Teks tersebut membahas mengenai konsep alih wahana dan ekranisasi dalam transformasi karya sastra menjadi film. Istilah alih wahana diperkenalkan oleh Sapardi Djoko Damono untuk menggambarkan perpindahan karya seni dari satu medium ke medium lain, sementara ekranisasi lebih spesifik mengacu pada adaptasi karya sastra ke layar lebar. Kini karya sastra populer sering dijadikan inspirasi untuk pembuatan film.
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
KESANTUNAN MENURUT BROWN DAN LEVINSON
1. KESANTUNANBERBAHASA MENURUT BROWNDAN LEVINSON
Konsepatauprinsipkesantunandikemukakanolehbanyakahli.Dasarpendapatahli tentangkonsep
kesantunanituberbeda-beda.Adakonsepkesantunanyangdirumuskandalambentukkaidah,adapula
yang diformulasidalambentukstrategi.Konsepkesantunanyangdirumuskandi dalambentukkaidah
membentukprinsipkesantunan,sedangkankonsepkesantunanyangdirumuskandi dalambentuk
strategi membentukteorikesantunan(Rustono,1999:67-68).
PrinsipkesantunanyangdikemukakanolehBrowndanLevinsonberkisarpadanosi muka,yaitumuka
positif danmukanegatif.
a.Muka positif yaitumukayangmengacupadacitra diri orang yang berkeinginanagarapayang
dilakukannya,apayangdimilikinya,atauapayangmerupakannilai-nilai yangdiyakininyadiakuiorang
sebagai suatuhal yang baik,menyenangkan,patutdihargai,danseterusnya.
Contoh:
(1)SayasenangdengankejujuranAnda.
(2)Sekarangkejujuranitutidakmenjaminkesuksesan.
Tuturan (1) merupakantuturan yang santunkarenamenghargai apayang dilakukanmitratuturnya,
sedangkantuturan(2) kurang santunkarenatidakmenghargai apayang dilakukanmitratuturnya.
b.Muka negatif adalahmukayangmengacupada citra diri orangyang berkeinginanagariadihargai
denganjalanpenuturmembiarkannyabebasmelakukantindakannyaataumembiarkannyabebasdari
keharusanmengerjakansesuatu.
Contoh:
(3)Jangantidurterlalumalam,nanti bangunnyakesiangan!
Tuturan (3) merupakantuturanyang tidaksantunkarenapenuturtidakmembiarkannyamitratuturnya
bebasmelakukanapayangsedangdikerjakannya.Ketidaksantunantuturan(3) itumenyangkutmuka
negatif.Kesantunanyangberkenaandenganmukanegatif dinamakankesantunannegatif.
Di sampingitu,prinsipkesantunanBrowndanLevinsonitutidakberkenaandengankaida-kaidah,tetapi
menyangkutstrategi-strategi.Adalimastrategi kesantunanyangdapatdipilihagartuturanpenutur
santun.Kelimastrategi ituadalah:
a.Melakukantindaktutursecaraapa adanya,tanpa basa basi,denganmematuhi prinsipkerjasama
Grice.
b.Melakukantindaktuturdenganmenggunakankesantunanpositif.
c.Melakukantindaktuturdenganmenggunakankesantunannegatif.
d.Melakukantindaktutursecaraoff records;dan
e.Tidakmelakukantindaktuturataudiamsaja.
2. Pemilihanstrategi itubergantungbesarkecilnyaancamanterhadapmuka.Makinkecil ancaman
terhadapmukamakinkecil nomorpilihanstrateginyadanmakinbesarancamanterhadapmukamakin
besarpulanomor pilihanstrategi bertuturnya(Rustono,1999: 70).
Sumber: Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
KESANTUNAN MENURUT LEECH
Dalam prinsip kesantunan Leech terdiri dari maksim berikut.
1. Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.
Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Contohnya:
Ibu : “Ayo dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”
Rekan Ibu : “ Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini, Bu?”
Informasi Indeksal:
Dituturkan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya pada saat ia berkunjung ke rumahnya.
Tuturan yang disampaikan dengan maksud agar sang tamu merasa bebas dan dengan senang hati
menikmati hidangan yang disajikan tanpa ada perasaan tidak enak sekalipun.
2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin.
Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar peserta tutur dapat menghormati orang lain. Contohnya:
Kakak : “Dik, Indosiar filmnya bagus loh, sekarang!”
Adik : “Sebentar, Mas. Saya hidupkan dulu saluran listriknya”
Informasi Indeksal:
Dituturkan oleh seorang kakak kepada adiknya pada sebuah keluarga, mereka sedang berbincang
tentang acara tertentu pada sebuah saluran televisi swasta.
Tuturan yang disampaikan yaitu si adik menghormati kakaknya dengan langsung menyalakan
saluran listrik.
3. Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Kecamlah orang lain sesedikit mungkin.
Pujilah orang lain sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas adalah agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling
mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. Contohnya, tuturan Andi saat mendengar Susi
yang dapat berbahasa Jepang dan Inggris.
“Susi memang tak hanya pandai berbahasa Inggris tetapi juga pandai berbahasa Jepang.”
3. Dari tuturan diatas sangat jelas bahwa Andi memberikan pujian kepada Susi yang dapat berbahasa
Inggris dan berbahasa Jepang.
4. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin.
Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta pertuturan dapat bersikap rendah hati dengan
cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Contohnya:
“Kapan-kapan main Pak ke rumah saya, tetapi rumah saya jelak seperti gubuk”
Dari tuturan diatas dijelaskan bahwa dia mempunyai rumah yang dengan kesederhanaan dan
kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang.
5. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Usahakan ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sedikit mungkin.
Usahakan kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin.
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau
kesepakatan di dalam kegiatan bertutur. Contohnya:
Hani : “Nanti malam kita makan bersama ya, Tar!”
Tary : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto ya.”
Dari tuturan diatas bahwa antara Hani dan Tary terjadi kesepakatan untuk makan bersama nanti
malam.
6. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Kurangilah rasa antipati antara diri dengan lain sekecil mungkin.
Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.[5]
Maksud dari maksim diatas yaitu agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya.Contohnya:
Ani : “Sus, nenekku meninggal.”
Susi : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita.”
Dari tuturan merupakan ucapan simpati dari penutur kepada salah satu temannya yang gagal ujian.
7. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)
Minimalkan rasa tidak senang penutur.
Maksimalkan rasa senang penutur.[6]
Maksud dari maksim diatas yaitu untuk mempertimbangkan perasaan penutur, jangan sampai ia
merasa lebih tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan.
“Selamat atas kemenangan Anda pada lomba yang diikuti oleh artis-artis yang hebat-hebat itu.”
Tuturan diatas terdengar lebih santun dari pada hanya “Selamat atas kemenangan anda”.
4. RETORIKA BAHASA
Menurut Aristoteles, kualitas persuasi dari retorika bergantung kepada tiga aspek pembuktian,
yaitu logika (logos), etika (ethos), dan emosional (pathos). Pembuktian logika berangkat dari
argumentasi pembicara atau orator itu sendiri, pembuktian etis dilihat dari bagaimana karakter
dari orator terungkap melalui pesan-pesan yang disampaikannya dalam orasi, dan pembuktian
emosional dapat dirasakan dari bagaimana transmisi perasaan dari orator mampu tersampaikan
kepada khalayaknya.
Aristoteles mengutarakan tentang dua konsep pembuktian logis (logical proof),
yakni enthymeme dan example (contoh). Enthymeme sendiri adalah semacam silogisme yang
belum sempurna. Berikut ini contohnya:
Premis mayor : Semua manusia memiliki derajat yang sama
Premis minor : Saya adalah manusia
Konklusi : Maka saya memiliki derajat yang sama
Dalam entymeme, biasanya hanya menggunakan premis “semua manusia memiliki derajat yang
sama dengan manusia yang lain…..Saya memiliki derajat yang sama”, tanpa perlu menggunakan
premis “saya adalah manusia”.
Entymeme ini digunakan dengan tujuan agar khalayak menggunakan kerangka logika tertentu,
sehingga mereka semacam diberikan ‘ruang’ untuk menafsirkan premis yang digunakan dalam
silogisme yang dimaksud oleh orator tadi. Dengan memberikan ‘ruang’ tadi pada dasarnya
khalayak digiring untuk menggunakan cara berpikir yang sama dengan apa yang dipikirkan oleh
orator. Sejauh orasi yang digunakan dapat masuk ke dalam logika khalayak tadi, maka
pembuktian logis dari orasi yang dilakukan akan terasa cukup efektif.
PIDATO
1. Metode Impromtu
Metode Impromtu adalah “Pidato yang dilakukan secara mendadak atau spontan”.
2. Metode Menghafal
Metode Menghafal adalah “Pidato dengan membuat atau mempersiapkan sebuah teks pidato
terlebih dahulu lalu menghafalnya”.
3. Metode Naskah
Metode Naskah adalah “Pidato dengan menggunakan atau membaca teks yang sudah
dipersiapkan”.
4. Metode Ekstemporan
Metode Ekstemporan adalah “Pidato tanpa membuat persiapan naskah, tetapi hanya menatat hal-
hal penting yang akan disampaikan dan urutannya saja”.
ALIH WAHANA
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” kutipan dari Pram itu
menjadi bukti sahih mengapa banyak karya sastra yang abadi, kemudian kian dikukuhkan
keberadaannya pada medium audio-visual.
5. Pada penghujung tahun 2013, novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka di
ekranisasi oleh para produser film, setelah sebelumnya ada banyak karya sastra yang telah
berubah menjadi film.
Ekranisasi merupakan istilah yang akhir-akhir ini semakin familiar dalam kajian sastra di
Indonesia. istilah ini berasal dari bahasa Perancis, écran ‘layar’. Pamusuk Eneste
mendefinisikannya sebagai pelayarputihan, pemindahan/ pengangkatan sebuah novel (karya
sastra) ke dalam film. Sementara itu, Sapardi Djoko Damono mendefinisikan ekranisasi sebagai
alih wahana, yaitu pengalihan karya seni dari satu wahana ke wahana lain. Ekranisasi, dengan
demikian, secara sederhana dapat dikatakan sebagai pengadaptasian karya sastra (wahana tulis)
ke dalam film (wahana audio-visual).
Pada Kuliah wawasan ilmu sosial dan budaya, Sapardi Djoko Damono memiliki istilah alih
wahana untuk membicarakan transformasi dari satu ke yang lain. Istilah ini hakikatnya memiliki
cakupan yang lebih luas dari ekranisasi. Ekranisasai merupakan perubahan ke atau menuju layar
putih, sedangkan alih wahana seperti yang dijelaskan Sapardi bisa dari berbagai jenis karya seni
ke jenis karya seni lain. Akan tetapi, istilah ini tidak bertentangan dengan makna dan konsep
dasar yang dimiliki oleh ekranisasi sebagai proses pengubahan dari satu wahana ke wahana lain.
Sebuah karya memang tidak terlepas dari hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis)
seperti perdebatan antara Aristoteles dan Plato yang menerangkan kepentingan keberadaan
seniman dan sastrawan dizamannya. Plato menyatakan mimesis yang dilakukan oleh seniman
dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari
‘kebenaran’. Sementara Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan
mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk
menghasilkan kebaruan. Kini pertentangan dan argumentasi mereka menjadi nyata dalam bentuk
karya sastra dan kemudian mengalami ‘peniruan’ lagi dalam bentuk alihwahana.
Kini ungkapan Aristoteles berbalik dengan pernyataan Plato. Karya sastra yang ada sekarang
bukan hanya peniruan dari gambaran kenyataan, kini karya sastra: serius maupun populer,
menjadi ‘pedoman’ bagi para pekerja film dalam menelurkan sebuah film yang memburu ide
dari sebuah prosa-prosa yang laris terjual.