Dokumen tersebut membahas tentang ilmu Jarh wa Ta'dil yang merupakan ilmu yang mempelajari kondisi para perawi hadis. Dokumen tersebut menjelaskan konsep, dasar hukum, objek penelitian, tingkat-tingkat lafaz dalam Jarh wa Ta'dil, serta ketentuan hukum yang berlaku untuk hadis-hadis yang direkomendasikan oleh para perawi setelah dilakukan Jarh wa Ta'dil.
1. Ilmu Jarh Wa Ta’dil
Ditulis kembali Oleh :
Hamba Allah
2. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa-
mahasiswi mampu :
Menguasai, Menjelaskan dan Menganalisis
Konsep Imu Jarh wa Ta’dil, Dasar Hukum,
Obyek Pentajrihan, Lafadz yang digunakan,
Teori yang digunakan bila terjadi Ta’arudl
Baina Tajrih wa Ta’dil dan Kitab-kitab Mu’tabar
dalam Ilmu Jarh Wa Ta’dil
3. Indikator
Pada akhir perkuliahan ini mahasiswa-
mahasiswi diharapkan mampu :
1. menjelaskan Konsep Dasar Jarh Wa Ta’dil
2. menjelaskan Dasar Hukum Jarh Wa Ta’dil
3. menjelaskan Obyek Pentajrihan Perawi
4. menjelaskan Lafadz Jarh Wa Ta’dil
5. Menjelaskan Ta’arudl Baina Tajrih-Ta’dil
4. 1. Konsep Jarh wa Ta’dil
2. Dasar Hukum Jarh wa Ta’dil
3. Obyek Pentajrihan Perawi
4. Lafadz dan Peringkat Jarh wa Ta’dil
5. Ta’arudl Penilaian Ta’dil vs Tajrih
Materi Pokok
6. Jarh : Proses yang dilakukan oleh seorang
kritikus hadis di dalam meneliti dan mengkaji
nilai kualitas intelektual dan kelurusan moral
seorang perawi dengan cara Membuka ‘Aib
dan Kejelekan serta kekurangan yang terdapat
padanya. Keaiban dan Kecacatan yang nampak
pada diri seseorang berakibat pada ditolaknya
hadis yang disampaikan olehnya
7. Ta’dil adalah pemberian pujian baik oleh
seorang atau beberapa kritikus hadis yang
ditujukan pada seorang penyampai hadis,
sehingga hadis yang diriwayatkan oleh orang
yang dita’dil bisa dijadikan sebagai hadis shohih
8. Kriteria Ulama Ahli Kritik
al Mutasadidun, yakni suatu kelompok ulama yang
amat ketat dalam meneliti dan teguh memegang
prinsip-prinsip verifikasi jarh wa ta’dil
al Mutawasithun, yakni kelompok yang agak
moderat, tidak kaku dan longgar di dalam
menggunakan persyaratan hadis-hadis shahih
al Mutasahilun, yaitu suatu kelompok ulama yang
agak longgar di dalam menerapkan prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan syarat-syarat penerimaan
hadis shahih
9. Persyaratan Ahli Kritik Perawi
1. Harus memiliki keahlian dalam Ulumul Hadis
2. Harus tahu hal-hal yang mencacatkan Rawi
3. Memiliki pengetahuan yang luas dalam Qaidah
dan Ushul al Hadis
4. Memiliki Integritas Keilmuan dan Ketaqwaan
5. Mencukupkan diri dalam mengkritik Perawi
6. Harus melakukan Rihlah dan penelitian Rawi
7. Memiliki reputasi yang luas dalam bidang
Ilmu Jarh Wa Ta’dil
8. Menjauhi sikap Ta’ashub (Fanatik Mazhab)
10. DASAR HUKUM
• Surat al Hujurat ayat 6 berikut ini :
•يأيهاتصي أن فتبينوا بنباء فاسق جاءكم إن امنوا الذينقوما بوا
نادمين فعلتم ما على فتصبحوا بجهالة(الحجرات:6)
• artinya ;”Hai orang-orang yang beriman jika
datang kepadamu orang fasiq membawa suatu
berita maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu (al Hujurat :6).
11. •
•فرج رجلين يكونا لم فإن رجالكم من شهيدين واستشهدوال
ترضون ممن وامراتانمنفتذكر إهداهما تضل أن الشهداء
األخرى إحداهما(البقرة:282)
• artinya :”Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu) jika
tidak ada dua orang lelaki maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridlai supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya ( Q.S al Baqarah
:282).
12. Obyek / Ruang Lingkup Jarh Ta’dil
Bid’ah.
Pelaku bid’ah dikategorikan dalam dua hal : yang
berakibat pada Kekafiran dan Kefasikan. Ada
yang melakukan bid’ah untuk amalannya sendiri
dan ada pula yang dia sebarkan kepada orang
lain.
13. Mukhalafah
Mukhalafah
Maksudnya adalah Seorang perawi yang
meriwayatkan sebuah hadis dan apa yang
diriwayatkannya itu bertentangan dengan
mayoritas umum periwayatan perawi yang lebih
Tsiqah darinya. Ada dua kemungkinan hadisya
menjadi Hadis Syadz atau menjadi Hadis
Matruk.
14. Ghalat
Ghalath
Maksudnya Kualitas hafalan seorang perawi
yang tidak pasti kevalidannya. Kadang sering
mengalami kekeliruan dalam hafalan dan
kadangkala hanya sedikit saja kesalahan
hafalannya. Ada kekeliruan hafalan yag bisa
merusak ma’na al- Hadis ada juga kekeliruan
periwayatan tapi tidak sampai merusak ma’na al
Hadis
15. Jahalatul Hal
Jahalatul Hal
Maksudnya adalah Ketidakjelasan Identitas atau
Keadaan si Perawi, baik menyangkut keserupaan
nama, ketidakjelasan nama, penggunaan laqab
dan kuniyah yang tidak pada tempatnya atau
karena adanya kesulitan memastikan identitas si
Perawi
16. Da’wa al ‘Inqitha’
Da’wa al ‘Inqitha’
Maksudnya adalah sebuah periwayatan hadis
yang diduga dalam hadis tersebut terdapat
keterputusan sanad atau ketidaksambungan
antar perawinya. Baik bisa dipastikan
keterputusan sanad karena sudah diketahui
identitas perawinya atau masih berupa dugaan
berdasarkan penggunaan Lafadz dalam proses
Tahammulu Wa ‘Ada’ul Hadisnya
17. Tingkatan Lafadh Ta’dil
Tingkatan Pertama ialah ta’dil dengan
menggunakan ‘ibarah atau ungkapan yang
menunjukkan Mubalaghah dalam menta’dil
dengan menggunakan sighat Af’al at Tafdlil dan
sebangsanya
اوثق فالنالناس
اثبت فالنالناس
الثقة في المنتهى إليه
18. Tingkatan Kedua, cirinya perawi diberi gelar
dengan kalimah yang bermakna Adil dan Dhabit
akan tetapi tidak menggunakan sighat Af’al at
Tafdlil. Sighat yang digunakan adalah pemberian
sifat adil dan dhabit dengan disertai adanya
Taukid baik Taukid Lafdhiy maupun Taukid
Ma’nawiy.
ثقة فالنثقة
ثقةضابط
حجة حافظ ثقة
19. Tingkatan Ketiga ini mengindikasikan adanya
sifat kecerdasan akal berupa kuat dan kokohnya
hafalan seorang perawi akan tetapi tidak
tergambar pada lafaz tersebut adanya sifat adil
yang harus terdapat pada seorang perawi
Tsiqah.
فالنضابط
فالنحافظ
متقن فالن
20. Tingkatan Keempat adalah Lafaz-lafaz yang
menggunakan sighat dan memberi pengertian
seorang perawi tersebut adalah Adil, akan tetapi
tidak mengindikasikan adanya sifat
dlabit/cerdas pada diri sang perawi tersebut.
فالنصدوق
فالنمأمون
بأس ال فالنبه
بأس به ليس فالن
21. Tingkatan Kelima adalah Lafaz ta’dil dengan
yang memberi pengertian bahwa Perawinya
adalah seorang yang adil akan tetapi tidak
dhabit. Maksudnya adalah seorang perawi yang
dari segi moral berkualitas baik akan tetapi dari
segi kecerdasan intelektual kurang memadai.
محله فالنالصدق
رووا فالنعنه
فالنوسط
الحديث جيد فالن
22. Martabat Keenam ini adalah ta’dil dengan
menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian perawi adalah seorang yang Adil
akan tetapi kualitas keadilannya tidak
meyakinkan. Artinya Keadilanya tidak sampai
pada derajat yang menjadikannya sebagai
seorang perawi yang bisa diterima hadisnya.
صدوق فالنإنشأهللا
البأس أن ارجوابه
صويلح
مقبول
23. KETENTUAN HUKUM
Kesimpulan :
Perawi yang di Ta’dil dengan lafaz yang berada di
peringkat 1 - 4 hadisnya Diterima sebagai hadis
shahih / hasan.
Akan tetapi bagi perawi yang di ta’dil dengan lafaz
pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk langsung
diterima juga tidak langsung ditolak, akan tetapi
harus dilakukan penelitian lebih lanjut melalui
metode al I’tibar ( Hadis Syawahid dan Hadis
Mutabi’ )
24. Tingkatan Lafadh Tajrih
Tingkatan Pertama dari lafaz tajrih dengan
menggunakan ibarah yang menunjukkan
Mubalaghah dalam mentajrih yaitu dengan
menggunakan sighat Af’al at Tafdlil dan
sebangsanya.
اكذب فالنالناس
اوضع فالنالناس
الوضع في المنتهى إليه
25. Tingkatan Kedua adalah lafaz tajrih dengan
menggunakan ibarah yang menunjukkan
mubalaghah juga akan tetapi dengan
menggunakan lafaz-lafaz di bawah lafaz-lafaz
tingkat pertama.
هوكذاب
هووضاع
دجال هو
26. Tingkatan Ketiga ini adalah lafaz-lafaz tajrih
dengan menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian perawi adalah seorang yang
tertuduh dusta atau memalsukan hadis, seorang
yang diabaikan hadisnya atau yang ditinggalkan
hadisnya.
متهم فالنبالكذب
با متهم فالنللوضع
الحديث متروك فالن
27. Tingkatan Keempat ini adalah tajrih dengan
menggunakan lafaz-lafaz yang memberi
pengertian bahwa perawi bahwa perawi adalah
seorang yang sangat lemah kualitasnya sehingga
ulama melakukan penolakan terhadap hadisnya.
القوا فالنحديثه
مطروخ فالنالحديث
حديثه ردوا فالن
28. Tingkatan Kelima ini adalah lafaz-lafaz
yang oleh para ulama dipandang sebagai
hadis yang berkualitas rendah dan kacau
hafalannya dan sebagainya.
يحتج ال فالنبه
فالنواه
الحديث منكر فالن
29. Tingkatan Keenam adalah Tingkatan atau
martabah yang lafaz-lafaz nya dipandang
sebagai hadis yang berkualitas rendah atau dhaif
tanpa menyebutkan letak atau sebab kedhaifan
hadis tersebut.
فيه فالنضعيف
حديثه في فالنضعف
يعرف و ينكر فالن
30. KETENTUAN HUKUM
Kesimpulan :
Perawi yang di Tajrih dengan lafaz yang berada
di peringkat 1 - 4 hadisnya langsung Ditolak
sebagai hadis.
Sedangkan bagi perawi yang di tajrih dengan
lafaz pada peringkat ke 5-6 hadisnya tdk
langsung ditolak, akan tetapi harus dilakukan
penelitian lebih lanjut melalui metode al I’tibar
( Hadis Syawahid dan Hadis Mutabi’ )
31. TA’ARUDL PENILAIAN
Jika terjadi penilaian yang berbeda
dalam menilai Kecacatan dan
Keadilan perawi, maka penilaian
manakah yang lebih didahulukan?
32. Bila ada seorang kritikus menilai
tercela (jarh) terhadap kualitas pribadi
seorang perawi tertentu, sementara
itu pada saat yang sama sang perawi
justru di puji (ta’dil) oleh kritikus yang
lainnya , maka yang dianggap benar
adalah kritikan yang berupa celaan
(jarh)
33. maksudnya adalah jika terdapat seorang kritikus
hadis menilai jarh atau mencela kualitas seorang
perawi sementara oleh ahli kritik yang lainnya
sang perawi justru dipuji atau dita’dil, maka yang
dianggap benar adalah pendapat yang memuji
atau menta’dil sang perawi, sehingga dengan
demikian hadis orang yang diperselisihkan
kualitas perawi sanadnya maka yang dianggap
valid adalah penilaian yang bersifat memuji
34. Bila terjadi perbedaan pendapat dalam
mengkritik dan memuji seorang
perawi, maka yang dimenangkan
adalah penilaian yang berisi pujian
kecuali jika kritikan itu disertai
penjelasan yang terperinci tentang
alasan-alasan kritikan tersebut
35. Jika Ulama Pengkritik yang mengemukakan
ketercelaan perawi itu adalah termasuk orang
yang dla’if, maka kritikannya terhadap orang
yang Tsiqah tidak dapat diterima.
Tidak mungkin orang yang lemah kualitas
keadilannya dianggap kredibel menilai perawi
yang kualitas keadilannya lebih baik.
36. Kritikan atau Penilaian negatif pada seorang
perawi yang belum jelas identitasnya akan
ditolak kecuali sudah bisa dipastikan bahwa
perawi yang dinilai itu tidak salah sasaran.
Sebab perawi seringkali dikenal tidak
berdasarkan namanya sendiri melainkan
berdasarkan nama Laqab, Kuniyah atau sebutan
yang populer baginya
37. • maksudnya adalah penilaian yang bersifat ketercelaan
terhadap seorang perawi jika itu adalah disebabkan oleh
adanya bentuk permusuhan dan pertikaian yang terjadi
diantara kedua perawi dan ahli kritik tersebut, maka
penilaian itu tidak bisa diperhitungkan sebagai kritik yang
valid.
• Dengan alasan bahwa hasil kritikan yang demikian ini
pastilah tidak didasarkan pada suatu kejujuran ilmiah dari
para pengkritiknya. Kebencian dan permusuhan yang
meliputi suasana hati sang pengkritik dan sang perawi tidak
akan bisa memunculkan suatu penilain yang bersifat
obyektif dan penuh raa tanggungjawab baik tanggungjawab
secara ilmiah amaupun yang bersifat keagamaan.