1. MAKALAH
Profit Lost-Sharing
Dosen Pengampu :
Bakhrul Huda, M.E.I
Penyusun:
Sinta Wahyuni (G04219074)
Taqiya Hanifanti (G04219077)
Adriana Arofah Wahdah (G74219085)
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sesuai dengan rencana.
Shalawat serta salam semoga tetap terhaturkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa
umatnya dari kegelapan menuju jalan terang benerang berupa agama islam.
Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perbankan Syariah di
Indonesia yang berjudul “Profit Lost Sharing”.
Dengan terselesaikanya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT karena hanya dengan seizin-Nya makalah ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Bakhrul Huda, M.E.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah perbankan syariah di
Indonesia
3. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Baik secara langsung
maupun tidak secara langsung.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dan para pembaca demi perbaikan pada makalah berikutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
petunjuk atau pedoman serta memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Surabaya, 14 Januari 2020
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
MAKALAH................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan.............................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
A. Konsep Mudharabah ....................................................................................................... 3
1. Pengertian Mudharabah............................................................................................... 3
2. Rukun dan syarat mudharabah .................................................................................... 3
3. Dasar Hukum Mudharabah.......................................................................................... 5
4. Ketentuan pembiayaan ................................................................................................ 6
5. Hukum Pembiayaan..................................................................................................... 7
6. Macam – Macam Mudharabah.................................................................................... 7
B. Nisbah Keuntungan......................................................................................................... 8
1. Prosentase.................................................................................................................... 8
2. Bagi Untung dan Bagi rugi (profit-lost sharing) ......................................................... 8
3. Jaminan........................................................................................................................ 9
4. Menentukan besarnya nisbah....................................................................................... 9
5. Cara menyelesaikan kerugian.................................................................................... 10
C. Kontrak Mudharabah..................................................................................................... 10
1. Kontrak perjanjian mudharabah.................................................................................... 10
D. Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syariah ......................................................... 11
E. Produk – Produk Bank Syariah. .................................................................................... 12
4. iv
F. Penerapan Mudahrabah Dalam Perbankan Syariah ...................................................... 13
G. Landasan Hukum Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah .................................. 13
BAB III.................................................................................................................................... 15
PENUTUP............................................................................................................................... 15
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi islam bukan hanya ekspresi syariah yang memberikan eksistensi sistem islam
di tengah- tengah eksistensi berbagai sistem ekonomi modern. Tapi sistem ekonomi islam
lebih sebagai pandangan islam yang kompleks hasil ekspresi aqidah islam dengan nuansa
yang luas dan target yang jelas. Lembaga keuangan syariah diharapkan dapat menjalankan
peran dan fungsi secara professional dan amanah. Manajemen bank syariah tidak banyak
berbeda dengan manajemen bank pada umunya (bank konvensional), namun dengan
adanya landasan syariah serta sesuai dengan peraturan pemerintah yang menyangkut bank
syariah tentu saja baik organisasi maupun sistem operasional bank syariah terdapat
perbedaan dengan bank pada umumnya terutama adanya dewan pengawas syariah dalam
struktur organisasi dan adanya sistem bagi hasil.
Bagi hasil merupakan salah satu keunggulan dari perbankan syariah dibandingkan
dengan bank konvensional karena prinsip musyarakah dan mudharabah memberikan
manfaat lebih kepada sektor riil. Berdasarkan kaidah al-mudharabah prinsip ini, bank islam
akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang
meminjam dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai mudharib “pengelola”,
sedangkan penabung bertindak sebagai shohibul maal “penyandang dana”. Antara
keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-
masing pihak. Berikut ini akan dijelaskan konsep secara menyeluruh tentang mudharabah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan konsep mudharabah ?
2. Bagaimana konsep dasar profit lost sharing sebagai karakteristik bank syariah ?
3. Jelaskan tentang kontrak mudharabah !
4. Bagaimana penerapan mudharabah dalam perbankan syariah ?
6. 2
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, diantaranya :
1. Untuk memahami konsep mudharabah.
2. Untuk mengetahui konsep dasar profit lost sharing sebagai karakteristik bank syariah.
3. Untuk memahami kontrak mudharabah.
4. Untuk mengetahui penerapan mudharabah dalam perbankan syariah.
7. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata al-darb,1
artinya berjalan atau memukul. Dapat
pula diartikan “proses langkah kaki seseorang dalam melaksanakan usaha”.
Mudharabah (qirad) merupakan salah satu perjanjian kerjasama. Istilah mudharabah
sering digunakan orang Irak, sedangkan qirad digunakan orang Hijaj2
. Namun
keduanya memiliki arti yang sama.
Pengertian mudharabah menurut seorang ahli fiqih yaitu seseorang yang memiliki
saham menyerahkan sahamnya kepada pengusaha untuk mengembangkan (usaha),
sedangkan hasil keuntungannya dibagi dua dengan kesepakatan bersama3
. Menurut
Sayyid Sabbiq, mudharabah merupakan akad antara dua belah pihak untuk salah satu
pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan
dibagi dua sesuai perjanjian.4
Mudharabah adalah akad kerjasama dua belah pihak,
pihak pertama sebagai pemilik modal sedangkan pihak kedua sebagai pengelola.
Keuntungan usaha dibagi bersama sesuai kesepakatan dalam kontrak mudharabah.
Sedangkan apabila rugi ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola.
2. Rukun dan syarat mudharabah
Adapun rukun mudharabah yaitu5
:
a. Penyediaan dana shahibul (maal)
b. Pengelola (mudhorib) harus cakap hukum.
c. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam menyatakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
1
Muhammad Rawas Qal’aji, Mu’jam Lughat al Fuqaha (Beirut:Dar al-Nafs,1985), hlm 54.
2
Abi Bakar Ibn Muhammad Taqiyuddin, kifayat al Akhyar (Bandung : al ma’rif, tt), hlm 20.
3
Muhammad al Khatib al Sharbayni, Mughni al Muhtaj, jilid 2 (Beirut : Dar al Fikr,1978), hlm 309.
4
Rahman Ambo Massei, 2010, “Konsep Mudharabah Antara Kajin Fiqh dan Penerapan Perbankan”, Jurnal
hukum diktum, Vol.8 No.1 Januari 2010, hlm 77-85
5
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta : PT Kharisma Putra Utama,
2017),hlm 51-52
8. 4
1) Penawaran dan penerimaan harus menunjukkan tujuan kontrak atau akad.
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau menggunakan cara
komunikasi modern.
d. Modal adalah jumlah uang atau aset yang diberikan penyedia dana kepada
pengelola usaha untuk tujuan berusaha dengan syarat sebagai berikut :
1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dapat dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
3) Modal tidak boleh berbentuk piutang, modal harus dibayar kepada mudhorib
secara bertahap maupun berangsur sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
e. Keuntungan mudhorobah merupakan jumlah yang dihasilkan sebagai kelebihan
dari modal. Syarat keuntungan berikut harus dipenuhi :
1) Keuntungan diruntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh hanya untuk satu
pihak saja.
2) Nilai keuntungan bagi tiap pihak harus diketahui dan dinyatakan dalam kontrak
awal kesepakatan dan harus berbentuk presentase (nisbah) dari keuntungan
sesuai kesepakatan. Jika ada perubahan nisbah maka harus berdasarkan
kesepakatan.
3) Penyediaan dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali akibat dari
kesalahannya yang disengaja, kelalaiannya, atau pelanggaran kesepakatan.
f. Kegiatan usaha oleh mudhorib sebagai perimbangan (muqabil) modal yang
disediakan penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut :
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudhorib, tanpa campur tangan penyedia
dana tetapi penyedia dana mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudhorobah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan kegiatan mudhorobah, dan harus mematuhi kebiasaan
yang berlaku dam aktivitas itu.
9. 5
3. Dasar Hukum Mudharabah
Para ulama sepakat bahwa mudahrabah hukumnya mubah, hal ini didasarkan pada
alquran,sunnah,ijma’,qias. Adapun dalil alquran yang terdapat pada surah Al-
Muzammil ayat 20 :
Sedangkan dalil dari hadist antara lain
، َُةضَارَقُمْلا َو ، ٍلَجَأ ىَلِإ ُعْيَبْلا ، َُةكَرَبْلا َّنِيهِف ٌثَالَث : َمَّلَسو ِهْيَلع هللا ىَّلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق : َلاَق ، ٍبْيَهُص َْنع
ِْعيَبْلِل َال ِتْيَبْلِل ، ِيرِعَّشالِب ِرُبْلا ُطَالْخَأ َو
Dari Suhaib r.a bahwasanya nabi SAW bersabda :ada tiga perkara yang didalamnya
terdapat keberkahan : (1) jual beli tempo, (2) muqaradah (3) mencampur gandum
dengan jagung untuk makanan di rumah bukan untuk dijual. (HR.Ibnu Majah).6
Selain dari hadits Ibnu Majah, adapun hadits lain tentang mudharabah yang memiliki
arti :
Dari ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya bahwa ‘Ustman bin ‘Affan
memberi nyata harta dengan cara Qirath yang dikelolanya, dengan ketentuan
keuntungan dibagi diantara mereka berdua. (HR.Imam Malik)
Adapun dalil ijma’ adalah para sahabat banyak melakukan akad mudharabah
dengan cara memberikan harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain, seperti
Umar, ‘Utsman, Ali, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Amr,Abdullah bin Umar,
dan Siti Aisyah, dan tidak ada riwayat bahwa para sahabat mengiranya. Oleh karena
itu, hal ini disebut ijma’.7
Sedangkan dail qiasnya bahwa mudharabah diqiaskan menggunakan akad
musaqah karena mengandung masalahat untuk masyarakat. Terkadang ada orang kaya
memiliki harta tetapi ia tidak memiliki keahlian berdagang, di sisi lain orang memiliki
keahlian berdagang tetapi tidak mempunyai harta. Dengan adanya kerjasama antar
6
Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, Subul As-Salam.Juz 3.Maktabah wa Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,
Mesir,cet.IV,1960. hlm 76.
7
Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah. Matba’ah Mushtafa Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,
Mesir,cet.I,1357 H. hlm 180.
10. 6
kedua pihak membutuhkan masing-masing yang dapat dipadukan sehingga
menghasilkan keuntungan.8
4. Ketentuan pembiayaan
Ketentuan pembiayaan sebagai berikut9
:
a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS untuk suatu
usaha yang produktif.
b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal membiayai 100% kebutuhan
suatu usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudhorib.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan dua pihak (LKS dan pengusaha).
d. Mudhorib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariat ; LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian dari mudhorobah kecuali
jika pengelola usaha (mudhorib) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau
menyalahi perjanjian.
g. Pembiayaan mudhorobah tidak ada jaminan, namun agar mudhorib tidak
melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudhorib atau pihak
ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila mudhorib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati.
h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
i. Biaya operasional dibebankan kepada mudhorib.
j. Dalam hal penyandangan dana LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudhorib berhak mendapat ganti rugi.
8
Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al-Islami wa Adinlatuhu (Damaskus : Daar al fikr), 1989, hlm 839.
9
Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudarabah (Qiradh)
11. 7
5. Hukum Pembiayaan
Beberapa ketentuan hukum pembiayaan, yaitu 10
:
a. Mudhorobah boleh dibatasi pada periode tertentu.
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan dengan sebuah kejadian di masa yang akan datang
yang belum tentu terjadi.
c. Dalam mudhorobah tidak ada ganti rugi karena pada akad ini bersifat amanah,
kecuali akibat dari kesalahan disengaja, lalai, atau pelanggaran kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan
diantara dua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi
syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
6. Macam – Macam Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu11
:
a. Mudharabah mutlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan
pengelola atau pengusaha. Pemilik saham tidak menentukan dan tidak membatasi
bentuk usahanya. Sedangkan hasil dari usaha tersebut akan dibagi rata sesuai
dengan kesepakatan.
b. Mudharabah muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan
pengelola atau pengusaha, namun pemilik modal yang menentukan dan membatasi
bentuk usahanya. Dalam praktik perbankan syariah modern dikenal dua bentuk
mudharabah muqayyadah yakni on balance sheet dan off balance sheet.
Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, aliran dana terjadi dari satu
nasabah investor ke sekelompok usaha dalam beberapa sektor terbatas (pertanian,
manufaktur, dan jasa). Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya
hanya boleh dipakai untuk pembiayaan disektor pertambangan, properti, dan
pertanian. Selain berdasarkan sektor nasabah investor dapat saja mensyarakatkan
berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan
berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau
kerjasama usaha saja. Disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank.
10
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta : PT Kharisma Putra Utama,
2017),hlm 52.
11
Abu Azam Al Hadi. Fiqh Muamalah Kontemporer, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014), hlm 8.
12. 8
Dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet aliran dana berasal dari satu
nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (dalam bank konvensional
disebut debitur). Bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksi
di bank syariah dilakukan secara off balance sheet. Sedangkan bagi hasil
melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha. Besar bagi hasil tergantung
kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya
memperoleh arranger vee. Skema ini disebut off balance sheet karena tidak dicatat
dalam neraca bank, namun hanya dicatat dalam rekening administratif saja.
B. Nisbah Keuntungan
1. Prosentase
Nisbah keuntungan dinyatakan dalam prosentase, bukan dinyatakan dalam nilai
nominal (Rp) tertentu. Jadi, nisbah keuntungan itu misalnya 50:50, 70:30 atau 60:40
atau bahkan 99:1. Namun nisbah ini tidak boleh 100:0. Jadi nisbah keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan12
bukan berdasarkan porsi modal. Nisbah
keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nomina Rp tertentu misal,
Rp.50.000 untuk shahibul maal dan mudhorib mendapat Rp.50.000.
2. Bagi Untung dan Bagi rugi (profit-lost sharing)
Bagi untung dan bagi rugi merupakan konsekuensi logis dari karakteristik akad
mudharabah, termasuk kontrak investasi (natural uncertainy contracts). Dalam
kontrak ini tergantung kepada kinerja sektor riilnya.
Bila laba bisnisnya besar, kedua pihak mendapat bagian yang besar. Bila laba
bisnisnya kecil, mereka mendapat bagian yang kecil pula. Filosofi ini hanya dapat
berjalan jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase. Bila bisnis dalam
mudharabah mendatangkan kerugian, pembagian kerugian bukan didasarkan atas
nisbah tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Inilah alasan mengapa
nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, yakni karena
nisbah 50:50 atau 99:1 itu hanya diterapkan bila usahanya untung.
Bila bisnis rugi, kerugian itu harus dibagi berdasarkan porsi modal masing-masing
pihak, bukan berdasarkan nisbah. Hal ini terjadi karena ada perbedaan kemampuan
untuk mengabsorpsi atau menanggung kerugian diantara kedua pihak. Bila untung
tidak masalah untuk menikmati keuntungan bersama. Beda halnya bila bisnisnya
12
Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh Muamalah dan Keuangan), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2006), hlm 206-207.
13. 9
merugi. Kemampuan shahibul maal menanggung kerugian finansial tidak sama
dengan kemampuan mudharib. Demikian karena rugi dibagi berdasarkan porsi
modal, shahibul maal dalam kontrak ini adalah 100%, maka kerugian finansial
ditanggung 100% oleh shahibul maal. Di lain sisi karena porsi modal dalam kontrak
ini 0% andaikan terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian sebesar 0%
pula. Hal ini terlihat tidak adil namun sebenarnya adil.
Disini mudharib terlihat tidak menanggung kerugian. Sesungguhnya mudharib
juga menanggung kerugian atas hilangnya kerja, usaha dan waktu yang telah
dicurahkan untuk menjalankan bisnis itu. Jadi sebenarnya kedua pihak sama-sama
menanggung kerugian, tapi bentuk kerugian yang ditanggung berbeda. Bila yang
dikontribusikan adalah uang maka resiko kehilangan adalah uang tersebut. Sedangkan
bila yang dikontribusikan adalah kerja resikonya adalah hilangnya kerja, usaha dan
waktu dengan tidak mendapatkan hasil apapun atas jerih payahnya selama.
3. Jaminan
Ketentuan pembagian kerugian seperti diatas hanya berlaku bila kerugian yang
terjadi murni diakibatkan oleh resiko bisnis bukan karena perbuatan buruk mudharib.
Bila kerugian karena perbuatan buruk mudharib, misal karena lalai atau melanggar
persyaratan kontrak mudharabah maka shahibul maal tidak menanggung kerugian.
Untuk menghindari adanya perilaku buruk dari pihak mudharib yang lalai atau
menyalahi kontrak maka shahibul maal dibolehkan menerima jaminan tertentu pada
mudahrib. Jaminan ini akan disita oleh shahibul maal jika ternyata timbul kerugian
karena mudharib melakukan kesalahan. Jadi tujuan pengenaan jaminan pada akad
mudharabah adalah untuk menghindari perbuatan buruk atau moral hazard bukan
untuk mengamankan nilai investasi kita jika terjadi kerugian karena faktor resiko
bisnis.
4. Menentukan besarnya nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesempatan yang berkontrak. Jadi, angka
besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara shahibul maal dengan
mudharib. Dengan demikian, angka nisbah bervariasi, bisa 60:40, 50:50, 70:30,
80:20 bahkan 99:1. Dalam praktik di perbankan modern, tawar-menawar nisbah
antara pemilik modal( investor atau deposan) dengan bank syariah hanya terjadi bagi
deposan atau investor dengan jumlah besar. Karena mereka ini memiliki daya tawar
14. 10
yang relatif tinggi. Kejadian ini disebut sebagai special nisbah. Sedangkan untuk
nasabah deposan kecil, tawar-menawar tidak terjadi. Bank syariah akan
menyantumkan nisbah yang ditawarkan, seteah itu deposan boleh setuju atau tidak.
Bila setuju maka ia akan melanjutkan menabung. Bila tidak setuju, ia dipersilahkan
mencari bank syariah lain yang menawarkan nisbah lebih menarik.
5. Cara menyelesaikan kerugian13
Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannnya adalah :
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan
pelindung modal.
b. Bila kerugian melebihi keuntungan baru diambil dari pokok modal.
C. Kontrak Mudharabah
1. Kontrak perjanjian mudharabah
Kontrak perjanjian mudharabah dibagi dalam dua model perjanjian. Pertama
mudharabah mutlaqah, yaitu pengelola bebas mengelola modal dengan beraneka jenis
barang, tempat dan orangnya, akan tetapi dengan ketentuan bahwa modal yang
dikelola itu akan menghasilkan keuntungan14
. Di samping itu pengelola modal tidak
boleh mengalihkan kepada orang lain dengan cara meminjamkan dan modal tidak
boleh membahayakan atau merugikan orang lain. Kedua mudharabah muqayyadah
yaitu pemilik dana (shohibul maal) membatasi atau memberi syarat kepada pengelola
atau mudharib, ia akan menetapkan syarat-syarat seperti misalnya hanya untuk
melakukan mudharabah bidang tertentu, cara tertentu, waktu, dan tempat yang
tertentu. Dalam mudharabah muqayyadah terdiri atas dua pola investasi yang dapat
dilakukan dengan cara chanelling dan executing yaitu chanelling apabila resiko
ditanggung pengelola dan shohibul (pemilik) tidak menanggung resiko apapun.
Apabila shohibul sebagai agen pemodal juga menanggung resiko.15
13
M. Anwar Ibrahim, Konsep Profit and Lost Sharing System Menurut Empat Mahdzab, hlm 5-6.
14
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta : PT Kharisma Putra Utama,
2017),hlm 53.
15
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (Jakarta : PT Kharisma Putra Utama,
2017),hlm 54.
15. 11
2. Berakhirnya mudharabah
Menurut ulama fiqih mudharabah berakhir karena beberapa hal :
a. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Masing-masing
pihak menyatakan batal atau pelaksana (pekerja) dilarang bertindak hukum
terhadap modal yang diberikan dan pemilik modal menarik sahamnya.
b. Salah satu yang melaksanakan perjanjian meninggal. Jumhur ulama berpendapat
bahwa mudharabah batal apabila salah seorang dari pihak mudharabah meninggal
dunia baik pemiliki modal maupun pengelola modal. Karena perjanjian
mudharabah sama dengan perjanjian wakalah yang gugur disebabkan
meninggalnya orang yang mewakilkan. Selain itu ahli fiqih berpendapat bahwa
perjanjian mudharabah tidak boleh diwariskan. Akan tetapi ulama malikiah
berpendapat apabila orang yang melakukan perjanjian meninggal dunia maka
perjanjian yang disepakati tidak batal, akan tetapi akan dilanjut oleh ahli warisnya.
c. Apabila pemilik saham murtad (keluar dari islam) atau terbunuh dalam keadaan
murtad atau bergabung dengan musuh serta diputuskan oleh hakim atas
pebelotannya, menurut Imam Abu Hanifah hal ini membatalkan mudharabah
sebab bergabung dengan musuh sama saja dengan mati.
D. Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syariah
Aplikasi mudharabah biasanya mudharabah dipraktekkan pada produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :
1. Tabungan berjangka. Yang dimaksud tabungan berjangka adalah bertujuan khusus
seperti: tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya.
2. Deposito special yaitu dana yang ditipkan nasabah kepada bank untuk bisnis tertentu,
contohnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Sedangkan pada alur pembiayaan mudharabah ditetapkan sebagai :
a. Pembiayaan saham kerja, misalnya saham kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus juga disebut mudharabah muqayyadah karena sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
pemilik saham.
16. 12
E. Produk – Produk Bank Syariah.
Produk-produk bank syariah di Indonesia :
1. Bank Internasional Indonesia (BII) Syariah
Bank Internasional Indonesia Syariah beroperasi di Indonesia pada bulan Mei
pada 17 tahun yang lalu. Produk unggulan BII syariah adalah tabungan musafir
platinum, giro platinum, dan deposito platinum.
2. Bank Danamon Indonesia
Produk unggulan bank danamon syariah selain tabungan, giro, dan deposito
syariah, danamon syariah juga menjual gadai emas syariah. Bank ini dapat menarik
tunai maksimal 5 juta per hari, cek saldo, pindah buku antar rekening dan dapat
diakses lebih dari 500 ATM bank danamon konvensional.
3. Bank Mandiri Syariah
Bank ini merupakan bank komersial syariah kedua setelah bank muamalat
Indonesia. Kemampuan lembaga bank mandiri yaitu membuat produk-produk yang
berharga dan dapat diterima dikalangan masyarakat hingga rasio kecukupan modal
(CAR) BSM mengalami kenaikan. Selain itu bank syariah mempunyai produk yang
digemari nasabah yaitu gadai emas syariah. Kartu ATM syariah mandiri bisa diakses
di seluruh ATM BSM dan seluruh ATM mandiri konvensional.
4. BNI Syariah
BNI Syariah berdiri pada bulan April tahun 2000. BNI memiliki atm yang dapat
diakses di 2200 atm BNI dan di 6000 atm berlogo Cirrus dengan akses internasional.
Keunggulan lain yang dimiliki bank syariah yaitu memberikan pelayanan kepada
nasabah yang melakukan pembayaran zakat infaq sedekah secara open transfer ke
rekening lembaga amil zakat.
5. Bukopin Syariah
Bukopin syariah mulai melayani nasabah sejak 2002. Kartu ATM bukopin syariah
bisa diakses di 7200 atm melalui antar jaringan atm baik atm BCA maupun ATM
Bersama. Bank bukopin syariah dapat melakukan berbagai transaksi seperti rekening
telepon dan rekening listrik
6. Bank IFI Syariah
Bank IFI mulai beroperasi bulan Februari Tahun 1999. Untuk memenangkan
persaingan manajemen bank IFI menggunakan nama-nama buah khas Indonesia.
Seperti Durian IFI (deposito untuk ragam investasi anda), Tomat IFI (tabungan
17. 13
optimum multi manfaat), Mangga IFI (manfaat ganda giro rupiah), Manggis IFI
(manfaat ganda giro valas).
7. BRI Syariah
BRI mulai membuka cabang pada Oktober 2002. BRI syariah menggunakan
produk penghimpunan dananya dengan giro wadi’ah, tabungan mudharabah, dan
deposito berjangka mudharabah. Untuk pembiayaan produk UKM BRI syariah
menggunakan pembiayaan mudharabah dan murabahah16
.
F. Penerapan Mudahrabah Dalam Perbankan Syariah
Penerapan mudharabah dalam perbankan syariah dalam kasus ini yang terjadi adalah
investasi langsung (directfinancing) antara shahibul maal sebagai surplus unit dengan
mudharib sebagai devisit unit. Dalam directfinancing seperti ini peran bank sebagai perantara
tidak ada. Untuk mengatasi hal tersebut ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas
skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini
diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang menemukan shahibul maal
dengan mudharib. Jadi, terjadi evolusi dari konsep directfinancing menjadi indirectfinancing.
Dalam skema indirectfinancing bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk
dana pihak ketiga (DP3) sebagai sumber dana. Dana ini berupa tabungan atau simpanan
deposit mudharabah dalam jangka waktu yang bervariasi. Dana-dana yang terkumpul
disalurkan oleh bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earniassets).
Keuntungan dari penyaluran pembiayaan ini akan dibagi hasil antara pihak bank dengan
pemilik DP3.
G. Landasan Hukum Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah
Landasan hukum pembiayaan berdasarkan akad mudharabah antara lain :
1. Pasal 19 ayat 1 huruf C dan ayat 2 huruf C serta pasal 21 huruf B angka 1 UU
Perbankan Syariah,
2. Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah(qiradh) dan
3. PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang transparansi informasi produk bank dan pengggunaan
data pribadi nasabah beserta ketentuan perubahannya.
16
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia,(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005),
hlm 97-101.
18. 14
4. PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaa prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah berikut
perubahannya dengan PBI No.10/16/PBI/2008
5. Pembiayaan mudharabah berlaku perlakuan akuntansi yang diatur dalam PSAK No.
105 tentang akuntansi mudharabah dan lampiran SEBI No. 5/26/BPS tanggal 27
Oktober 2003
6. Berdasarkan statistik perbankan syariah Desember tahun 2011 tabel 18 dn 19 tentang
pembiyaan mudharabah BUS dan UUS mencapai 10,229 miliyar rupiah dan BPRS
sebesar 75,807 juta rupiah atau total sekitar 9,78 persen dari total pembiayaan bank
syariah sebesar 105.1 miliyar rupiah17
.
17
A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta : Kompas Gramedia Building, 2012),hlm 195-196
19. 15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan :
Mudharabah merupakan akad antara dua belah pihak, pihak pertama sebagai sahibul maal
(pemilik modal), sedangkan pihak kedua sebagai mudharib (pengelola). Nisbah bagi hasil
sesuai kesepakatan dalam kontrak mudharabah. Apabila usaha mengalami kerugian maka
ditanggung sahibul maal selama kerugian itu bukan akibat dari pengelola modal. Rukun dan
syarat mudharabah meliputi : penyedia dana, pengelola dana, ijab dan kabul, modal,
keuntungan mudharabah, kegiatan usaha oleh mudharib sebagai muqabil. Dasar hukum
mudharabah antara lain terdapat dalam dalil alquran, sunnah, ijma’, dan qiyas. Adapun yang
terdapat dalam alquran surat al-muzammil ayat 20. Sedangkan dari hadits terdapat dalam
hadits riwayat Ibnu Majah dan hadits riwayat Imam Malik.
Dalam akad mudharabah secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama
mudharabah mutlaqah. Mudharabah mutlaqah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan
pengelola modal. Pemilik modal tidak menentukan usaha yang dijalankan. Kedua
mudharabah muqayyadah yaitu kerjasama antara pemilik moda dengan pengelola modal,
disini pemilik modal menentukan dan membatasi bentuk usaha. Nisbah keuntungan dalam
akad mudharabah dinyatakan dalam bentuk prosentase misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau
99:1, tetapi tidak diperbolehkan 100:0.
Profit sharing dan lost sharing (bagi untung bagi rugi) artinya pada akad mudharabah bila
usaha yang dijalankan memiliki laba besar, kedua pihak mendapat keuntungan yang besar.
Bila laba yang didapatkan kecil, mereka mendapat bagian yang kecil pula. Namun bila bisnis
dalam mudharabah mengalami kerugian, pembagian kerugian bukan didasarkan atas nisbah
tetapi berdasarkan porsi modal. Bila usahanya rugi kerugian itu ditanggung oleh sahibul maal
bukan mudharib. Disini mudharib terlihat tidak menanggung kerugian. Sebenarnya mudharib
juga menanggung kerugian tersebut atas hilangnya kerja, waktu dan usaha yang telah
dicurahkan untuk menjalankan usaha tersebut. Jadi kedua pihak sama-sama menanggung
kerugian tetapi bentuk kerugiannya berbeda.
20. 16
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah diterapkan pada tabungan berjangka.
Tabungan berjangka bertujuan khusus seperti (tabungan haji, tabungan qurban, deposito
biasa, dsb) ; deposito spesial merupakan dana titipan nasabah pada bank untuk bisnis tertentu.
Lembaga bank syariah yang beroperasi di Indonesia meliputi Bank Internasiona Indonesia
Syariah, Bank Danamon Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bni Syariah, Bank Syariah
Bukopin, Bank IFI Syariah dan BRI Syariah. Landasan-landasan hukum pembiayaan akad
mudharabah termuat dalam fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 ; pasa 19 ayat 1 huruf C,
dan ayat 2 huruf c, pasal 21 huruf b angka 1 UU Perbankan syariah ; PBI No.07/06/PBI/2005;
PBI No.9/19/PBI/2007.
21. 17
DAFTAR PUSTAKA
Abu Azam Al Hadi. 2014. Fiqh Muamalah Kontemporer. Surabaya : UIN Sunan Ampel
Press.
Ali Sharbayni, Muhammad al Khatib. 1978. Mughni al Muhtaj, jilid 2. Beirut : Dar al Fikr.
Al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. 1960. Subul As-Salam.Juz 3. Maktabah wa Matba’ah
Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi. Mesir.cet.IV.
A.Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta : Kompas Gramedia Building.
Fikri Ali. 1357. Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah. Matba’ah Mushtafa Mushtafa
Al-Babiy Al-Halabi, Mesir,cet.I.
Ibrahim, M. Anwar. Konsep Profit and Lost Sharing System Menurut Empat Mahdzab.
Muhammad. 2005. Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Karim, Adiwarman. 2006. Bank Islam (Analisis Fiqh Muamalah dan Keuangan). Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Mardani. 2017. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta : PT
Kharisma Putra Utama.
Massei, Rahman Ambo. 2010. Konsep Mudharabah Antara Kajin Fiqh dan Penerapan
Perbankan, Jurnal hukum diktum. Vol.8, No.1 : 77-85.
Qal’aji, Muhammad Rawas. 1985. Mu’jam Lughat al Fuqaha. Beirut : Dar al-Nafs.
Taqiyuddin, Abi Bakar Ibn Muhammad. Tt. Kifayat al Akhyar. Bandung : Al-Ma’ruf.
Wahbah Zuhaili. 1989. Al Fiqh Al-Islami wa Adinlatuhu. Damaskus : Daar al fikr.
Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudarabah (Qiradh)