SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
HADITS TENTANG GADAI
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits
Ekonomi dan Perbankan 2
Dosen Pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Ahmad Muslih (141257210)
2. Adi Erdian Saputra (141256810)
3. Ajeng Fitriani (141257710)
Kelas C
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI S1
PERBANKAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam proses belajar Hadis Ekonomi.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hadis Ekonomi dan
Perbankan 2 pada program studi S1 Perbankan Syariah di STAIN Jurai Siwo
Metro. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Metro, 9 Oktober 2016
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 2
C. Tujuan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai.......................................................... 3
B. Pengertian Gadai................................................................. 4
C. Hukum Gadai...................................................................... 5
D. Rukun Gadai........................................................................ 8
E. Syarat Gadai........................................................................ 9
F. Memanfaatan Barang Gadai................................................ 11
G. Penyelesaian Gadai............................................................. 17
H. Perbedaan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional...... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................... 20
B. Saran .................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Realitas yang dihadapi oleh umat manusia dalam menjalani kehidupannya
tidak selamanya sesuai denan keinginannya. Ada sebagian orang yang dapat
memenuhi kehidupannya dengan mudah. Tidak sedikit orang yang sangat sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara tunai, dan harus meminjam atau
berhutang kepada orang lain.
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong-menolong
dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau
pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur
atau orang yang memberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh
sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai
jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya.
Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala
dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman
Rasulullah Saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Tidak
hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih berlaku hingga
sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah
dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula Pegadaian
Syariáh.
Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan
syariát islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan gadai menurut pandangan islam,
yang meliputi pengertian gadai yang ditinjau menurut syariah islam, landasan
hukum gadai, rukun dan syarat gadai, memanfaatkan barang yang sedang
1
digadaikan, implementasi gadai dalam perbankan, riba dalam gadai, serta
penyelesaian gadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah pengertian gadai?
2. Bagaimanakah hukum gadai dalam islam?
3. Bagaimanakah rukun gadai?
4. Bagaimanakah syarat gadai?
5. Bagaimanakah perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian gadai?
2. Mengetahui hukum gadai dalam islam?
3. Mengetahui rukun gadai?
4. Mengetahui syarat gadai?
5. Mengetahui perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian
konvensional?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits Tentang Gadai
––––
Artinya: “Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan tempo
dan beliau menggadaikan baju perang dari besi”.1
––––
Artinya: “Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang
Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”2
1
(HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603)
dalam kitab Al-Musaqat).
2
(HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’).
3
Penjelasan hadits: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam zuhud dalam
kehidupan dunia dan menyedikitkan bagian darinya. Seperti biasanya, beliau tidak
membiarkan ada sesuatu yang disimpan untuk makanan beliau dan keluarga
beliau untuk beberapa hari. Sehingga ada kalanya beliau terpaksa terpaksa harus
membeli (berhutang) bahan makanan dari seorang Yahudi berupa gandum dan
beliau menggadaikan barang yang sebenarnya beliau perlukan dalam jihad fi
sabilillah dan meninggikan kalimat-Nya, yaitu baju besi yang beliau kenakan
dalam peperangan, untuk melindungi diri dari senjata musuh.3
B. Pengertian gadai
Dalam istilah bahasa Arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai dengan al-habsu. Secara etimologis (artinya kata) rahn berarti “tetap atau
lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”.4
Definisinya mnurut syariah
adalah menjadikan harta sebagai jaminan hutang hingga hutang itu dilunasi, atau
yang diambilkan dari nilai barang jaminan jika pembayaran hutang tidak terlunasi,
yaitu yang diambilkan barang jaminan orang yang hutang.5
Rahn atau gadai
adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan utang yang bisa digunakan
untuk membayarnya ketika jatuh tempo.6
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu barang itu
berharga sebagai tanggungan hutang berdasarkan perjanjian atau akad antara
orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
Sedangkan, dalam dalam dunia perbankan syari`ah biasa disebut dengan
agunan dan jaminan. Agunan adalah jamianan tambahan, baik berupa benda
3
Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi: Darul Falah,
2011), hlm. 761
4
H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika Offset, 2004) hlm. 139
5
Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, op.cit hlm. 760
6
Andi Ali Akbar, Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi: Yayasan PP.
Darussalam Blokagung, 2014) hlm. 59
4
bergerak menerima maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan
kepada Bank Syari`ah/UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah
penerima fasilitas.dari ketentuan pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua
istilah,yaitu”agunan dan jaminan”.7
C. Hukum Gadai
Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab
gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.8
Rahn atau
gadai hukumnya sah, yaitu menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai
jaminan utang, kelak akan dibayar darinya jika si penghutang tidak mampu
membayar utangnya karena kesulitan. Karena itu tidak boleh menggadaikan
barang wakaf dan ummul walad (budak perempuan yang punya anak dari
tuannya).9
Landasan Hukum diperbolehkannya gadai di antaranya adalah:
1. Al-Quran
Ayat al-qur`an yang dapat dijadikan dasar hukum dalam gadai
adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 283 :
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
7
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama) hlm.
299.
8
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM press) hlm. 170
9
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul Mu’in, (Bandung:
Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013) hlm. 838
5
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya,
maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2. Al-Hadits
Hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra :
.
Artinya : “Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari
seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.
Artinya : “Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan
roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum
dari seorang Yahudi”.
(
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda : Apabila ada
ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu
6
digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang
menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang
naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya4
.” (HR.
Bukhari)
)
Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya,
keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi tanggungannya.”10
3. Ijma’
Ijma ulama atas hukum mubah(boleh) dalam perjanjian gadai. Hal
ini menjadikan adanya khilafah pada beberapa ulama, diantaranya
madzhab Dhahiri, Mujahid, Al Dhahak, hanya memperbolehkan gadai
pada saat berpergian saja, berujuk pada surat Al Baqoroh ayat 283.
Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dalam bepergian atau dimana
saja berdasar hadits nabi yang melakukan transaksi gadai di Madinah.
Sehingga dapat disimpulkan perjanjian gadai diperbolehkan di dalam
islam berdasarkan Al qur’an surat Al Baqoroh ayat 283, hadits nabi
Muhammad saw, dan ijma ulama.
D. Rukun Gadai
10
Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun
yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal
7
Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu:
1. ‘Aqidani
‘Aqidani maksudnya adalah orang yang melakukan akad. ‘Aqidani
terdiri dari rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang
menerima gadai)
2. Marhun Bih
Marhun bih adalah hutang.
3. Marhun
Marhun adalah barang yang digadaikan
4. Shighat
Sihghat adalah ijab dan qabul dari pelaku akad.11
Dalam hal ijab
qabul ini, dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja
di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para
pihak.12
E. Syarat-syarat Gadai
Dalam rahn atau gadai, disyaratkan beberapa syarat berikut :
1. Persyaratan aqid
Kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah. Menurut
ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang telah sah untuk jual-beli, yakni berakal
dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
11
Andi Ali Akbar, op., cit., hlm. 59-60
12
H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, op., cit., hlm. 142
8
Menurut ulama selain hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian
jual-beli. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh,
ataau anak kecil yang belum baligh.
2. Syarat shighat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat dalam rahn tidak boleh
memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Ada pun menurut ulama selain
Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang sahih dan yang rusak. Uraiannya adalah
sebagai berkut :
a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalm rahn ada tiga :
1) Syarat sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat membayar
sehingga jaminan tidak disita.
2) Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan
agar hewan yang dijadikan jaminanya diberi makan tertentu, syarat
seperti itu batal tetapi akadnya sah
3) Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan
merugikan murtahin
b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi menjadi dua
yaitu :
1) Rahn sahih
2) Rahn fasid adalah rahn didalamnya mengandung persyaratan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang
haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah
tanggung jawab rahin.
c. Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah diatas,
yakni rahn terbagi menjadi dua, sahih dan fasid, rahn sahih adalah rahn
yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesua dengan kebutuhan.
3. Syarat Marhun Bih (hutang)
9
Marhun bin adalah hak yang diberikan ketika rahn, Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu :
a. Marhun bih hendaklah barang wajib diserahkan
b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayar
c. Hak atas marhun bih harus jelas
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat marhun
bih :
a. Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
b. Utang harus lazim pada waktu akad.
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.
4. Syarat marhun (barang gadai)
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahin. Para
ulama fiqh sepakat mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam
jual beli, sehinggga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak
murtahin.13
Ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain :
a. Dapat diperjualbelikan
b. Bermanfaatkan
c. Jelas
d. Milik rahin
e. Bisa diserahkan
f. Tidak bersatu dengan harta lain
g. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
h. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
F. Memanfaatkan Barang yang Digadaikan
Dalam memanfaatkan barang yang digadaikan, para ulama berbeda
pendapat. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil
manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena
13
Rachmat Syafe’i. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001) hal 162-164
10
hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila
dimanfaatkan termasuk riba. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW:
–
Dari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang
(Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.” (Hadis riwayat Harits bin
Abu Usamah).14
Akan tetapi ada beberapa pendapat Ulama tentang boleh tidaknya
memanfaatkan barang gadai, yaitu :
1. Pendapat Syafi’iyah
Menurut ulama Syafi’iyah yang mempunyai hak atas manfaat
barang gadai (marhun) adalah rahin, walaupun marhun itu berada di bawah
kekuasaan murtahin. Hal ini berdasarkan hadis Rasululllah saw. berikut ini:
a.
Dari Abi Hurairah bahwa Nabi saw Bersabda: “Gadai itu tidak menutup
yang punya dari manfaat barang itu, faedahnya kepunyaan dia, dan dia
wajib mempertanggung jawabkan segalanya”. (HR. Al-Hakim dan
Daruqutny).
b. Dari Umar bahwasannya Rasulullah Saw Bersabda:“Hewan sesorang
tidak boleh diperah tanpa seizin pemiliknya.”(HR. Bukhary).15
14
Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) hal.149
15
Ibid.,
11
Berdasarkan hadis di atas, menurut ulama Syafi’iyah bahwa barang
gadai (marhun) hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima
gadai (murtahin), sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin.16
Dengan
demikian, manfaat atau dari hasil barang yang digadaikan adalah milik
rahin. Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak
diperbolehkan kecuali atas izin pemilik barang gadai.
2. Pendapat Malikiyah
Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai atas izin pemilik
barang dengan beberapa syarat, yaitu :
a. Hutang disebabkan jual beli, bukan karena menghutangkan.
b. Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari marhun untuknya.
c. Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus
ditentukan, apabila tidak ditentukan batas waktunya, maka menjadi
batal.
Pendapat Malikiyah ini berdasar kepada hadis Nabi Muhammad saw.
yaitu:
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
3. Pendapat Hanabilah
16
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al-
Qur’an jilid 3 ( Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412.
12
Ulama Hanabilah membagi marhun menjadi dua katagori yaitu
hewan dan bukan hewan. Apabila barang gadai berupa hewan maka boleh
mengambil manfaatnya. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah
kebun dan sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya.
Adapun yang menjadi landasan adalah:
Kebolehan murtahin mengambil manfaat dari barang gadai yang dapat
ditunggangi adalah hadis Rasulullah saw. :
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Boleh murtahin memanfaatkan barang gadai atas sizin pihak rahin
dan nilai manfaatnya harus disesuaikan dengan biaya yang telah
dikeluarkan untuk marhun didasarkan atas hadis diatas.
4. Pendapat Hanafiyah
Menurut ulama Hanafiyah, tidak ada perbedaan antara
pemanfaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau
tidak, alasannya adalah hadis Nabi saw.
13
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai
sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai, maka barang
gadai dikuasai oleh penerima gadai.Apabila barang tersebut tidak
dimanfaatkan oleh penerima gadai, maka berarti menghilangkan manfaat
barang tersebut, padahal barang tersebut memerlukan biaya untuk
pemeliharaan. Hal tersebut dapat mendatangkan mudharat bagi kedua belah
pihak, terutama bagi pemberi gadai.
Dari keempat pendapat di atas pada dasarnya memanfaatkan
barang gadai tidak diperbolehkan karena tindakan memanfaatkan barang
gadai tak ubahnya qiradh dan setiap qiradh yang mengalir manfaat adalah
riba, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW:
–
Dari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap hutang (Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.”
Hadis riwayat Harits bin Abu Usamah.
Akan tetapi jika barang yang digadaikan itu berupa hewan ternak
yang bisa diambil susunya atau ditunggangi dan pemilik barang gadai
memberi izin untuk memanfaatkan barang tersebut maka penerima gadai
14
boleh memanfaatkannya sebagai imbalan atas beban biaya pemeliharaan
hewan yang dijadikan marhun tersebut.
Sedangkan menurut Imam Ahmad, Ishak, Al-Laits dan Al-Hasan
berpendapat bahwa jika barang gadaiaan berupa kendaraan yang dapat
dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka
penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut
disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya selama
kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya.
Rasulullah Saw. Bersabda:
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.17
Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai diatas ditekankan kepada
biaya atau tenaga untuk pemeliharaan sehingga bagi yang memegang barang-
barang gadai seperti di atas punya kewajiban tambahan. Pemegang barang gadai
berkewajiban memberikan makanan bila barang gadaian itu adalah hewan. Harus
memberikan bensin bila pemegang barang gadaian berupa kendaraan. Jadi, yang
diperbolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian
yang ada pada dirinya.
G. Penyelesaian Gadai
17
Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, Nomor.879)
hal.149
15
Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai tidak
boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila
rahin (penggadai) tidak mampu melunasi hutangnya hingga waktu yang telah
ditentukan, maka Marhun (barang yang digadaikan) menjadi milik murtahin
(orang yang menerima gadai) sebagai pembayaran utang”, sebab ada
kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar
utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang harus dibayar,
yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga
harga marhun pada waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar
jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan
pihak rahin.
Apabila syarat seperti di atas diadakan dalam akad gadai, maka akad gadai
itu sah, tetapi syarat-syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan.
Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan rahin belum dapat
membayar utangnya, hak murtahin adalah menjual marhun, pembelinya boleh
murtahin sendiri atau yang lainnya, tetapi dengan harga yang umum yang berlaku
pada waktu itu dari penjualan marhun tersebut. Hak murtahin hanyalah sebesar
piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan marhun lebih besar dari
jumlah hutang, sisanya dikembalikan kepada rahin. Apabila sebaliknya, harga
penjualan marhun kurang dari jumlah utang, rahin masih menanggung
pembayaran keduanya.18
H. Perbedaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional
18
Aliy As’ad, Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2) hal.217-218.
16
Perbedaan gadai syariah dengan konvensional dapat dilihat pada tebel di
bawah ini;
Perbandingan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional
Indikator Gadai Syariah Gadai Konvensional
Konsep Dasar Tolong menolong (jasa
pemeliharaan barang)
Profit oriented (bunga
dari pinjaman
pokok/biaya sewa
modal)
Jenis
Barang Jaminan
Barang Bergerak & Tidak
Bergerak
Hanya Barang
Bergerak
Beban Biaya Pemeliharaan Bunga (dari pokok
pinjaman)
Lembaga Bisa Dilakukan
Perseorangan
Hanya bisa dilakukan
oleh lembaga (perum
Pegadaian)
Perlakuan Di jual (kelebihan
dikembalikan kepada
yang memiliki barang)
Di lelang
Dari tabel di atas tertulis bahwa konsep dasar gadai syari'ah adalah tolong
menolong. Pada dasarnya, ketika seseorang menggadaikan barang, sudah tentu
dalam kondisi kesusahan. Karenanya, dalam mekanisme gadai syari'ah tidak
membebankan bunga dari pinjaman. Dalam gadai dengan prinsip syari'ah, orang
yang menggadaikan barangnya hanya diberikan kewajiban untuk memelihara
barang yang dijadikan jaminan. Pemeliharaan barang jaminan, tentu merupakan
kewajiban pemilik barang. Akan tetapi, untuk memudahkan maka pemeliharaan
diserahkan kepada pihak pegadaian dengan konsekuensi ada biaya pemeliharaan
sebagai pengganti kewajiban pemilik barang dalam pemeliharaan. Besar kecilnya
biaya, tidak tergantung besar kecilnya dana yang dipinjam. Akan tetapi, dilihat
dari nilai taksiran barang yang digadaikan. Berbeda halnya dengan pegadaian
17
konvensional, dimana bunga ditarik dari besar kecilnya dana yang dipinjam.
Dilihat dari segi barang jaminannya, gadai syari'ah bisa berupa barang bergerak
dan barang yang tidak bergerak. Sedangkan dalam pegadaian konvensional, hanya
boleh menjaminkan barang bergerak saja. Pada pegadaian konvensional hanya
melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak
yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan
dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional bisa tidak
melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
Dilihat dari sisi kelembagaan, gadai syari'ah tidak terikat lembaga. Maksudnya,
gadai syari'ah bisa dilakukan oleh siapapun, terlepas apakah pihak tersebut berupa
lembaga atau bukan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana
gadai hanya bisa dilakukan kepada lembaga (perum pegadaian) sebagai mana
diatur dalam KUHP pasal 1150.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahn atau gadai adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan
utang yang bisa digunakan untuk membayarnya ketika jatuh tempo. Para ulama
sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya
jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.
Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu: ‘aqidani,
marhun bih, marhun, dan shighat.
Syarat-syarat gadai untuk aqid dan sighat yakni sama dengan syarat-syarat
pada jual beli. Sementara syarat untuk barang gadai yaitu para ulama fiqh sepakat
mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam jual beli, sehinggga
barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin.
Perbedaan antara Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian
konvensional, yaitu;
1. Di dalam pegadaian konvensional mengenal sistem bunga tetapi di
pegadaian syariah mengenal bagi hasil atau (biaya penitipan,
pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran) dikenakan lebih kecil dan hanya
sekali dikenakan.
2. Selain itu benda yang digadai dalam pegadaian konvensional hanya benda
bergerak saja, sedangkan di pegadaian syariah meliputi benda bergerak
dan tidak bergerak.
B. Saran
19
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kemajuan
kita bersama. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdurrahman Alu basam. Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi:
Darul Falah, 2011),
Lubis, H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Hukum Perjanjian Dalam
Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004)
Akbar, Andi Ali. Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi:
Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014)
Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama)
Anshori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM
press)
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul
Mu’in, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013)
Syafe’i, Rachmat. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001)
As’ad, Aliy. Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2)
Syalut, Mahmud dan M. Ali as-Sayis. Perbandingan Mazhab Dalam
Masalah Fiqih. ( Jakarta: PT Bulan Bintang: 2005)
20

More Related Content

What's hot

Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamFkip Sda7
 
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akadhutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akadSekar Lukinanti
 
Hutang Piutang fiqh muamalah
Hutang Piutang fiqh muamalahHutang Piutang fiqh muamalah
Hutang Piutang fiqh muamalahElla Aisah
 
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi BaruMasail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi BaruHaristian Sahroni Putra
 
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)AliRomay
 
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.radar radius
 
Ekonomi syariah tentang riba
Ekonomi syariah tentang ribaEkonomi syariah tentang riba
Ekonomi syariah tentang ribanadhifarahma
 
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMANfissilmikaffah1
 
Bab 12 riba, bank dan asuransi
Bab 12 riba, bank dan asuransiBab 12 riba, bank dan asuransi
Bab 12 riba, bank dan asuransiwahyudinia112
 
Kafalah , rahn, wakalah
Kafalah , rahn, wakalahKafalah , rahn, wakalah
Kafalah , rahn, wakalahansyori ajid
 
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)Bima Ridwan
 

What's hot (19)

Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis IslamSyirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
Syirkah (partnership) dan akad-akad dalam bisnis Islam
 
55 prks musyarakah
55 prks musyarakah55 prks musyarakah
55 prks musyarakah
 
31 pengalihan utang
31 pengalihan utang31 pengalihan utang
31 pengalihan utang
 
Power Point Hutang
Power Point HutangPower Point Hutang
Power Point Hutang
 
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akadhutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
hutang piutang, sewa, pinjam meminjam, dan akad
 
Hutang Piutang fiqh muamalah
Hutang Piutang fiqh muamalahHutang Piutang fiqh muamalah
Hutang Piutang fiqh muamalah
 
Qardh dan Ariyah
Qardh dan AriyahQardh dan Ariyah
Qardh dan Ariyah
 
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi BaruMasail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru
Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru
 
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
Perbankan syariah kelompok 6 (murobahah)
 
Kawin kontrak
Kawin kontrakKawin kontrak
Kawin kontrak
 
Makalah hibah
Makalah hibahMakalah hibah
Makalah hibah
 
MAKALAH KAFALAH
MAKALAH KAFALAHMAKALAH KAFALAH
MAKALAH KAFALAH
 
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
3 fiqh semester 3 1.2 2019 ukbm rahman h.
 
Kel.7 sharf
Kel.7 sharfKel.7 sharf
Kel.7 sharf
 
Ekonomi syariah tentang riba
Ekonomi syariah tentang ribaEkonomi syariah tentang riba
Ekonomi syariah tentang riba
 
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
06.2 HUKUM UTANG & PINJAMAN
 
Bab 12 riba, bank dan asuransi
Bab 12 riba, bank dan asuransiBab 12 riba, bank dan asuransi
Bab 12 riba, bank dan asuransi
 
Kafalah , rahn, wakalah
Kafalah , rahn, wakalahKafalah , rahn, wakalah
Kafalah , rahn, wakalah
 
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)
Makalah Pinjam Meminjam (Qiradh)
 

Viewers also liked

Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaPembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaHolong Marina Ops
 
Makallah gadai
Makallah gadaiMakallah gadai
Makallah gadaiNur Alim
 
Hadis Tarbawi I
Hadis Tarbawi IHadis Tarbawi I
Hadis Tarbawi IFaridAtoz
 
Analisis pegadaian syari'ah
Analisis pegadaian syari'ahAnalisis pegadaian syari'ah
Analisis pegadaian syari'ahUIN JAKARTA
 
Bab i hadits tarbawi
Bab i hadits tarbawiBab i hadits tarbawi
Bab i hadits tarbawiWiji Lestari
 
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang cso
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang csoAplikasi etika perbankan syariah di bidang cso
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang csoulfa khaeriyah
 
Makalah ilmu ekomomi syariah
Makalah ilmu ekomomi syariahMakalah ilmu ekomomi syariah
Makalah ilmu ekomomi syariahjamal din
 
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)danialfaudzi90
 
Kitab kitab hadis al- mu’tabarah
Kitab   kitab hadis al- mu’tabarahKitab   kitab hadis al- mu’tabarah
Kitab kitab hadis al- mu’tabarahUtami Rahmawati
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaRiana Arum
 
Makalah bank syari'ah iyus
Makalah bank syari'ah iyusMakalah bank syari'ah iyus
Makalah bank syari'ah iyusAndry Venda
 
6.9.2012 imam ibnu majah
6.9.2012   imam ibnu majah6.9.2012   imam ibnu majah
6.9.2012 imam ibnu majahAngah Rahim
 
Imamahmad 160323200552
Imamahmad 160323200552Imamahmad 160323200552
Imamahmad 160323200552iffah_najwa46
 
Makalah sistem informasi bisnis bank syariah
Makalah sistem informasi bisnis bank syariahMakalah sistem informasi bisnis bank syariah
Makalah sistem informasi bisnis bank syariahRenol Doang
 
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...An Nisbah
 

Viewers also liked (20)

Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaPembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
 
Makallah gadai
Makallah gadaiMakallah gadai
Makallah gadai
 
Hadis Tarbawi I
Hadis Tarbawi IHadis Tarbawi I
Hadis Tarbawi I
 
Analisis pegadaian syari'ah
Analisis pegadaian syari'ahAnalisis pegadaian syari'ah
Analisis pegadaian syari'ah
 
Bab i hadits tarbawi
Bab i hadits tarbawiBab i hadits tarbawi
Bab i hadits tarbawi
 
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang cso
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang csoAplikasi etika perbankan syariah di bidang cso
Aplikasi etika perbankan syariah di bidang cso
 
12. utang dan gadai
12. utang dan gadai12. utang dan gadai
12. utang dan gadai
 
Makalah ilmu ekomomi syariah
Makalah ilmu ekomomi syariahMakalah ilmu ekomomi syariah
Makalah ilmu ekomomi syariah
 
syariah islam Ltm 2
syariah islam Ltm 2 syariah islam Ltm 2
syariah islam Ltm 2
 
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)
Hadis 6 : Halal Dan Haram (Melayu)
 
pembagian hadits -- ulumul hadits
pembagian hadits  -- ulumul haditspembagian hadits  -- ulumul hadits
pembagian hadits -- ulumul hadits
 
Kitab kitab hadis al- mu’tabarah
Kitab   kitab hadis al- mu’tabarahKitab   kitab hadis al- mu’tabarah
Kitab kitab hadis al- mu’tabarah
 
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnyaHadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
 
Makalah bank syari'ah iyus
Makalah bank syari'ah iyusMakalah bank syari'ah iyus
Makalah bank syari'ah iyus
 
6.9.2012 imam ibnu majah
6.9.2012   imam ibnu majah6.9.2012   imam ibnu majah
6.9.2012 imam ibnu majah
 
Imamahmad 160323200552
Imamahmad 160323200552Imamahmad 160323200552
Imamahmad 160323200552
 
Makalah sistem informasi bisnis bank syariah
Makalah sistem informasi bisnis bank syariahMakalah sistem informasi bisnis bank syariah
Makalah sistem informasi bisnis bank syariah
 
Dasar Bisnis dan Ekonomi
Dasar Bisnis dan EkonomiDasar Bisnis dan Ekonomi
Dasar Bisnis dan Ekonomi
 
Makalah gcg
Makalah gcgMakalah gcg
Makalah gcg
 
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...
Tinjauan upah hukum positif perspektif doktrin ekonomi islam mengenai upah sy...
 

Similar to Makalah kelompok 2 kelas c

Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxZukét Printing
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfZukét Printing
 
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)Agung Anggoro
 
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahSurya Suwarna
 
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)Khusnul Kotimah
 
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdagangan
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdaganganMakalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdagangan
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdaganganMiftah Iqtishoduna
 
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9Makalah Profit Lost Sharing Kel.9
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9Taqiya Hanifanti
 
Makalah Fikih Muamalat
Makalah Fikih MuamalatMakalah Fikih Muamalat
Makalah Fikih MuamalatDianaZn
 
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptxMAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptxRAYENSENJA
 
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdf
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdfPS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdf
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdfIsmanLeandro
 
Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3nabilarasya
 

Similar to Makalah kelompok 2 kelas c (20)

Akad Ba'i Salam
Akad Ba'i SalamAkad Ba'i Salam
Akad Ba'i Salam
 
Gadai(rohn)
Gadai(rohn)Gadai(rohn)
Gadai(rohn)
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
 
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)
Islam dalam mengatur transaksi utang piutang dan angsuran (kredit)
 
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
 
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)
Jual Beli, Khiyar dan Riba (Fiqih Muamalah)
 
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdagangan
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdaganganMakalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdagangan
Makalah ayat dan hadits ekonomi-hukum perdagangan
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9Makalah Profit Lost Sharing Kel.9
Makalah Profit Lost Sharing Kel.9
 
Makalah pegadaian
Makalah pegadaianMakalah pegadaian
Makalah pegadaian
 
Makalah pegadaian
Makalah pegadaianMakalah pegadaian
Makalah pegadaian
 
Makalah Fikih Muamalat
Makalah Fikih MuamalatMakalah Fikih Muamalat
Makalah Fikih Muamalat
 
Ijarah (Sewa)
Ijarah (Sewa)Ijarah (Sewa)
Ijarah (Sewa)
 
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptxMAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
MAKALAH FIQIH MUAMALAH.pptx
 
Gadai
GadaiGadai
Gadai
 
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdf
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdfPS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdf
PS4RK_Tafsir_Ayat_Alquran_Tentang_Riba.pdf
 
11 kafalah
11 kafalah11 kafalah
11 kafalah
 
Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3
 
32 obligasi syariah
32 obligasi syariah32 obligasi syariah
32 obligasi syariah
 

Recently uploaded

Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 

Recently uploaded (7)

Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 

Makalah kelompok 2 kelas c

  • 1. HADITS TENTANG GADAI Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Ekonomi dan Perbankan 2 Dosen Pengampu: Khoirur Rojiin, Lc, M. Pd. I Disusun Oleh : Kelompok 2 1. Ahmad Muslih (141257210) 2. Adi Erdian Saputra (141256810) 3. Ajeng Fitriani (141257710) Kelas C
  • 2. JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO TAHUN 2015/2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam proses belajar Hadis Ekonomi. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hadis Ekonomi dan Perbankan 2 pada program studi S1 Perbankan Syariah di STAIN Jurai Siwo Metro. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Metro, 9 Oktober 2016 Penulis, ii
  • 3. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................... i KATA PENGANTAR...................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................... 2 C. Tujuan................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Hadits Tentang Gadai.......................................................... 3 B. Pengertian Gadai................................................................. 4 C. Hukum Gadai...................................................................... 5 D. Rukun Gadai........................................................................ 8 E. Syarat Gadai........................................................................ 9 F. Memanfaatan Barang Gadai................................................ 11 G. Penyelesaian Gadai............................................................. 17 H. Perbedaan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional...... 18 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................... 20 B. Saran .................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA iii
  • 4. iv
  • 5. v
  • 6. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Realitas yang dihadapi oleh umat manusia dalam menjalani kehidupannya tidak selamanya sesuai denan keinginannya. Ada sebagian orang yang dapat memenuhi kehidupannya dengan mudah. Tidak sedikit orang yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara tunai, dan harus meminjam atau berhutang kepada orang lain. Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong-menolong dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur atau orang yang memberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya. Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Tidak hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih berlaku hingga sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula Pegadaian Syariáh. Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan syariát islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan. Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan gadai menurut pandangan islam, yang meliputi pengertian gadai yang ditinjau menurut syariah islam, landasan hukum gadai, rukun dan syarat gadai, memanfaatkan barang yang sedang 1
  • 7. digadaikan, implementasi gadai dalam perbankan, riba dalam gadai, serta penyelesaian gadai. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pengertian gadai? 2. Bagaimanakah hukum gadai dalam islam? 3. Bagaimanakah rukun gadai? 4. Bagaimanakah syarat gadai? 5. Bagaimanakah perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional? C. Tujuan Penulisan Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengertian gadai? 2. Mengetahui hukum gadai dalam islam? 3. Mengetahui rukun gadai? 4. Mengetahui syarat gadai? 5. Mengetahui perbedaan pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional? 2
  • 8. BAB II PEMBAHASAN A. Hadits Tentang Gadai –––– Artinya: “Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau menggadaikan baju perang dari besi”.1 –––– Artinya: “Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.”2 1 (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat). 2 (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’). 3
  • 9. Penjelasan hadits: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam zuhud dalam kehidupan dunia dan menyedikitkan bagian darinya. Seperti biasanya, beliau tidak membiarkan ada sesuatu yang disimpan untuk makanan beliau dan keluarga beliau untuk beberapa hari. Sehingga ada kalanya beliau terpaksa terpaksa harus membeli (berhutang) bahan makanan dari seorang Yahudi berupa gandum dan beliau menggadaikan barang yang sebenarnya beliau perlukan dalam jihad fi sabilillah dan meninggikan kalimat-Nya, yaitu baju besi yang beliau kenakan dalam peperangan, untuk melindungi diri dari senjata musuh.3 B. Pengertian gadai Dalam istilah bahasa Arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai dengan al-habsu. Secara etimologis (artinya kata) rahn berarti “tetap atau lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”.4 Definisinya mnurut syariah adalah menjadikan harta sebagai jaminan hutang hingga hutang itu dilunasi, atau yang diambilkan dari nilai barang jaminan jika pembayaran hutang tidak terlunasi, yaitu yang diambilkan barang jaminan orang yang hutang.5 Rahn atau gadai adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan utang yang bisa digunakan untuk membayarnya ketika jatuh tempo.6 Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu barang itu berharga sebagai tanggungan hutang berdasarkan perjanjian atau akad antara orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang. Sedangkan, dalam dalam dunia perbankan syari`ah biasa disebut dengan agunan dan jaminan. Agunan adalah jamianan tambahan, baik berupa benda 3 Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi: Darul Falah, 2011), hlm. 761 4 H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004) hlm. 139 5 Abdullah bin Abdurrahman Alu basam, op.cit hlm. 760 6 Andi Ali Akbar, Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi: Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014) hlm. 59 4
  • 10. bergerak menerima maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syari`ah/UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.dari ketentuan pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua istilah,yaitu”agunan dan jaminan”.7 C. Hukum Gadai Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.8 Rahn atau gadai hukumnya sah, yaitu menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai jaminan utang, kelak akan dibayar darinya jika si penghutang tidak mampu membayar utangnya karena kesulitan. Karena itu tidak boleh menggadaikan barang wakaf dan ummul walad (budak perempuan yang punya anak dari tuannya).9 Landasan Hukum diperbolehkannya gadai di antaranya adalah: 1. Al-Quran Ayat al-qur`an yang dapat dijadikan dasar hukum dalam gadai adalah firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 283 : Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang 7 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama) hlm. 299. 8 Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM press) hlm. 170 9 Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul Mu’in, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013) hlm. 838 5
  • 11. dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 2. Al-Hadits Hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra : . Artinya : “Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”. Artinya : “Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. ( Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Apabila ternak itu 6
  • 12. digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya. Kepada orang yang naik atau minum, maka ia harus mengeluarkan biaya perawatannya4 .” (HR. Bukhari) ) Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi tanggungannya.”10 3. Ijma’ Ijma ulama atas hukum mubah(boleh) dalam perjanjian gadai. Hal ini menjadikan adanya khilafah pada beberapa ulama, diantaranya madzhab Dhahiri, Mujahid, Al Dhahak, hanya memperbolehkan gadai pada saat berpergian saja, berujuk pada surat Al Baqoroh ayat 283. Sedangkan jumhur ulama memperbolehkan dalam bepergian atau dimana saja berdasar hadits nabi yang melakukan transaksi gadai di Madinah. Sehingga dapat disimpulkan perjanjian gadai diperbolehkan di dalam islam berdasarkan Al qur’an surat Al Baqoroh ayat 283, hadits nabi Muhammad saw, dan ijma ulama. D. Rukun Gadai 10 Riwayat Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal 7
  • 13. Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu: 1. ‘Aqidani ‘Aqidani maksudnya adalah orang yang melakukan akad. ‘Aqidani terdiri dari rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang menerima gadai) 2. Marhun Bih Marhun bih adalah hutang. 3. Marhun Marhun adalah barang yang digadaikan 4. Shighat Sihghat adalah ijab dan qabul dari pelaku akad.11 Dalam hal ijab qabul ini, dapat dilakukan dalam bentuk tertulis maupun lisan, asalkan saja di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para pihak.12 E. Syarat-syarat Gadai Dalam rahn atau gadai, disyaratkan beberapa syarat berikut : 1. Persyaratan aqid Kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al-ahliyah. Menurut ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang telah sah untuk jual-beli, yakni berakal dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh. 11 Andi Ali Akbar, op., cit., hlm. 59-60 12 H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, op., cit., hlm. 142 8
  • 14. Menurut ulama selain hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian jual-beli. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh, ataau anak kecil yang belum baligh. 2. Syarat shighat Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Ada pun menurut ulama selain Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang sahih dan yang rusak. Uraiannya adalah sebagai berkut : a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalm rahn ada tiga : 1) Syarat sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat membayar sehingga jaminan tidak disita. 2) Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan agar hewan yang dijadikan jaminanya diberi makan tertentu, syarat seperti itu batal tetapi akadnya sah 3) Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan merugikan murtahin b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi menjadi dua yaitu : 1) Rahn sahih 2) Rahn fasid adalah rahn didalamnya mengandung persyaratan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah tanggung jawab rahin. c. Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah diatas, yakni rahn terbagi menjadi dua, sahih dan fasid, rahn sahih adalah rahn yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesua dengan kebutuhan. 3. Syarat Marhun Bih (hutang) 9
  • 15. Marhun bin adalah hak yang diberikan ketika rahn, Ulama Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu : a. Marhun bih hendaklah barang wajib diserahkan b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayar c. Hak atas marhun bih harus jelas Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat marhun bih : a. Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan. b. Utang harus lazim pada waktu akad. c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin. 4. Syarat marhun (barang gadai) Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahin. Para ulama fiqh sepakat mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam jual beli, sehinggga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin.13 Ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain : a. Dapat diperjualbelikan b. Bermanfaatkan c. Jelas d. Milik rahin e. Bisa diserahkan f. Tidak bersatu dengan harta lain g. Dipegang (dikuasai) oleh rahin h. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan F. Memanfaatkan Barang yang Digadaikan Dalam memanfaatkan barang yang digadaikan, para ulama berbeda pendapat. Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang-barang gadai tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena 13 Rachmat Syafe’i. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001) hal 162-164 10
  • 16. hal ini termasuk kepada utang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila dimanfaatkan termasuk riba. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW: – Dari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang (Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.” (Hadis riwayat Harits bin Abu Usamah).14 Akan tetapi ada beberapa pendapat Ulama tentang boleh tidaknya memanfaatkan barang gadai, yaitu : 1. Pendapat Syafi’iyah Menurut ulama Syafi’iyah yang mempunyai hak atas manfaat barang gadai (marhun) adalah rahin, walaupun marhun itu berada di bawah kekuasaan murtahin. Hal ini berdasarkan hadis Rasululllah saw. berikut ini: a. Dari Abi Hurairah bahwa Nabi saw Bersabda: “Gadai itu tidak menutup yang punya dari manfaat barang itu, faedahnya kepunyaan dia, dan dia wajib mempertanggung jawabkan segalanya”. (HR. Al-Hakim dan Daruqutny). b. Dari Umar bahwasannya Rasulullah Saw Bersabda:“Hewan sesorang tidak boleh diperah tanpa seizin pemiliknya.”(HR. Bukhary).15 14 Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) hal.149 15 Ibid., 11
  • 17. Berdasarkan hadis di atas, menurut ulama Syafi’iyah bahwa barang gadai (marhun) hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima gadai (murtahin), sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin.16 Dengan demikian, manfaat atau dari hasil barang yang digadaikan adalah milik rahin. Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak diperbolehkan kecuali atas izin pemilik barang gadai. 2. Pendapat Malikiyah Murtahin dapat memanfaatkan barang gadai atas izin pemilik barang dengan beberapa syarat, yaitu : a. Hutang disebabkan jual beli, bukan karena menghutangkan. b. Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari marhun untuknya. c. Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus ditentukan, apabila tidak ditentukan batas waktunya, maka menjadi batal. Pendapat Malikiyah ini berdasar kepada hadis Nabi Muhammad saw. yaitu: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. 3. Pendapat Hanabilah 16 Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al- Qur’an jilid 3 ( Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412. 12
  • 18. Ulama Hanabilah membagi marhun menjadi dua katagori yaitu hewan dan bukan hewan. Apabila barang gadai berupa hewan maka boleh mengambil manfaatnya. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah kebun dan sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya. Adapun yang menjadi landasan adalah: Kebolehan murtahin mengambil manfaat dari barang gadai yang dapat ditunggangi adalah hadis Rasulullah saw. : “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. Boleh murtahin memanfaatkan barang gadai atas sizin pihak rahin dan nilai manfaatnya harus disesuaikan dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk marhun didasarkan atas hadis diatas. 4. Pendapat Hanafiyah Menurut ulama Hanafiyah, tidak ada perbedaan antara pemanfaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau tidak, alasannya adalah hadis Nabi saw. 13
  • 19. “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai, maka barang gadai dikuasai oleh penerima gadai.Apabila barang tersebut tidak dimanfaatkan oleh penerima gadai, maka berarti menghilangkan manfaat barang tersebut, padahal barang tersebut memerlukan biaya untuk pemeliharaan. Hal tersebut dapat mendatangkan mudharat bagi kedua belah pihak, terutama bagi pemberi gadai. Dari keempat pendapat di atas pada dasarnya memanfaatkan barang gadai tidak diperbolehkan karena tindakan memanfaatkan barang gadai tak ubahnya qiradh dan setiap qiradh yang mengalir manfaat adalah riba, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi SAW: – Dari Ali, ia mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang (Pinjaman) yang menghasilkan manfaat adalah riba.” Hadis riwayat Harits bin Abu Usamah. Akan tetapi jika barang yang digadaikan itu berupa hewan ternak yang bisa diambil susunya atau ditunggangi dan pemilik barang gadai memberi izin untuk memanfaatkan barang tersebut maka penerima gadai 14
  • 20. boleh memanfaatkannya sebagai imbalan atas beban biaya pemeliharaan hewan yang dijadikan marhun tersebut. Sedangkan menurut Imam Ahmad, Ishak, Al-Laits dan Al-Hasan berpendapat bahwa jika barang gadaiaan berupa kendaraan yang dapat dipergunakan atau binatang ternak yang dapat diambil susunya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkannya selama kendaraan atau binatang ternak itu ada padanya. Rasulullah Saw. Bersabda: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”.17 Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai diatas ditekankan kepada biaya atau tenaga untuk pemeliharaan sehingga bagi yang memegang barang- barang gadai seperti di atas punya kewajiban tambahan. Pemegang barang gadai berkewajiban memberikan makanan bila barang gadaian itu adalah hewan. Harus memberikan bensin bila pemegang barang gadaian berupa kendaraan. Jadi, yang diperbolehkan disini adalah adanya upaya pemeliharaan terhadap barang gadaian yang ada pada dirinya. G. Penyelesaian Gadai 17 Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, Nomor.879) hal.149 15
  • 21. Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai tidak boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila rahin (penggadai) tidak mampu melunasi hutangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka Marhun (barang yang digadaikan) menjadi milik murtahin (orang yang menerima gadai) sebagai pembayaran utang”, sebab ada kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang harus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran yang telah ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin. Apabila syarat seperti di atas diadakan dalam akad gadai, maka akad gadai itu sah, tetapi syarat-syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan. Apabila pada waktu pembayaran yang telah ditentukan rahin belum dapat membayar utangnya, hak murtahin adalah menjual marhun, pembelinya boleh murtahin sendiri atau yang lainnya, tetapi dengan harga yang umum yang berlaku pada waktu itu dari penjualan marhun tersebut. Hak murtahin hanyalah sebesar piutangnya, dengan akibat apabila harga penjualan marhun lebih besar dari jumlah hutang, sisanya dikembalikan kepada rahin. Apabila sebaliknya, harga penjualan marhun kurang dari jumlah utang, rahin masih menanggung pembayaran keduanya.18 H. Perbedaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional 18 Aliy As’ad, Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2) hal.217-218. 16
  • 22. Perbedaan gadai syariah dengan konvensional dapat dilihat pada tebel di bawah ini; Perbandingan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional Indikator Gadai Syariah Gadai Konvensional Konsep Dasar Tolong menolong (jasa pemeliharaan barang) Profit oriented (bunga dari pinjaman pokok/biaya sewa modal) Jenis Barang Jaminan Barang Bergerak & Tidak Bergerak Hanya Barang Bergerak Beban Biaya Pemeliharaan Bunga (dari pokok pinjaman) Lembaga Bisa Dilakukan Perseorangan Hanya bisa dilakukan oleh lembaga (perum Pegadaian) Perlakuan Di jual (kelebihan dikembalikan kepada yang memiliki barang) Di lelang Dari tabel di atas tertulis bahwa konsep dasar gadai syari'ah adalah tolong menolong. Pada dasarnya, ketika seseorang menggadaikan barang, sudah tentu dalam kondisi kesusahan. Karenanya, dalam mekanisme gadai syari'ah tidak membebankan bunga dari pinjaman. Dalam gadai dengan prinsip syari'ah, orang yang menggadaikan barangnya hanya diberikan kewajiban untuk memelihara barang yang dijadikan jaminan. Pemeliharaan barang jaminan, tentu merupakan kewajiban pemilik barang. Akan tetapi, untuk memudahkan maka pemeliharaan diserahkan kepada pihak pegadaian dengan konsekuensi ada biaya pemeliharaan sebagai pengganti kewajiban pemilik barang dalam pemeliharaan. Besar kecilnya biaya, tidak tergantung besar kecilnya dana yang dipinjam. Akan tetapi, dilihat dari nilai taksiran barang yang digadaikan. Berbeda halnya dengan pegadaian 17
  • 23. konvensional, dimana bunga ditarik dari besar kecilnya dana yang dipinjam. Dilihat dari segi barang jaminannya, gadai syari'ah bisa berupa barang bergerak dan barang yang tidak bergerak. Sedangkan dalam pegadaian konvensional, hanya boleh menjaminkan barang bergerak saja. Pada pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan. Dilihat dari sisi kelembagaan, gadai syari'ah tidak terikat lembaga. Maksudnya, gadai syari'ah bisa dilakukan oleh siapapun, terlepas apakah pihak tersebut berupa lembaga atau bukan. Berbeda halnya dengan pegadaian konvensional, dimana gadai hanya bisa dilakukan kepada lembaga (perum pegadaian) sebagai mana diatur dalam KUHP pasal 1150. 18
  • 24. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Rahn atau gadai adalah akad untuk menjadikan baran sebagai jaminan utang yang bisa digunakan untuk membayarnya ketika jatuh tempo. Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Rukun-rukun gadai yang harus dipenuhi ada empat, yaitu: ‘aqidani, marhun bih, marhun, dan shighat. Syarat-syarat gadai untuk aqid dan sighat yakni sama dengan syarat-syarat pada jual beli. Sementara syarat untuk barang gadai yaitu para ulama fiqh sepakat mesyaratkan marhun sebagai persyaratan barang dalam jual beli, sehinggga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin. Perbedaan antara Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu; 1. Di dalam pegadaian konvensional mengenal sistem bunga tetapi di pegadaian syariah mengenal bagi hasil atau (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran) dikenakan lebih kecil dan hanya sekali dikenakan. 2. Selain itu benda yang digadai dalam pegadaian konvensional hanya benda bergerak saja, sedangkan di pegadaian syariah meliputi benda bergerak dan tidak bergerak. B. Saran 19
  • 25. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kemajuan kita bersama. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA Abdullah bin Abdurrahman Alu basam. Syarah Hadits Pilihan, (Bekasi: Darul Falah, 2011), Lubis, H. Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004) Akbar, Andi Ali. Prinsip-prinsip Dasar Transaksi Syariah, (Banyuwangi: Yayasan PP. Darussalam Blokagung, 2014) Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama) Anshori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UGM press) Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemahan Fathul Mu’in, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Agrosindo, 2013) Syafe’i, Rachmat. Fiqih muamalah, ( Bandung : Pusaka Setia 2001) As’ad, Aliy. Terjemah Fatul Mu’in, (Kudus: Menara kudus, Vol.2) Syalut, Mahmud dan M. Ali as-Sayis. Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqih. ( Jakarta: PT Bulan Bintang: 2005) 20