporan analisis kajian kes
Laporan analisis kajian kesLaporan analisis kajian kes
Laporan analisis kajian kes
 
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTA
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTAHASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTA
HASIL OBSERVASI DI TK AL- ISLAM 9 AL-FAJAR SURAKARTA
 
Paradigma baru (kepengawasan)
Paradigma baru (kepengawasan)Paradigma baru (kepengawasan)
Paradigma baru (kepengawasan)
 
Guru yang baik
Guru yang baikGuru yang baik
Guru yang baik
 
Artikel kualitas pendidikan
Artikel kualitas pendidikanArtikel kualitas pendidikan
Artikel kualitas pendidikan
 

More from Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat

Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)
Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)
Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru  di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru  di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Berkomunikasi dengan efektif- oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...
Berkomunikasi dengan efektif-  oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...Berkomunikasi dengan efektif-  oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...
Berkomunikasi dengan efektif- oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat
 

More from Guru SMAN 3 Batusangkar, Sumatra Barat (16)

True story menuntut ilmu dari Padang hingga perancis
True story   menuntut ilmu dari Padang hingga perancisTrue story   menuntut ilmu dari Padang hingga perancis
True story menuntut ilmu dari Padang hingga perancis
 
Catatan perjalanan guru berprestasi ke melbourne
Catatan perjalanan guru berprestasi ke melbourneCatatan perjalanan guru berprestasi ke melbourne
Catatan perjalanan guru berprestasi ke melbourne
 
Success story pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
Success story  pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasionalSuccess story  pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
Success story pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
 
Buku generasi masa depan mendidik anak jadi hebat
Buku generasi masa depan mendidik anak jadi hebatBuku generasi masa depan mendidik anak jadi hebat
Buku generasi masa depan mendidik anak jadi hebat
 
Jangan salah memilih jurusan
Jangan salah memilih jurusanJangan salah memilih jurusan
Jangan salah memilih jurusan
 
Seminar bukittinggi sman 4 bukittinggi
Seminar bukittinggi sman 4 bukittinggiSeminar bukittinggi sman 4 bukittinggi
Seminar bukittinggi sman 4 bukittinggi
 
Lomba naskah buku: bikinlah pengalaman sebanyak mungkin
Lomba naskah buku: bikinlah pengalaman sebanyak mungkinLomba naskah buku: bikinlah pengalaman sebanyak mungkin
Lomba naskah buku: bikinlah pengalaman sebanyak mungkin
 
Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)
Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)
Menulis itu mudah (pelatihan menulis bagi guru-guru di smp negeri 1 batusangkar)
 
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...
Let us write- Program Menulis buat mahasiswa STAIN/ IAIN Batusangkar oleh Mar...
 
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....
Guru perlu tumbuh dan berkembang Agar Punya Kompeten (Oleh Marjohan Usman, M....
 
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...
Seminar hardiknas 2016 di kota Bireuen – Banda Aceh Oleh Marjohan, M.Pd (Guru...
 
Jangan salah memilih jurusan di Perguruan Tinggi
Jangan salah memilih jurusan di Perguruan TinggiJangan salah memilih jurusan di Perguruan Tinggi
Jangan salah memilih jurusan di Perguruan Tinggi
 
Bedah buku menulis buku oleh Marjohan M.Pd di Bukittinggi
Bedah buku   menulis buku oleh Marjohan M.Pd di BukittinggiBedah buku   menulis buku oleh Marjohan M.Pd di Bukittinggi
Bedah buku menulis buku oleh Marjohan M.Pd di Bukittinggi
 
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru  di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru  di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...
Menulis itu mudah (pelatihan buat guru-guru di smpn 1 Batusangkar- Sumatra B...
 
Berkomunikasi dengan efektif- oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...
Berkomunikasi dengan efektif-  oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...Berkomunikasi dengan efektif-  oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...
Berkomunikasi dengan efektif- oleh emi surya- Guru SMPN 2 Batusangkar, Sumat...
 
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012
Pengalaman Marjohan Usman dalam meraih guru berprestasi tingkat nasional 2012
 

Recently uploaded

Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfsaptari3
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptannanurkhasanah2
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 

Recently uploaded (20)

Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 

School healing menyembuhkan problem sekolah

  • 1.
  • 2.
  • 3.
  • 4. SScchhooooll HHeeaalliinngg-- MMeennyyeemmbbuuhhkkaann PPrroobblleemmaa SSeekkoollaahh Ditulis oleh : MMAARRJJOOHHAANN MM..PPdd Penerbit: Insan Madani- Yogyakarta- 2009
  • 5. Kata Pengantar Buku kecil ini adalah kompilasi artikel penulis yang pernah terbit pada media massa, koran- koran di Sumatra Barat (Haluan, Singgalang dan Mingguan Canang) dan situs pendidikan di internet, yang banyak berbicara tentang kehidupan siswa, guru dan dunia pendidikan. Kompilasi tulisan tersebut dikumpulkan menjadi sebuah buku dan diberi judul “School Healing, Menyembuhkan Problema Sekolah”, Opini seputar kehidupan guru dan murid”, berisi 40 judul artikel tentang opini, celotehan, dan ungkapan- ungkapan yang mungkin terucap oleh guru, siswa, orang tua siswa and stakeholder dalam kehidupan akademis di sekolah. Buku kecil ini sebaiknya dibaca oleh para guru, orangtua, pelajar, mahasiswa dan siapa saja yang tertarik untuk memahami dunia pendidikan. Tentu saja dalam penulisan buku ini terdapat kesalahan di sana-sini dan penulis dengan senang hati menerima masukan serta kritik yang membangun. Penulis menunggu saran dan masukan itu semua pada marjohanusman@yahoo.com atau marjohanusman@gmail.com. Kompilasi artikel ini juga dapat diakses pada http://penulisbatusangkar.blogspot.com. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dari berbagai pihak. Batusangkar, !7 Agustus 2008 Marjohan M.Pd
  • 6. Daftar Isi 1.Guru Perlu Kreatif untuk Meredakan Kebosanan. 1 2.Menciptakan Pendidikan Yang Efektif 6 3.Tinggalkanlah Metode Konvensional 9 4. Kemerosotan Daya Tarik Sekolah 13 5. Masih Adakah Siswa Yang Mengidolakan Pahlawan 18 6. Tidak ada Istilah Terlambat Untuk Maju 23 7. SDM Diperbindangkan dan Guru Tinggalkan Tugas 27 8. Daya Serap Murid dan Mental Guru 30 9. Menagih Kepedulian Orangtua Dalam Mendidik Anak 35 10. Pendidikan Yang Belum Mendidik 40 11. Sinetron Mencabut Akar Budaya 45 12. Bila Gagal Tak Perlu Frustasi 50 13. Gaya Hidup Mahasiswa 53 14. Guru Perlu Memiliki Kecerdasan Berganda 55 15. Menumbuhkan Budaya Menghargai Siswa 60 16. Siswa Bingung Memilih Figur antara Selebriti dan Tokoh Intelektual 64 17. Peran Strategis Orang Tua Untuk Mencegah Pengangguran Sejak Dini 69 18. Budaya Membaca dan Menulis Masih Minim Di Sekolah 74 19. Obrolan Buat Mahasiswa 78 20. Fenomena Sebahagian Anak Muda 80 21. Melacak Pergaulan Siswa Yang Di Luar Batas 82 22. Siswa Perlu Tahu Rahasia Keberhasilan 10 Jutawan 86 23. Suatu Gejala Negatif, Guru Menomorduakan Sekolah 89 24. Pola Pendidikan Di Rumah Miskin Dengan Sentuhan Spiritual 94 25. Sebentar Lagi Ujian Nasional, Jangan Lupa Mencontek 98 26 .Hidup Damai Di Tempat Kos 102 27.Karakter Guru Berpengaruh Terhadap Masa Depan Siswa 104 28.Merokok Sudah Jadi Gaya Hidup di Sekolah 108 29. Tuntutlah Ilmu Di Universitas Kehidupan 112 30. Bagaimana Kalau Tidak Lulus Di Perguruan Tinggi 117
  • 7. 31. Ekstra Kurikuler Berorientasi Pada Dunia Kerja 121 32. Memuluskan Komunikasi Atas Bawah Di Sekolah 126 33. Sekolah Unggul Perlu Membudayakan Gemar Membaca 131 34. Menumbuhkan Budaya Gemar Belajar Dan Hidup Mandiri 136 35. Pornografi Masuk ke Sekolah Lewat HP dan Internet 141 36. Kemandirian dalam Belajar Perlu Ditingkatkan 145 37. Kesehatan Jiwa Syarat Bagi Guru Untuk Mengajar 150 38. Makin Berkurang Kesempatan Murid Untuk Menuang Gagasannya 152 39. Memilih Sekolah Perlu Kearifan 157 40. Basmilah sampah secara total 161 Daftar Pustaka 167
  • 8. 1. Guru Perlu Kreatif untuk Meredakan Kebosanan Cukup banyak guru-guru mengatakan merasa capek atau lesu apabila harus segera masuk kelas untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pengontrolan absensi, hampir setiap hari ada surat-surat guru yang datang mengabarkan halangan mereka untuk tidak datang ke sekolah. Pada umumnya alasan serius atau alasan berpura-pura guru dalam suratnya sehingga berhalangan untuk tidak hadir di sekolah karena sakit. Sering alasan lain adalah untuk memohon izin karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Kalau kita fikirkan siapakah orang di dunia yang luput dari urusan keluarga. Tetapi rasanya tidak logis kalau seorang guru sempat dalam satu bulan membuat alasan sepele dan berhalangan untuk mengajar sebanyak sekian kali. Dan alasan sepele ini cukup banyak dilakukan oleh guru-guru. Dapat dikatakan, buat sementara, bahwa keabsenan guru-guru dari sekolah alasan, berpura-pura dalam alasan, karena rasa tersandung oleh bosan selama proses belajar mengajar. Kemalasan guru-guru yang lain sering terekspresi dalam bentuk kelesuan setiap kali harus menaikkan kewajiban dalam PBM. Meskipun bel tanda masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu namun masih banyak guru-guru yang ingin menyelesaikan gosip-gosip ringan sesama guru. Malah ada sebagian guru ada yang sengaja hilir-mudik atau berpura kasak-kusuk dalam mencari sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sampai akhirnya selalu terlambat tiba di kelas dan kemudian sengaja pula agak cepat untuk meninggalkan kelas. Kebosanan dalam PBM disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari guru dan faktor yang berasal dari murid. Pengabaian kedua faktor ini akan menyebabkan masalah dalam PBM tidak teratasi. Untuk memuluskan PBM maka kedua faktor ini harus dipahami dan diatasi. Rata-rata guru merasa enggan untuk memasuki kelas-kelas dengan siswa mempunyai daya serap rendah atau bodoh. Gairah mengajar guru untuk mengajar kerap kali terpancing karena di dalam kelas ada beberapa orang siswa yang cukup pintar.
  • 9. Namun sejak keberadaan kelas unggul di setiap sekolah maka siswa-siswa yang memiliki daya serap tinggi terkonsentrasi ke dalam satu kelas saja. Maka gairah guru untuk melaksanakan PBM hanya lebih tertuju untuk kelas unggul. Sedangkan untuk kelas-kelas non unggul yang jumlahnya cukup banyak dengan kemampuan siswa rendah terpaksa dimasuki oleh guru dengan rasa lesu dan letih. Tentu tidak semua guru yang menunjukkan gejala yang demikian. Pada umumnya penyebab melempemnya daya serap siswa di sekolah adalah karena mereka tidak terbiasa dengan budaya membaca sehingga mereka lambat dalam menganalisa. Kebiasaan dalam belajar cuma menghafal melulu. Dapat diamati bahwa siswa yang telah terbiasa dalam budaya membaca tidak mengalami kesulitan dalam PBM. Tidak banyak siswa yang terbiasa dengan budaya membaca sehingga akibatnya adalah tidak banyak pula siswa yang memiliki daya serap tinggi. Daya serap yang tinggi selain disebabkan oleh faktor IQ juga ditentukan oleh pelaksanaan agenda kehidupan atau pemanfaatan waktu. Seringkali orang tua yang ikut campur dalam masalah waktu anak dan gemar “mencikaraui” anak akan menjadikan anaknya sebagai siswa yang memiliki daya serap tinggi di sekolah. Faktor yang datang dari guru cukup bervariasi. Dulu menjadi guru memang serba dihormati dan tentu saja menyenangkan. Tetapi belakangan ini, bahkan terlalu banyak korban perasaan apalagi semenjak remaja banyak mengalami emosi moral. Karena terus terang saja, siswa-siswanya terdiri dari anak-anak yang kebanyakan tidak diwarisi nilai agama yang mantap oleh orang tua. Ada juga siswa yang merupakan anak- anak pejabat yang kaya-kaya dan anak orang berada sedangkan guru-gurunya miskin. Faktor yang menyebabkan guru merasa bosan dalam PBM mungkin karena kelelahan. Barangkali ia memiliki jumlah jam yang terlalu banyak. Walau pada sekolah pengabdiannya hanya mengajar beberapa jam saja, tetapi karena tuntutan hidup ia menjadi guru sukarela pula pada suatu atau dua sekolah lain. Atau bisa jadi karena kelelahan fisik setelah menjadi guru selama puluhan tahun. Sering kita lihat para guru-guru tua yang belum sudi untuk pensiun merasa segan untuk melakukan PBM. Secara mayoritas guru kelihatan kurang termotivasi untuk meningkatkan kualitas dirinya. Mereka tidak banyak membaca, walaupun sebatas membaca koran dan majalah,
  • 10. sehingga jadilah ilmu pengetahuan mereka sempit dan dangkal. Kebanyakan guru-guru sehabis mengajar ya habis begitu saja. Begitulah kegiatan rutin mereka hari demi hari sampai akhirnya rasa bosan menyelinap ke dalam fikiran. Ada guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas dan cukup hangat dalam bergaul bersama siswa. Namun juga sering mengeluh bosan untuk melakukan PBM sehingga mengajar secara serampangan dengan metode kuno sepanjang hari. Guru yang seperti ini sebaiknya harus segera melakukan introspeksi diri dan kemudian memutuskan apakah karir sebagai guru cocok baginya atau tidak. Tetapi pada umumnya mereka tetap bertahan mengajar dalam kebosanan karena tidak mampu mencari pekerjaan jenis lain yang cocok bagi diri, maklum banyak orang terserang sindrom pegawai negeri dengan alasan jaminan untuk hari tua. Setiap guru banyak terdengar keluhan guru-guru. Ada yang mengeluhkan badan kurang enak karena sakit kepala, sakit gigi, perut terasa kembung atau badan terasa pegal-pegal dimana ini semua adalah kompensasi dari bentuk rasa bosan. Mereka bosan untuk menunaikan tanggung jawab. Dan penyebab lain dari rasa bosan ini adalah karena umumnya guru-guru kurang kreatif sehingga mereka jarang yang menjadi guru profesional. Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil tentu ada yang kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka masih berfilsafat bahwa guru masih sebagai sumber ilmu dan dalam penguasaan ilmu siswa harus menyalin catatan guru dan menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun. Penanganan masalah yang ditemui selama PBM pun juga secara tradisional. Kalau murid bersalah musti diberi nasehat dan kebanyakan sistem pemberian nasehat dalam bentuk komunikasi satu arah, dimana yang sering terlihat ketika guru bertutur kata adalah siswa menekur atau tidak boleh menjawab. Tetapi sekarang entah guru-guru banyak yang tidak bertuah dalam bertutur kata karena kesempitan ilmu dan wawasannya atau karena penghargaan murid semakin berkurang karena kurang diwarisi nilai agama oleh orang tua maka sekarang seakan melebar jurang dalam komunikasi. Kreativitas guru pun terlihat lemah dalam PBM. Presentasi pengajaran sudah terlihat semakin basi karena menggunakan metode itu ke itu juga. Gema hasil mengikuti penataran, apakah dalam bentuk MGMP, sekali sekali dalam bentuk aplikasi. Kecuali
  • 11. yang terlihat adalah setelah guru mengikuti MGMP guru cuma semakin tertib dalam menulis satuan pelajaran tetapi belum bentuk aplikasi. Diantara guru-guru yang belum lagi mampu memperlihatkan kreativitas, kita juga melihat guru-guru yang kreatif. Meski mengajar banyak, namun karena kreatif mereka tetap tampak ceria dan segar dalam mengajar. Kreatifitas seseorang, juga guru, sangat ditentukan oleh keleluasaan dan kedalaman pengetahuan dan wawasan. Oleh sebab itu menjadi guru ideal haruslah selalu membiasakan untuk membelajarkan diri. Adalah sangat tepat bila seorang guru selain memahami bidang studinya juga mendalami pengetahuan umum lainnya sebagai khazanah dirinya. Guru yang luas wawasan dan ilmu pengetahuannya akan tidak pernah kehabisan bahan dalam proses belajar mengajar. Kalau sekarang ada ungkapan yang mengatakan bahwa mengajar itu adalah seni, maka mustahillah guru yang kering akan ilmu dan sempit wawasan dapat mengaplikasikannya sebagi seni. Mengikuti program penyegaran dalam bentuk kegiatan penataran, musyawarah kerja, dan program peningkatan kualitas lain sungguh tepat. Sayang selama ini terlihat kegiatan-kegiatan penyegaran yang ada belum dikemas secara profesional. Dengan arti kata selama mengikuti program penyegaran, guru-guru hanya terlihat secara pasif dan paling kurang bertindak sebagai pendengar abadi. Itulah dampaknya setiap kali seorang guru selesai mengikuti MGMP dan penataran lain, misalnya, seolah-olah tidak membawa perubahan dalam proses belajar mengajar. Terasa seakan-akan apa yang diperoleh selama mengikuti penataran-penataran digambarkan dengan ungkapan “masuk telinga kiri keluar telinga kanan saja.” Melatih diri untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dalam bentuk berpidato atau berceramah untuk masyarakat dan menyempatkan diri untuk menulis artikel-artikel adalah bentuk lain dari pengembangan kreativitas guru. Mendalami psikologi remaja sehingga guru dapat memahami meningkatkan kreativitas guru dalam bertindak. Rata-rata guru yang kreatif adalah guru yang kaya akan ide-ide dan menerapkan bentuk nyata. Dalam realita tampak bahwa kreativitas dapat mengatasi rasa bosan.
  • 12. 2. Menciptakan Pendidikan Yang Efektif Kata efektif adalah sebuah kata yang mudah untuk diucapkan namun butuh usaha maksimum dan kontinyu untuk memperolehnya. Kata ini dapat bergabung dengan kata pendidikan menjadi “pendidikan yang efektif” dan selanjutnya kita dapat bertanya sudah efektifkah pendidikan kita atau hanya sekedar asal-asalan saja? Dari tiga bentuk pendidikan yaitu pendidikan formal, informal dan non formal, maka pendidikan formal paling banyak disorot mulai dari mutu sampai dengan keefektifannya. Pendidikan formal yang mencakupi kurikulum, sarana, dan prasarananya dan lingkungan masyarakat yang ikut mempengaruhinya. Apakah suatu pendidikan yang diselenggarakan sejak dari bangku SD sampai perguruan tinggi atau paling kurang sampai untuk tingkat SLTA sudah efektif atau belum. Keefektifan sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang rumah tangga tempat asal anak-anak didik dan keadaan masyarakat sekeliling sekolah. Rumah tangga dan masyarakat yang memiliki SDM yang sangat memadai dan kondisi keuangan yang cukup mapan akan membantu terselenggaranya suatu sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif tentu akan menjadi sekolah idola dan akan diserbu oleh banyak calon anak didik setiap awal tahun pelajaran dimulai. Anak yang efektif sangat ditentukan oleh faktor rumah dan faktor sekolah yaitu rumah yang efektif dan sekolah yang efektif pula. Kualitas seorang anak didik sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh budaya dan suasana belajar di rumah dan di sekolah. Beberapa faktor pendukung kualitas anak di rumah adalah seperti tingkat sosial ekonomi dan Sumber Daya Manusia (SDM) orang tua serta pengaruh teman bermain dan hiburan. Sedangkan faktor pendukung di lingkungan sekolah adalah seperti tingkat SDM dan kehangatan pribadi guru, fasilitas penunjang, sarana belajar dan pengaruh budaya dan iklim belajar di sekolah itu sendiri. Lebih dari separoh waktu kehidupan anak dihabiskan di rumah. Famili dan orang tua mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan pribadi anak. Kualitas mereka sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan (SDM) orang tua dalam mendidik dan menumbuhkembangkan konsep belajar dalam keluarga. Kemampuan ekonomi orang tua punya peran dalam menyediakan fasilitas belajar. Ada anak dengan tingkat pendidikan
  • 13. orang tua rendah, biasa berhasil dalam belajar karena orang tua cukup tebal isi kantongnya untuk membiayai saran belajar. Ada lagi sebagian anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu, tetapi juga berhasil dalam belajar, karena orang tuanya sendiri kaya dengan wawasan SDM. Yang sangat beruntung adalah anak yang memiliki orang tua dengan SDM tinggi, kantong tebal dan teman-teman bermain memberikan pengaruh positif dalam belajar. Pendidikan yang efektif tentu akan didukung oleh komponen-komponen yang juga efektif. Mereka adalah seperti sekolah efektif, kepala sekolah efektif, guru efektif dan murid yang efektif. Sekolah yang efektif tentu mempunyai standar indikator seperti yang digambarkan oleh Sergio Vanio. Ia mengatakan bahwa kalau sekolah efektif murid- muridnya dinilai setiap tahun oleh pihak yang independen maka skor penilaiannya selalu meningkat. Murid-murid di sekolah itu sangat antusias dalam belajar dan ini tercermin dalam peningkatan prosentase kehadirannya. Guru sangat konsekwen dalam memberikan pekerjaan rumah (PR) dan menilai PR itu dengan konsisten. Sekolah memiliki program dan jadwal ekstrakurikuler di sekolah itu terdapat partisipasi orang tua dan masyarakat untuk peduli terhadap perkembangan dan kemajuan sekolah tersebut. Sekolah efektif sangat menghargai waktu dan akan memanfaatkannya ibarat memanfaatkan uang. Tentu saja sebagian besar waktu itu digunakan untuk belajar. Guru- guru di sekolah yang efektif mampu melaksanakan proses belajar mengajar yang bebas dari gangguan dan memberikan pekerjaan rumah dengan cara bertanggung jawab. Sekolah ini mulai dan mengakhiri kegiatan belajar betul-betul tepat waktu. Sementara itu dalam sekolah yang tidak efektif, guru-guru cenderung tidak mendukung pemahaman tujuan sekolah. Sekolah yang efektif tentu berada di belakang pimpinan kepala sekolah yang efektif pula. Seorang kepala sekolah akan menentukan jatuh atau bangunnya kualitas suatu sekolah. Kepala sekolah asal-asalan cenderung untuk menghancurkan budaya dan iklim belajar sekolah. Sedangkan kepala sekolah yang efektif selalu komit dengan misi dan visi yang mengangkat dan melestarikan kualitas sekolahnya. Salfen Hasri (2004;20) mendeskripsikan tentang kepala sekolah yang efektif, yang antara lain sebagai berikut: punya visi dan merealisasikannya bersama guru dan
  • 14. staf. Ia mempunyai harapan yang tinggi pada prestasi, selalu mengamati kualitas guru dan kualitas anak didik serta mendorong pemanfaatan waktu. Disamping itu seorang kepala sekolah yang efektif selalu memonitor prestasi individu guru, staff, siswa dan sekolah. Kepala sekolah yang efektif sangat sadar bahwa keberadaan siswa adalah titik pokok dalam dunia pendidikan (di sekolah), maka ia sangat memonitor perkembangan siswa yang tercermin dalam peningkatan kualitas nilai tes yang bersih dari rekayasa dan manipulasi data. Ia melowongkan waktu (punya jadwal) untuk mengamati guru dalam kelas dan senantiasa berdialog tentang problem dan perbaikan pengajaran/kelas. Kepala sekolah menjadi efektif karena ia mampu menjadi pemimpin yang efektif. Me Clure (dalam Salfen Hasri, 2004) mengatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu dalam berbagi tugas bersama siapa yang memiliki kompetensi untuk pekerjaan khusus. Seorang pemimpin yang efektif harus mampu untuk melaksanakan “problem solving” dan “decision making”, memiliki bakat memimpin serta mampu untuk bersosial yaitu untuk bekerja sama. Namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah sedikit sekali yang menghabiskan waktu untuk urusan kurikulum dan pengajaran.
  • 15. 3. Tinggalkanlah Metode Konvensional Ramai sekali media massa menulis masalah Sumber Daya Manusia. Begitu pula para pakar telah sama setuju bahwa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia amat diperlukan pendidikan. Dengan arti kata dunia pendidikan memegang peranan yang betul-betul penting. Martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas bangsa itu sendiri. Kualitas suatu bangsa diukur dengan sumber daya manusianya. Kita sadari bahwa pendidikan, sungguh penting untuk kemajuan bangsa. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai bangsa yang berkualitas adalah dengan melaksanakan wajib belajar. Untuk mencapai hal ini Presiden Soeharto telah menca- nangkan wajib belajar enam tahun tepat pada hari Hardiknas tanggal 2 Mei 1984. Kemudian untuk percepatan mencapai sumber daya manusia yang berkualitas, maka sepuluh tahun kemudian, Mei 1994. Presiden mencanangkan lagi wajib belajar sembilan tahun. Untuk mensukseskan wajib belajar sembilan tahun itu sangat dituntut tenaga pendidik yang betul-betul ahli dalam bidangnya (profesional) agar dapat mengelola pendidikan di lapangan secara baik. Mengingat betapa pentingnya sektor pendidikan dalam pelaksanaan pembangunan nasional jangka panjang tahap dua, khusus pembangunan sumber daya manusia, kita tidak dapat menutup mata dan telinga terhadap sektor pendidikan kita yang mutunya masih tertinggal itu. Dan orang-orang arif dalam dunia pendidikan di negara ini cukup respon atas berbagai masalah pendidikan. Mereka merekayasa dan melaksanakan berbagai usaha peningkatan dan penyegaran. Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah sama-sama kita rasakan dan kita lihat. Begitu pula banyak pembaharuan demi peningkatan mutu yang sudah dilakukan. Mengganti kurikulum yang diikuti oleh perubahan struktur buku-buku pelajaran yang membanjir di pasaran. Membentuk proyek peningkatan kwalitas guru- guru yang dilaksanakan dalam bentuk penataran, seminar-seminar dan latihan kerja. Begitu juga penyediaan sarana dan prasarana bidang pendidikan. Betapa usaha ini diterapkan melalui pengorbanan moril dan materil. Memberikan keringanan bagi guru-guru, misalnya dengan mengurangi jumlah jam mengajar di sekolah, agar dapat mengikuti penataran apakah dalam bentuk sanggar-sanggar atau
  • 16. bentuk MGMB dan MGBS. Namun usaha-usaha ini belum lagi menampakkan harapan dan pencapaian target. Kita dapat mengetahuinya lewat hasil Ebtanas yang tetap rendah tiap tahun. Dan kita langsung memperhatikan betapa bertambahnya jumlah murid yang mengalami malas. Dari membaca media massa atau langsung melihat fakta yang menunjukkan adanya keruwetan dalam sekolah dan meningkatnya angka kenakalan pelajar. Barangkali apa yang menyebabkan lambatnya peningkatan kualitas pendidikan ini? Lihatlah proses belajar mengajar di sekolah-sekolah. Sistem pengajaran yang diterapkan oleh guru kepada murid barn sampai pada taraf memberi bekal pengetahuan dan keterampilan sebatas sekedar tahu saja. Belum sampai kepada meletakan nilai-nilai wawasan sosial dan kemanusiaan, serta penguasaan bekal hidup yang praktis. Dalam sis- tem pengajaran kita lihat hubungan guru dan murid ibarat hubungan cerek dan cangkir. Yang satu cuma sebatas memberi dan yang lain sekedar menerima saja. Atau mungkin karena sistem pendidikan yang diterapkan oleh guru kepada murid bersifat mengulang-ulang dan tidak ada, atau kurang, kreasi dalam mengembangkan pelajaran dan seni mengajarnya. Sama-sama kita perhatikan bahwa masih ada guru-guru yang mana kalau mengajar menggunakan buku dan catatan yang sama sepanjang tahun. Ada pula guru karena kurang menguasai bahan kemudian mengambil strategi mudah, yaitu meringkas isi buku untuk dicatatkan melulu. Atau menghafalkan buku catatan agar besok dapat disajikan ke hadapan murid di dalam kelas. Murid sendiri dapat mengatakan bahwa guru yang demikian ilmunya cuma tua satu malam dari murid. Dan inilah kenya- taan yang membuat integrasi guru-murid tetap berjalan macet. Guru sibuk berbicara di depan kelas sedangkan murid asyik melucu atau ngobrol di belakang. Tampak taraf pengajaran kita untuk menyerap ilmu masih sekedar menyodorkan tugas-tugas hafalan untuk diuji. Sistem komunikasi dalam kelas cenderung satu arah dan murid lebih dominan bersikap yes-man kepada guru. Mengkeritik guru atau beradu argumen seolah dipandang tabu. Mungkin selalu dibelenggu ketakutan karena berdampak pada ancaman pada nilai rapor. Demikianlah ungkap salah seorang murid dalam suatu dialog ringan. Belajar dengan cara menghafal sungguh mematikan kreatif berfikir dan menunjukkan bahwa guru-guru masih menerapkan pengajaran sistem kuno.
  • 17. Ciri-ciri sistem pengajaran kuno atau konvensional sangat terlihat jelas dalam interaksi guru-murid di sekolah. Diantaranya adalah pendekatan yang masih bersifat otoriter, yaitu bersifat menguasai. Guru menganggap bahwa dirinyalah paling benar. Yang mengharuskan setiap murid menerima apa yang dikatakan. Pernah kejadian pada sebuah sekolah. Seorang murid kritis tergolong pintar mencoba memberi usul atau kritik konstruktif kepada seorang guru bidang studi. Membuat, guru menjadi merah muka dan bukti merasa gembira. Guru itu tampak kesal dan pada akhir semester dia telah menodai rapor murid dengan angka mati. Dia melakukan ini entah karena rasa dendam karena merasa kelintasan akibat ilmunya minus atau semata-mata memperturutkan egois. Berbicara mengenai metoda pendekatan dalam pendidikan, ada tiga bentuk metode pendekatan yaitu konvensional, progresif dan metode liberal. Sekolah-sekolah kita amat mengenal metode konvensional karena metode itu melekat terus. Sikap otoriter terlihat jelas dalam metode ini. Beginilah suasana kelas atau sekolah dengan metode konvensional. Kelas dengan jumlah murid yang masih ramai, dan tampak lebih mengutamakan kuantitas daripada kualitas. Seolah-olah ruang kelaslah yang menjadi wilayah belajar murid, meskipun teori diatas kertas sungguh bagus. Dalam proses belajar mengajar siswa tampak bersikap pasif. Mereka hanya menerima ilmu saja dan dalam memahami pelajaran cenderung untuk selalu menghafal buku catatan. Interaksi guru-murid lebih diwarnai oleh rasa takut, ini menandakan fikiran masih terbelenggu. Dalam penguasaan bidang ilmu seolah-olah guru serba tahu secara mutlak. Ceramah merupakan metode yang lazim diterapkan. Murid- murid kurang terlibat secara aktif dan inilah penyebab suasana kelas dan suasana belajar menjadi serba membosankan. Hampir setiap hari banyak murid yang memboloskan diri. Maka tentu tidak berlaku kalimat yang berbunyi “kelasku adalah istanaku” tetapi yang terjadi hanyalah “kelasku terasa bagaikan penjara”. Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas adalah lewat sumber daya manusia yang berkualitas pula. Maksudnya untuk memperoleh murid yang berkualitas tentu dibutuhkan pula guru yang, berkualitas. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar peran guru tidak hanya sekedar membantu proses pembelajaran atau sebagai seorang pengambil keputusan instruksional. Tetapi lebih dari itu yaitu guru harus
  • 18. dapat berperan sebagai konselor, motivator dan fasilitator agar proses pembelajaran anak didik tidak asal-asalan saja. Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas agaknya sederhana saja rumusnya, yakni guru jangan mengajar asal-asalan. Sangat mustahil kalau guru-guru yang demikian dapat bertindak atas nama peningkatan kualitas, berfungsi sebagai konselor, motivator dan fasilitator bagi murid-murid. Mustahil pula seorang guru akan ikut berpartisipasi sempurna dalam pendidikan kalau ia sendiri belum menampakkan, kualitas diri. Untuk itu kita mengharapkan agar guru-guru bersikap tulus dalam mening- katkan kualitas pendidikan dan diri sendiri. Andai kata mereka mengikuti penataran atau sanggar, misalnya, janganlah hanya sekedar mengharapkan sertifikat untuk kredit poin, mengharapkan sejumlah kecil maten dan begitu pula jangan hanya bersikap pasif atau sekedar hura-hura. Agar dapat memainkan peranan dengan baik dalam dunia pendidikan maka guru harus senantiasa membelajarkan diri, otodidaktif, dan agaknya tidak ada alasan lagi bagi guru untuk selalu berlindung di balik alasan untuk tidak belajar. Sediakanlah waktu setiap hari untuk menyentuh buku-buku yang bermanfaat dan dapat menambah wawasan berfikir dengan harapan kita semua dapat menjadi gum yang ber- kualitas agar kita dapat mendidik murid-murid menjadi sumberdaya manusia yang ber- kualitas.
  • 19. 4. Kemerosotan Daya Tarik Sekolah Sampai sekarang, agaknya pendidikan masih dianggap sebagai investasi nasional. Investasi terhadap manusia dengan kata lain dapat dikatakan dengan istilah “investasi dalam kemampuan manusia” atau dalam istilah yang lebih umum adalah “sumber daya manusia”. Suatu negeri tetap miskin karena investasi dalam kemampuan manusianya juga kecil. Untuk mengentaskan keadaan ini sangat diperlukan peningkatan dan pengembangan potensial dan tepatnya adalah peningkatan keterampilan dan pengetahuan dari segenap warganya. Keadaan dan eksistensi negara ini pada masa datang sangat ditentukan oleh investasi sumber daya manusia sekarang ini dapat kita sorot ke dalam dunia pendidikan. Ada kecenderungan pemerosotan daya tarik sekolah dalam kalangan pelajar. Semoga saja pandangan ini tidak terlalu mengada-ada. Banyak fakta-fakta umum yang dapat menyokong pendapat ini seperti makin banyaknya anak-anak sekolah yang berkeliaran dimana-mana pada jam belajar efektif, pelaksanaan disiplin yang macet, rendahnya perhatian masyarakat untuk menyerbu fasilitas pendidikan dibandingkan dengan fasilitas hiburan dan masih senangnya hampir sebagian besar orang yang bersikap bermalas-malasan. Kemerosotan daya tarik sekolah penyebabnya dapat ditinjau dari beberapa segi, seperti dari segi sekolah, rumah, masyarakat dan lain-lain. Walau bagaimana setiap segi ini saling mempengaruhi dan memberikan dampak negatif. Meskipun telah banyak orang membahas tentang berbagai kritikan termasuk kritikan tentang metode mengajar namun belum tampak reaksi positif secara menyeluruh. Sampai saat sekarang metode mengajar lama masih cukup banyak digandrungi oleh guru- guru meskipun mereka telah puluhan kali mengikuti penataran-penataran dan hampir tiap saat disuguhi teori-teori. Bagaimana keadaan metode mengajar gaya lama? Yaitu metode yang membuat murid cenderung menghafal teks demi teks catatan yang diberikan oleh guru, apakah mereka memahami atau tidak. Pelaksanaan metode lama ini telah berlangsung cukup lama. Mengajar dengan metode yang demikian cenderung bersifat dogmatik dan otoriter.
  • 20. Cara dari metode ini sedikit mendorong murid untuk bertanya dan bersikap kritis atau tertarik dalam belajar mandiri di luar sekolah. Inilah penyebabnya kenapa sekarang murid-murid, malah juga sampai kepada mahasiswa cenderung membisu dan suka sebagai penonton dalam dinamika kehidupan. Dan ini pulalah penyebabnya kenapa banyak generasi muda suka kebingungan dalam mengisi hari-hari kosong mereka. Suasana mengajar pada berbagai tingkat sekolah, dari tingkat SD sampai SLTA dan barangkali juga di tingkat perguruan tinggi dengan gaya “konsep bank” atau gaya hubungan “cerek dan cangkir”. Gaya mengajar ini cenderung untuk melemahkan kebebasan berpikir dan menumbuhkan sikap mencari serta berpengalaman, yang diperlukan dalam perkembangan. Suasana belajar murid cenderung menunggu perintah dari guru. Buku-buku pegangan baru dibaca kalau ada perintah. Karena sering guru lupa memberi aba-aba untuk membaca, maka rata-rata buku pegangan masih utuh. Malahan buku yang sengaja dipersiapkan oleh pemerintah cenderung untuk menumpuk-numpuk di pustaka atau di rumah karena budaya malas membaca. Dalam menguasai pelajaran, caya yang cukup jitu dipakai adalah lewat cara menghafal. Dan ini tampak cukup merata untuk berbagai tingkat sekolah, sehingga suasana belajar yang demikian hanya membuat murid untuk mencapai target lulus saja dan memperoleh ijazah, bukan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang harus dibuktikan. Melihat gejala semakin kurang berkualitasnya lulusan sekarang, sehingga ada orang yang suka berkelakar mengatakan bahwa “ijazah itu hanya laku sampai di gerbang sekolah saja” dengan arti kata belum dapat diandalkan dalam kehidupan. Situasi sekolah sekarang yang cukup mengecewakan telah membuat para lulusan tidak atau kurang berkualitas. Situasi sekolah yang mengecewakan ini adalah akibat, sekali lagi, bertahannya gaya mengajar metode lama. Proses belajar mengajar yang bersifat “text book” dan malah akibat murid belajar dengan sedikit buku atau tanpa buku pegangan sama sekali. Buktikanlah dalam kehidupan setiap hari kita melihat cukup banyak pelajar pergi sekolah melenggang saja atau Cuma membawa sehelai catatan “gado-gado” dan melipatnya ke dalam kantong. Kemudian guru dan murid cenderung bermalas-malas, mungkin akibat pemahaman kurikulum atau kurikulum itu sendiri cukup kabur dan guru kurang terlatih untuk menstimulasi aktivitas murid. Kenapa sekarang
  • 21. jarang guru yang bersikap profesional ideal? Ini bisa jadi disebabkan karena mereka miskin dengan ilmu, wawasan dan pengetahuan, sehingga ada saja murid yang berani mengatakan bahwa sebagian kecil guru ilmunya cuma “tua semalam” dari murid-murid. Beberapa kritikan terhadap pendidikan yang menyebabkan semakin merosotnya daya tarik sekolah adalah sebagai berikut: Pengajaran yang serba bersifat Text-Book dan teori tanpa praktek. Populasi kelas yang cukup atau terlalu ramai dengan pengajaran cenderung melupakan program pengayaan atau perbaikan, kalaupun ada itu cuma agak berbau omong kosong saja. Murid-murid terlihat miskin dengan berbagai aktivitas pendidikan. Kurangnya penyediaan kebutuhan dan kapasitas untuk remaja. Proses belajar mengajar terlalu banyak didominasi oleh berbagai ujian, ada kalanya guru mengadakan ujian palsu karena kehabisan teknik mengajar. Dan tidak ada kegiatan ekstra kurikuler yang bermanfaat dan dapat memperkaya wawasan siswa untuk menghadapi dunia kerja dan kehidupan nyata kelak. Kemerosotan daya tarik sekolah dapat pula disebabkan oleh gaya belajar murid- murid itu sendiri. Memang kita akui bawa gaya belajar ini dibentuk oleh faktor sekolah, rumah dan faktor sosial. Gaya murid, dan bisa jadi juga mahasiswa, dalam menguasai pengetahuan adalah dengan cara melengkapi catatannya persis seperti kata-kata guru dan dalam ujian mereka berusaha keras untuk mencurahkan, mengungkapkannya lagi, dari hafalan. Ini merupakan penghalang serius dalam mengembangkan kreativitas berpikir. Disini tampak bahwa murid lebih tergantung pada ingatan atau hafalan dari pada memahami masalah dan mengembangkan alasan (logika) serta kekuatan analisa untuk menyelesaikan masalah dalam hidup. Sudah menjadi pemandangan umum bagi kita untuk setiap musim ujian. Murid biasanya menyediakan beberapa hari saja dalam seminggu sebelum ujian untuk bekerja dan belajar intensif. Dalam menyerap ilmu mereka sering tergantung pada catatan dari pada buku-buku pegangan. Dan selanjutnya mereka tergantung pada hafalan daripada pemahaman. Untuk mencapai kematangan pribadi murid, agaknya sangat diperlukan campur tangan atau bimbingan guru, terutama orang tua, untuk mengelola dan memanfaatkan waktu. Apa yang sering kita lihat dalam melewati hari-hati yang panjang sebelum ujian
  • 22. tiba, tentu tidak untuk semua murid, adalah mereka cenderung untuk membuang waktu tanpa tujuan. Sehingga kalau ada murid atau mahasiswa kita yang beruntung untuk belajar di negara Barat, dan negara maju lain, akan tercengang melihat sungguh serius dan rajin para pelajar di sana. Agaknya kemerosotan daya tarik sekolah cukup menentukan kualitas sumber daya manusia, atau lulusan suatu sekolah. Kita lihat bahwa lulusan SLTA tentu saja tidak semuanya yang terus ke universitas rata-rata kurang stabil secara emosi, kurang terbimbing secara intelektual dan lemah dalam pemanfaatan waktu. Sehingga membuat sebagian besar mahasiswa banyak buang-buang waktu dan sedikit yang punya kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Mereka tidak tahu kemana akan pergi dan tidak tahu apa yang akan dilakukan. Kalau begitu kita tidak perlu heran kalau banyak yang mengaku telah sarjana tetapi belum bisa membuktikan diri dalam kehidupan karena bisa jadi akibat “ijazah mereka hanya laku sampai ke gerbang kampus” saja. Kemerosotan daya tarik sekolah dan untuk menambahkan ilmu untuk tingkat SLTA sudah mulai terasa ketika murid duduk di bangku kelas tiga. Rata-rata murid kelas tiga banyak belajar acuh tidak acuh dan sering belajar serampangan saja. Kemalasan yang mereka derita ini bisa jadi akibat bahwa umumnya mereka terganggu oleh anggapan masa depan yang kabur, tetapi suka masa bodoh, dan banyaknya pengangguran terdidik di seputar mereka. Kecuali kalau mereka suka menganalisa bahwa pengangguran terdidik yang menganggur itu adalah akibat kualitas diri masih rendah, selain suratan dari Ilahi, karena ilmu mereka baru hanya sebatas “text-book thinking” semata. Pendidikan memang penting bagi seseorang karena ia memberinya kesempatan untuk meningkatkan “income” dan tingkat kehidupan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Untuk pendidikan lewat penguasaan pengetahuan dan skill dapat membuat kemungkinan peningkatan “output”. Untuk itu penting bagi seseorang untuk memiliki kebutuhan akan pendidikan dan sekolah. Kehilangan daya tarik terhadap sekolah dan pendidikan, selain disebabkan oleh berbagai faktor yang telah kita sebutkan di atas, juga disebabkan faktor orang tua. Murid-murid dengan perilaku negatif banyak datang dari keluarga dengan orang tua yang sibuk dan tidak mampu memberi perhatian. Dan kalau pun orang tua tidak sibuk, tetapi akibat mereka kelewatan dalam memberi perhatian dan pemanjaan, tanpa
  • 23. membantu anak dalam belajar dan mengelola waktu, telah membuat anak-anak mereka berkualitas jelek. Kenapa daya tarik sekolah merosot bisa terjadi? Terhadap pertanyaan ini dapat kita dengar jutaan alasan dan keluhan. Dari sudut pandang murid, mereka punya alasan untuk mengeluh karena kondisi hidup dan sekolah yang tak memadai. Alasan atau keluhan ini adalah seperti: jarangnya mereka memiliki buku, fasilitas pustaka dan labor yang terbatas, tempat tinggal yang tidak memadai dan akibat sedikitnya kontak dengan guru dan guru bimbingan dan konseling. Keluhan dari segi guru adalah seperti: guru yang kurang terlatih, gaji yang kurang memadai sehingga banyak guru yang demam berhutang pada koperasi atau bank, kelas yang ramai, kurikulum yang belum layak, keadaan kelas yang dua shift, buku teks yang tidak menarik dan media mengajar yang sering tidak ada di dalam proses belajar mengajar. Kini mengingat dan melihat tantangan hidup yang makin nyata agaknya kita mesti lebih serius dalam memperhatikan investasi manusia dalam arti peningkatan sumber daya manusia. Untuk itu sangat diperlukannya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh guru yang cakap dan mahir. Sekolah tetap membutuhkan guru yang luas ilmunya, dapat beradaptasi, kompeten dan berbakti pada tugas. Di samping itu juga perlu sokongan orang tua. Malah tentu yang omong kosong bila sekolah berkualitas dan orang tua, dan juga masyarakat yang berkualitas menghasilkan murid serta mahasiswa yang berkualitas pula.
  • 24. 5. Masih Adakah Siswa Yang Mengidolakan Pahlawan Sudah milyaran rupiah dana yang dihamburkan agar penataran dan pelatihan untuk memantapkan rasa kebangsaan dapat terwujud. Disamping itu media massa, lewat media cetak dan media elektronik, juga diserutkan agar segenap generasi muda dapat memahami arti semangat perjuangan 45. Semangat perjuangan 45 adalah semangat yang tidak mengenal istilah pantang mundur demi meraih kemerdekaan. Malah nyawa, harta dan keluarga adalah taruhannya. Bagaimanakah semangat generasi kita seputar tahun 2.000 ini? Tanpa mengadakan penelitian yang akan membuang-buang waktu dan dana kita dapat mengatakan bahwa rata-rata generasi muda sekarang banyak yang tidak memiliki semangat perjuangan. Andaikata kita pajangkan sederet nama mulai dari nama artis sinetron, olahragawan sampai kepada nama tokoh pahlawan yang telah berjasa banyak bagi bangsa ini. Maka artis dan olahragawan kerapkali sebagai tokoh Idola mereka yang utama dan para pahlawan sering sekedar idola pelengkap saja. Sebetulnya tidak salah kalau generasi muda termasuk anak didik kita menjadikan para artis dan olahragawan sebagai idola mereka, tidak mengapa bila tokoh-tokoh idola mereka baik luar-dalam. Maksudnya penampilan luarnya sama baik dengan karakter mereka yang sesungguhnya. Sekarang yang kita pertanyakan adalah apakah masih ada kontak batin antara anak didik kita dengan para pahlawan bangsa kita ini? Cukup kagum juga kita, dari membaca koran dan majalah, bahwa di luar negeri, seperti Amerika, masih ada generasi muda mereka, yang mempunyai kontak batin dengan pahlawan yang telah terpisah selama puluhan generasi atau ratusan tahun. Mereka masih kenal baik sehingga dalam pembicaraan harian, mereka pun mengutip kalimat yang pernah diungkapkan oleh pahlawan bangsa mereka. Penyebaran buku-buku biografi adalah salah satu faktor pembentuk tetap adanya hubungan batin antara mereka dengan para pahlawan. Bagaimana kontak batin antara anak didik kita dengan para pahlawan bangsa? Rata-rata, kecuali sebagian kecil, Cuma sebatas mengenal nama mereka saja. Oh, kalau Sisingamaraja itu berasal dari tanah Batak, Imam Bonjol dari daerah Minang dan Pangeran Diponegoro berasal dari daerah anu …! Atau anak didik kita Cuma dapat
  • 25. mengenal tahun-tahun saja. Bahwa Sukarno, Presiden RI pertama dan tokoh Proklamator, lahir tahun sekian dan Kihajar Dewantara mendirikan sekolah itu tahun sekian. Dan bisa jadi generasi muda sekarang hanya mengenal pahlawan hanya sebatas nama, karena nama-nama jalan juga mengabaikan nama-nama para pahlawan. Oh, itu jalan Pattimura dan ini jalan Rang Kayo Rasuna Said dan yang lain adalah jalan R.A Kartini, Jalan Teuku Umar, Jalan Haji Agus Salim, Jalan Sukarno-Hatta atau jalan Prof. Dr Hamka, dan lain- lain. Tetapi mereka kemungkinan tidak pernah tahu bahwa Rang Kayo Rasuna Said itu adalah pejuang wanita dari ranah Minang yang merupakan wanita pertama yang masuk ke dalam bui karena perjuangan bangsa. Atau mereka kurang mengetahui bagaimana Muhammad Hatta, Haji Agus Salim dan Hamka bergelut dengan buku-buku untuk menuntut ilmu demi perjuangan kemerdekaan bangsa. Atau bagaimana Sukarno berlatih berpidato di kegelapan malam semasa kecil dan Raden Ajeng Kartini beserta adik- adiknya berjuang menentang adat yang kolot demi membebaskan kaum wanita dari belenggu kebodohan untuk memperoleh emansipasi dan harga diri. Pokoknya cukup sederhana pengetahuan anak didik kita tentang para pahlawan yakni sebatas nama, tahun-tahun kejadian dan daerah asal mereka. Mereka memperoleh itu lewat hafalan dan kemudian secara pelan-pelan melupakan apa yang dihafal sebelum sempat dijiwai sampai pada akhirnya para pahlawan itu terlupakan dan terputus dalam kontak batin. Kalau begitu siapakah yang bertanggung jawab atas masalah ini? Tentu saja kita semua, para guru-guru, akibat metode proses belajar mengajar yang salah kaprah. Sebetulnya selain lewat proses belajar mengajar di sekolah anak didik masih dapat mengenal para pahlawan lewat media masa seperti televisi, majalah dan koran- koran. Tetapi acara-acara kepahlawanan sering kalah menarik dibandingkan dengan acara hiburan dan film-film. Sehingga anak-anak didik kita di rumah memperhatikannya tidak dengan sepenuhnya hati dan malah meninggalkan acara tersebut. Begitu pula kerapkali anak didik lebih tertarik dengan membaca gosip para bintang film dan mengabaikan biografi para pahlawan kalau ada. Walau tidak semua anak didik yang berbuat begitu. Agaknya anak didik kita cukup peka juga. Mereka dapat mengatakan bahwa pelajaran yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan pahlawan kepada mereka adalah seperti pelajaran PSPB, Sejarah, Agama, KWN, Tata Negara dan Bahasa
  • 26. Indonesia. Dan tentu pada umumnya seluruh guru-guru juga bertanggung jawab untuk memperkenalkan para pahlawan kepada anak didik sebagai generasi muda. Suatu hari ketika ditanya, kepada murid tentang metode proses belajar mengajar yang baik dalam rangka mempelajari dan mengenal tokoh-tokoh pahlawan lewat mata pelajaran yang kita sebutkan di atas. Maka murid mengatakan bahwa metode yang terbaik adalah guru mencatatkan ringkasan pelajaran dan kemudian menerangkan pelajaran atau sebaliknya guru menerangkan pelajaran kemudian baru mencatatkan keringkasan yang telah dibuat guru. Karena anak didik telah terlatih menjadi “beo” atau menerima saja apa yang telah disuguhkan guru lewat cara menghafal ibarat sapi agama Hindu” di India yang mengunyah-ngunyah kertas yang berisi tulisan dan kemudian dikeluarkan lewat kotoran tanpa singgah di kepala, telah menyukai metode ini. Pada hal metode ini adalah metode yang salah kaprah karena dapat mematikan kreatifitas berfikir anak didik. Sedangkan orang-orang dari negara maju telah lama meninggalkan metode proses belajar mengajar seperti ini. Namun kita dalam saat-saat menjelang tahun 2000 ini masih ada yang terpaku pada metode ini. Cukup banyak ragam metode salah kaprah ini. Ada guru yang bercerita mengelantur kesana kemari tentang tokoh-tokoh pahlawan di dalam negeri dan di luar negeri, tanpa jelas salah benarnya, kemudian pada akhir pelajaran mencatatkan keringkasan yang telah dibuat oleh bapak atau ibu guru. Ada lagi guru yang setiap kali masuk kelas selalu menyuruh murid-murid untuk meringkaskan isi halaman dari sebuah buku dan dia sendiri duduk dengan enaknya di depan kelas sampai kuap-kuap atau untuk menghilangkan rasa kantuk karena bosan dalam mengajar sengaja pergi ke ruangan majelis guru untuk mengobrol atau bergosip mulai dari masalah umum sampai kepada masalah rumah tangga. Begitu pula bagi guru yang tidak menguasai pelajaran sama sekali amat sudi untuk mendiktekan seluruh isi buku pada hal tidakkah baik kalau murid disuruh saja membeli buku atau memfoto kopi saja. Tetapi ada kalanya guru melarang siswa untuk membeli buku dan kalaupun punya buku tetap harus mencatat sebab akan diambil nilai kerajinan atau catatan bakal diperiksa. Dan masih ada seribu satu metode yang mirip dengan metode yang salah kaprah begini.
  • 27. Memperkenalkan para tokoh pahlawan lewat proses belajar mengajar adalah sangat ampuh untuk menangkal agar anak didik tidak tercabut dari akar budaya dalam arti mereka tidak melupakan pahlawan bangsa. Tetapi pelaksanaan proses belajar mengajar tidaklah sesederhana metode yang di atas tadi. Idealnya setiap guru, terutama guru, KWN, Agama, Sejarah dan Bahasa Indonesia dari sekolah dasar dan bagi pelajaran yang terkait di tingkat SLTP dan SLTA harus menguasai topik-topik pelajaran yang bukan sekedar hafalan belaka untuk mengajar murid menjadi beo. Malah sangat ideal lagi kalau guru-guru, lebih tepat lagi guru-guru mata pelajaran Sejarah KWN, , juga membaca buku-buku biografi tanpa terlebih dahulu berlindung dibalik alasan. Kita sering mendengar, tidak hanya guru wanita tetapi juga guru yang senantiasa mengungkapkan tidak punya waktu untuk membaca guna untuk menambah ilmu. “Wah saya tidak punya waktu karena sibuk dengan kerja di rumah, sibuk karena anak mengganggu, tak sempat karena rumah jauh, tak sempat membaca karena saya mempunyai jam mengajar sangat banyak, dan lain-lain”. Sering alasan-alasan kuno ini kita dengar dari rekan guru-guru yang mana mereka senantiasa mengungkapkan kesibukan mereka di luar kegiatan mengajar seolah-olah mereka lebih sibuk daripada menteri atau negarawan lain. Pada hal Menristek, B.J. Habibie yang memiliki segudang jabatan dan pekerjaan atau KH Zainuddin MZ, ulama sejuta umat. Mereka juga mempunyai rumah tangga dan anak-anak, disamping tanggung jawab terhadap pekerjaan yang banyak tetapi tetap mempunyai waktu untuk belajar atau menambah ilmu. Bagi sebagian rekan guru-guru yang selalu berlindung dibalik alasan “sibuk” ternyata untuk nongkrong di warung kopi atau untuk bergosip tanpa mereka sadari mereka telah menghabiskan waktu selama berjam-jam terbuang percuma. Pengenalan tokoh-tokoh pahlawan kepada anak didik lewat proses belajar mengajar merupakan sarana yang tepat karena disana anak didik terkondisi dengan bersyarat dengan imbalan nilai sebagai titik awal. Maka tentu ada usaha-usaha lain yang positif agar anak didik lebih mengenal para pahlawan. Misalnya memberikan tugas untuk membuat sinopsis dari biografi-biografi pahlawan. Begitu pula menugaskan murid untuk membuat resensi dari sebuah buku yang mengandung biografi seorang pahlawan. Agar anak didik tidak asal tulis atau mungkin memalsukan karya tulis orang lain. Maka ada
  • 28. baiknya guru mengujikan atau menyuruh murid untuk mempresentasikan di depan kawan-kawannya sambil melatih keberanian mereka untuk tampil di depan umum. Melowongkan waktu bagi guru dan murid untuk dapat membaca setiap buku biografi sangat besar manfaatnya. Selain untuk menambah wawasan juga sebagai sarana untuk “cermin diri” untuk memacu prestasi dan untuk mencari idola sebagai jati diri kita dalam rangka mengembangkan kwalitas diri. Semoga.
  • 29. 6. Tidak ada Istilah Terlambat Untuk Maju Semua orang tentu sudah tahu bahwa masing-masing pribadi kita itu adalah unik. Kita menjadi unik kerena later belakang dan pengalaman hidup yang kita lalui juga berbeda. Salah satu sifat kita yang unik adalah tentang bakat. Memang setiap orang memiliki bakat yang berbeda dan bakat-bakat yang ada pada did kita itu masih terpendam. Bakat yang terpendam ini kalau dapat kita gali akan membuat kita sendiri terheran-heran. Lebih-lebih setelah melihat kemampuan yang ter- simpan dalam diri kita itu. Setiap orang bisa memperkembangkan bakat-bakat dan kecakapan- kecakapan sendiri asal ia ada mempunyai cukup hasrat untuk melakukannya. Ada seorang pelajar wanita, dulu ketika masih menjadi pelajar SD dan SMP hampir selalu diabaikan oleh teman-teman. Itu semua karena pribadi wanita itu dingin dan tidak menarik. Namun setelah berada di bangku SMU, lebih-lebih setelah duduk pada bangku kelas dua dam kelas tiga, ia tampak begitu dinamis dan menjadi kesenangan teman-teman. Malah setelah lulus SMU dan beberapa bulan kemudian ado kabar tentang dirinya bahwa us lulus dalam seleksi untuk memperoleh beasiswa untuk studi tentang ilmu mekanika di salah satu negara Eropa. Seorang familinya mengatakan bahwa ia dapat meraih kemajuan pada hari-hari akhir remajanya adalah karena ia mampu berfikir untuk mengembangkan bakat-bakat yang tersimpan dalam diri setiap orang dapat mengembangkan bakat-bakat dan kecakapan yang terpendam asal ia mau. Banyak lagi orang-orang lain yang pada masa kecil dan masa remajanya biasa-biasa saja dan malah kurang diacuhkan oleh teman- temen dapat berhasil dalam perjalanan hidup berikutnya setelah bertekad untuk mengem- bangkan bakat-bakat yang terpendam. Ini pun akan dapat anda dan kita semua, alami asal kita mau berlatih dan berusaha sekeras-kerasnya. Kita harus mau terus bertekun tanpa merasa bosan-bosan. Ada orang, sebagai contoh pada mulanya kurang memiliki rasa percaya diri karena tidak menguasai cara berkomunikasi. Pada hal melihat dari latar belakang orang tua dan familinya menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang bertipe pendiam dan kaku. Maka ia melakukan praktek-praktek melatih diri dengan caranya sen- diri, akan tetapi tentu ia memerlukan ketabahan den keberanian dan sampai pada akhirnya kekakuan-kekakuannya itu mencair ibarat es diterpa panas matahari. Mereka
  • 30. yang kelak menjadi orang-orang yang pandai berbicara, mula-mula juga bersifat malu- malu dan merasa khawatir setelah mati. Kebanyakan bakal ada yang membutuhkan pengekspresian lewat bahasa seperti bakat berpidato, menyanyi, bakat menjadi psikolog dan sebagainya. Tetapi kekakuan dalam berbahasa selalu sebagai kendala utama, kecuali setelah melatih diri. Bagi yang gering dilanda kegugupan dan mengekspresikan bahasa lisan mungkin baik sekali kalau setengah menit sebelum memulai berbicara untuk menarik notes dalam-dalam beberapa kali saja. Dengan demikian memasukkan banyak zat asam ke dalam badan kita dan ini akan menambah rasa percaya kepada diri sendiri dan menambah keberanian. Dale Carnegie dalam bukunya “Cara mencapai sukses dalam memperluas pergaulan dan pandai bicara” mengatakan bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah jangan memperlihatkan kegelisahan seperti dengan membuka dan menutup kancing baju. Atau jangan pula memperlihatkan kegelisahan dengan memutar-mutar tangan. Jika perlu kita jelmakan kegelisahan kita dengan meletakkan tangan kita di belakang badan. Dengan cara begini terserah kita lagi.. Apakah kita menggerak-gerakan jari yang jelas tidak ada orang yang melihat dan tahu bahwa kita lagi. merasa gelisah. Bagi orang yang ingin berpidato, dalam rangka mengembangkan bakat terpendam yang diperlukan bukanlah keberanian moril akan tetapi adalah kecakapan untuk menguasai syarat-syarat. Dengan berlatih terus menerus kita bisa menguasai syaraf dan diri sendiri. Dalam hal ini adalah kita harus membiasakan diri dengan cara mencobanya berulang-ulang kali. Dan kita harus tetap tekun dan jangan berhenti-henti atau seperti is- tilah umum hangat-hangat tahi ayam. Salah satu kapuasan orang yang memiliki bakat memimpin adalah untuk mempengaruhi dan menguasai kawan-kawan. Tentu saja ini dalam arti positif. Maka bagi remaja yang berbakat dalam tentu dapat latih diri. Salah satu usaha adalah dengan mencoba untuk menjumpai lebih banyak orang yang mau belajar bersama dengan kita. Dan kemudian dengan suka rela kita coba untuk menjadi pemimpin. Sarana lain untuk melatih diri dalam hal kepemimpinan adalah dengan cara berlatih di depan kawan-kawan, di depan anak-anak dan di depan keluarga sendiri. Comas dan ketakutan dapat mengganggu perkembangan bakat ini timbul akibat kebodohan dan keragu-raguan kita. Tetapi cemas disebabkan oleh kurang percaya diri
  • 31. kepada diri sendiri. Kecemasan dan ketakutan selalu timbul jika seseorang tidak tahu apa yang sesungguhnya harus dilakukan. Adapun jika kita senantiasa melakukan beberapa latihan maka, Insya Alah, kecemasan akan lenyap. Tentu saja kita jangan , terlatih sekali saja akan tetapi kalau perlu kita berlatih sampai sepuluh atau dua puluh kali. Dalam usaha awal kita untuk mengembangkan bakat memang kita merasakan kesulitan. Sebab seperti dikatakan oleh orang bijak bahwa setiap permulaan itu susah dan setiap akhir itu adalah mudah. Bagi seorang calon guru yang sering berlatih berbicara atau seorang calon penulis yang berlatih menulis tetapi sering dilanda kehabisan bahan. Maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan membuat kisah yang menarik asal kita tidak terlalu banyak berbicara tentang diri sendiri. Ada orang yang apabila bercakap-cakap tentang pekerjaan hanya berbicara tentang soal-soal yang mengasyikkan dirinya sendiri belaka. Sebaliknya tidak, begitu. Kita mesti juga membicarakan yang menyinggung hal-hal yang menyenangkan bagi teman-teman dan orang lain. Untuk itu marilah kita berbacara dengan kawan-kawan dan kita bahas masalah kecil itu dari berbagai segi. Orang membangun rumah dengan membuat rencana lebih dahulu. Tetapi ada orang yang ingin untuk mengembangkan, bakat-bakat yang terpendam, seperti bakat untuk berpidato tanpa rencana. Perkembangan bakat adalah laksana perjalanan panjang yang mempunyai tujuan. Karena itu jalan ini harus kita rintis. Sebab siapa yang akan berangkat tanpa tujuan tentu akan tarsesat. Seorang orator pemula atau penulis muda tentu ia perlu menyediakan catatan- catatan singkat. Sedangkan anak kecil yang berlatih berjalan, saja juga perlu memegang meja atau kursi untuk mengembangkan keinginan berjalannya. Kita rasa dalam menggali bakat-.bakat terpendam ini tidak ada istilah terlambat. Maka sangatlah bijaksana kalau setiap orang senantiasa suka untuk mengembangkan bakat dan menggali bakat yang terpendam demi kemajuan diri terutama, dan dami kemajuan bangsa secara umum.
  • 32. 7. SDM Diperbindangkan dan Guru Tinggalkan Tugas DALAM menyongsong era pembangunan jangka panjang tahap kedua ini orang, khususnya bangsa Indonesia, sangat sadar akan peranan dan keberadaan sumber daya manusia. Media masa ramai memberitakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Berbagai lembaga pendidikan dan non pendidikan sibuk mengadakan acara pelatihan, ceramah, seminar dan acara lain dengan satu tema yaitu meningkatkan kwalitas sumber daya manusia. Tetapi saat orang ramai membicarakan tentang sumber daya manusia, masih banyak kita menemui guru-guru yang rela untuk meninggalkan tugas mengajar tanpa merasakan adanya beban mental sedikit pun. Guru-guru yang berbuat seperti ini persentasenya di sebuah sekolah memang tidak seberapa. Tetapi apabila dikumpulkan jumlah oknumnya dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi dan dari sekolah yang berdomisili di desa sampai di kota, tentu akan memperlihatkan suatu angka yang dapat menggoncang wibawa dunia pendidikan ini. Untuk memperoleh jawaban yang tepat atas perilaku oknum guru yang begini, agak sulit tetapi dari gejala luar yang mereka perlihatkan dapat diperoleh sejumlah kesimpulan atau alasan. Alasan yang membuat masih ada guru yang meninggalkan tugas adalah seperti: tidak menguasai materi pelajaran; tidak memahami perkembangan jiwa pelajar, masalah pribadi dan masalah interen sekolah. Ada usaha positif yang telah ditempuh oleh kalangan pendidik untuk meningkatkan penguasaan materi pelajaran. Usaha positif tersebut adalah mengadakan penyegaran kepada guru-guru untuk aktif dalam MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) dan penataran-penataran pada tingkat regional rendah sampai regional tinggi. Kita sadari bahwa MGMP dan penataran-penataran hanyalah bersifat sebagai perangsang bagi guru untuk memacu kualitas diri. Namun yang sering dijumpai adalah sebagian peserta hanya bersikap hura-hura dan malah hanya bersikap hura-hura dan malah hanya sekedar mengejar sertifikat untuk bahan kenaikan pangkat. Guru yang sering juga dikatakan sebagai katalisator, pendorong untuk mempercepat perkembangan, bila tidak membelajarkan diri (autodidak) tentu akan tetapi ilmunya lebih tua satu malam dari murid akan klengpengkong dalam mengajar dan menguasai ruangan kelas.
  • 33. Menguasai pelajaran saja tetapi sempit wawasan dan tidak memahami perkembangan jiwa pelajar akan membuat penyajian terasa kering. Guru yang masih tetap mahal senyum pada jam-jam pelajaran terakhir akan menimbulkan kontra yang makin melebar antara guru dan siswa. Perlu untuk diketahui bahwa sedikit saja kita tertutup dan merenggangkan diri tentu anak-anak didik tak ada tempat bergantung. Mereka melarikan jiwa dan guru mereka tidak kerasan, kemudian meninggalkan tugas mengajar dengan membuat alasan yang dibuat-buat. Ada pamer. Lelucon, guru-guru atas kebosanan menghadapi kelas. Mereka membagi waktu yang satu jam atas empat bagian. Pas lonceng masuk berbunyi guru mondar-mandir seperempat jam; kemudian masuk dan mengambil absen selama seperempat jam‟ dilanjutkan guru marah-marah selama seperempat jam. Tinggal waktu lagi seperempat jam dan digunakan untuk mencatat buku sampai penuh, sebagai kepanjangan dari istilah CBSA. Masalah pribadi sering menyebabkan guru meninggalkan tugas dengan enteng. Selain masalah berat yang dapat diterima adalah masalah ringan yang sengaja diberat- beratkan. Penyakit-penyakit ringan seperti masuk angin, flu dan batuk ringan sering sebagai penyebab guru terpaksa meninggalkan tugas mengajar. Padahal tepat pada tanggal-tanggal baru mengambil gaji walau mereka sedang lumpuh kakinya sempat datang ke sekolah untuk menandatangani amprah gajinya. Namun bila ada guru yang meninggalkan tugas mengajar karena masalah interen sekolah, tentu ini dapat ditinjau toleransinya. Yang bisa berkaitan dengan hal ini adalah seperti: Kepala sekolah yang perhatian dan kasihnya tidak merata pada setiap guru. Malah dalam sistem kenaikan pangkat sekarang, angka kredit jabatan, posisi kepala sekolah bisa berubah dari posisi manusia kepada posisi Malaikat. Guru yang bisa mengamin dapat diberi SK dan diusulkan kenaikan pangkat. Guru yang mempunyai paham lain dapat disiksa dengan memencilkan, dimana pada akhirnya timbullah keonaran dalam tubuh sekolah. Persaingan guru sama guru membuat guru yang tersingkir, tidak kerasan berada di sekolah. Orang atau guru bila tidak mencintai lagi instansi sekolah tentu pengabdiannya pada dunia pendidikan semakin melemah. Sebaliknya bila guru mencintai sekolah dan sudi menjadikan sekolah sebagai rumah kedua tentu dia akan betah berada di sekolah untuk merawat dunia pendidikan.
  • 34. Memang saat sumber daya manusia diperbincangkan pada tingkat nasional, tidak tepat lagi bila masih ada guru yang sengaja meninggalkan tugas mengajar. Malah yang lebih tepat dilakukan oleh guru untuk ikut menyukseskan program peningkatan sumber daya manusia dalam rangka menyongsong era pembangunan jangka panjang tahap kedua adalah menguasai skil-skil. Bagi seorang guru ada tiga bentuk skill yang harus dikuasai yaitu, keterampilan (skill) implementasi, yakni menguasai materi pelajaran. Kemudian menguasai keterampilan komunikasi, untuk syarat ini guru mesti mempunyai wawasan. Dan, terakhir, menguasai keterampilan humanrelasi. Tentang sumber daya manusia, walau sekarang baru ramai didengungkan namun leluhur pendidikan bangsa Indonesia telah dahulu menyerukan agar guru mengamalkan “ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, tut wury handayani”. Dan begitu pula, berabad abad sebelumnya, Islam telah menyerukan “Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat” Semuanya itu mengingatkan kita.
  • 35. 8. Daya Serap Murid dan Mental Guru Imajinasi tentang guru tempo dulu yang kita dengan dari generasi tua adalah rapi, tenang, cerdas dan berwibawa. Sehingga sosok guru bagi muridnya adalah sebagai panutan dan dikenang sepanjang masa. Guru yang ideal terlukis dalam kalimat yang diekspresikan oleh Almarhum Kihajar Dewantara, “Ingmadya Mangunkaso, ing ngarso sung tulodo dan tut wuri handayani”. Masih adakah sosok guru yang begini sampai sekarang? Tentu saja sosok guru yang ideal masih ada sampai sekarang. Namun guru-guru yang pengabdiannya meluntur juga banyak. Tidak perlu kita melihat terlalu jauh. Lihat sajalah keadaan guru-guru yang ada di seputar kita. Atau mungkin kita sendiri termasuk guru yang mengabaikan tanggung jawab? Untuk itu ada baiknya sekali-sekali kita melakukan introspeksi diri. Telah banyak orang mengupas tentang penyakit yang ada pada profesi guru. Tulisan-tulisan itu tentu lebih banyak menyorot masalah sikap dan mental guru. Padahal guru sebenarnya telah mengetahui konsep-konsep nilai dan mental yang baik tetapi kenapa kemudian bisa merosot? Dengan kata lain kita katakan bahwa umumnya guru- guru tahu apa yang dilakukan dan bagaimana cara melakukan tetapi mereka tidak berbuat. Gambaran guru sekarang, walau tidak semuanya, banyak bersikap santai, suka pamer, masa bodoh dan pergi mengajar asal membayar hutang saja dengan arti kata pengabdian rendah. Lihatlah, misalnya ada guru wanita yang datang ke sekolah ibarat seorang artis sinetron dengan asesori ibarat toko perhiasan berjalan. Guru pria cukup banyak yang datang ke sekolah dengan melenggang kangkung dengan sebatang rokok terselip di bibir. Agaknya penataran-penataran, apakah dalam bentuk MGMP, sanggar-sanggar pendidikan, berskala kecil sampai kepada skala besar, adalah mubazir dan membuang- buang dana negara saja. Tidak jarang terlihat begitu guru yang bersangkutan pulang dari penataran kembali mengajar ala Tarzan saja dan malah tanpa menyampaikan apa-apa saja misi penataran yang telah dibawanya.
  • 36. Sanggar-sanggar belajar seperti MGMP, sebagai misalnya, tepatnya hanyalah ajang membuat satuan pelajaran saja. Dengan cara menyalin satuan pelajaran dari teman- teman dari sekolah lain atau dari guru inti. Itu pun lebih didominasi oleh aktivitas berbagai aib tentang sekolah dan pribadi orang lain dan bukan untuk membahas masalah yang ditemui di sekolah masing-masing. Paling kurang motivasi guru untuk mengikuti sanggar dan penataran adalah untuk memperoleh sertifikat untuk modal naik pangkat, mengharapkan uang transpor dari proyek penataran dan sarana untuk rekreasi walau sekali-kali diselingi oleh ketidakhadiran secara sengaja atau tidak disengaja. Sebetulnya segala bentuk penataran tetap efektif untuk meningkatkan kualitas guru-guru peserta. Andaikata guru-guru peserta adalah guru-guru yang mempunyai daya serap yang rendah terhadap ilmu pengetahuan, maka penataran ini mungkin cocok untuk saran remedial bagi mereka. Adalah fakta dapat kita jumpai bahwa cukup banyak guru tidak suka membaca. Mereka biasanya dengan senang hati mengungkapkan alasan-alasan mengapa mereka tidak suka membaca. Dan untuk seterusnya kita dapat mempertanyakan bagaimana kualitas mereka dulu semasa masih berstatus mahasiswa hingga menjadi sarjana karbitan. Cukup banyak kita melihat mahasiswa perguruan tinggi yang menuntut ilmu sekedar mode saja. Menuntut ilmu sekedar asal-alasan. Melangkah dengan gerak lesu dan mulus. Pergi kuliah Cuma melenggang atau paling-paling membawa buku tulis tipis saja. Jarang mahasiswa yang sudi menamatkan membaca buku mata kuliah, apalagi membaca buku-buku umum untuk memperluaskan wawasan. Kalau kemudian mereka dapat menjadi sarjana, itu pun bermodalkan ilmu dan pengetahuan dari catatan dan fotokopi- fotokopi lembaran buku yang disuruh dosen semata. Dan kalau ada yang menulis skripsi itu juga ditulis asal-asalan dan rekayasa. Andaikata penguji skripsi meminta agar calon sarjana memperlihatkan buku-buku referensi tentu mereka akan betul-betul kewalahan dan akan terbuka kedok kekurangorisinilan skripsi mereka. Pendek kata rata-rata mahasiswa malas membaca. Dan kalau mereka menjadi sarjana, bagi calon guru, kalau mereka tidak diangkat sebagai pegawai, terpaksa susah mengubah nasib. Itu disebabkan karena minimnya wawasan dan keberanian mental. Mereka serba canggung untuk banyak berbuat.
  • 37. Kalau kita amati bahwa kurang terkuasainya materi pelajaran oleh para guru, itu disebabkan oleh berkembang cepatnya materi pelajaran. Perkembangan ini, apakah dalam bentuk konsep pendidikan, metode pengajaran maupun penyempurnaan kurikulum. Tetapi ini tidaklah begitu masalah kalau seorang guru tetap menyenangi membaca dalam usaha untuk meningkatkan kualitas diri. Melihat metode pengajaran yang ada betapa mutu pendidikan ini tetap rendah. Ini semua akibat dari metode kuno yang tetap diterapkan oleh guru-guru karena metode ini terasa enteng, dan tidak menyita waktu yang banyak. Kita mengenal bahwa media pengajaran, misalnya, merupakan sarana yang ampuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi marilah kita hitung berapa orang betul guru yang masuk kelas secara lengkap dengan satuan pelajaran dan media. Nyatalah bagi kita bahwa metode mengajar guru-guru secara umum adalah berceramah dan ceramah melulu sampai pada akhirnya murid-murid menjadi pasif bagaikan beo berkepala manusia. Tetapi herannya kenapa ini kurang mendapat perhatian dari segala pihak? Malah sekarang apa pula kecenderungan guru-guru meninggalkan praktek labor IPA sejak peningkatan NEM digemakan di sekolah-sekolah. Sebab NEM adalah ukuran kualitas suatu sekolah, maka kerja guru dan murid dalam proses belajar mengajar lebih terfokus untuk membahas soal-soal yang akan di-EBTANAS-kan (?). Cukup banyak, kita kira, guru yang asal membayar hutang saja dalam menunaikan tugas mengajar. Guru-guru yang begini cenderung tidak terikat pada target kualitas pengajaran yang dicapainya. Apakah saran yang cocok kita sampaikan kepada guru-guru yang senantiasa mengirim catatan saja ke sekolah dan ia sendiri membuat alasan yang cukup banyak? Atau guru yang setiap kali menyajikan pelajaran dengan cara mendiktekan pelajaran kepada siswa sampai habis target waktu. Lumayan jugalah kiranya metode berceramah, walau metode ini cukup berbahaya untuk mematikan kreativitas dan berekspresi murid. Kebanyakan guru cenderung mengabaikan misi nasional pendidikan. Dimana mendidik anak berarti mempersiapkan generasi penerus bangsa. Adapun tekad pendidikan sekarang adalah berusaha untuk membentuk SDM yang berkualitas. Maka adalah secara tidak langsung. Dan itu karena pribadi guru yang santai dan masa bodoh atas kualitas diri sendiri dan kualitas anak didik mereka. Guru-guru sekarang, walau
  • 38. sebagian saja, lebih teperdaya oleh materi dan bentuk-bentuk hiburan dan kemewahan. Inipun sering terungkap dalam percakapan sesama guru dan terhadap anak didik. Pada akhirnya guru tidak mewarisi kekayaan intelektual pada mereka tetapi hanya mewarisi nilai materialistis, sehingga kelak segala sesuatu itu diukur berdasarkan materi dan uang. Modal guru untuk masuk kelas, kalau boleh janganlah sebatas penguasaan bidang studi saja. Tetapi sangat layak guru kalau menguasai ilmu-ilmu lain untuk memudahkan menghadapi anak-anak didik, terutama bagi guru-guru yang mengajar di tingkat SLTP dan SLTA dimana anak didik berada pada masa topan dan badai, masa pubertas, yang tidak cukup ampuh menghadapi mereka dengan satu modal penguasaan bidang studi semata. Sekarang jelaslah akibat minimnya penguasaan ilmu guru, terutama ilmu psikologi dan ilmu pendidik, sehingga guru cenderung merasa tidak begitu penting mengenal individu murid sebagai bagian dari proses pengajaran. Terakhir adalah sikap mental guru yang membuat daya serap murid rendah adalah sikap guru yang tak pernah merasa bersalah atas kemalasan dan keterlambatannya dalam mengajar. Cukup banyak guru secara sengaja atau tidak sengaja menunda kehadiran mereka di sekolah. Terlambat tiba di kelas dan cepat pula mengakhiri pelajaran sebelum waktunya tiba. Gejala sikap mental yang begini adalah akibat hidup tanpa membudayakan hidup berdisiplin. Pada hakikatnya citra guru ideal itu tetap ada sampai sekarang. Cuma sekarang harapan kita adalah bagaimana kalau guru-guru seperti demikian dapat bertambah secara kualitas dan kuantitas. Kalau boleh kita sendiri juga harus mencerminkan guru ideal seperti yang dilukiskan oleh Almarhum Kihajar Dewantara agar dapat digugu dan ditiru. Sikap kita untuk menjadi guru ideal adalah dengan cara bersikap sederhana, rapi, berwibawa, mengabdi kepada tugas dan mencintai dunia pendidikan serta selalu menambah ilmu pengetahuan agar luas dalam wawasan. Kita telah melihat bawa daya serap murid yang rendah, selain disebabkan oleh faktor lain, juga merupakan efek dari bentuk mental guru yang kurang benar. Dan sikap ini tentu saja dapat diatasi asal mau mengubahnya. Memang sudah sewajarnya untuk kembali mengangkat citra pendidikan dan citra guru kita harus kembali membenahi diri. Apalagi keberadaan kita sebagai guru semakin berarti dalam membangun bangsa ini.
  • 39. 9. Menagih Kepedulian Orangtua Dalam Mendidik Anak Siapa yang lebih bertanggung jawab atas pendidikan anak, gurukah atau orang tua? Jawabannya tentu saja tergantung pada titik pandang setiap orang yang mencoba untuk menjawabnya. Pada umumnya tanggung jawab mendidik anak diawali oleh kepedulian dan rasa tanggung jawab orang tua. Perhatikanlah bagaimana sibuknya sepasang orang tua yang baru punya bayi dan anak Balita dalam mencukupi kebutuhan dan mendidik buah hatinya. Mereka tampak begitu gembira dan menuturkan kepada siapa saja yang mau mendengar tentang perkembangan dan kemajuan yang telah diraih buah hatinya itu. Begitu anak dikirim ke Taman Kanak-kanak untuk belajar bersosial maka sebagian orang tua cenderung menyerahkan urusan mendidik anak pada sang guru. Namun sebagian masih tetap memantau, mendorong dan mengikuti perkembangan mereka sampai pendidikan Sekolah Dasar selesai. Dalam pengalaman ditemukan bahwa banyak orang tua yang jarang mengayomi anak belajar seperti saat mereka masih kanak-kanak, begitu mereka duduk di bangku SMP dan tingkat SMA. Sering kita dengan keluhan orang tua tentang prestasi anak mereka anjlok yang setelah berada di SMP. Atau mereka kaget dengan watak anak yang dulu begitu terpuji tetapi jadi memusingkan saat duduk di bangku SLTA. Kalau ini terjadi tentu ada pihak tertentu yang dapat untuk disalahkan. Setiap murid atau anak didik memiliki tiga aspek kehidupan, yaitu kognitif (otak), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Ada kecenderungan masyarakat untuk melemparkan kesalahan pada guru “gagal dalam mengajar” bila prestasi kognitif dan psikomotorik anak di sekolah dinilai rendah, dan melemparkan kesalahan kepada orang tua atau lingkungan bila menjumpai anak tidak punya sikap dan akhlak yang baik. Pada umumnya, bila anak mulai memasuki jenjang pendidikan formal maka orang tua menyerahkan urusan pendidikan anak kepada guru-guru di sekolah. Kepedulian nyata
  • 40. orang tua yang sering tampak adalah dalam bentuk pemenuhan kebutuhan anak yaitu dalam bentuk sandang, pangan dan papan. Selanjutnya mereka menghabiskan waktu untuk mencari nafkah dan untuk menekuni hobi dan hampir tidak punya waktu untuk menemani dan mengikuti perkembangan anak dalam belajar. Banyak orang tua yang memiliki waktu lowong namun jarang yang memanfaatkannya untuk mendidik anak. Penyebabnya adalah mereka sendiri tidak memiliki konsep bagaimana cara mendidik keluarga. Konsep mendidik anak bagi keluarga awam adalah menyerahkan anak ke mesjid dan ke sekolah, kemudian menghujani mereka dengan nasehat-nasehat, anjuran dan perintah atau kemudian memarahi anak kalau melanggar. Sebuah konsep pendidikan yang terlihat terlalu sederhana bukan? Dan ternyata hasilnya juga mengecewakan. Dari pengalaman bahwa umumnya hampir setiap anak (terutama remaja) tidak terlalu memerlukan nasehat, apalagi nasehat yang diberikan secara bertubi-tubi dan nada mendikte. Anak akan mencap orang tua yang begini sebagai orang tua yang sangat cerewet. Sebenarnya yang diperlukan anak dari orang tua adalah contoh teladan (contoh langsung) serta penyediaan sarana belajar dan kasih sayang. Sedangkan memberikan nasehat apalagi nasehat dengan nada yang penuh emosi akan membuat anak menutup pintu hatinya dan bahkan juga menjauhi orang tuanya. Demikian pula di sekolah, anak didik cenderung untuk membuat jarak dengan guru-guru yang pemarah. Selama anak berada dalam usia belajar di sekolah formal, masyarakat (orang tua) cenderung menempatkan beban pendidikan ke atas pundak guru. Di sekolah, anak diperkenalkan dengan sejuta aturan, mulai dari bagaimana hidup yang disiplin sampai kepada bagaimana mencapai keberhasilan hidup kelak. Di sekolah anak diajar untuk mengembangkan potensi diri, diajarkan sejumlah konsep dasar tentang kehidupan dan dibekali dengan tugas rumah (PR) sebelum pulang. Namun di rumah, kecuali bagi segelintir keluarga, anak dibiarkan hidup tanpa aturan, tidak diajar mandiri, terlalu didikte, dan terlalu banyak dibantu sehingga konsep
  • 41. belajar di sekolah akan menjadi kontradiksi dengan konsep belajar di rumah dengan porsi belajar yang terlalu sedikit dibandingkan dengan porsi hiburan dan bersantai. Kita tahu bahwa kualitas pendidikan anak didik di sekolah yang pada umumnya cenderung turun atau selalu jalan di tempat. Walau banyak sekolah yang mengklaim bahwa telah terjadi peningkatan kualitas anak didik di sekolahnya. Secara umum itu hanyalah sebatas angka- angka hasil rekayasa dan manipulasi data. Untuk fakta yang jelas, silahkan terjun ke lapangan untuk mengobservasi kualitas murid-murid pada setiap sekolah. Maka mayoritas terlihat murid yang minat belajarnya begitu rendah dalam suasana belajar penampilan mereka terlihat lesu dan santai ibarat orang kurang darah. Melihat kondisi anak didik yang lesu karena fikiran mereka kurang terkondisi sejak dari rumah maka ini akan membuat guru kehilangan strategi dalam memotivasi mereka. Umumnya metode yang disodorkan guru agar anak didik bergiat adalah dengan cara marah-marah dan menakut-nakuti atas ketidakacuhan mereka selama belajar maka hasilnya adalah nihil. Sebenarnya bila anak telah memasuki jenjang pendidikan formal, mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat SLTA, maka tanggung jawab mendidik menjadi tanggung jawab bersama antar guru dan orang tua. Keberadaan orang tua dan guru dalam urusan mendidik adalah ibarat dua sisi mata uang. Hasil pendidikan tidak akan pernah sempurna kalau diserahkan saja kepada guru atau kepada orang tua yang notabenenya bukan sebagai pendidik. Selama ini terlihat kecenderungan bahwa sekolah sendirianlah yang memikul beban pendidikan. Sejumlah pelatihan, penataran, seminar, lokakarya dan program penyegaran lain telah diberikan pada guru-guru dengan harapan agar pendidikan lebih berkualitas. Selama mengikuti kegiatan ini, guru memperoleh pembekalan tentang bagaimana pendidikan dan pengajaran yang ideal. Dengan harapan agar pasca pelatihan mereka akan mampu membuat berbagai terobosan dan inovasi baru. Namun dalam kenyataan hasilnya tetap belum menggembirakan, malah cenderung tampak bahwa pasca pelatihan guru selalu menerapkan teknik dan metode mengajar seperti semula.
  • 42. Kini terlihat bahwa untuk mendongkrak mutu pendidikan bangsa, sekolah bergerak sendirian tanpa melibatkan orang tua secara tegas dan memberikan isyarat tentang apa dan bagaimana seharusnya orang tua terhadap anak di rumah. Padahal untuk ini pemerintah telah menghabiskan dana jutaan dolar dan guru menghabiskan waktu serta tenaga untuk mengikuti berbagai pelatihan dan penataran hanya demi perubahan kecil saja dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sekarang kita patut beranya bahwa adakah ahli pendidikan yang memikirkan untuk memberikan pelatihan terhadap orang tua murid seperti memberi pelatihan kepada guru-guru atau adakah pihak sekolah secara kontinyu melowongkan waktu untuk berbagi pengalaman hati ke hati secara rileks tentang pendidikan dalam bentuk komunikasi dua arah dan tanpa menggurui orang tua? Kepedulian orang tua dalam mendidik anak yang belajar di Sekolah Dasar apalagi pada tingkat SMP dan SLTA, seperti kepedulian mereka mendidik anak saat masih di Taman Kanak-kanak, mencukupi kebutuhan makanan, hiburan, mengembangkan sosial dan emosional, sampai dengan penyediaan sarana hiburan dan pendidikan adalah mutlak diperlukan. Dalam kenyataannya kepedulian orang tua nyaris berkurang. Pada hal saat anak menginjak remaja dan mengalami krisis jati diri mereka sangat memerlukan orang tua sebagai teman pendamping untuk berbagi pengalaman dan kegelisahan. Memang tidak mudah untuk mengikuti perkembangan dan pendidikan anak sampai tingkat remaja. Namun kalau orang tua selalu mau belajar dan menjadikan belajar sebagai kebutuhan dalam hidup maka tidak akan ada hal-hal yang terlalu sulit untuk diatasi. Dalam zaman informasi ini yang mana pengetahuan serba mudah untuk diperoleh, maka setiap orang akan dapat mencari solusi dari buku, bacaan lain, dan dari internet serta paling kurang dari teman dalam bentuk saling berbagi pengalaman. Kita perlu mengritik orang tua yang terlalu menomorsatukan karir dan pekerjaan tetapi sangat mengabaikan pendidikan anak sendiri. Dalam hidup ini cukup banyak kita temui orang-orang yang mantap dalam pekerjaan dan sangat trampil dalam mendidik dan membina orang lain tetapi gagal dalam membina anak-anak sendiri, apalagi kalau sampai drop-out dari sekolah. Kita pantas mengacungkan jempol kepada sang ayah dan ibu walau hanya pendidikan formal biasa-biasa saja tetapi punya wawasan dan konsep dalam
  • 43. mendidik keluarga, telah mampu berpartisipasi dalam menyukseskan pendidikan anak- anak di sekolah. Dalam mendidik keluarga dan ikut menyukseskan pendidikan anak di sekolah, setiap orang tua perlu mengorbankan waktu, tenaga dan uangnya. Meluangkan waktu untuk membuat kebersamaan dengan anak adalah sangat penting. Adalah sangat tidak berguna meluangkan waktu sampai berjam-jam tetapi kebersamaan dengan anak penuh dengan pengalaman kemarahan dan beda pendapat. Anak memerlukan kebersamaan yang menyenangkan dan bermutu dan teratur tiap hari. Untuk itu setiap orang tua perlu untuk menata waktu dan keluarga kembali sebelum hal-hal yang tak diingini terjadi. Semoga menjadi renungan bagi setiap orang tua.
  • 44. 10. Pendidikan Yang Belum Mendidik Apa gunanya belajar begitu lama dan begitu tinggi, menghabiskan waktu belasan tahun, malah sampai dua puluh atau dua puluh lima tahun, kalau pada akhirnya menjadi sarjana pengangguran atau intelektual pengangguran. Dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mendidik generasi bangsa ini menjadi orang yang bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, namun dalam realita pendidikan kita hanya mampu melahirkan generasi yang senang meramaikan mall, plaza dan tempat rekreasi. Barangkali itu semua terjadi karena kita , pemerintah, masyarakat, orangtua dan guru, telah salah dalam mendidik. Kalau begitu kita semua harus bertanggung jawab atas fenomena ini. Generasi senior seperti orangtua, mamak, dan kakak yang sukses perlu tahu bahwa mereka harus membekali generasi muda, anak- anak , suatu kekuatan untuk menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Mereka tidak perlu untuk melakukan studi banding jauh- jauh, cukup belajar dari makhluk yang hidup di seputar mereka. Induk ayam., secara instink tahu sekali bahwa ia perlu mengajar anak- anaknya agar bisa memiliki kekuatan untuk menghadapi hidup. Ia memberi model (pelajaran dan contoh langsung) bagaimana agar mereka bisa memiliki cakar dan paruh yang kuat untuk mengais rezeki yang tersembunyi. Kucing liar (bukan kucing rumahan yang hidup manja) secara instink juga mengajar anak- anaknya lewat latihan dalam bentuk pemodelan- melonpat dan menerkam- agar anak anaknya bisa menjadi cerdas untuk melompat, menerkam dan mencakar rezki dan meghadapi problema hidup dengan tangguhnya. Lantas bagaimana eksistensi orangtua dalam mendidik dan mewarisi kehidupan yang layak bagi anak ? Terus terang bahwa tidak banyak orangtua yang tahu teori tentang mendidik. namun mereka mewarisinya dalam bentuk pemberian model, latihan dan kesempatan dalam berbuat. Orang tua, dalam generasi masa lalu, mempunyai banyak anak, karena program Keluarga Berencana belum mereka kenal. Saat itu alam dan lingkungan masih aman, ramah dan jauh dari berbagai jenis polusi. Mereka membiarkan anak lepas di alam bebas, mengeksplorasi alam. Bila sudah agak besar,dalam tradisi orang Minang masa lalu, maka anak laki- laki memilih tidur di surau. Disana mereka berbagi ilmu tentang life skill – kecakapan hidup- bersilat, berpidato dan mengolah lahan. Bila saatnya tiba, maka ayah
  • 45. dan / atau paman (mamak) memberi model dan peran dalam kehidupan- seperti mengurus kebutuhan kaum kerabat.. dan demikian juga anag gadis memperoleh peran sesuai dengan posisinya di rumah. Ibu dan ayah karena punya banyak anak musti membanting tulang sebagai wujud tanggung jawab. Ibu pun kekurangan waktu dalam mengurus anak secara detail. Anak saat itu jauh dari karakter over protective (watak terlalu melindungi), karakter orang tua yang serba melarang dan karakter serba membantu. Pada masa itu setiap anak dari kecil sudah mengenal hidup susah, mereka serba mencoba pengalaman hidup- diterpa oleh hujan dan panasnya kehidupan. Bila masa akhil balikh berakhir, memasuki awal usia dewasa. Mereka merasa malu untuk menjadi “anak mama”. Atau anak yang selalu berada di bawah ketek orang tua. Bagi mereka merantau adalah menjadi solusi dan alternative terbaik. Merantau untuk mencari hidup dan ilmu. Adalah fenomena pada saat itu, orang Minang dikenal sebagai perantau yang ulung. Mencari pengalaman hidup, belajar untuk hidup susah. Almarhum Buya Hamka memberikan perumpamaan ibarat memakan tebu, memulai dari ujung yang hambar dan kelak berakhir di ujung dengan kehidupan yang manis. Ujung yang manis sebagai hasil pengalaman hidup yang hambar dan pahit membuat orang Minang pada masa itu dikenal sebagai pedagang yang ulet dan tangguh di negeri orang. Tetapi bagaimana keadaan generasi belakangan, generasi dimana setiap orang tua sudah agak tinggi tingkat pendidikannya, paling kurang tamat SLTA dan sudah paham manfaat memiliki dua atau tiga anak- keluarga yang kecil. Anak- anak yang tumbuh dalam keluarga kecil pertumbuhan biologinya lebih bagus, bisa memiliki asupan gizi yang lebih baik. Namun bagaimana dengan asupan pengalaman hidup mereka ? Orang tua zaman sekarang, sebahagian, cendrung bersifat over protective , suka mencampuri kehidupan anak sampai terlalu detail, serba melarang dan banyak memanjakan anak dengan hal yang bersifat banyak hiburan dan serba membantu mereka. Orang tua zaman sekarang hanya lebih mencikaraui pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak , namun cendrung tidak tidak tahu atau kurang peduli terhadap perkembangan dan pendidikan pada aspek lain- kecakapan hidup, spiritual, emosional , sikap positive dan kecakapan lain nya.
  • 46. Sekarang bila anak mampu bernyanyi sebagai artis organ tunggal, menyanyikan lagu syahdu dan romantis, maka ia akan dikagumi dan diberi sanjungan setinggi mungkin. Bila anak jagoan dalam matematika, maka orangtua hampir tidak sabar untuk memberi tahu pada setiap orang tentang kelebihan dan keunggulan anak. Namun bila anak tidak pandai membaca Alfatihah, lalai dalam menunaikan Shalat lima waktu adakalanya sebahagian orang tua tampak tidak peduli dan malah memaafkan. Orang tua sadar betul bahwa mereka perlu mempersiapkan anak agar kelak bisa hidup sukses. Agar anak sukses di sekolah maka mereka punya resep yaitu “bebaskan mereka untuk melakukan tugas rumah”. Kerja anak Cuma belajar dan belajar- apalagi ia dibebani dengan segudang PR dari sekolah. Keperluan makan dan pakaian semua diurus oleh orang tua. Namun akhirnya anak menjadi gagap dalam menyapu, mencuci, memasak dan malah bersosial. Mereka diharapkan hanya bisa jadi juara kelas Dalam kenyataan orang tua yang terlalu banyak berharap agar anak jadi pintar dan sempurna yaitu dengan cara serba membantu, serba memanjakan, serba mengatur dan serba melarang. Metode atau cara ini malah membuat anak jadi miskin dengan life skill – kecakapan hidup. Mereka tidak tahu bagaimana cara membersihkan rumah, dan bagaimana memasak rendang Padang. Ini salah satu potret dari pendidikan yang salah dalam mendidik. Pendidikan yang bukan atau yang belum mendidik adalah fenomena yang juga terjadi dalam dunia pendidikan (baca: di sekolah). Sekali lagi, buat apa anak- anak belajar dari SD, SMP, SLTA dan terus ke Perguruan Tinggi dan tamat kalau hanya bisa menjadi pengangguran. Apakah ini sebagai hasil dari bentuk dan gaya pendidikan yang mereka lalui selama ini. Hanya pendidikan pra sekolahlah – taman kanak kanak- yang berkesan bagi anak dan menyenangkan dalam hidup mereka. Pendidikan mulai dari SD sampai ke tingkat SLTA harus mereka lalui dengan berbagai macam bentuk benturan demi benturan dalam kehidupan mereka. Mereka harus tahu bagaimana persaingan sehat dan juga sering terjadi persaingan tak sehat. Bagaimana bereaksi ketika dipermalukan oleh teman. Dan anak mulai mengenal stress oleh beban tugas sekolah yang begitu padat. Jari- jari kecil mereka harus banyak menulis agar SKL (standar kelulusan) bisa tercapai agar nama sekolah tidak
  • 47. tercemar. Mereka harus dikarantina di sekolah dan menjadi lupa bagaimana indahnya bermain lumpur dan berenang di kolam yang masih menyimpan segarnya aroma alam. Walau semua guru sudah tahu bagaimana melaksanakan proses belajar mengajar yang dituntut oleh kurikulum, maka tetap saja pembelajaran yang tradisional atau konvensional itu menarik dan sangat praktis - teacher centered, metode mencatat, metode berceramah, metode menghafal dan murid yang harus membeo atau membungkam. Agar nama guru bagus atau nama sekolah harum , Maka siswa harus bisa mengejar skor yang tinggi. Kunci nya adalah pembelajaran berfokus pada hasil- proses tidak perlu dihiraukan – anak atau siswa harus kaya dengan bentuk dan model test. Anak perlu digiring ke dalam suasana kelas yang membosankan- mereka harus rela berkorban untuk tidak membantu orangtua di sawah, mengawasi air kolam, atau memasak bersama nenek atau etek mereka di rumah, karena tuntutan sekolah lebih penting dari pada membantu orang tua dan melaksanakan tugas- tugas tadi. Namun kalau anak tidak punya kecakapan hidup, apakah itu karena kesalahan orang tua atau karena sekolah memonopoli waktu anak untuk berbakti (?). Sejak ada kebijakan agar anak harus mampu menyelesaikan SKL atau bisa mencapai target skor kelulusan, maka semua sekolah berlomba membuat program bagaimana anak bisa gol, lulus seratus persen. Kasihan bila ada ada siswa yang gagal, nama baik sekolah bisa ambruk. Untuk menjaga citra baik sekolah, guru, mungkin juga kepala sekolah, komite dan kalau perlu juga orang tua harus memberi resep- bagaimana trik- trik mencontek dan melakukan rekayasa yang jitu. Pada akhirnya sekolah dengan skor tinggi sebagai hasil dari murid berbudaya mencontek diberi penghargaan dan kalau perlu diberitakan di media massa, sementara sekolah yang menjunjung tinggi nilai kejujuran namun harus memiliki skor agak rendah, memperoleh cibiran secara missal dan dicap sebagai sekolah yang telah gagal (?). Dibalik fenomena pendidikan yang belum mendidik ini, ada usaha segelintir orang yang berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan. Mereka berfikir bahwa sangat diperlukan sekolah punya program akselerasi dan program perintisan lain. Namun ujung- ujungnya hanya masih memajukan pendidikan dalam segi kognitif. Untuk itu dikemas paket akselerasi yang apik dan lagi- lagi anak harus disandera agar mampu
  • 48. membahas soal- demi soal ujian standar nasional agar kelak bisa lulus di UMPTN dan kuliah di perguruan tinggi bergengsi. Namun dalam kenyataan tidak semua anak yang tertarik pada kegiatan kognitif dan tidak semuanya bermimpi untuk studi di pulau Jawa . Sebagai akibat terpaksa ikut kegiatan akselerasi, mereka belajar asal asalan karena dipaksa oleh kolaborasi orang tua dan sekolah. Meminjam istilah pendidikan quantum teaching, sebahagian dari mereka mungkin hanya tertarik dengan kegiatan otot, kegiatan seni, kegiatan interpersoanal atau intrapersonal dan mungkin kelak disana karir mereka. Tetapi mengapa mereka dipaksa mengikuti pelajaran akselersai pada bidang kognitif yang penuh rumus dan bahasa yang kering, dan angka- angka. Program ini tidak salah namun tempatnya belum tepat menurut istilah- the right man in the right place. Kalau pada banyak sekolah dibentuk English club, maka adalah juga tepat untuk membentuk club- club mata pelajaran- mathematics club, history club, geografpy club. Kemudian juga club berdasarkan hobi, dan minat seperti photography club, atau menghidupkan aktivitas yang berbasis life skill- berkebun, beternak, bertani. Bukankah pekerjaan seperti sudah dipandang sebelah mata oleh generasi muda. Padahal profesi pada bidang ini sangat mulia, menghidupi jutaan orang di dunia dan jauh dari dosa korupsi, kolusi dan nepotisme. Opini ini hanya mengajak setiap orang untuk melakukan kontemplasi tentang pendidikan yang belum punya nilai mendidik, yang telah melahirkan banyak generasi yang cemas menghadapi hidup.
  • 49. 11. Sinetron Mencabut Akar Budaya Adalah merupakan fenomena sepanjang masa bahwa pengaruh budaya luar selalu menyusup ke dalam tradisi kita lewat mode atau gaya hidup. Dulu, beberapa belas tahun atau dua dekade yang lalu, gaya hidup berkacamata hitam, memakai anting- anting besar, berambut kribo dan bercelana Spanyol adalah pilihan anak muda. Kemudian datang mode breakdance, rambut punk-rock, bertato, beranting sebelah telinga, membuat grafitty- coretan- coretan. Dan sekarang mode tidak hanya menjadi konsumsi anak muda pareman, tetapi juga dikonsumsi secara habis- habisan oleh sebahagian siswa SLTP dan SLTA dan malah juga sebahagian mahasiswa yang nota-benenya sebagai calon intelektual, mengadopsi gaya hidup yang aneh sebagai kebutuhan primer mereka. Fenomena yang diuraikan diatas tentu ada penyebab dan pemicunya. . Setiap orang sudah tahu bahwa apa itu “media massa” dan kita tidak perlu lagi mencari defenisinya. Setiap orang sudah tahu bagaimana bentuk media massa itu, yaitu media cetak dan media elektronik. Media massa audio visual atau televisi sangat ampuh dalam menyedot perhatian puluhan ribu malah jutaan penonton. Media massa cetak, seperti beberapa jenis tabloid, koran dan majalah, juga mampu menyedot banyak perhatian pembaca. Kedua jenis media massa diatas mampu memberikan dampak positif dan negative pada masyarakat. Terutama televisi dengan layar kacanya mempunyai manfaat dalam menghibur dalam mendidik masyarakat. Namun porsi menghiburnya kelewat banyak dibandingkan porsi mendidik dan memberikan informasi pada orang banyak. Unsur hiburan televisi telah menciptakan banyak masyarakat (baca: generasi muda dan anak didik) berprilaku serba aneh dan asing dari gaya hidup masyarakat sekitarnya. Televisi telah lama menjadi kebutuhan primer masyarakat, seperti kebutuhan terhadap makan, minum atau sandang, pangan dan papan. Apalagi sejak menjamurnya stasiun televisi swasta yang menawarkan iklan dan menyuguhkan hiburan yang membius para pemirsa sampai malas bekerja dan belajar, maka banyak masyarakat memilih untuk membeli televisi dengan ukuran layar lebih jumbo, memajangnya ditengah rumah dan menyulap ruang tamu menjadi theater bagi keluarga.
  • 50. Dahulu, sebelum televisi masih sebagai “makhluk yang langka”, banyak anak- anak yang begitu dekat dengan sang nenek, ingin tidur bersama sambil menikmati bedtime story (cerita menjelang tidur) atau kisah hidup sang nenek sewaktu muda. Namun itu kini tinggal kenangan, malah banyak anak- anak memilih untuk lebih akrab dengan kotak elektronik yang bernama televisi itu. Kemudian istilah atau kosa- kata bedtime story akan segera menghilang dari kamus dan pengalaman hidup mereka. Adalah menjadi suatu fenomena sosial bahwa sekarang sebahagian anak-anak memang lebih akrab dengan pesawat televisi dari pada anggota keluarga dan famili yang lain. Mereka tampak begitu senang dan ikhlas menghabiskan waktu berjam-jam demi menikmati tayangan hiburan televisi yang muncul sambung bersambung sepanjang waktu. Malah mereka sudi untuk berteriak, marah- marah sambil mengungkapkan kata- kata emosional bila merasa terusik oleh siapa saja. Begitu pula dengan anak didik di sekolah, mereka lebih dekat dan mengenal lebih banyak nama- nama stasiun televisi dengan program tayangannya, nama presenter yang kerap tampil di layar kaca, dibandingkan dengan mengenal nama dan pribadi guru- guru mereka. Mereka lebih suka kalau duduk bersama dengan teman sebaya untuk membahas acara- acara televisi, bintang iklan, tokoh- tokoh artis sinetron daripada membahas mata pelajaran dan “pe er demi pe er” yang baru saja ditugaskan oleh bapak dan ibu guru. Malah sering karena kelewat rajin mengikuti program sinetron, membuat mereka lalai dalam mengerjakan pekerjaan rumah tadi. Orang tua jarang tahu atau mungkin tidak mau tahu kalau televisi itu punya segudang mudharat atau kerugian. Hampir banyak rumah yang membiarkan televisi on air atau menyala di tengah keluarga selama berjam-jam, malah ada yang menyala sampai 24 jam. Bagi keluarga yang punya rumah besar tentu tidak begitu masalah. Sebab tentu mereka masih punya kamar atau ruangan untuk menyepi agar anggota keluarga mereka yang rajin bisa belajar berfikir di bahagian kamar lainnya. Tetapi mayoritas bangsa Indonesia tidak kaya, mereka mempunyai rumah berukuran kecil, atau satu rumah dihuni oleh satu sampai tiga keluarga atau lebih, malah banyak keluarga yang hidup menumpang. Apa lagi bagi mereka yang hidup di daerah perkotaan, satu rumah kecil untuk menampung beberapa orang, mereka tidur ibarat ikan dalam kaleng sarden. Fungsi rumah pasti tidak ada kecuali hanya sebagai tempat tidur pada malam hari dan keluyuran
  • 51. pada siang hari. Dan bayangkan bila disana juga menyala siaran televisi yang non stop pasti tidak ada disana terdengar kata- kata untuk memotivasi anak untuk belajar. Banyak guru-guru dan stakeholder sekolah juga tidak menyadari seberapa betul manfaatnya televisi itu sehingga televisi itu harus hadir dalam kantor majlis guru dan menyala dari pagi sampai sekolah usai. Pada mulanya televisi hadir di sana adalah dengan alasan agar guru tidak ketinggalan informasi. Namun karena bagusnya kemasan tayangan iklan dan sinetron yang datang silih berganti telah membuat guru terbius dan enggan untuk menunaikan tugasnya sebagai guru dalam kelas dan membiarkan siswa kucar- kacir. Memang benar bahwa iklan dan sinetron adalah materi utama pada semua stasiun televisi yang ada di Indonesia ini. Manfaat utama dari program sinetron yang ditayangkan tiap saat dengan judul yang silih berganti terhadap masyarakat luas (juga jutaan anak didik) adalah sebatas untuk menghibur sja. Namun hakekatnya bisa membuat masyarakat, apalagi anak didik menjadi salah didik. Pada umumnya tema berbagai sinetron yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi swasta di Indonesia adalah tentang “cinta” yang diberi bumbu dengan unsur kemewahan, kekayaan kekerasan dan kemanjaan atau kecengengan. Sering karakter tokoh dalam sinetron- sinetron tersebut kurang berimbang dan tidak logika dengan porsi yang juga kurang berimbang. Penokohan untuk dunia pendidikan ,misalnya, maka penulis naskah sinetron sering membuat citra bahwa figur atau tokoh siswa yang pintar itu adalah sosok seorang pelajar memakai kaca mata minus, kuper (kurang pergaulan), pribadinya terlalu baik namun mudah untuk diinjak- injak oleh pribadi teman lain. Sementara itu peran tokoh guru yang dicitrakan oleh penulis naskah sinetron adalah figur guru yang miskin, kampungan atau guru yang super killer. Tema cerita tentang hal ini dikemas seapik mungkin dan ditayangkan kepada publik, yang mana penontonnya adalah ratusan ribu bahkan jutaan anak anak sekolah se Indonesia. Namun apa tujuannya untuk mengemas cerita seperti ini, apakah untuk mengangkat citra pendidikan atau malah untuk menghempaskanya (?). Sekarang , sebagaimana yang telah disebutkan tadi, bahwa banyak anak didik yang lebih mengenal figur presenter dan tokoh- tokoh sinetron pujaan mereka pada layar
  • 52. kaca dari pada mengenal figur guru – guru mereka di sekolah. Apalagi bila bapak dan ibuk guru mereka di sekolah tidak pula memoles diri dengan SDM yang tinggi dan penampilan yang anggun atau gagah. Maka semakin larilah siswa untuk menjadikan mereka sebagai panutan, model atau sebagai “uswatul hasanah (contoh teladan yang baik)”. Seolah- olah figur bagi bapak dan ibu guru yang demikian bisa berpuas diri dengan dengan dendang lagu “hymne guru- pahlawan tanpa tanda jasa” yang dihadiahkan siswa setiap Senin pagi saat upacara penaikan bendera. Bahwa dalam hidupnya anak didik itu memperoleh pendidikan langsung dari guru di sekolah dan dari tokoh sinetron dan presenter pada layar kaca televisi mereka di rumah. Anak didik akan membandingkan dua jenis figur dengan kultur yang saling mempengaruhi mereka. Yaitu guru-guru yang senantiasa berusaha membuat dan mengajak mereka agar bisa menjadi insan yang memiliki kognitif, afektif dan psikomotorik (keterampilan) yang mantap. Atau agar mereka bisa memiliki keterampilan yang berganda dengan memantapkan intelligent quotient, emotional quotient dan spiritual quotient mereka, dengan tarikan tokoh sinetron dan presenter yang penampilan mereka yang tidak lagi membumi dan sudah jauh dari akar budaya bangsa ini- tubuh cantik dibalut pakaian super ketat dan super mini, rambut dicat cukup norak, penampilan dibuat- buat- dan menjanjikan seribu kemewahan, kekayaan, kecengengan dengan pesan- pesan yang menghalalkan hal-hal yang selama ini taboo- berciuman dimuka publik, hamil sebelum nikah, dan lain- lain adalah suatu hal yang wajar dan lumrah. Figur guru dan figur artis sinetron (dan juga figur presenter) selalu berusaha berlomba dalam mempengaruhi pribadi anak didik kita. Karena figur artis dan presenter dibawakan oleh orang- orang yang sangat cerdas dan lincah namun gaya hidup mereka sudah serba tiruan dari gaya hidup dunia lain (baca: dunia barat) maka jadilah mereka sebagai tokoh yang dikagumi oleh jutaan pelajar se Indonesia dan sekaligus terpelantinglah figur guru sebagai panutan yang selalu serba bersahaja, dengan SDM dan penampilan yang juga pas- pasan pula dari fikiran anak didik mereka Maka terpaksalah mereka mendidik generasi muda yang bermentalkan (sebagian) cengeng, manja, sok elit, dan tiap malam sebelum tidur bermimpi untuk hidup mewah. Barangkali itulah penyebabnya kalau pesan- pesan pendidikan yang disampaikan oleh guru guru tidak sampai pada tujuannya. Guru asyik berceloteh di depan kelas sampai kering
  • 53. kerongkongan namun anak didik mereka masih bermimpi bersama tokoh tokoh artis sinetron yang selalu mereka dambakan sepanjang hari pada layar kaca di rumah mereka. Adalah amat tepat kalau kini para orang tua harus mencurigai bahwa bila anak- anak yang didik dan tumbuh di depan mata kita menjadi generasi yang tampil serba aneh adalah gara gara tayangan iklan dan sinetron pada layar televisi yang dipajang dan dihidupkan sepanjang waktu di rumah. Sinetron dicurigai sebagai pemicu anak didik menjadi tercabut dari akar budaya ABS- SBK (Adat Bersandi sarak- Sarak bersandi Kitabullah). Wallahualam bissawab. .