1. MAKALAH STRES DAN KESELAMATAN KERJA
MATA KULIAH : Psikologi Industri dan Organisasi
DI SUSUN OLEH :
Irfan Khoirul Huda 46113310028
FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA
2. Lingkungan kerja yang berbahaya memiliki potensi mengancam keselamatan
fisik karyawan maupun mengancam kesehatan karyawanan. Potensi ancaman
terhadap keselamatan dan kesehatan karyawan mendorong pemerintah turun
tangan mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Keselamatan kerja sangat mempengaruhi rasa kenyamanan, dan
mempengaruhi produktivitas karyawan tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan
kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan
nyaman Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan
kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku
pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja
seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang
tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita
kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan
dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta
bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. K3 merupakan upaya
menjammin keselamatan dan kesehatan karyawan dalam bekerja. Sasaran K3
adalah sebagai berikut :
3. 1. Melindungi para pekerja dan orang lainnya di tempat kerja ( formal maupun
informal )
2. Manjamin setiap sumber produksi di pakai secara aman dan efisien
3. Menjamin proses produksi berjalan lancar
B. Peraturan Perundang undangan tentang K3
UU yang berkaitan langsung dengan keselamtan dan kesehatan kerja antara lain
sebagai berikut :
1. UUD 1945 pasal 27 ayat 2 berbunyi bahwa setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
2. UU no. 13 tahun 2003 tentang ke tenaga kerjaan mengatur tentang
keselamatan dan kesehatan kerja pada pasal 86 yaitu : pekerja / buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja dan pasal 87 yaitu setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan.
3. UU no. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
C. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja
atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142). Kecelakaan kerja ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang
dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja. Bahaya kerja ini
bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya. Jika
kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya nyata. Lalu Husni secara
lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
1. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang
industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.
4. 2. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari
besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan
kecelakaan kerja.
3. Faktor sumber bahaya, meliputi:
Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang
teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta
pekerjaan yang membahayakan.
4. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi,
pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa kerugian.
Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya perawatan dan
pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja, serta
menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non ekonomis
adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera dan cacat
fisik.
Berikut beberapa akibat dari kecelakaan kerja yang sering di sebut dengan 5K
seperti berikut :
1. Kerusakan
2. Kekacauan organisasi
3. Keluhan dan kesedihan
4. Kelainan dan cacat
5. Kematian
D. Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi
resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha membentuk
Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun program
keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas panitia tersebut
adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat pelindung diri dan
lingkungan kerja.
5. 1. Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah
timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di
dalamnya. Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang ditimbulkan oleh orang-
orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang dipergunakan untuk
lalu lalang juga harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau kuning
dan tidak boleh dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak
pada tempatnya.
2. Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat
yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang bersangkutan
mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan
sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan
3. Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar.
Pakaian yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan
penyesuaian diri dengan mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang
terlalu sempit juga akan sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak
yang terlalu tinggi juga akan beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai
cincin di dekat mesin yang bermagnet juga sebaiknya dihindari.
4. Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung
tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau
mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang
enggan memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru
mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak
menyediakan alat pelindung diri tersebut.
5. Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara yang
baik dalam suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja.
Kadar udara tidak boleh terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi dan AC
juga harus diperhatikan termasuk sirkulasi pegawai dan banyaknya pegawai
dalam suatu ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan,
tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan peredam suara. Pencahayaan
disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang kerja disesuaikan dengan
macam dan sifat pekerjaan.
6. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang dapat di lakukan guna menghindari
kecelakan kerja yang terjadi di dalam lingkungan tempat kerja :
1. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki
standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,
konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
2. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat
dipatuhi.
3. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang
berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah
tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan
letakkan di tempat yang aman.
4. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang
kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.
5. Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam
asuransi.
E. Bahaya
Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi untuk mencelakakan
kepada manusia atau sakit penyakit. Bahaya berupa bahan-bahan, bagian bagian
mesin, bentuk energi, metode kerja dan lain lain. Sedangkan sumber bahaya antara lain
manusia, peralatan, lingkungan kerja dan lain lain.
Berikut ini adalah jenis jenis potensi bahaya :
a. Bahaya fisik
b. Bahaya kimia
c. Bahaya elektrik
d. Bahaya mekanis
e. Bahaya biologis
f. Bahaya ergonomik
g. Bahaya Psikologis
7. F. Insiden
Insiden adalah kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang menyebabkan
kecelakaan atau sakit penyakit terlepas dari seberapa parahnay dampak kecelakaan
tersebut seperti hampir melukai, terluka atau mengakibatkan kematian.
G. Job Safety Analysis (JSA)
Job safety analysis yaitu analisis pekerjaan yang dilakukan sebelum pekerjaan di mulai
berkaitan dengan bahaya yan terkandung dalam pekerjaan. Tujuan JSA adalah
menemukan potensi bahaya pada setiap tahapan rangkaian proses pekerjaan dan
berusaha untuk menghilangkannya. Langkah langkah dalam melakukan JSA adalah
sebagai berikut :
a. Menguraikan aktivitas pekerjaan menjadi tugas tugas atau uraian tahapan
pekerjaan beserta alat yang di gunakan.
b. Mengidentifikasikan potensi bahaya yang mungkin ada, dampak yang di
akibatkan serta kemungkinan atau frekuensi insiden yang ernah terjadi.
c. Menenetapkan tindakan untuk mengendalikan bahaya atau menhilangkannya
sama sekali.
H. Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya
di tempat kerja. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/ buruh di tempat kerja
sesuai dengan standar nasional Indonesia.
1. Pengertian Stres
a. Pengertian Stres Menurut para Ahli
Gibson et al (dalam Yulianti, 2000:9) mengemukakan bahwa stress kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
8. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi
antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidaksekedar
sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara
kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan Hngkungan, situasi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Baron & Greenberg, mendefinisikan stres sebagai reaksi reaksi emosional dan
psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak
bias mengatasinya. Aamodt memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan
karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa
yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis..
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
b. Pengertian stres secara khusus
stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan
fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak
terkontrol.
c. Pengertian Stressor
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor.
Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu :
1) Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain.
9. 2) Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh
cinta dan lain-lain.
3) Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain. Stres
dapat mengenai semua orang dan semua usia
2. Gejala Penyebab Stres dari Aspek Perilaku yaitu:
1) Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cendcrung muncul pada para
karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan
sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan
keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja
adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti
orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak
memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan
cenderung lebih mudah terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan
social yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
2) Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di
kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka
tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya.
Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan
keputusan yang menyangkut dirinya.
3) Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa
dimulai dart yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak
kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan
senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering
menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis
dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita. Stres akibat
pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya
10. wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-
undang yang melindungmya
3. Gejala Penyebab Stres dari Aspek Psikis
1) Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan
semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin.
Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus
udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja,
sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky
dalam Margiati 1999:73).
2) Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan
ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang
pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan),
perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa.
3) sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja
atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya
sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang
pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
4) Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung
mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Bcbcrapa ciri kepribadian tipe A ini adalah
sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi
pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap
hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam
situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan
selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab,
di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain
perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung
11. 4. Gejala Stres dari Aspek Kecemasan yaitu:
1) Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman
pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal
sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah
(pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling tinggi
terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah
disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
2) Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian,
perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati,
1999:73).
5. Gejala Penyebab Stres dari Aspek Ketegangan yaitu:
1) Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi
penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak.
2) Sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang
tersedia bagi karyawan.
3) Supervisor yang kurang pandai. Scorang karyawan dalam menjalankan tugas
sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan
kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia
akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.
4) Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai
kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang dibebankan
kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pcngalaman, dan waktu yang
dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu
yang lerbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat
waktu yang ditetapkan atasan.
5) Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak
dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa
12. diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan
harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.
6) Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu
mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope
dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi
kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
7) Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para
karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang
digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).
8) Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa
disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah
terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf,
ketidakpuasan gaji yang diterima.
9) Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal terscbul tidak umum. Situasi
ini bisatimbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di
lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan
status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
10) Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang
tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender, konflik peran ini
kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur.
Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan
berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi
dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative.
6. Faktor lain Penyebab Stres menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 -
401)yaitu:
a) Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan
fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-
13. faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan
bahaya.
b) Peran Individu dalam Organisasi Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan
perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya
yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang
diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk
memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran,
yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran
(role ambiguity).
c) Pengembangan Karir. Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
· Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
· Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
· Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut
karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
d) Hubungan dalam Pekerjaan.
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang
rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi.
Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang
mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan
psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi
kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam
Munandar, 2001:395).
7. Struktur dan iklim Organisasi.
Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga
kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau
partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan
14. perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan
produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
8. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan.
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang
yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu
organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis
kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang
bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya
dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres
dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
9. Stres kerja Dalam Perusahaan
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan
bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah
menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja.
Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak
tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka
harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan
berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi
mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami
tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja
15. DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Wibowo, SE.,M.Phil. 2007.Manajeman Kinerja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Aprinto, Brian, Arisandy Fonny. Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia, Jakarta:
PPM Management.
Husni, Lalu. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
rathus, spencer A. Psychology concepts & connections brief version. 9th edition. New
York: Wadsworth Cengage Learning.
Quick, J. C. & Quick, J. D. (1984). Organizational Stress And Preventive Management.
USA: McGraw-Hill, Inc Beehr, T. A. (1978). Psychologycal Stress In The Workplace. Landon:
Rotledge.