SlideShare a Scribd company logo
1 of 127
Download to read offline
Analisis Fourier dan Wavelet 1 
Catatan Kuliah 
Analisis Fourier dan Wavelet 
Oleh 
Hendra Gunawan 
KK Analisis & Geometri 
FMIPA-ITB 
Bandung, Maret 2001 
[Edisi Revisi II: Mei 2014] 
1
2 Hendra Gunawan 
Daftar Isi 
Kata Pengantar 4 
0 Pendahuluan 7 
0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 7 
0.2 Ruang Hilbert 9 
0.3 Ukuran Lebesgue di R 11 
1 Mengapa Deret Fourier 13 
1.1 Persamaan panas untuk kawat lurus 13 
1.2 Persamaan panas untuk kawat melingkar 15 
1.3 Soal latihan 16 
2 Deret Fourier 19 
2.1 Deret Fourier dari fungsi periodik 19 
2.2 Contoh dan Ketaksamaan Bessel 21 
2.3 Soal latihan 24 
3 Kekonvergenan Deret Fourier 25 
3.1 Jumlah parsial dan intuisi melalui kernel Dirichlet 25 
3.2 Kekonvergenan titik demi titik dan seragam 27 
3.3 Soal latihan 29 
4 Deret Fourier pada Interval Sembarang dan Aplikasinya 31 
4.1 Deret Fourier pada interval sembarang 31 
4.2 Contoh aplikasi 34 
4.3 Soal latihan 36 
5 Beberapa Catatan Mengenai Deret Fourier 37 
5.1 Turunan dan integral deret Fourier 37 
5.2 Deret Fourier sebagai transformasi 38 
2
Analisis Fourier dan Wavelet 3 
5.3 Perbandingan dengan deret Taylor 38 
5.4 Fenomena Gibbs 39 
5.5 Soal latihan 40 
6 Himpunan Fungsi Ortogonal 41 
6.1 Himpunan fungsi ortogonal 41 
6.2 Ruang PC(a; b) sebagai ruang hasilkali dalam 42 
6.3 Kekonvergenan di ruang PC(a; b) 44 
6.4 Soal latihan 45 
7 Ruang L2(a; b) 46 
7.1 Topologi di L2(a; b) 46 
7.2 Ketaksamaan Bessel 48 
7.3 Basis ortonormal di L2(a; b) 49 
7.4 Soal latihan 50 
8 Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik 
di L2(a; b) 51 
8.1 Deret Fourier yang diperumum 51 
8.2 Hampiran terbaik di L2(a; b) 52 
8.3 Masalah Sturm-Liouville reguler 53 
8.4 Soal latihan 56 
9 Polinom Legendre, Basis Haar, dan Basis Walsh 57 
9.1 Himpunan polinom ortogonal 57 
9.2 Polinom Legendre 58 
9.3 Basis Haar dan Basis Walsh 59 
9.4 Soal latihan 62 
10 Transformasi Fourier 63 
10.1 Motivasi 63 
10.2 Ruang L1(R) dan L2(R) 64 
10.3 Transformasi Fourier 66 
10.4 Soal latihan 68 
11 Konvolusi 69 
3
4 Hendra Gunawan 
11.1 Konvolusi dan sifat-sifat dasarnya 69 
11.2 Identitas hampiran 71 
11.3 Fungsi Gauss dan Teorema Aproksimasi Weierstrass 73 
11.4 Soal latihan 75 
12 Teorema Inversi Fourier 76 
12.1 Teorema Inversi Fourier 76 
12.2 Transformasi Fourier di L2 78 
12.3 Soal latihan 80 
13 Aplikasi Transformasi Fourier 81 
13.1 Aplikasi pada persamaan panas 81 
13.2 Persamaan Laplace pada setengah bidang 83 
13.3 Teorema Sampling Shannon 84 
13.4 Ketaksamaan Heisenberg 85 
13.5 Soal latihan 87 
14 Transformasi Fourier dan Masalah Sturm-Lioville 88 
14.1 Masalah Sturm-Liouville 88 
14.2 Transformsi cosinus Fourier dan transformasi sinus Fourier 90 
14.3 Aplikasi pada persamaan panas 91 
14.4 Soal latihan 92 
15 Wavelet 93 
15.1 Menengok kembali basis Haar 93 
15.2 Wavelet ortonormal 94 
15.3 Basis yang dibangun oleh sebuah fungsi 97 
15.4 Soal latihan 98 
16 Analisis Multi-Resolusi 99 
16.1 Analisis Multi-Resolusi 99 
16.2 Konstruksi wavelet 101 
16.3 Wavelet bertumpuan kompak dan kemulusannya 102 
16.4 Teorema sampling 104 
16.5 Soal latihan 105 
4
Analisis Fourier dan Wavelet 5 
17 Transformasi Wavelet Kontinu 107 
17.1 Transformasi wavelet kontinu dan kesamaan resolusi 107 
17.2 Diskritisasi dan frame 110 
17.3 Syarat perlu dan syarat cukup untuk membentuk frame 113 
17.4 Soal latihan 114 
18 Lebih jauh tentang `Frame' 116 
18.1 Operator frame 116 
18.2 Frame dual 117 
18.3 Skema rekonstruksi 118 
18.4 Soal latihan 121 
19 Penutup 122 
19.1 Pemrosesan signal 1D 122 
19.2 Pemrosesan citra 2D 124 
Daftar Pustaka 126 
5
6 Hendra Gunawan 
Kata Pengantar (untuk Edisi Revisi I) 
Catatan kuliah ini merupakan pengembangan materi kuliah Analisis Fourier dan 
Wavelet yang pernah penulis ajarkan kepada mahasiswa S2 Matematika ITB pada tahun 
1997/1998. Sebagian materi, terutama bagian awal, pernah pula dicobakan dalam ku-liah 
Pengantar Analisis Fourier untuk mahasiswa S1 Matematika ITB pada tahun 1999 
dan 2000. Beberapa bagian diantaranya merupakan tambahan, yang penulis anggap 
berguna bagi pembaca yang belum pernah mengambil kedua matakuliah yang dise-butkan 
di atas. Untuk mengukur pemahaman pembaca terhadap materi yang dibahas, 
tiap bab diakhiri dengan sejumlah soal latihan. 
Penyusunan catatan kuliah ini dimulai di Bandung dan dilanjutkan serta diperbaiki 
di Sydney ketika penulis berkunjung ke School of Mathematics, Univerisity of New South 
Wales di Sydney pada tahun 2000/2001 sebagai Merdeka Fellow 2000. Sebagai upaya 
perbaikan, edisi revisi pertama diterbitkan pada tahun 2006. 
Menyadari bahwa catatan kuliah ini masih jauh dari sempurna, penulis dengan 
senang hati akan menerima segala masukan atau usulan perbaikan dari para pembaca 
sekalian. Masukan atau usulan perbaikan, bila ada, dapat disampaikan langsung atau 
via e-mail ke hgunawan@math.itb.ac.id. 
H.G., Januari 2006 
Catatan tambahan (untuk Edisi Revisi II): Pada awal tahun 2014, ketika penulis 
memberikan kuliah Analisis Fourier lagi, revisi besar-besaran dilakukan dan sebagai 
hasilnya edisi revisi kedua ini diterbitkan pada bulan Mei 2014. 
6
Analisis Fourier dan Wavelet 7 
0. Pendahuluan 
Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik untuk menganalisis sebuah fungsi 
dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya 
telah kita kenal dengan baik, seperti fungsi polinom atau fungsi trigonometri). Analisis 
Fourier merupakan alat yang ampuh untuk memecahkan berbagai masalah, khususnya 
masalah yang berbentuk persamaan diferensial parsial yang muncul dalam sains dan 
ilmu rekayasa, dan tentunya untuk menganalisis signal seperti signal suara dan citra. 
Materi kuliah terbagi atas dua bagian. Bagian pertama akan meliputi deret dan 
transformasi Fourier serta penggunaannya, yang merupakan materi klasik, sebagaimana 
dibahas dalam buku Fourier Analysis and Its Applications" karangan G.B. Folland 
(Wadsworth, 1992). Sementara itu pada bagian kedua kita akan berkenalan dengan 
wavelet, materi yang relatif baru dan sedang `in' dewasa ini. Bagian kedua akan meny-inggung 
pula dasar-dasar pemrosesan signal dan penggunaan wavelet dalam bidang 
tersebut. 
Untuk memahami materi kuliah ini, Anda diasumsikan telah mengambil mataku-liah 
Analisis Real (yang membahas konsep himpunan, bilangan real, fungsi, barisan, 
turunan, dan integral Riemann) dan Aljabar Linear Elementer (yang membahas ruang 
vektor, hasilkali skalar, dan lain-lain). Akan lebih menguntungkan bila Anda telah pula 
mengambil matakuliah Fungsi Kompleks, namun ini bukan suatu keharusan. 
0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 
Sebelum kita masuk ke materi kuliah, ada baiknya kita sepakati terlebih dahulu 
sejumlah notasi dan istilah yang akan kita pakai berulang-ulang. 
Himpunan semua bilangan asli f1; 2; 3 : : :g dinyatakan sebagai N, sementara him-punan 
semua bilangan bulat f: : : ;2;1; 0; 1; 2; : : :g dituliskan sebagai Z. Himpunan 
7
8 Hendra Gunawan 
semua bilangan real dinyatakan sebagai R, sementara himpunan semua bilangan kom-pleks 
dituliskan sebagai C. Notasi berikut menyatakan interval di R: 
[a; b] := fx 2 R : a  x  bg; (a; b) := fx 2 R : a  x  bg; 
[a; b) := fx 2 R : a  x  bg; (a; b] := fx 2 R : a  x  bg: 
Pada umumnya kita akan bekerja dengan fungsi dari R ke C, yakni fungsi yang 
terde
nisi di R (biasanya pada suatu interval di R) dan bernilai kompleks. Namun 
sesekali kita akan membahas pula fungsi peubah banyak yang terde
nisi di Rd (d 2 N) 
dan bernilai kompleks. Di sini Rd menyatakan himpunan semua titik x = (x1; : : : ; xd) 
dengan xj 2 R; j = 1; : : : ; d. 
Mengingat bahwa kita akan senantiasa berhadapan dengan fungsi yang bernilai 
kompleks, di bawah ini kita tinjau kembali sejumlah sifat dasar bilangan kompleks, 
yang mungkin telah Anda pelajari dalam kuliah Fungsi Kompleks. 
Bilangan kompleks dapat disajikan sebagai z = a+bi dengan a; b 2 R dan i adalah 
bilangan imajiner yang memenuhi i2 = 1. Dalam hal ini a disebut bagian real dari 
z, ditulis Re(z) := a; sementara b disebut bagian imajiner dari z, ditulis Im(z) := b. 
Penjumlahan dan perkalian dua buah bilangan kompleks dapat dilakukan seperti halnya 
terhadap dua buah bilangan real: 
(a + bi) + (c + di) := (a + c) + (b + d)i; 
(a + bi)(c + di) := (ac  bd) + (bc + ad)i: 
Himpunan semua bilangan kompleks C dapat dipandang sebagai bidang R2 (li-hat 
Gambar 0.1). Modulus bilangan kompleks z = a + bi, ditulis jzj, diberikan oleh 
jzj := 
p 
a2 + b2; yang menyatakan jarak Euclid dari z ke 0. Sebagaimana di R, kita 
mempunyai Ketaksamaan Segitiga di C: untuk setiap z1; z2 2 C berlaku 
jz1 + z2j  jz1j + jz2j: 
Diberikan bilangan kompleks z, kita mempunyai z, yang menyatakan konjugasi 
atau kawan dari z, yakni z := a  bi: Untuk setiap z 2 C, berlaku 
Re(z) = 
1 
2 
(z + z); Im(z) = 
1 
2 
(z  z); 
8
Analisis Fourier dan Wavelet 9 
jzj2 = zz; z real jhj z = z: 
(Catatan: Di sini `jhj' merupakan singkatan dari `jika dan hanya jika'.) 
Gambar 0.1: Bidang Kompleks 
Sebagai alternatif, bilangan kompleks sering pula dituliskan dalam bentuk polar: 
z := rei; 
dengan r = jzj dan  = arg(z) = sudut yang dibentuk vektor z dengan sumbu real 
positif. Kita mempunyai rumus Euler: 
ei = cos  + i sin : 
Sebagai contoh, untuk  = , kita mempunyai ei = 1, sebuah persamaan yang 
melibatkan empat bilangan penting yaitu 1; i; e, dan  serta tanda minus. 
Berbeda dari polinom real, setiap polinom kompleks senantiasa mempunyai akar, 
sebagaimana dijamin oleh teorema berikut: 
Teorema A (Teorema Dasar Ajabar). Misalkan P(z) := a0 + a1z +    + anzn dengan 
an6= 0 dan n 2 N. Maka, terdapat bilangan  2 C sedemikian sehingga P() = 0. 
9
10 Hendra Gunawan 
0.2 Ruang Hilbert 
Ruang Hilbert merupakan abstraksi alami dari R3, yang memiliki struktur linear 
vektor, hasilkali dalam, dan sifat kelengkapan. 
Misalkan H ruang vektor atas C. Pemetaan h; i : H  H ! C yang memenuhi 
(i) hx +
y; zi = hx; zi +
hy; zi 8 x; y; z 2 H; ;
2 C, 
(ii) hx; yi = hy; xi 8 x; y 2 H, 
(iii) hx; xi  0 8 x 2 H, 
(iv) hx; xi = 0 jhj x = 0, 
disebut hasilkali dalam pada H. Ruang vektor H atas C yang dilengkapi dengan hasil-kali 
dalam h; i disebut ruang hasilkali dalam. 
Pada ruang hasilkali dalam H dengan hasilkali dalam h; i, kita dapat mende
n-isikan 
norma 
kxk := hx; xi1=2; 
yang memenuhi keempat sifat berikut: 
(i) kxk  0 8 x 2 H, 
(ii) kxk = 0 jhj x = 0, 
(iii) kxk = jj kxk 8 x 2 H;  2 C, 
(iv) kx + yk  kxk + kyk 8 x; y 2 H (Ketaksamaan Segitiga). 
Selanjutnya, untuk setiap x; y 2 H, berlaku 
Ketaksamaan Cauchy-Schwarz: jhx; yij  kxk kyk; 
Hukum Jajarangenjang: kx + yk2 + kx  yk2 = 2(kxk2 + kyk2); 
Kesamaan Polarisasi: hx; yi = 1 
4 
 
kx + yk2  kx  yk2 + ikx + iyk2  ikx  iyk2 
 
. 
Pada ruang hasilkali dalam H yang telah dilengkapi dengan norma k  k kita dapat 
pula mende
nisikan metrik 
d(x; y) := kx  yk; 
yang memenuhi keempat sifat berikut: 
(i) d(x; y)  0 8 x; y 2 H, 
(ii) d(x; y) = 0 jhj x = y, 
10
Analisis Fourier dan Wavelet 11 
(iii) d(x; y) = d(y; x) 8 x; y 2 H, 
(iv) d(x; z)  d(x; y) + d(y; z) 8 x; y; z 2 H (Ketaksamaan Segitiga). 
Sebagai ruang metrik atau ruang bernorma, H dikatakan lengkap apabila setiap 
barisan Cauchy (xn) di H, yang memenuhi d(xm; xn) ! 0 (m; n ! 1), konvergen 
dalam norma ke suatu titik x 2 H, yakni d(xn; x) = kxn  xk ! 0 (n ! 1). Ruang 
bernorma yang lengkap disebut ruang Banach. Ruang hasilkali H disebut ruang Hilbert 
apabila ia, sebagai ruang bernorma, merupakan ruang Banach. Contoh klasik ruang 
Hilbert adalah Cd, himpunan semua titik (z1; : : : ; zd) dengan zj 2 C; j = 1; : : : ; d, 
Pyang dilengkapi dengan hasilkali dalam baku hz;wi := 
d 
j=1 zj  wj . 
Pembahasan tentang ruang Hilbert yang lebih mendalam dapat pula ditemui mis-alnya 
dalam buku An Introduction to Hilbert Space karangan N. Young (Cambridge 
Univ. Press, 1988). 
0.3 Ukuran Lebesgue di R 
Dalam Analisis Real, Anda telah mempelajari konsep integral Riemann. Dalam ku-liah 
ini kita akan bekerja dengan integral Lebesgue, yang merupakan suatu perumuman 
dari integral Riemann. Walaupun Anda tidak akan dituntut untuk memahami kon-sep 
integral Lebesgue secara mendalam, ada baiknya Anda berkenalan dengan konsep 
ukuran Lebesgue yang mendasarinya pada kesempatan ini. 
Panjang interval terbatas I  R yang mempunyai titik ujung a dan b dide
nisikan 
sebagai jIj := b  a. Panjang interval tak terbatas dide
nisikan sebagai 1. Sekarang 
misalkan A suatu himpunan di R. Keluarga terbilang interval fIjg dikatakan meliputi 
S 
A apabila A  
j Ij . Ukuran luar A kemudian dide
nisikan sebagai 
P 
m(A) := inff 
j jIj j : fIjg meliputi Ag: 
Jelas bahwa ukuran luar sebuah interval sama dengan panjangnya, yakni m(I) = jIj. 
Tidak tertutup kemungkinan terjadi m(A) = 1 untuk suatu A  R. Secara umum, 
m(A) 2 [0;1]. 
Himpunan A  R dikatakan terukur apabila untuk setiap   0 terdapat himpunan 
tertutup F  A dan himpunan terbuka G  A sedemikian sehingga m(G n F)  . 
11
12 Hendra Gunawan 
(Himpunan H dikatakan terbuka di R apabila untuk setiap x 2 H terdapat   0 
sedemikian sehingga (x  ; x + )  H; dan H dikatakan tertutup apabila R n H 
terbuka.) 
Tidak terlalu sukar untuk memeriksa bahwa jika A terukur, maka A0 juga terukur; 
jika A dan B terukur, maka A  B juga terukur; dan jika Ak terukur untuk setiap 
S 
k 2 N, maka 
k2N Ak juga terukur. Keluarga himpunan M = fA  R : A terukurg 
merupakan suatu aljabar-, yakni memenuhi: 
(i) A 2M) A0 2M, 
(ii) A;B 2M) A  B 2M, 
S 
(iii) Ak 2M; k 2 N ) 
k2N Ak 2M: 
Keluarga M memuat semua himpunan terbuka, himpunan tertutup, himpunan F 
(gabungan sejumlah terbilang himpunan tertutup), dan himpunan G (irisan sejumlah 
terbilang himpunan terbuka) di R. Fungsi m yang dibatasi pada M dikenal sebagai 
ukuran Lebesgue pada R, biasa dilambangkan dengan m. 
Himpunan A  R dikatakan berukuran nol apabila m(A) = 0. Himpunan beruku-ran 
nol jelas terukur, dengan m(A) = m(A) = 0. Setiap himpunan terbilang jelas 
merupakan himpunan berukuran nol. 
Suatu sifat atau pernyataan P pada R dikatakan berlaku hampir di mana-mana 
(h.d.m.) apabila P berlaku pada seluruh R kecuali pada suatu himpunan berukuran 
nol. Sebagai contoh, fungsi f : R ! R yang dide
nisikan oleh f(x) := 0 jika x irasional 
dan f(x) := 1 jika x rasional, dapat dikatakan sama dengan nol hampir di mana-mana. 
Himpunan berukuran nol mempunyai peran yang cukup penting dalam teori inte-gral. 
Misalnya kita mempunyai teorema berikut: 
Teorema B (Kriteria keterintegralan Riemann). Misalkan f : [a; b] ! R terbatas. 
Maka, f terintegralkan Riemann pada [a; b] jika dan hanya jika f kontinu pada [a; b] 
kecuali pada suatu himpunan berukuran nol. 
Dengan konsep ukuran Lebesgue, integral Riemann dapat diperumum menjadi in-tegral 
Lebesgue | namun kita tidak akan membahasnya di sini. Pada umumnya kita 
akan bekerja dengan fungsi yang kontinu hampir di mana-mana, dan dalam hal ini in-tegral 
Lebesgue dapat dianggap sebagai integral Riemann. Beberapa teorema, seperti 
12
Analisis Fourier dan Wavelet 13 
halnya teorema Fubini dan teorema Lebesgue tentang kekonvergenan barisan fungsi 
yang terdominasi, akan kita pakai begitu saja bilamana diperlukan. Bila pembaca ingin 
memahami konsep ukuran dan integral Lebesgue lebih jauh, silakan lihat buku Real 
Analysis karangan H.L. Royden (Prentice Hall, 1988), Real and Complex Analysis 
karangan W. Rudin (McGraw- Hill, 1986), atau buku lain yang membahas hal ini. 
13
14 Hendra Gunawan 
1. Mengapa Deret Fourier 
Di bawah ini diberikan dua contoh pemicu materi deret Fourier. Kedua contoh yang 
dipilih untuk dikemukakan di sini berkaitan dengan persamaan difusi atau persamaan 
panas untuk seutas kawat yang mengalami perubahan panas. 
1.1 Persamaan panas untuk kawat lurus 
Misalkan kita mempunyai seutas kawat yang panjangnya L dan penampangnya ber-bentuk 
lingkaran, terinsulasi pada permukaannya (sehingga suhu dapat keluar/masuk 
hanya melalui kedua ujungnya), dan suhu pada kedua ujungnya dipertahankan tetap 
sama dengan nol. 
|||||||||| 
0 L 
Gambar 1.1: Kawat [0;L] 
Bila kawat tersebut kemudian mengalami perubahan panas (katakan karena di-panasi), 
maka suhu pada kawat tersebut akan memenuhi persamaan panas atau per-samaan 
difusi 
ut = kuxx 
dengan syarat batas 
u(0; t) = u(L; t) = 0: 
Di sini u(x; t) menyatakan suhu kawat pada posisi x 2 [0;L] dan saat t  0, ut turunan 
parsial terhadap t, dan uxx turunan parsial kedua terhadap x; sementara k adalah 
konstanta difusi. 
14
Analisis Fourier dan Wavelet 15 
Dengan pemisahan peubah, kita misalkan u(x; t) = X(x)T(t). Maka, kita akan 
peroleh 
X(x)T0(t) = kX00(x)T(t) 
X(0) = X(L) = 0: 
Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan kX(x)T(t), kita dapatkan 
T0(t) 
kT(t) 
= 
X00(x) 
X(x) 
: 
Karena ruas kiri hanya bergantung pada t, sementara ruas kanan hanya bergantung 
pada k, maka kedua ruas mestilah sama dengan suatu konstanta A, sehingga kita peroleh 
T0(t) = AkT(t) (1) 
X00(x) = AX(x) (2): 
Solusi umum dari (1) adalah 
T(t) = C0eAkt; t  0; 
sementara solusi umum dari (2) adalah 
X(x) = C1 cos x + C2 sin x; 0  x  L: 
(Secara umum A merupakan konstanta kompleks;  = 
p 
A adalah bilangan kompleks 
yang memenuhi 2 + A = 0.) 
Persyaratan X(0) = 0 memaksa C1 = 0, dan X(L) = 0 memberikan C2 sin L = 0. 
Dengan menganggap C26= 0, kita peroleh sin L = 0 yang berarti bahwa L = n dan 
karenanya A =  
n 
L 
2 
, dengan n 2 Z. Namun kita di sini cukup mengambil n 2 N 
mengingat kasus n = 0 hanya menghasilkan solusi nol dan mengganti n dengan n 
sama saja dengan mengganti C2 dengan C2. Dengan demikian kita peroleh solusi 
L )2kt sin 
un(x; t) = e( n 
nx 
L 
; 0  x  L; t  0; 
untuk setiap n 2 N. Dengan mengambil kombinasi linearnya dan dengan proses limit, 
kita mempunyai solusi yang berbentuk deret 
u(x; t) = 
1X 
n=1 
L )2kt sin 
ane( n 
nx 
L 
; 0  x  L; t  0; 
15
16 Hendra Gunawan 
dengan an 2 R untuk setiap n 2 N. 
Misalkan, sebagai informasi tambahan, diketahui syarat awal u(x; 0) = f(x); x 2 
[0;L]. Solusi di atas akan memenuhi syarat ini jika dan hanya jika koe
sien an memenuhi 
f(x) = 
1X 
n=1 
an sin 
nx 
L 
; 0  x  L: 
Masalahnya kemudian adalah adakah an yang memenuhi persamaan ini dan, bila ada, 
bagaimana menentukannya. 
1.2 Persamaan panas untuk kawat melingkar 
Misalkan kawat tadi ditekuk sehingga membentuk lingkaran (dengan kedua ujung-nya 
bertemu) dan kita ingin mengetahui distribusi panas pada kawat bila kawat tersebut 
dipanasi. Di sini posisi setiap titik ditentukan oleh sudut  (yang diukur terhadap sumbu 
acuan) dan suhu di titik tersebut pada saat t adalah u(; t). 
Gambar 1.2: Kawat Melingkar 
Karena jarak linear pada lingkaran sebanding dengan jarak sudut (x = r, dengan 
r = jejari lingkaran), persamaan difusi ut = kuxx menjadi 
ut = k0u 
dengan k0 = k 
r2 . Dengan menuliskan u(; t) = ()T(t), kita peroleh (seperti sebelum-nya) 
T(t) = C0eAk0t; t  0; 
16
Analisis Fourier dan Wavelet 17 
() = C1 cos  
p 
A + C2 sin  
p 
A;  2 R; 
untuk suatu konstanta kompleks A. 
Sekarang kita tidak mempunyai persyaratan batas karena lingkaran tidak berujung. 
Namun, mengingat  dan  + 2n menyatakan sebuah titik yang sama, fungsi () 
mestilah periodik dengan periode 2: 
( + 2n) = () 8  2 [0; 2); n 2 Z: 
Syarat ini tidak `membunuh' C1 ataupun C2, tetapi memaksa 
p 
A = n 2 N [ f0g, 
sehingga pada akhirnya kita dapatkan solusi yang berbentuk 
u(; t) = 
1X 
(an cos n + bn sin n)en2k0t;  2 R; t  0: 
n=0 
Jika diketahui syarat awal u(; 0) = f(), maka kita peroleh 
f() = 
1X 
(an cos n + bn sin n);  2 R: 
n=0 
Masalahnya lagi-lagi adalah apakah f, yang merupakan fungsi periodik dengan periode 
2, dapat dinyatakan sebagai deret seperti di atas dan, bila dapat, bagaimana menen-tukan 
koe
sien an dan bn yang memenuhi persamaan tersebut. 
Deret trigonometri pada ruas kanan persamaan di atas kelak disebut sebagai deret 
Fourier, sementara bilangan-bilangan an dan bn (yang bergantung pada fungsi f yang 
diberikan) disebut sebagai koe
sien Fourier. Tanda  =  pada persamaan tersebut 
berarti bahwa deret pada ruas kanan konvergen ke nilai fungsi f di titik . Secara 
umum, kekonvergenan ini hanya berlaku hampir di mana-mana, tidak `titik demi titik'. 
1.3 Soal latihan 
1. Tinjau persamaan gelombang utt = c2uxx untuk seutas kawat yang panjangnya L, 
dengan syarat batas 
u(0; t) = u(L; t) = 0 
dan syarat awal 
u(x; 0) = f(x) dan ut(x; 0) = g(x): 
17
18 Hendra Gunawan 
Dengan pemisahan peubah, peroleh solusi berupa deret 
u(x; t) = 
1X 
n=1 
sin 
nx 
L 
 
an cos 
nct 
L 
+ bn sin 
nct 
L 
 
; 0  x  L; t  0; 
dengan an memenuhi 
f(x) = 
1X 
n=1 
an sin 
nx 
L 
; 0  x  L; 
dan bn memenuhi 
g(x) = 
1X 
n=1 
nc 
L 
bn sin 
nx 
L 
; 0  x  L: 
18
Analisis Fourier dan Wavelet 19 
2. Deret Fourier 
Pada bab ini kita akan membahas deret Fourier dari fungsi periodik. Pendekatan 
yang dipilih dalam diktat ini sama dengan pendekatan dalam buku Fourier Analysis 
and Its Applications karangan G.B. Folland (Wadsworth, 1992). 
Untuk kemudahan kita akan lebih banyak bekerja dengan fungsi eksponensial kom-pleks 
ei daripada fungsi trigonometri cos  dan sin . Ingat bahwa fungsi-fungsi ini 
terkait oleh rumus 
ei = cos  + i sin ; 
cos  = 
1 
2 
(ei + ei) dan sin  = 
1 
2i 
(ei  ei): 
Kelebihan fungsi cosinus dan sinus adalah bahwa mereka bernilai real dan mempunyai 
sifat simetri, sementara kelebihan fungsi eksponensial adalah rumus turunan (ei)0 = 
iei dan rumus jumlah ei(+) = eiei yang relatif lebih sederhana. 
2.1 Deret Fourier dari fungsi periodik 
Misalkan f() adalah sebuah fungsi bernilai kompleks yang terde
nisi pada R se-demikian 
sehingga 
f( + 2) = f() 8  2 R; 
yakni f periodik dengan periode 2. Asumsikan pula bahwa f terintegralkan Riemann 
pada sebarang interval terbatas (ini dipenuhi bila, misalnya, f terbatas dan kontinu 
kecuali di sejumlah terhingga titik pada sembarang interval terbatas). 
Kita ingin mengetahui kapankah f dapat diuraikan sebagai deret 
f() = 
1 
2 
a0 + 
1X 
(an cos n + bn sin n): 
n=1 
Di sini 1 
2a0 merupakan koe
sien fungsi konstan 1 = cos 0, dan faktor 1 
2 sengaja diikut-sertakan 
untuk kemudahan yang akan kita lihat nanti. Tidak ada b0 karena sin 0 = 0. 
19
20 Hendra Gunawan 
Menggunakan rumus di atas, persamaan tadi dapat dituliskan sebagai 
f() = 
1X 
n=1 
cnein 
dengan 
c0 = 
1 
2 
a0; cn = 
1 
2 
(an  ibn) dan cn = 
1 
2 
(an + ibn); n 2 N 
atau 
a0 = 2c0; an = cn + cn dan bn = i(cn  cn); n 2 N: 
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mencoba terlebih dahulu mencari syarat 
perlunya. Jika kita mempunyai persamaan di atas, bagaimana koe
sien cn dapat di-hitung 
dalam f? Dengan mengalikan kedua ruas dengan eik (k 2 Z), kemudian 
integralkan dari  sampai , kita peroleh (dengan menganggap bahwa integral deret 
sama dengan deret integral) 
Z  
 
f()eik = 
1X 
n=1 
cn 
Z  
 
ei(nk)d: 
Tetapi untuk n6= k 
Z  
 
ei(nk)d = 
1 
i(n  k) 
ei(nk)
= 0; 
sementara untuk n = k Z  
 
ei(nk) = 
Z  
 
d = 2: 
Jadi satu-satunya suku yang bertahan dalam deret tadi adalah suku ke-k, sehingga kita 
dapatkan Z  
 
f()eikd = 2ck: 
Dengan menamai kembali k sebagai n, kita peroleh rumus untuk koe
sien cn, yakni 
cn = 
1 
2 
Z  
 
f()eind; n 2 Z: 
Dari sini kita peroleh 
a0 = 2c0 = 
1 
 
Z  
 
f()d 
20
Analisis Fourier dan Wavelet 21 
dan untuk n = 1; 2; 3; : : : 
an = cn + cn = 
1 
 
Z  
 
f() cos nd 
bn = i(cn  cn) = 
1 
 
Z  
 
f() sin nd: 
Perhatikan bahwa rumus untuk an berlaku pula untuk n = 0 karena faktor 1 
2 yang 
sengaja telah kita ikutsertakan sejak awal. 
Selanjutnya, jika f periodik dengan periode 2 dan terintegralkan pada [; ], 
maka bilangan cn, atau an dan bn, sebagaimana dirumuskan di atas, disebut sebagai 
koe
sien Fourier dari f, sementara deret 
1X 
n=1 
cnein atau 
1 
2 
a0 + 
1X 
(an cos n + bn sin n) 
n=1 
disebut sebagai deret Fourier dari f. 
Catat bahwa yang telah kita dapatkan saat ini baru syarat perlunya saja, belum 
syarat cukup. Yakni, jika kita mempunyai sebuah fungsi f yang periodik dengan periode 
2 dan terintegralkan pada [; ], maka kita dapat menghitung koe
sien-koe
sien 
Fourier dan deret Fourier dari fungsi tersebut. Namun pertanyaan apakah f sama 
dengan deret Fouriernya, atau apakah deret Fourier dari f konvergen (titik demi titik) 
ke f, sama sekali belum terjawab. 
2.2 Contoh dan Ketaksamaan Bessel 
Sebelum kita menjawab pertanyaan penting tadi, kita tinjau terlebih dahulu dua 
buah contoh berikut. 
Contoh 1. Misalkan f periodik dengan periode 2 dan 
f() := jj;     : 
Maka, dengan mengingat bahwa f merupakan fungsi genap, kita peroleh a0 = , an = 
2 
(1)n1 
dan bn = 0 untuk setiap n 2 N. Perhatikan bahwa (1)n  1 = 0 bila n 
 
n2 genap, dan (1)n 1 = 2 bila n ganjil. Dengan demikian deret Fourier dari f adalah 
 
2 
 
4 
 
X 
n=1;3;5;::: 
1 
n2 cos n: 
21
22 Hendra Gunawan 
Gambar2.2a: Fungsi f dan deret Fouriernya (Sumber: Folland) 
Gambar di atas mengindikasikan bahwa deret Fourier dari f konvergen ke fungsi f 
secara `titik demi titik'. Hal ini akan kita justi
kasi pada bab berikutnya. 
Contoh 2. Misalkan g periodik dengan periode 2 dan 
g() := ;     : 
Maka c0 = 0 dan cn = (1)n+1 
in untuk setiap n6= 0. Jadi deret Fourier dari g adalah 
X 
n6=0 
(1)n+1 
in 
ein 
atau, mengingat (1)n = (1)n dan ein 
in + ein 
in = 2 
n sin n, 
2 
1X 
n=1 
(1)n+1 
n 
sin n: 
22
Analisis Fourier dan Wavelet 23 
Gambar 2.2b: Fungsi g dan deret Fouriernya (Sumber: Folland) 
Perhatikan bagaimana deret Fourier dari g menghampiri fungsi g, khususnya di 
titik-titik diskontinuitas g. Apa yang sebenarnya terjadi akan dijelaskan pada bab 
berikutnya. (Pelajari pula tentang fenomena Gibbs pada x5.4.) 
Ketaksamaan berikut memberikan suatu hampiran untuk koe
sien Fourier, yang 
kelak diperlukan dalam pembahasan kekonvergenan deret Fourier. 
Teorema A (Ketaksamaan Bessel). Jika f periodik dengan periode 2 dan terinte- 
gralkan Riemann pada [; ], maka koe
sien Fourier cn yang ditentukan oleh rumus 
di atas memenuhi ketaksamaan 
1X 
n=1 
jcnj2  
1 
2 
Z  
 
jf()j2d: 
23
24 Hendra Gunawan 
Catatan. Mengingat ja0j2 = 4jc0j2 dan janj2 + jbnj2 = 2(jcnj2 + jcnj2) untuk n  1, 
kita peroleh 
1 
4 
ja0j2 + 
1 
2 
1X 
(janj2 + jbnj2) = 
n=1 
1X 
n=1 
jcnj2  
1 
2 
Z  
 
jf()j2d: 
Bukti. Karena jzj2 = zz, maka untuk setiap  2 [; ] dan N 2 N berlaku 
jf() 
XN 
n=N 
cneinj2 = jf()j2 
XN 
n=N 
[cn 
f()eincnf()ein]+ 
XN 
m;n=N 
cmcnei(mn): 
Bagi kedua ruas dengan 2 dan integralkan pada [; ], dengan mengingat rumus 
koe
sien cn pada x2.1: 
1 
2 
Z  
 
jf()  
XN 
n=N 
cneinj2d = 
1 
2 
Z  
 
jf()j2d  
XN 
n=N 
jcnj2: 
Karena integral di ruas kiri tak mungkin negatif, maka 
1 
2 
Z  
 
jf()j2d  
XN 
n=N 
jcnj2; 
dan ini berlaku untuk setiap n 2 N. [QED] 
Akibat B (Lemma Riemann-Lebesgue). Koe
sien Fourier cn menuju 0 bila jnj ! 1. 
Koe
sien Fourier an dan bn menuju 0 bila n ! 1. 
Bukti. janj2; jbnj2, dan jcnj2 merupakan suku ke-n deret yang konvergen, dan karenanya 
mereka menuju 0 dan demikian pula halnya dengan an; bn, dan cn. [QED] 
2.3 Soal latihan 
1. Veri
kasi hubungan antara an; bn, dan cn yang dibahas pada x2.1, yakni 
c0 = 
1 
2 
a0; cn = 
1 
2 
(an  ibn) dan cn = 
1 
2 
(an + ibn); n 2 N 
atau 
a0 = 2c0; an = cn + cn dan bn = i(cn  cn); n 2 N: 
2. (a) Veri
kasi hasil perhitungan koe
sien an dan bn pada Contoh 1. 
(b) Veri
kasi hasil perhitungan koe
sien cn pada Contoh 2. 
3. Veri
kasi hubungan antara janj; jbnj, dan jcnj yang dinyatakan sebagai Catatan di 
bawah Teorema A. 
24
Analisis Fourier dan Wavelet 25 
3. Kekonvergenan Deret Fourier 
Sekarang kita akan membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekonverge- 
nan titik demi titik. Melalui Contoh 2 yang dibahas pada bab sebelumnya kita menge-tahui 
bahwa secara umum deret Fourier dari suatu fungsi tidak selalu konvergen titik 
demi titik ke fungsi semula, khususnya di titik di mana fungsi tersebut diskontinu. Na-mun, 
kita akan melihat bila fungsi tersebut memenuhi sejumlah hipotesis tertentu, maka 
deret Fourier-nya akan konvergen titik demi titik. 
3.1 Jumlah parsial dan intuisi melalui kernel Dirichlet 
Untuk menjawab pertanyaan apakah deret 
1 
2 
a0 + 
1X 
(an cos n + bn sin n) 
n=1 
atau deret 
1X 
n=1 
cnein; 
dengan an; bn, dan cn sebagaimana diberikan sebelumnya, konvergen ke f(), kita tinjau 
jumlah parsialnya, yakni 
Sf 
N() := 
XN 
n=N 
cnein = 
1 
2 
a0 + 
XN 
(an cos n + bn sin n): 
n=1 
(Ketika kita bekerja dengan bentuk eksponensial, kita sepakat bahwa kita senantiasa 
menyatukan suku ein dan ein. Itu sebabnya kita harus menyelidiki jumlah parsial 
`simetris' di atas.) 
Jika kita substitusikan rumus untuk cn ke dalam jumlah parsial tadi, maka kita 
akan mendapatkan 
Sf 
N() = 
1 
2 
XN 
n=N 
Z  
 
f( )ein( )d  = 
1 
2 
XN 
n=N 
Z  
 
f( )ein( )d : 
25
26 Hendra Gunawan 
Selanjutnya, dengan substitusi peubah  :=     dan mengingat bahwa f periodik 
dengan periode 2, kita peroleh 
Sf 
N() = 
1 
2 
XN 
N 
Z + 
+ 
f( + )eind = 
1 
2 
XN 
N 
Z  
 
f( + )eind: 
Karena 
PN 
N 
R  
 : : : = 
R  
 
PN 
n=N : : :, kita dapat menuliskan 
Sf 
N() = 
Z  
 
f( + )DN()d; 
dengan DN() := 1 
2 
PN 
n=N ein. 
Fungsi DN() dikenal sebagai kernel Dirichlet. Dengan mengenalinya sebagai deret 
geometri, dengan suku pertama eiN dan rasio ei, kita dapat menyederhanakannya 
sebagai 
DN() = 
1 
2 
ei(N+1)  eiN 
ei  1 
: 
Selanjutnya, dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan ei=2, kita peroleh 
DN() = 
1 
2 
ei(N+1=2)  ei(N+1=2) 
ei=2  ei=2 = 
1 
2 
sin(N + 1=2) 
sin =2 
: 
Gra
k DN() untuk N = 25 kurang lebih berbentuk seperti di bawah ini. 
Gambar 3.1: Gra
k D25() (Sumber: Folland) 
Intuisi yang mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa Sf 
N() ! f() adalah 
sebagai berikut: titik puncak DN() yang terjadi di  = 0 `memetik' nilai f() pada 
26
Analisis Fourier dan Wavelet 27 
Sf 
N(); sementara osilasi cepat yang terjadi pada DN() untuk  jauh dari 0 `membunuh' 
bagian lainnya karena adanya pencoretan antara nilai positif dan negatif. 
3.2 Kekonvergenan titik demi titik dan seragam 
Untuk membuktikan kekonvergenan titik demi titik deret Fourier, kita memerlukan 
lemma berikut mengenai kernel Dirichet dan sejumlah peristilahan. 
Lemma A (Kernel Dirichlet). Untuk setiap N 2 N berlaku 
Z 0 
 
DN()d = 
Z  
0 
DN()d = 
1 
2 
: 
Bukti. Dari rumus untuk DN, kita mempunyai 
DN() = 
1 
2 
+ 
1 
 
XN 
n=1 
cos n; 
sehingga 
Z  
0 
DN()d = 
h  
2 
+ 
1 
 
XN 
n=1 
sin n 
n 
i 
0 
= 
1 
2 
: 
Serupa dengan itu, Z 0 
 
DN()d = 
1 
2 
; 
sebagaimana diharapkan. [QED] 
Misalkan 1  a  b  1. Kita katakan bahwa f kontinu bagian demi bagian 
pada [a; b] apabila f kontinu pada [a; b] kecuali mungkin di sejumlah terhingga titik, 
sebutlah x1; : : : ; xk, dan di titik-titik ini f mempunyai limit kiri dan limit kanan. [Jika 
titik a atau b termasuk salah satu titik tersebut, maka f hanya dipersyaratkan mem-punyai 
limit kanan saja (di a) atau limit kiri saja (di b).] 
Lalu, kita katakan bahwa f mulus bagian demi bagian pada [a; b] apabila f dan 
turunan pertamanya, yaitu f0, kontinu bagian demi bagian pada [a; b]. Dalam hal ini 
fungsi yang mempunyai diskontinuitas tak terhingga (seperti f(x) = 1=x di x = 0) dan 
fungsi yang mempunyai patahan `vertikal' (dengan turunan kiri atau turunan kanan tak 
terhingga) tidak termasuk fungsi yang mulus bagian demi bagian. 
27
28 Hendra Gunawan 
Sebagai ilustrasi, fungsi yang kontinu bagian demi bagian dapat berbentuk seperti 
pada gambar di bawah ini: 
Gambar 3.2a: Fungsi kontinu bagian demi bagian 
Fungsi pada gambar di atas juga mulus bagian demi bagian. Contoh fungsi yang 
tidak mulus bagian demi bagian misalnya fungsi seperti di bawah ini: 
Gambar 3.2b: Bukan fungsi mulus bagian demi bagian 
Selanjutnya, f dikatakan kontinu (mulus) bagian demi bagian pada R apabila ia 
kontinu (mulus) bagian demi bagian pada sebarang selang terbatas [a; b]. 
Teorema B (Kekonvergenan Titik Demi Titik). Jika f periodik dengan periode 2 
dan mulus bagian demi bagian, maka 
lim 
N!1 
Sf 
N() = 
1 
2 
[f() + f(+)]; 
dengan f() := lim 
h!0 
f( + h) dan f(+) := lim 
h!0+ 
f( + h): 
28
Analisis Fourier dan Wavelet 29 
Bukti. Menurut Lemma Kernel Dirichlet, kita mempunyai 
1 
2 
f() = f() 
Z 0 
 
DN()d; 
1 
2 
f(+) = f(+) 
Z  
0 
DN()d; 
sehingga 
Sf 
N()  
1 
2 
[f() + f(+)] = 
1 
2 
Z  
 
g()[ei(N+1)  eiN]d; 
dengan 
g() = 
f( + )  f() 
ei  1 
;     0; g() = 
f( + )  f(+) 
ei  1 
; 0    : 
Di sini g terde
nisi dengan baik pada [; ] dan sama mulusnya dengan f, kecuali 
di dekat  = 0. Namun, berdasarkan Aturan L'Hopital, g mempunyai limit kanan dan 
limit kiri di 0, sehingga g kontinu bagian demi bagian pada [; ]. Akibatnya, menurut 
Ketaksamaan Bessel, koe
sien Fourier dari g, sebutlah Cn, akan menuju 0 bila n ! 1. 
Sebagai selisih dua koe
sien Fourier dari g, ekspresi di atas akan menuju 0 bila N ! 1. 
[QED] 
Teorema di atas memberitahu kita bahwa deret Fourier dari f konvergen titik demi 
titik ke f, kecuali mungkin di titik-titik diskontinuitas f. Bila kita de
nisikan ulang nilai 
f di titik-titik diskontinuitasnya sebagai nilai rata-rata limit kiri dan limit kanannya, 
maka deret Fourier dari f yang mulus bagian demi bagian pada [; ] akan konvergen 
titik demi titik pada [; ]. Lebih jauh, jika f juga kontinu pada [; ], maka kita 
mempunyai teorema berikut. 
Teorema C (Kekonvergenan Seragam). Jika f periodik dengan periode 2, kontinu 
dan mulus bagian demi bagian, maka deret Fourier f konvergen mutlak dan secara 
seragam pada R. 
3.3 Soal latihan 
1. Misalkan f dan g periodik dengan periode 2 dan mulus bagian demi bagian. 
Buktikan jika f dan g mempunyai koe
sien Fourier yang sama, maka mestilah 
f = g. 
29
30 Hendra Gunawan 
2. Gunakan deret Fourier pada Contoh 2 yang dibahas pada Bab 2 dan teorema 
kekonvergenan titik demi titik di atas untuk membuktikan kesamaan 
1X 
k=1 
1 
(2k  1)2 = 
2 
8 
dengan meninjau nilai deret Fourier dan fungsi tersebut di  = 0. 
3. Buktikan bahwa 
1X 
n=1 
1 
n2 = 
2 
6 
dengan menggunakan deret Fourier dari fungsi tertentu. 
30
Analisis Fourier dan Wavelet 31 
4. Deret Fourier pada Interval Sembarang dan Aplikasinya 
Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 
yang terde
nisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut sebetulnya 
dapat pula dipakai sebagai representasi fungsi yang terde
nisi pada interval sembarang 
yang panjangnya 2. Pada bab ini kita akan membahas deret Fourier dari suatu fungsi 
yang dide
nisikan pada interval sembarang dan aplikasinya. 
4.1 Deret Fourier pada interval sembarang 
Misalkan kita mempunyai sebuah fungsi f yang terde
nisi pada [; ], dengan 
asumsi f() = f(). (Asumsi ini dapat dipenuhi dengan cara mende
nisikan ulang, 
bila perlu, nilai f di salah satu titik ujungnya. Asumsi ini dapat pula dihapuskan 
dengan menganggap f terde
nisi hanya pada (; ].) Selanjutnya misalkan f terbatas 
dan terintegralkan pada [; ]. Kita perluas f pada R sedemikian sehingga f periodik 
dengan periode 2, melalui 
f( + 2n) = f() 8  2 (; ]; n 2 Z: 
Sebagai contoh, fungsi periodik f yang dibahas pada Bab 2, Contoh 1, dapat dipandang 
sebagai perluasan periodik fungsi f() = jj dari interval (; ] ke seluruh R. 
Jika f mulus bagian demi bagian pada (; ], maka kita dapat menguraikannya 
sebagai deret Fourier. Dengan membatasi kembali peubah  pada [; ], kita peroleh 
deret Fourier dari fungsi semula. Sekarang misalkan f terde
nisi hanya pada [0; ]. 
Kita dapat memperluas f pada R sedemikian sehingga ia merupakan fungsi periodik 
dengan periode 2, dan kemudian kita peroleh deret Fouriernya. Untuk memperluas f 
pada R, pertama kita perluas f pada [; ]. 
Ada dua cara yang baku untuk hal ini, yakni dengan membuatnya menjadi fungsi 
31
32 Hendra Gunawan 
genap atau ganjil. Perluasan genap fgenap pada [; ] dapat diperoleh melalui 
fgenap() = f() 8  2 [0; ]; 
sementara perluasan ganjil fganjil dapat diperoleh melalui 
fganjil() = f() 8  2 (0; ]; fganjil(0) = 0; 
Untuk ilustrasi, lihat gambar berikut. 
Gambar 4.1: Fungsi beserta perluasan ganjil dan perluasan genap 
Keuntungan menggunakan fgenap dan fganjil adalah bahwa koe
sien Fouriernya 
kelak lebih sederhana. Untuk fgenap, koe
sien sinusnya akan sama dengan nol (karena 
sin n merupakan fungsi ganjil). Untuk fganjil, koe
sien cosinusnya akan sama dengan 
nol (karena cos n merupakan fungsi genap). Jadi, deret Fourier dari fgenap hanya 
melibatkan fungsi cosinus, sementara deret Fourier dari fganjil hanya melibatkan fungsi 
32
Analisis Fourier dan Wavelet 33 
sinus. Dengan simetri, perhitungan koe
sien lainnya juga menjadi lebih mudah: 
Z  
 
fgenap() cos n d = 2 
Z  
0 
f() cos n d; 
Z  
 
fganjil() sin n d = 2 
Z  
0 
f() sin n d: 
Perhatikan bahwa pada akhirnya fungsi f yang semula terde
nisi pada [0; ] muncul 
kembali dalam perhitungan koe
sien Fourier di atas. 
Selanjutnya, misalkan f terintegralkan pada [0; ]. Deret 
1 
2 
a0 + 
Xn 
n=1 
an cos n; dengan an = 
2 
 
Z  
0 
f() cos n d; 
disebut deret Fourier cosinus dari f. 
Sementara itu, deret 
Xn 
n=1 
bn sin n; dengan bn = 
2 
 
Z  
0 
f() sin n d; 
disebut deret Fourier sinus dari f. 
Teorema A. Misalkan f mulus bagian demi bagian pada [0; ]. Maka, deret Fourier 
cosinus dan deret Fourier sinus dari f konvergen ke 1 
2 [f()+f(+)] di setiap  2 (0; ). 
Khususnya, mereka konvergen ke f() jika f kontinu di  2 (0; ). Deret Fourier cosinus 
dari f konvergen ke f(0+) di  = 0 dan ke f() di  = ; deret Fourier sinus dari f 
konvergen ke 0 di kedua titik tersebut. 
Sekarang misalkan f(x) adalah fungsi periodik dengan periode 2L. Dengan substi-tusi 
peubah x := L 
 , kita peroleh fungsi baru 
g() := f 
L 
 
 
= f(x): 
Perhatikan bahwa g merupakan fungsi periodik dengan periode 2, dan karenanya dapat 
diuraikan sebagai deret Fourier 
g() = 
1X 
n=1 
cnein; cn = 
1 
2 
Z  
 
g()eind; 
33
34 Hendra Gunawan 
asalkan g mulus bagian demi bagian. Jika kita subtitusikan kembali  = x 
L ke dalam 
rumus di atas, maka kita dapatkan deret Fourier periodik dengan periode 2L dari fungsi 
f semula: 
f(x) = 
1X 
n=1 
cneinx=L; cn = 
1 
2L 
Z L 
L 
f(x)einx=Ldx: 
Dinyatakan dalam cosinus dan sinus, deret ini menjadi 
f(x) = 
1 
2 
a0 + 
1X 
 
an cos 
n=1 
nx 
L 
+ bn sin 
nx 
L 
 
; 
dengan 
an = 
1 
L 
Z L 
L 
f(x) cos 
nx 
L 
dx; bn = 
1 
L 
Z L 
L 
f(x) sin 
nx 
L 
dx: 
Dengan cara yang serupa seperti sebelumnya kita dapat memperoleh deret Fourier 
cosinus dan deret Fourier sinus dari fungsi f yang mulus bagian demi bagian pada [0;L], 
yakni 
f(x) = 
1 
2 
a0 + 
1X 
n=1 
an cos 
nx 
L 
; an = 
2 
L 
Z L 
0 
f(x) cos 
nx 
L 
dx; 
dan 
f(x) = 
1X 
n=1 
bn sin 
nx 
L 
; bn = 
2 
L 
Z L 
0 
f(x) sin 
nx 
L 
dx: 
Contoh 1. Deret Fourier cosinus dari fungsi f(x) := x; x 2 [0; 1], adalah 
1 
2 
 
4 
2 
1X 
n=1 
1 
(2n  1)2 cos(2n  1)x; 
sementara deret Fourier sinusnya adalah 
2 
 
1X 
n=1 
(1)n+1 
n 
sin nx: 
4.2 Contoh aplikasi 
Pada Bab 1 kita telah membahas persamaan panas untuk sepotong kawat lurus 
yang panjangnya L, yakni 
uu = kuxx 
34
Analisis Fourier dan Wavelet 35 
dengan syarat batas 
u(0; t) = u(L; t) = 0; t  0; 
dan syarat awal 
u(x; 0) = f(x); 0  x  L: 
Kandidat solusi masalah ini adalah 
u(x; t) = 
1X 
n=1 
bnen22kt=L2 
sin 
nx 
L 
; 0  x  L; t  0; 
dengan koe
sien bn memenuhi 
f(x) = 
1X 
n=1 
bn sin 
nx 
L 
; 0  x  L: 
Sekarang kita telah mengetahui bahwa persamaan terakhir di atas dapat dipenuhi 
apabila f mulus bagian demi bagian pada [0;L] dan 
bn = 
2 
L 
Z L 
0 
f(x) sin 
nx 
L 
dx; n 2 N: 
Pertanyaannya kemudian adalah: apakah u(x; t) yang diberikan sebagai deret oleh ru-mus 
di atas, dengan koe
sien bn ini, sungguh merupakan solusi masalah tadi? Jawaban-nya 
ya. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Masing-masing suku deret merupakan 
solusi persamaan panas. Pada daerah 0  x  L; t    0, deret konvergen mutlak dan 
seragam. Karena itu, penurunan suku demi suku dapat dilakukan untuk menunjukkan 
bahwa u(x; t) merupakan solusi persamaan panas. Syarat batas u(0; t) = u(L; t) = 0 
dan u(x; 0) = f(x) mudah diperiksa. Lebih jauh, dengan uji M-Weierstrass, dapat 
ditunjukkan bahwa deret konvergen seragam pada daerah 0  x  L; t  0, dan 
karenanya u kontinu pada daerah ini, sehingga u(x; t) ! u(x; 0) = f(x) bila t ! 0+. 
Pertanyaan berikutnya adalah: apakah solusi masalah tersebut tunggal? Jawa-bannya 
juga ya. Setiap solusi u(x; t) untuk masalah tersebut mestilah dapat diuraikan 
sebagai deret Fourier dalam x untuk setiap t. Substitusikan deret ini ke dalam per-samaan 
dan gunakan syarat awal, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa koe
sien 
deret ini mestilah sama dengan koe
sien Fourier yang kita peroleh sebelumnya. 
35
36 Hendra Gunawan 
4.3 Soal Latihan 
1. Bagaimana anda dapat memperoleh deret Fourier dari sebuah fungsi yang terde
n-isi 
pada sebarang interval [a; b]? Jelaskan secara detil. 
2. Veri
kasi ketunggalan solusi persamaan panas dengan syarat batas dan syarat awal 
yang dibahas pada x4.2. 
3. Tentukan solusi tak homogen dari persamaan diferensial biasa orde 2 berikut: 
y00 + 0; 02y0 + 25y = r(t) 
dengan r(t) := jtj  1 
2 untuk 1  t  1 dan r(t + 2) = r(t) untuk setiap t 2 R. 
(Petunjuk: Nyatakan r(t) sebagai deret Fourier terlebih dahulu.) 
36
Analisis Fourier dan Wavelet 37 
5. Beberapa Catatan Mengenai Deret Fourier 
Kita telah mempelajari deret Fourier dan aplikasinya, tetapi itu sebetulnya baru 
sebagian saja. Berikut adalah beberapa informasi tambahan mengenai deret Fourier 
yang mungkin perlu diketahui oleh Anda. 
5.1 Turunan dan Integral dari Deret Fourier 
Teorema A (Turunan dari deret Fourier). Misalkan f periodik dengan periode 2, 
kontinu, dan mulus bagian demi bagian. Misalkan an; bn, dan cn adalah koe
sien 
Fourier dari f (real dan kompleks). Misalkan a0 
n, dan c0 
n; b0 
n menyatakan koe
sien 
Fourier dari f0. Maka, untuk setiap n, berlaku 
a0 
n = nbn; b0 
n = nan; dan c0 
n = incn: 
Teorema B (Integral dari deret Fourier). Misalkan f periodik dengan periode 2, dan 
an; bn, dan cn adalah koe
sien Fourier dari f. Misalkan F() = 
R  
0 f()d, anti-turunan 
dari f. Jika c0(= 1 
2a0) = 0, maka untuk setiap  berlaku 
F() = C0 + 
X 
n6=0 
cn 
in 
ein = 
1 
2 
A0 + 
1X 
an 
n 
n=1 
sin n  
bn 
n 
cos n 
 
; 
dengan suku konstanta C0 sama dengan nilai rata-rata F pada [; ], yakni 
C0 = 
1 
2 
A0 = 
1 
2 
Z  
 
F()d: 
Catatan. Pada Bab 3, kita membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekon-vergenan 
titik demi titik. Kekonvergenan seragam deret Fourier diperoleh bila f peri-odik 
dengan periode 2, kontinu, dan mulus bagian demi bagian pada R. Pembuktian 
dalil ini sesungguhnya memerlukan Teorema A yang berkaitan dengan turunan dari 
deret Fourier. Bila penasaran, lihat buku G.B. Folland (Wadsworth, 1992). 
37
38 Hendra Gunawan 
5.2 Deret Fourier sebagai transformasi 
Diberikan sebuah fungsi periodik f dengan periode 2L, koe
sien Fourier cn dari f 
dapat dipandang sebagai suatu pemetaan 
n7! cn = 
1 
2L 
Z L 
L 
f()einx=L dx; 
yang terde
nisi pada Z. Transformasi f7! fcng memetakan fungsi periodik f yang 
terde
nisi pada R ke barisan fcng yang terde
nisi pada Z. 
Transformasi ini memetakan fungsi dengan domain waktu ke fungsi dengan do-main 
frekuensi. Secara
sis, cn menyimpan informasi tentang sinyal f yang mempunyai 
frekuensi
n 
L
. Catat bahwa semakin besar L, semakin kerap domain frekuensi f 
n 
L
g. 
Invers dari transformasi tersebut memetakan barisan (n) yang terde
nisi pada 
Z ke fungsi periodik g() := 
1P 
n=1 
(n)einx=L yang terde
nisi pada R. Rumus ini 
memberi kita cara untuk merekonstruksi f dari barisan fcng: f() = 
1P 
n=1 
cneinx=L. 
Pada prinsipnya, informasi tentang f tersimpan dalam fcng, dan sebaliknya. Na-mun, 
terdapat beberapa keuntungan bila kita bekerja dengan fcng dibandingkan de-ngan 
f. Sebagai contoh, Teorema A pada x5.1 menunjukkan bahwa transformasi di atas 
`mengubah' operasi penurunan (pada f) menjadi perkalian dengan in 
L (pada fcng): jika 
c0 
n menyatakan koe
sien Fourier dari f0, maka c0 
n = in 
L cn. 
5.3 Perbandingan dengan deret Taylor 
Kita masih ingat bagaimana menguraikan sebuah fungsi f sebagai deret Taylor di 
sekitar suatu titik x0 dalam daerah de
nisinya: 
f(x) = 
1X 
n=0 
f(n)(x0) 
n! 
(x  x0)n; jx  x0j  r; 
asalkan f dapat diturunkan tak hingga kali di x0, dan suku sisa Taylor-nya menuju 
0 pada interval tersebut. Kecepatan kekonvergan deret Taylor di x bergantung pada 
seberapa jauh x dari x0. Secara umum, jumlah parsial dari deret Taylor dapat mem-berikan 
hampiran yang sangat baik di dekat x0 tetapi tidak terlalu baik untuk x yang 
jauh dari x0. 
38
Analisis Fourier dan Wavelet 39 
Berbeda dengan deret Taylor, deret Fourier untuk fungsi f yang periodik dengan 
periode 2L tidak mengharuskan f mempunyai turunan tiap orde. Bila f cukup mulus 
pada [L;L], jumlah parsial dari deret Fourier akan konvergen ke f cukup cepat dan 
secara seragam, serta memberikan hampiran yang baik pada [L;L]. 
Jadi, bila deret Taylor terkait erat dengan perilaku lokal fungsi, maka deret Fourier 
terkait erat dengan perilaku global fungsi. 
5.4 Fenomena Gibbs 
Misalkan f adalah sebuah fungsi periodik. Jika f mempunyai diskontinuitas di x0, 
maka deret Fourier dari f tidak mungkin konvergen ke f secara seragam pada interval 
yang mengandung x0 (karena limit seragam dari barisan fungsi kontinu haruslah kon-tinu). 
Untuk fungsi f yang mulus bagian demi bagian, deret Fourier dari f mengalami 
suatu fenomena yang dikenal sebagai fenomena Gibbs, khususnya di titik-titik diskon-tinuitas 
fungsi f. Jumlah parsialnya dalam hal ini akan overshoot dan undershoot 
f di dekat titik diskontinuitasnya. 
Sebagai ilustrasi, tinjau f() := ; untuk 0    2; f(+2n) = f() untuk 
setiap n 2 Z. Maka, deret Fourier dari f akan tampak seperti pada gambar di bawah 
ini. Perhatikan bahwa ada semacam spike di dekat titik-titik diskontinuitas f. 
Gambar 5.4: Fenomena Gibbs (Sumber: Folland) 
Untuk mengetahui berapa besar overshoot dan undershoot tersebut, kerjaka 
39
40 Hendra Gunawan 
soal di bawah ini (yang dicuplik dari buku G.B. Folland Fourier Analysis and Its 
Applications (Wadsworth, 1992). 
5.5 Soal latihan 
1. Diketahui f() := ; untuk 0    2; f(+2n) = f() untuk setiap n 2 Z. 
(a) Tunjukkan bahwa f() = 2 
P1 
n=1 
sin n 
n untuk 0    2. 
(b) Misalkan gN() := 2 
PN 
n=1 
sin n 
n (): Tunjukkan bahwa g0N 
() = 2DN(), 
dengan DN adalah kernel Dirichlet pada x3. 
(c) Tunjukkan bahwa titik stasioner pertama di sebelah kanan 0 dari gN() tercapai 
di N :=  
N+1=2 , dan 
gN(N) = 
Z N 
0 
sin(N + 1 
2 ) 
sin 1 
2 
d  : 
(d) Tunjukkan bahwa lim 
N!1 
gN(N) = 2 
R  
0 
sin  
 d  : 
40
Analisis Fourier dan Wavelet 41 
6. Himpunan Fungsi Ortogonal 
Misalkan f periodik dengan periode 2, dan mulus bagian demi bagian pada 
[; ]. Jika Sf 
N() = 
PN 
n=N cnein; n = 0; 1; 2; : : :, adalah jumlah parsial dari deret 
Fourier f, maka kita telah menunjukkan bahwa (Sf 
N) konvergen ke f, yakni 
lim 
N!1 
XN 
n=N 
cnein = f() 
hampir di mana-mana. Dalam hal ini kita dapat merekonstruksi f dari koe
sien-koe
sien Fourier-nya melalui 
f() = 
1X 
n=1 
cnein: 
Namun, secara umum, deret Fourier f tidak selalu sama persis dengan fungsi f sem-ula. 
Bahkan, dalam kasus ekstrim, deret Fourier f dapat divergen di mana-mana, 
sebagaimana ditunjukkan oleh Kolmogorov (1926). 
Fungsi yang mulus bagian demi bagian pada [; ] tentunya terintegralkan pada 
[; ]. Keterintegralan f pada [; ] merupakan premis yang diasumsikan pada awal 
pembahasan deret Fourier. Tetapi, fakta di atas mengindikasikan bahwa mestinya ada 
hal lain selain keterintegralan f pada [; ] yang menjamin deret Fourier f konvergen 
ke f. 
6.1 Himpunan fungsi ortogonal 
Deret Fourier dibentuk dari suatu keluarga fungsi ortogonal di suatu ruang fungsi 
yang dilengkapi dengan hasilkali dalam tertentu. 
Di ruang vektor X yang dilengkapi dengan hasilkali h; i dan norm k  k, vektor 
u 2 X disebut vektor normal jika kuk = 1. Vektor v6= 0 dapat dinormalkan dengan 
membaginya dengan kvk: jika u := v 
kvk , maka kuk = 1. Himpunan vektor fu1; : : : ; ung 
41
42 Hendra Gunawan 
disebut himpunan ortonormal jika kuik = 1 untuk tiap i = 1; : : : ; n dan hui; uji = 0 
untuk i6= j; yakni jika 
hui; uji = ij ; i; j = 1; : : : ; n: 
[Jika vi6= 0 untuk tiap i = 1; : : : ; n dan hvi; vji = 0 untuk i6= j, maka fv1; : : : ; vjg 
disebut himpunan ortogonal.] 
Jika fu1; : : : ; ukg ortonormal di Ck dan v = 1u1 +    + kuk, maka i = hv; uii 
untuk tiap i = 1; : : : ; k. Sebaliknya, misalkan v 2 Ck. Jika kita de
nisikan i = hv; uii 
untuk i = 1; : : : ; n dan tulis v = 1u1 +    + kuk, maka w = v  v ? ui, karena 
hw; uii = hv; uii  hv; uii = 0; 
untuk tiap i = 1; : : : ; n. Akibatnya w = 0, karena bila tidak, maka fu1; : : : ; uk;wg 
merupakan himpunan ortogonal dengan k + 1 anggota di Ck. 
Teorema A. Misalkan fu1; : : : ; ukg himpunan ortonormal k vektor di Ck. Maka, untuk 
setiap v 2 Ck, berlaku 
(a) v = hv; u1iu1 +    + hv; ukiuk: 
(b) kvk2 = jhv; u1ij2 +    + jhv; ukij2: 
6.2 Ruang PC(a; b) sebagai ruang hasilkali dalam 
Mari kita tinjau ruang PC(a; b), yaitu ruang fungsi kontinu bagian demi bagian 
pada [a; b]. Ingat bahwa f dikatakan kontinu bagian demi bagian pada [a; b] apabila 
f kontinu pada [a; b] kecuali di sejumlah terhingga titik x1; : : : ; xk, dan di titik-titik 
tersebut limit kiri dan limit kanan f ada. Fungsi f di PC(a; b) tidak hanya terinte-gralkan 
tetapi juga kuadratnya terintegralkan, yakni jfj2 terintegralkan, pada (a; b). 
Pada PC(a; b) kita dapat mende

More Related Content

What's hot

Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2Dian Arisona
 
Persamaan Diferensial
Persamaan DiferensialPersamaan Diferensial
Persamaan DiferensialDian Arisona
 
Persamaan Diferensial Orde 2 Variasi Parameter
Persamaan Diferensial  Orde 2 Variasi ParameterPersamaan Diferensial  Orde 2 Variasi Parameter
Persamaan Diferensial Orde 2 Variasi ParameterDian Arisona
 
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar LinearMerentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar LinearMuhammad Alfiansyah Alfi
 
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Kelinci Coklat
 
Linear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesLinear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesDiponegoro University
 
Tugas sa ppt
Tugas sa pptTugas sa ppt
Tugas sa pptananda100
 
matematika geodesi-transformasi linier
matematika geodesi-transformasi liniermatematika geodesi-transformasi linier
matematika geodesi-transformasi linieraulia rachmawati
 
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatika
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatikametode numerik stepest descent dengan rerata aritmatika
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatikarukmono budi utomo
 
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )Kelinci Coklat
 
Bab 5 rangkaian resistif umum
Bab 5 rangkaian resistif umumBab 5 rangkaian resistif umum
Bab 5 rangkaian resistif umumRumah Belajar
 
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delima
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delimaBarisan yang konvergen dan barisan yang divergen delima
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delimaDominggos Keayse D'five
 
Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2Dian Arisona
 
Transformasi linier " Matematika Geodesi "
Transformasi linier " Matematika Geodesi "Transformasi linier " Matematika Geodesi "
Transformasi linier " Matematika Geodesi "Dedy Kurniawan
 

What's hot (19)

Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
Akar Kompleks dan Akar berulang PD orde 2
 
Bab 6
Bab 6Bab 6
Bab 6
 
Persamaan Diferensial
Persamaan DiferensialPersamaan Diferensial
Persamaan Diferensial
 
Persamaan Diferensial Orde 2 Variasi Parameter
Persamaan Diferensial  Orde 2 Variasi ParameterPersamaan Diferensial  Orde 2 Variasi Parameter
Persamaan Diferensial Orde 2 Variasi Parameter
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar LinearMerentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
Merentang (Spanning) Tugas Matrikulasi Aljabar Linear
 
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
Ruang Vektor ( Aljabar Linear Elementer )
 
Linear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesLinear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and Matrices
 
Tugas sa ppt
Tugas sa pptTugas sa ppt
Tugas sa ppt
 
matematika geodesi-transformasi linier
matematika geodesi-transformasi liniermatematika geodesi-transformasi linier
matematika geodesi-transformasi linier
 
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatika
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatikametode numerik stepest descent dengan rerata aritmatika
metode numerik stepest descent dengan rerata aritmatika
 
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )
VEKTOR DI BIDANG DAN DI RUANG ( Aljabar Linear Elementer )
 
Bab 5 rangkaian resistif umum
Bab 5 rangkaian resistif umumBab 5 rangkaian resistif umum
Bab 5 rangkaian resistif umum
 
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delima
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delimaBarisan yang konvergen dan barisan yang divergen delima
Barisan yang konvergen dan barisan yang divergen delima
 
Transformasi Laplace
Transformasi LaplaceTransformasi Laplace
Transformasi Laplace
 
Deret Fourier
Deret FourierDeret Fourier
Deret Fourier
 
Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2Persamaan Diferensial Orde 2
Persamaan Diferensial Orde 2
 
Transformasi linier " Matematika Geodesi "
Transformasi linier " Matematika Geodesi "Transformasi linier " Matematika Geodesi "
Transformasi linier " Matematika Geodesi "
 
Struktur Aljabar Doc
Struktur Aljabar DocStruktur Aljabar Doc
Struktur Aljabar Doc
 

Viewers also liked

Perbandingan citra
Perbandingan citraPerbandingan citra
Perbandingan citrafirmanstp
 
Lec 02 (constant acc 051)
Lec 02 (constant acc 051)Lec 02 (constant acc 051)
Lec 02 (constant acc 051)nur amalina
 
The Children Ran to See
The Children Ran to SeeThe Children Ran to See
The Children Ran to SeeMark Halvorson
 
Adulthood and ageing
Adulthood and ageingAdulthood and ageing
Adulthood and ageingVershul Jain
 
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi Anda
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi AndaCara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi Anda
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi AndaBola 365
 
Assighment interview
Assighment interviewAssighment interview
Assighment interviewMohamed Said
 
Anxiety disorder (abnormal psychology)
Anxiety disorder (abnormal psychology)Anxiety disorder (abnormal psychology)
Anxiety disorder (abnormal psychology)Vershul Jain
 
Elixir's Object Oriented Layer
Elixir's Object Oriented LayerElixir's Object Oriented Layer
Elixir's Object Oriented LayerPaolo Montrasio
 
That's When it Happened
That's When it HappenedThat's When it Happened
That's When it HappenedMark Halvorson
 
NANOPROTECH Presentation eng
NANOPROTECH Presentation engNANOPROTECH Presentation eng
NANOPROTECH Presentation engOleg Sturhetchi
 
Phoenix per principianti
Phoenix per principiantiPhoenix per principianti
Phoenix per principiantiPaolo Montrasio
 
(Group5)3 d printing
(Group5)3 d printing(Group5)3 d printing
(Group5)3 d printingNicky Wong
 
тмт нийлмэл тогтолцоо
тмт нийлмэл тогтолцоотмт нийлмэл тогтолцоо
тмт нийлмэл тогтолцооБ. Жаргалмаа
 

Viewers also liked (20)

Для выступления на съезде психологов Пенсионного фонда РФ
Для выступления на съезде психологов Пенсионного фонда РФДля выступления на съезде психологов Пенсионного фонда РФ
Для выступления на съезде психологов Пенсионного фонда РФ
 
Perbandingan citra
Perbandingan citraPerbandingan citra
Perbandingan citra
 
Lec 02 (constant acc 051)
Lec 02 (constant acc 051)Lec 02 (constant acc 051)
Lec 02 (constant acc 051)
 
The Children Ran to See
The Children Ran to SeeThe Children Ran to See
The Children Ran to See
 
Adulthood and ageing
Adulthood and ageingAdulthood and ageing
Adulthood and ageing
 
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi Anda
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi AndaCara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi Anda
Cara Mengetahui Ukuran Sepatu Bola yang Pas bagi Anda
 
Assighment interview
Assighment interviewAssighment interview
Assighment interview
 
Презентация Лаборатории "Гуманитарные Технологии"
Презентация Лаборатории "Гуманитарные Технологии"Презентация Лаборатории "Гуманитарные Технологии"
Презентация Лаборатории "Гуманитарные Технологии"
 
Anxiety disorder (abnormal psychology)
Anxiety disorder (abnormal psychology)Anxiety disorder (abnormal psychology)
Anxiety disorder (abnormal psychology)
 
Quiet, god
Quiet, godQuiet, god
Quiet, god
 
Elixir's Object Oriented Layer
Elixir's Object Oriented LayerElixir's Object Oriented Layer
Elixir's Object Oriented Layer
 
That's When it Happened
That's When it HappenedThat's When it Happened
That's When it Happened
 
Анонс методики LeaderChart
Анонс методики LeaderChartАнонс методики LeaderChart
Анонс методики LeaderChart
 
NANOPROTECH Presentation eng
NANOPROTECH Presentation engNANOPROTECH Presentation eng
NANOPROTECH Presentation eng
 
Trabajo extraclase pimientos
Trabajo extraclase pimientosTrabajo extraclase pimientos
Trabajo extraclase pimientos
 
CaseSales: практика внешней валидизации методики
CaseSales: практика внешней валидизации методикиCaseSales: практика внешней валидизации методики
CaseSales: практика внешней валидизации методики
 
Квалификационный тест: хороший, плохой, злой
Квалификационный тест: хороший, плохой, злойКвалификационный тест: хороший, плохой, злой
Квалификационный тест: хороший, плохой, злой
 
Phoenix per principianti
Phoenix per principiantiPhoenix per principianti
Phoenix per principianti
 
(Group5)3 d printing
(Group5)3 d printing(Group5)3 d printing
(Group5)3 d printing
 
тмт нийлмэл тогтолцоо
тмт нийлмэл тогтолцоотмт нийлмэл тогтолцоо
тмт нийлмэл тогтолцоо
 

Similar to Analisis fourier 2014

1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss
1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss
1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssssbgjeenet
 
TEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUSTEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUSNurul Ulfah
 
Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01NopitaSari11
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasarFaisal Amir
 
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdf
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdfTransformasi Fourier dan Aplikasinya.pdf
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdfAdam Superman
 
Diferensiabel kontinu
Diferensiabel kontinuDiferensiabel kontinu
Diferensiabel kontinubobbyrey
 
Bab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenBab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenDwi Karyani
 
Makalah metode transformasi
Makalah metode transformasiMakalah metode transformasi
Makalah metode transformasimnssatrio123
 
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjil
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjilTransformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjil
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjilarsi cahn
 

Similar to Analisis fourier 2014 (20)

Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
 
1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss
1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss
1. Fungsi 2 peubah kalkulus lanjutanssss
 
TEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUSTEOREMA DASAR KALKULUS
TEOREMA DASAR KALKULUS
 
Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01Printtdknurul 140811030340-phpapp01
Printtdknurul 140811030340-phpapp01
 
Analisis real 2
Analisis real 2Analisis real 2
Analisis real 2
 
Sistem koordinat bola
Sistem koordinat bolaSistem koordinat bola
Sistem koordinat bola
 
Paper turunan
Paper turunanPaper turunan
Paper turunan
 
Rumus-rumus untuk IPhO
Rumus-rumus untuk IPhORumus-rumus untuk IPhO
Rumus-rumus untuk IPhO
 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasar
 
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdf
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdfTransformasi Fourier dan Aplikasinya.pdf
Transformasi Fourier dan Aplikasinya.pdf
 
Aplikasi matriks
Aplikasi matriksAplikasi matriks
Aplikasi matriks
 
Teori bilangan
Teori bilanganTeori bilangan
Teori bilangan
 
Bab iv mtk 1
Bab iv mtk 1Bab iv mtk 1
Bab iv mtk 1
 
Teorema Dasar Kalkulus
Teorema Dasar KalkulusTeorema Dasar Kalkulus
Teorema Dasar Kalkulus
 
Diferensiabel kontinu
Diferensiabel kontinuDiferensiabel kontinu
Diferensiabel kontinu
 
Bab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogenBab ii atom hidrogen
Bab ii atom hidrogen
 
Makalah metode transformasi
Makalah metode transformasiMakalah metode transformasi
Makalah metode transformasi
 
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjil
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjilTransformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjil
Transformasi fourier Trigonometri dan fungsi genap ganjil
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Matematika hiperbola
Matematika hiperbolaMatematika hiperbola
Matematika hiperbola
 

Recently uploaded

IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpAdePutraTunggali
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdveinlatex
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docLaelaSafitri7
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxmuhnurmufid123
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfAndiAliyah2
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoAdePutraTunggali
 

Recently uploaded (6)

IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
 

Analisis fourier 2014

  • 1. Analisis Fourier dan Wavelet 1 Catatan Kuliah Analisis Fourier dan Wavelet Oleh Hendra Gunawan KK Analisis & Geometri FMIPA-ITB Bandung, Maret 2001 [Edisi Revisi II: Mei 2014] 1
  • 2. 2 Hendra Gunawan Daftar Isi Kata Pengantar 4 0 Pendahuluan 7 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks 7 0.2 Ruang Hilbert 9 0.3 Ukuran Lebesgue di R 11 1 Mengapa Deret Fourier 13 1.1 Persamaan panas untuk kawat lurus 13 1.2 Persamaan panas untuk kawat melingkar 15 1.3 Soal latihan 16 2 Deret Fourier 19 2.1 Deret Fourier dari fungsi periodik 19 2.2 Contoh dan Ketaksamaan Bessel 21 2.3 Soal latihan 24 3 Kekonvergenan Deret Fourier 25 3.1 Jumlah parsial dan intuisi melalui kernel Dirichlet 25 3.2 Kekonvergenan titik demi titik dan seragam 27 3.3 Soal latihan 29 4 Deret Fourier pada Interval Sembarang dan Aplikasinya 31 4.1 Deret Fourier pada interval sembarang 31 4.2 Contoh aplikasi 34 4.3 Soal latihan 36 5 Beberapa Catatan Mengenai Deret Fourier 37 5.1 Turunan dan integral deret Fourier 37 5.2 Deret Fourier sebagai transformasi 38 2
  • 3. Analisis Fourier dan Wavelet 3 5.3 Perbandingan dengan deret Taylor 38 5.4 Fenomena Gibbs 39 5.5 Soal latihan 40 6 Himpunan Fungsi Ortogonal 41 6.1 Himpunan fungsi ortogonal 41 6.2 Ruang PC(a; b) sebagai ruang hasilkali dalam 42 6.3 Kekonvergenan di ruang PC(a; b) 44 6.4 Soal latihan 45 7 Ruang L2(a; b) 46 7.1 Topologi di L2(a; b) 46 7.2 Ketaksamaan Bessel 48 7.3 Basis ortonormal di L2(a; b) 49 7.4 Soal latihan 50 8 Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L2(a; b) 51 8.1 Deret Fourier yang diperumum 51 8.2 Hampiran terbaik di L2(a; b) 52 8.3 Masalah Sturm-Liouville reguler 53 8.4 Soal latihan 56 9 Polinom Legendre, Basis Haar, dan Basis Walsh 57 9.1 Himpunan polinom ortogonal 57 9.2 Polinom Legendre 58 9.3 Basis Haar dan Basis Walsh 59 9.4 Soal latihan 62 10 Transformasi Fourier 63 10.1 Motivasi 63 10.2 Ruang L1(R) dan L2(R) 64 10.3 Transformasi Fourier 66 10.4 Soal latihan 68 11 Konvolusi 69 3
  • 4. 4 Hendra Gunawan 11.1 Konvolusi dan sifat-sifat dasarnya 69 11.2 Identitas hampiran 71 11.3 Fungsi Gauss dan Teorema Aproksimasi Weierstrass 73 11.4 Soal latihan 75 12 Teorema Inversi Fourier 76 12.1 Teorema Inversi Fourier 76 12.2 Transformasi Fourier di L2 78 12.3 Soal latihan 80 13 Aplikasi Transformasi Fourier 81 13.1 Aplikasi pada persamaan panas 81 13.2 Persamaan Laplace pada setengah bidang 83 13.3 Teorema Sampling Shannon 84 13.4 Ketaksamaan Heisenberg 85 13.5 Soal latihan 87 14 Transformasi Fourier dan Masalah Sturm-Lioville 88 14.1 Masalah Sturm-Liouville 88 14.2 Transformsi cosinus Fourier dan transformasi sinus Fourier 90 14.3 Aplikasi pada persamaan panas 91 14.4 Soal latihan 92 15 Wavelet 93 15.1 Menengok kembali basis Haar 93 15.2 Wavelet ortonormal 94 15.3 Basis yang dibangun oleh sebuah fungsi 97 15.4 Soal latihan 98 16 Analisis Multi-Resolusi 99 16.1 Analisis Multi-Resolusi 99 16.2 Konstruksi wavelet 101 16.3 Wavelet bertumpuan kompak dan kemulusannya 102 16.4 Teorema sampling 104 16.5 Soal latihan 105 4
  • 5. Analisis Fourier dan Wavelet 5 17 Transformasi Wavelet Kontinu 107 17.1 Transformasi wavelet kontinu dan kesamaan resolusi 107 17.2 Diskritisasi dan frame 110 17.3 Syarat perlu dan syarat cukup untuk membentuk frame 113 17.4 Soal latihan 114 18 Lebih jauh tentang `Frame' 116 18.1 Operator frame 116 18.2 Frame dual 117 18.3 Skema rekonstruksi 118 18.4 Soal latihan 121 19 Penutup 122 19.1 Pemrosesan signal 1D 122 19.2 Pemrosesan citra 2D 124 Daftar Pustaka 126 5
  • 6. 6 Hendra Gunawan Kata Pengantar (untuk Edisi Revisi I) Catatan kuliah ini merupakan pengembangan materi kuliah Analisis Fourier dan Wavelet yang pernah penulis ajarkan kepada mahasiswa S2 Matematika ITB pada tahun 1997/1998. Sebagian materi, terutama bagian awal, pernah pula dicobakan dalam ku-liah Pengantar Analisis Fourier untuk mahasiswa S1 Matematika ITB pada tahun 1999 dan 2000. Beberapa bagian diantaranya merupakan tambahan, yang penulis anggap berguna bagi pembaca yang belum pernah mengambil kedua matakuliah yang dise-butkan di atas. Untuk mengukur pemahaman pembaca terhadap materi yang dibahas, tiap bab diakhiri dengan sejumlah soal latihan. Penyusunan catatan kuliah ini dimulai di Bandung dan dilanjutkan serta diperbaiki di Sydney ketika penulis berkunjung ke School of Mathematics, Univerisity of New South Wales di Sydney pada tahun 2000/2001 sebagai Merdeka Fellow 2000. Sebagai upaya perbaikan, edisi revisi pertama diterbitkan pada tahun 2006. Menyadari bahwa catatan kuliah ini masih jauh dari sempurna, penulis dengan senang hati akan menerima segala masukan atau usulan perbaikan dari para pembaca sekalian. Masukan atau usulan perbaikan, bila ada, dapat disampaikan langsung atau via e-mail ke hgunawan@math.itb.ac.id. H.G., Januari 2006 Catatan tambahan (untuk Edisi Revisi II): Pada awal tahun 2014, ketika penulis memberikan kuliah Analisis Fourier lagi, revisi besar-besaran dilakukan dan sebagai hasilnya edisi revisi kedua ini diterbitkan pada bulan Mei 2014. 6
  • 7. Analisis Fourier dan Wavelet 7 0. Pendahuluan Analisis Fourier mempelajari berbagai teknik untuk menganalisis sebuah fungsi dengan menguraikannya sebagai deret atau integral fungsi tertentu (yang sifat-sifatnya telah kita kenal dengan baik, seperti fungsi polinom atau fungsi trigonometri). Analisis Fourier merupakan alat yang ampuh untuk memecahkan berbagai masalah, khususnya masalah yang berbentuk persamaan diferensial parsial yang muncul dalam sains dan ilmu rekayasa, dan tentunya untuk menganalisis signal seperti signal suara dan citra. Materi kuliah terbagi atas dua bagian. Bagian pertama akan meliputi deret dan transformasi Fourier serta penggunaannya, yang merupakan materi klasik, sebagaimana dibahas dalam buku Fourier Analysis and Its Applications" karangan G.B. Folland (Wadsworth, 1992). Sementara itu pada bagian kedua kita akan berkenalan dengan wavelet, materi yang relatif baru dan sedang `in' dewasa ini. Bagian kedua akan meny-inggung pula dasar-dasar pemrosesan signal dan penggunaan wavelet dalam bidang tersebut. Untuk memahami materi kuliah ini, Anda diasumsikan telah mengambil mataku-liah Analisis Real (yang membahas konsep himpunan, bilangan real, fungsi, barisan, turunan, dan integral Riemann) dan Aljabar Linear Elementer (yang membahas ruang vektor, hasilkali skalar, dan lain-lain). Akan lebih menguntungkan bila Anda telah pula mengambil matakuliah Fungsi Kompleks, namun ini bukan suatu keharusan. 0.1 Notasi dan istilah, bilangan kompleks Sebelum kita masuk ke materi kuliah, ada baiknya kita sepakati terlebih dahulu sejumlah notasi dan istilah yang akan kita pakai berulang-ulang. Himpunan semua bilangan asli f1; 2; 3 : : :g dinyatakan sebagai N, sementara him-punan semua bilangan bulat f: : : ;2;1; 0; 1; 2; : : :g dituliskan sebagai Z. Himpunan 7
  • 8. 8 Hendra Gunawan semua bilangan real dinyatakan sebagai R, sementara himpunan semua bilangan kom-pleks dituliskan sebagai C. Notasi berikut menyatakan interval di R: [a; b] := fx 2 R : a x bg; (a; b) := fx 2 R : a x bg; [a; b) := fx 2 R : a x bg; (a; b] := fx 2 R : a x bg: Pada umumnya kita akan bekerja dengan fungsi dari R ke C, yakni fungsi yang terde
  • 9. nisi di R (biasanya pada suatu interval di R) dan bernilai kompleks. Namun sesekali kita akan membahas pula fungsi peubah banyak yang terde
  • 10. nisi di Rd (d 2 N) dan bernilai kompleks. Di sini Rd menyatakan himpunan semua titik x = (x1; : : : ; xd) dengan xj 2 R; j = 1; : : : ; d. Mengingat bahwa kita akan senantiasa berhadapan dengan fungsi yang bernilai kompleks, di bawah ini kita tinjau kembali sejumlah sifat dasar bilangan kompleks, yang mungkin telah Anda pelajari dalam kuliah Fungsi Kompleks. Bilangan kompleks dapat disajikan sebagai z = a+bi dengan a; b 2 R dan i adalah bilangan imajiner yang memenuhi i2 = 1. Dalam hal ini a disebut bagian real dari z, ditulis Re(z) := a; sementara b disebut bagian imajiner dari z, ditulis Im(z) := b. Penjumlahan dan perkalian dua buah bilangan kompleks dapat dilakukan seperti halnya terhadap dua buah bilangan real: (a + bi) + (c + di) := (a + c) + (b + d)i; (a + bi)(c + di) := (ac bd) + (bc + ad)i: Himpunan semua bilangan kompleks C dapat dipandang sebagai bidang R2 (li-hat Gambar 0.1). Modulus bilangan kompleks z = a + bi, ditulis jzj, diberikan oleh jzj := p a2 + b2; yang menyatakan jarak Euclid dari z ke 0. Sebagaimana di R, kita mempunyai Ketaksamaan Segitiga di C: untuk setiap z1; z2 2 C berlaku jz1 + z2j jz1j + jz2j: Diberikan bilangan kompleks z, kita mempunyai z, yang menyatakan konjugasi atau kawan dari z, yakni z := a bi: Untuk setiap z 2 C, berlaku Re(z) = 1 2 (z + z); Im(z) = 1 2 (z z); 8
  • 11. Analisis Fourier dan Wavelet 9 jzj2 = zz; z real jhj z = z: (Catatan: Di sini `jhj' merupakan singkatan dari `jika dan hanya jika'.) Gambar 0.1: Bidang Kompleks Sebagai alternatif, bilangan kompleks sering pula dituliskan dalam bentuk polar: z := rei; dengan r = jzj dan = arg(z) = sudut yang dibentuk vektor z dengan sumbu real positif. Kita mempunyai rumus Euler: ei = cos + i sin : Sebagai contoh, untuk = , kita mempunyai ei = 1, sebuah persamaan yang melibatkan empat bilangan penting yaitu 1; i; e, dan serta tanda minus. Berbeda dari polinom real, setiap polinom kompleks senantiasa mempunyai akar, sebagaimana dijamin oleh teorema berikut: Teorema A (Teorema Dasar Ajabar). Misalkan P(z) := a0 + a1z + + anzn dengan an6= 0 dan n 2 N. Maka, terdapat bilangan 2 C sedemikian sehingga P() = 0. 9
  • 12. 10 Hendra Gunawan 0.2 Ruang Hilbert Ruang Hilbert merupakan abstraksi alami dari R3, yang memiliki struktur linear vektor, hasilkali dalam, dan sifat kelengkapan. Misalkan H ruang vektor atas C. Pemetaan h; i : H H ! C yang memenuhi (i) hx +
  • 13. y; zi = hx; zi +
  • 14. hy; zi 8 x; y; z 2 H; ;
  • 15. 2 C, (ii) hx; yi = hy; xi 8 x; y 2 H, (iii) hx; xi 0 8 x 2 H, (iv) hx; xi = 0 jhj x = 0, disebut hasilkali dalam pada H. Ruang vektor H atas C yang dilengkapi dengan hasil-kali dalam h; i disebut ruang hasilkali dalam. Pada ruang hasilkali dalam H dengan hasilkali dalam h; i, kita dapat mende
  • 16. n-isikan norma kxk := hx; xi1=2; yang memenuhi keempat sifat berikut: (i) kxk 0 8 x 2 H, (ii) kxk = 0 jhj x = 0, (iii) kxk = jj kxk 8 x 2 H; 2 C, (iv) kx + yk kxk + kyk 8 x; y 2 H (Ketaksamaan Segitiga). Selanjutnya, untuk setiap x; y 2 H, berlaku Ketaksamaan Cauchy-Schwarz: jhx; yij kxk kyk; Hukum Jajarangenjang: kx + yk2 + kx yk2 = 2(kxk2 + kyk2); Kesamaan Polarisasi: hx; yi = 1 4 kx + yk2 kx yk2 + ikx + iyk2 ikx iyk2 . Pada ruang hasilkali dalam H yang telah dilengkapi dengan norma k k kita dapat pula mende
  • 17. nisikan metrik d(x; y) := kx yk; yang memenuhi keempat sifat berikut: (i) d(x; y) 0 8 x; y 2 H, (ii) d(x; y) = 0 jhj x = y, 10
  • 18. Analisis Fourier dan Wavelet 11 (iii) d(x; y) = d(y; x) 8 x; y 2 H, (iv) d(x; z) d(x; y) + d(y; z) 8 x; y; z 2 H (Ketaksamaan Segitiga). Sebagai ruang metrik atau ruang bernorma, H dikatakan lengkap apabila setiap barisan Cauchy (xn) di H, yang memenuhi d(xm; xn) ! 0 (m; n ! 1), konvergen dalam norma ke suatu titik x 2 H, yakni d(xn; x) = kxn xk ! 0 (n ! 1). Ruang bernorma yang lengkap disebut ruang Banach. Ruang hasilkali H disebut ruang Hilbert apabila ia, sebagai ruang bernorma, merupakan ruang Banach. Contoh klasik ruang Hilbert adalah Cd, himpunan semua titik (z1; : : : ; zd) dengan zj 2 C; j = 1; : : : ; d, Pyang dilengkapi dengan hasilkali dalam baku hz;wi := d j=1 zj wj . Pembahasan tentang ruang Hilbert yang lebih mendalam dapat pula ditemui mis-alnya dalam buku An Introduction to Hilbert Space karangan N. Young (Cambridge Univ. Press, 1988). 0.3 Ukuran Lebesgue di R Dalam Analisis Real, Anda telah mempelajari konsep integral Riemann. Dalam ku-liah ini kita akan bekerja dengan integral Lebesgue, yang merupakan suatu perumuman dari integral Riemann. Walaupun Anda tidak akan dituntut untuk memahami kon-sep integral Lebesgue secara mendalam, ada baiknya Anda berkenalan dengan konsep ukuran Lebesgue yang mendasarinya pada kesempatan ini. Panjang interval terbatas I R yang mempunyai titik ujung a dan b dide
  • 19. nisikan sebagai jIj := b a. Panjang interval tak terbatas dide
  • 20. nisikan sebagai 1. Sekarang misalkan A suatu himpunan di R. Keluarga terbilang interval fIjg dikatakan meliputi S A apabila A j Ij . Ukuran luar A kemudian dide
  • 21. nisikan sebagai P m(A) := inff j jIj j : fIjg meliputi Ag: Jelas bahwa ukuran luar sebuah interval sama dengan panjangnya, yakni m(I) = jIj. Tidak tertutup kemungkinan terjadi m(A) = 1 untuk suatu A R. Secara umum, m(A) 2 [0;1]. Himpunan A R dikatakan terukur apabila untuk setiap 0 terdapat himpunan tertutup F A dan himpunan terbuka G A sedemikian sehingga m(G n F) . 11
  • 22. 12 Hendra Gunawan (Himpunan H dikatakan terbuka di R apabila untuk setiap x 2 H terdapat 0 sedemikian sehingga (x ; x + ) H; dan H dikatakan tertutup apabila R n H terbuka.) Tidak terlalu sukar untuk memeriksa bahwa jika A terukur, maka A0 juga terukur; jika A dan B terukur, maka A B juga terukur; dan jika Ak terukur untuk setiap S k 2 N, maka k2N Ak juga terukur. Keluarga himpunan M = fA R : A terukurg merupakan suatu aljabar-, yakni memenuhi: (i) A 2M) A0 2M, (ii) A;B 2M) A B 2M, S (iii) Ak 2M; k 2 N ) k2N Ak 2M: Keluarga M memuat semua himpunan terbuka, himpunan tertutup, himpunan F (gabungan sejumlah terbilang himpunan tertutup), dan himpunan G (irisan sejumlah terbilang himpunan terbuka) di R. Fungsi m yang dibatasi pada M dikenal sebagai ukuran Lebesgue pada R, biasa dilambangkan dengan m. Himpunan A R dikatakan berukuran nol apabila m(A) = 0. Himpunan beruku-ran nol jelas terukur, dengan m(A) = m(A) = 0. Setiap himpunan terbilang jelas merupakan himpunan berukuran nol. Suatu sifat atau pernyataan P pada R dikatakan berlaku hampir di mana-mana (h.d.m.) apabila P berlaku pada seluruh R kecuali pada suatu himpunan berukuran nol. Sebagai contoh, fungsi f : R ! R yang dide
  • 23. nisikan oleh f(x) := 0 jika x irasional dan f(x) := 1 jika x rasional, dapat dikatakan sama dengan nol hampir di mana-mana. Himpunan berukuran nol mempunyai peran yang cukup penting dalam teori inte-gral. Misalnya kita mempunyai teorema berikut: Teorema B (Kriteria keterintegralan Riemann). Misalkan f : [a; b] ! R terbatas. Maka, f terintegralkan Riemann pada [a; b] jika dan hanya jika f kontinu pada [a; b] kecuali pada suatu himpunan berukuran nol. Dengan konsep ukuran Lebesgue, integral Riemann dapat diperumum menjadi in-tegral Lebesgue | namun kita tidak akan membahasnya di sini. Pada umumnya kita akan bekerja dengan fungsi yang kontinu hampir di mana-mana, dan dalam hal ini in-tegral Lebesgue dapat dianggap sebagai integral Riemann. Beberapa teorema, seperti 12
  • 24. Analisis Fourier dan Wavelet 13 halnya teorema Fubini dan teorema Lebesgue tentang kekonvergenan barisan fungsi yang terdominasi, akan kita pakai begitu saja bilamana diperlukan. Bila pembaca ingin memahami konsep ukuran dan integral Lebesgue lebih jauh, silakan lihat buku Real Analysis karangan H.L. Royden (Prentice Hall, 1988), Real and Complex Analysis karangan W. Rudin (McGraw- Hill, 1986), atau buku lain yang membahas hal ini. 13
  • 25. 14 Hendra Gunawan 1. Mengapa Deret Fourier Di bawah ini diberikan dua contoh pemicu materi deret Fourier. Kedua contoh yang dipilih untuk dikemukakan di sini berkaitan dengan persamaan difusi atau persamaan panas untuk seutas kawat yang mengalami perubahan panas. 1.1 Persamaan panas untuk kawat lurus Misalkan kita mempunyai seutas kawat yang panjangnya L dan penampangnya ber-bentuk lingkaran, terinsulasi pada permukaannya (sehingga suhu dapat keluar/masuk hanya melalui kedua ujungnya), dan suhu pada kedua ujungnya dipertahankan tetap sama dengan nol. |||||||||| 0 L Gambar 1.1: Kawat [0;L] Bila kawat tersebut kemudian mengalami perubahan panas (katakan karena di-panasi), maka suhu pada kawat tersebut akan memenuhi persamaan panas atau per-samaan difusi ut = kuxx dengan syarat batas u(0; t) = u(L; t) = 0: Di sini u(x; t) menyatakan suhu kawat pada posisi x 2 [0;L] dan saat t 0, ut turunan parsial terhadap t, dan uxx turunan parsial kedua terhadap x; sementara k adalah konstanta difusi. 14
  • 26. Analisis Fourier dan Wavelet 15 Dengan pemisahan peubah, kita misalkan u(x; t) = X(x)T(t). Maka, kita akan peroleh X(x)T0(t) = kX00(x)T(t) X(0) = X(L) = 0: Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan kX(x)T(t), kita dapatkan T0(t) kT(t) = X00(x) X(x) : Karena ruas kiri hanya bergantung pada t, sementara ruas kanan hanya bergantung pada k, maka kedua ruas mestilah sama dengan suatu konstanta A, sehingga kita peroleh T0(t) = AkT(t) (1) X00(x) = AX(x) (2): Solusi umum dari (1) adalah T(t) = C0eAkt; t 0; sementara solusi umum dari (2) adalah X(x) = C1 cos x + C2 sin x; 0 x L: (Secara umum A merupakan konstanta kompleks; = p A adalah bilangan kompleks yang memenuhi 2 + A = 0.) Persyaratan X(0) = 0 memaksa C1 = 0, dan X(L) = 0 memberikan C2 sin L = 0. Dengan menganggap C26= 0, kita peroleh sin L = 0 yang berarti bahwa L = n dan karenanya A = n L 2 , dengan n 2 Z. Namun kita di sini cukup mengambil n 2 N mengingat kasus n = 0 hanya menghasilkan solusi nol dan mengganti n dengan n sama saja dengan mengganti C2 dengan C2. Dengan demikian kita peroleh solusi L )2kt sin un(x; t) = e( n nx L ; 0 x L; t 0; untuk setiap n 2 N. Dengan mengambil kombinasi linearnya dan dengan proses limit, kita mempunyai solusi yang berbentuk deret u(x; t) = 1X n=1 L )2kt sin ane( n nx L ; 0 x L; t 0; 15
  • 27. 16 Hendra Gunawan dengan an 2 R untuk setiap n 2 N. Misalkan, sebagai informasi tambahan, diketahui syarat awal u(x; 0) = f(x); x 2 [0;L]. Solusi di atas akan memenuhi syarat ini jika dan hanya jika koe
  • 28. sien an memenuhi f(x) = 1X n=1 an sin nx L ; 0 x L: Masalahnya kemudian adalah adakah an yang memenuhi persamaan ini dan, bila ada, bagaimana menentukannya. 1.2 Persamaan panas untuk kawat melingkar Misalkan kawat tadi ditekuk sehingga membentuk lingkaran (dengan kedua ujung-nya bertemu) dan kita ingin mengetahui distribusi panas pada kawat bila kawat tersebut dipanasi. Di sini posisi setiap titik ditentukan oleh sudut (yang diukur terhadap sumbu acuan) dan suhu di titik tersebut pada saat t adalah u(; t). Gambar 1.2: Kawat Melingkar Karena jarak linear pada lingkaran sebanding dengan jarak sudut (x = r, dengan r = jejari lingkaran), persamaan difusi ut = kuxx menjadi ut = k0u dengan k0 = k r2 . Dengan menuliskan u(; t) = ()T(t), kita peroleh (seperti sebelum-nya) T(t) = C0eAk0t; t 0; 16
  • 29. Analisis Fourier dan Wavelet 17 () = C1 cos p A + C2 sin p A; 2 R; untuk suatu konstanta kompleks A. Sekarang kita tidak mempunyai persyaratan batas karena lingkaran tidak berujung. Namun, mengingat dan + 2n menyatakan sebuah titik yang sama, fungsi () mestilah periodik dengan periode 2: ( + 2n) = () 8 2 [0; 2); n 2 Z: Syarat ini tidak `membunuh' C1 ataupun C2, tetapi memaksa p A = n 2 N [ f0g, sehingga pada akhirnya kita dapatkan solusi yang berbentuk u(; t) = 1X (an cos n + bn sin n)en2k0t; 2 R; t 0: n=0 Jika diketahui syarat awal u(; 0) = f(), maka kita peroleh f() = 1X (an cos n + bn sin n); 2 R: n=0 Masalahnya lagi-lagi adalah apakah f, yang merupakan fungsi periodik dengan periode 2, dapat dinyatakan sebagai deret seperti di atas dan, bila dapat, bagaimana menen-tukan koe
  • 30. sien an dan bn yang memenuhi persamaan tersebut. Deret trigonometri pada ruas kanan persamaan di atas kelak disebut sebagai deret Fourier, sementara bilangan-bilangan an dan bn (yang bergantung pada fungsi f yang diberikan) disebut sebagai koe
  • 31. sien Fourier. Tanda = pada persamaan tersebut berarti bahwa deret pada ruas kanan konvergen ke nilai fungsi f di titik . Secara umum, kekonvergenan ini hanya berlaku hampir di mana-mana, tidak `titik demi titik'. 1.3 Soal latihan 1. Tinjau persamaan gelombang utt = c2uxx untuk seutas kawat yang panjangnya L, dengan syarat batas u(0; t) = u(L; t) = 0 dan syarat awal u(x; 0) = f(x) dan ut(x; 0) = g(x): 17
  • 32. 18 Hendra Gunawan Dengan pemisahan peubah, peroleh solusi berupa deret u(x; t) = 1X n=1 sin nx L an cos nct L + bn sin nct L ; 0 x L; t 0; dengan an memenuhi f(x) = 1X n=1 an sin nx L ; 0 x L; dan bn memenuhi g(x) = 1X n=1 nc L bn sin nx L ; 0 x L: 18
  • 33. Analisis Fourier dan Wavelet 19 2. Deret Fourier Pada bab ini kita akan membahas deret Fourier dari fungsi periodik. Pendekatan yang dipilih dalam diktat ini sama dengan pendekatan dalam buku Fourier Analysis and Its Applications karangan G.B. Folland (Wadsworth, 1992). Untuk kemudahan kita akan lebih banyak bekerja dengan fungsi eksponensial kom-pleks ei daripada fungsi trigonometri cos dan sin . Ingat bahwa fungsi-fungsi ini terkait oleh rumus ei = cos + i sin ; cos = 1 2 (ei + ei) dan sin = 1 2i (ei ei): Kelebihan fungsi cosinus dan sinus adalah bahwa mereka bernilai real dan mempunyai sifat simetri, sementara kelebihan fungsi eksponensial adalah rumus turunan (ei)0 = iei dan rumus jumlah ei(+) = eiei yang relatif lebih sederhana. 2.1 Deret Fourier dari fungsi periodik Misalkan f() adalah sebuah fungsi bernilai kompleks yang terde
  • 34. nisi pada R se-demikian sehingga f( + 2) = f() 8 2 R; yakni f periodik dengan periode 2. Asumsikan pula bahwa f terintegralkan Riemann pada sebarang interval terbatas (ini dipenuhi bila, misalnya, f terbatas dan kontinu kecuali di sejumlah terhingga titik pada sembarang interval terbatas). Kita ingin mengetahui kapankah f dapat diuraikan sebagai deret f() = 1 2 a0 + 1X (an cos n + bn sin n): n=1 Di sini 1 2a0 merupakan koe
  • 35. sien fungsi konstan 1 = cos 0, dan faktor 1 2 sengaja diikut-sertakan untuk kemudahan yang akan kita lihat nanti. Tidak ada b0 karena sin 0 = 0. 19
  • 36. 20 Hendra Gunawan Menggunakan rumus di atas, persamaan tadi dapat dituliskan sebagai f() = 1X n=1 cnein dengan c0 = 1 2 a0; cn = 1 2 (an ibn) dan cn = 1 2 (an + ibn); n 2 N atau a0 = 2c0; an = cn + cn dan bn = i(cn cn); n 2 N: Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mencoba terlebih dahulu mencari syarat perlunya. Jika kita mempunyai persamaan di atas, bagaimana koe
  • 37. sien cn dapat di-hitung dalam f? Dengan mengalikan kedua ruas dengan eik (k 2 Z), kemudian integralkan dari sampai , kita peroleh (dengan menganggap bahwa integral deret sama dengan deret integral) Z f()eik = 1X n=1 cn Z ei(nk)d: Tetapi untuk n6= k Z ei(nk)d = 1 i(n k) ei(nk)
  • 38.
  • 39.
  • 40. = 0; sementara untuk n = k Z ei(nk) = Z d = 2: Jadi satu-satunya suku yang bertahan dalam deret tadi adalah suku ke-k, sehingga kita dapatkan Z f()eikd = 2ck: Dengan menamai kembali k sebagai n, kita peroleh rumus untuk koe
  • 41. sien cn, yakni cn = 1 2 Z f()eind; n 2 Z: Dari sini kita peroleh a0 = 2c0 = 1 Z f()d 20
  • 42. Analisis Fourier dan Wavelet 21 dan untuk n = 1; 2; 3; : : : an = cn + cn = 1 Z f() cos nd bn = i(cn cn) = 1 Z f() sin nd: Perhatikan bahwa rumus untuk an berlaku pula untuk n = 0 karena faktor 1 2 yang sengaja telah kita ikutsertakan sejak awal. Selanjutnya, jika f periodik dengan periode 2 dan terintegralkan pada [; ], maka bilangan cn, atau an dan bn, sebagaimana dirumuskan di atas, disebut sebagai koe
  • 43. sien Fourier dari f, sementara deret 1X n=1 cnein atau 1 2 a0 + 1X (an cos n + bn sin n) n=1 disebut sebagai deret Fourier dari f. Catat bahwa yang telah kita dapatkan saat ini baru syarat perlunya saja, belum syarat cukup. Yakni, jika kita mempunyai sebuah fungsi f yang periodik dengan periode 2 dan terintegralkan pada [; ], maka kita dapat menghitung koe
  • 45. sien Fourier dan deret Fourier dari fungsi tersebut. Namun pertanyaan apakah f sama dengan deret Fouriernya, atau apakah deret Fourier dari f konvergen (titik demi titik) ke f, sama sekali belum terjawab. 2.2 Contoh dan Ketaksamaan Bessel Sebelum kita menjawab pertanyaan penting tadi, kita tinjau terlebih dahulu dua buah contoh berikut. Contoh 1. Misalkan f periodik dengan periode 2 dan f() := jj; : Maka, dengan mengingat bahwa f merupakan fungsi genap, kita peroleh a0 = , an = 2 (1)n1 dan bn = 0 untuk setiap n 2 N. Perhatikan bahwa (1)n 1 = 0 bila n n2 genap, dan (1)n 1 = 2 bila n ganjil. Dengan demikian deret Fourier dari f adalah 2 4 X n=1;3;5;::: 1 n2 cos n: 21
  • 46. 22 Hendra Gunawan Gambar2.2a: Fungsi f dan deret Fouriernya (Sumber: Folland) Gambar di atas mengindikasikan bahwa deret Fourier dari f konvergen ke fungsi f secara `titik demi titik'. Hal ini akan kita justi
  • 47. kasi pada bab berikutnya. Contoh 2. Misalkan g periodik dengan periode 2 dan g() := ; : Maka c0 = 0 dan cn = (1)n+1 in untuk setiap n6= 0. Jadi deret Fourier dari g adalah X n6=0 (1)n+1 in ein atau, mengingat (1)n = (1)n dan ein in + ein in = 2 n sin n, 2 1X n=1 (1)n+1 n sin n: 22
  • 48. Analisis Fourier dan Wavelet 23 Gambar 2.2b: Fungsi g dan deret Fouriernya (Sumber: Folland) Perhatikan bagaimana deret Fourier dari g menghampiri fungsi g, khususnya di titik-titik diskontinuitas g. Apa yang sebenarnya terjadi akan dijelaskan pada bab berikutnya. (Pelajari pula tentang fenomena Gibbs pada x5.4.) Ketaksamaan berikut memberikan suatu hampiran untuk koe
  • 49. sien Fourier, yang kelak diperlukan dalam pembahasan kekonvergenan deret Fourier. Teorema A (Ketaksamaan Bessel). Jika f periodik dengan periode 2 dan terinte- gralkan Riemann pada [; ], maka koe
  • 50. sien Fourier cn yang ditentukan oleh rumus di atas memenuhi ketaksamaan 1X n=1 jcnj2 1 2 Z jf()j2d: 23
  • 51. 24 Hendra Gunawan Catatan. Mengingat ja0j2 = 4jc0j2 dan janj2 + jbnj2 = 2(jcnj2 + jcnj2) untuk n 1, kita peroleh 1 4 ja0j2 + 1 2 1X (janj2 + jbnj2) = n=1 1X n=1 jcnj2 1 2 Z jf()j2d: Bukti. Karena jzj2 = zz, maka untuk setiap 2 [; ] dan N 2 N berlaku jf() XN n=N cneinj2 = jf()j2 XN n=N [cn f()eincnf()ein]+ XN m;n=N cmcnei(mn): Bagi kedua ruas dengan 2 dan integralkan pada [; ], dengan mengingat rumus koe
  • 52. sien cn pada x2.1: 1 2 Z jf() XN n=N cneinj2d = 1 2 Z jf()j2d XN n=N jcnj2: Karena integral di ruas kiri tak mungkin negatif, maka 1 2 Z jf()j2d XN n=N jcnj2; dan ini berlaku untuk setiap n 2 N. [QED] Akibat B (Lemma Riemann-Lebesgue). Koe
  • 53. sien Fourier cn menuju 0 bila jnj ! 1. Koe
  • 54. sien Fourier an dan bn menuju 0 bila n ! 1. Bukti. janj2; jbnj2, dan jcnj2 merupakan suku ke-n deret yang konvergen, dan karenanya mereka menuju 0 dan demikian pula halnya dengan an; bn, dan cn. [QED] 2.3 Soal latihan 1. Veri
  • 55. kasi hubungan antara an; bn, dan cn yang dibahas pada x2.1, yakni c0 = 1 2 a0; cn = 1 2 (an ibn) dan cn = 1 2 (an + ibn); n 2 N atau a0 = 2c0; an = cn + cn dan bn = i(cn cn); n 2 N: 2. (a) Veri
  • 57. sien an dan bn pada Contoh 1. (b) Veri
  • 59. sien cn pada Contoh 2. 3. Veri
  • 60. kasi hubungan antara janj; jbnj, dan jcnj yang dinyatakan sebagai Catatan di bawah Teorema A. 24
  • 61. Analisis Fourier dan Wavelet 25 3. Kekonvergenan Deret Fourier Sekarang kita akan membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekonverge- nan titik demi titik. Melalui Contoh 2 yang dibahas pada bab sebelumnya kita menge-tahui bahwa secara umum deret Fourier dari suatu fungsi tidak selalu konvergen titik demi titik ke fungsi semula, khususnya di titik di mana fungsi tersebut diskontinu. Na-mun, kita akan melihat bila fungsi tersebut memenuhi sejumlah hipotesis tertentu, maka deret Fourier-nya akan konvergen titik demi titik. 3.1 Jumlah parsial dan intuisi melalui kernel Dirichlet Untuk menjawab pertanyaan apakah deret 1 2 a0 + 1X (an cos n + bn sin n) n=1 atau deret 1X n=1 cnein; dengan an; bn, dan cn sebagaimana diberikan sebelumnya, konvergen ke f(), kita tinjau jumlah parsialnya, yakni Sf N() := XN n=N cnein = 1 2 a0 + XN (an cos n + bn sin n): n=1 (Ketika kita bekerja dengan bentuk eksponensial, kita sepakat bahwa kita senantiasa menyatukan suku ein dan ein. Itu sebabnya kita harus menyelidiki jumlah parsial `simetris' di atas.) Jika kita substitusikan rumus untuk cn ke dalam jumlah parsial tadi, maka kita akan mendapatkan Sf N() = 1 2 XN n=N Z f( )ein( )d = 1 2 XN n=N Z f( )ein( )d : 25
  • 62. 26 Hendra Gunawan Selanjutnya, dengan substitusi peubah := dan mengingat bahwa f periodik dengan periode 2, kita peroleh Sf N() = 1 2 XN N Z + + f( + )eind = 1 2 XN N Z f( + )eind: Karena PN N R : : : = R PN n=N : : :, kita dapat menuliskan Sf N() = Z f( + )DN()d; dengan DN() := 1 2 PN n=N ein. Fungsi DN() dikenal sebagai kernel Dirichlet. Dengan mengenalinya sebagai deret geometri, dengan suku pertama eiN dan rasio ei, kita dapat menyederhanakannya sebagai DN() = 1 2 ei(N+1) eiN ei 1 : Selanjutnya, dengan mengalikan pembilang dan penyebut dengan ei=2, kita peroleh DN() = 1 2 ei(N+1=2) ei(N+1=2) ei=2 ei=2 = 1 2 sin(N + 1=2) sin =2 : Gra
  • 63. k DN() untuk N = 25 kurang lebih berbentuk seperti di bawah ini. Gambar 3.1: Gra
  • 64. k D25() (Sumber: Folland) Intuisi yang mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa Sf N() ! f() adalah sebagai berikut: titik puncak DN() yang terjadi di = 0 `memetik' nilai f() pada 26
  • 65. Analisis Fourier dan Wavelet 27 Sf N(); sementara osilasi cepat yang terjadi pada DN() untuk jauh dari 0 `membunuh' bagian lainnya karena adanya pencoretan antara nilai positif dan negatif. 3.2 Kekonvergenan titik demi titik dan seragam Untuk membuktikan kekonvergenan titik demi titik deret Fourier, kita memerlukan lemma berikut mengenai kernel Dirichet dan sejumlah peristilahan. Lemma A (Kernel Dirichlet). Untuk setiap N 2 N berlaku Z 0 DN()d = Z 0 DN()d = 1 2 : Bukti. Dari rumus untuk DN, kita mempunyai DN() = 1 2 + 1 XN n=1 cos n; sehingga Z 0 DN()d = h 2 + 1 XN n=1 sin n n i 0 = 1 2 : Serupa dengan itu, Z 0 DN()d = 1 2 ; sebagaimana diharapkan. [QED] Misalkan 1 a b 1. Kita katakan bahwa f kontinu bagian demi bagian pada [a; b] apabila f kontinu pada [a; b] kecuali mungkin di sejumlah terhingga titik, sebutlah x1; : : : ; xk, dan di titik-titik ini f mempunyai limit kiri dan limit kanan. [Jika titik a atau b termasuk salah satu titik tersebut, maka f hanya dipersyaratkan mem-punyai limit kanan saja (di a) atau limit kiri saja (di b).] Lalu, kita katakan bahwa f mulus bagian demi bagian pada [a; b] apabila f dan turunan pertamanya, yaitu f0, kontinu bagian demi bagian pada [a; b]. Dalam hal ini fungsi yang mempunyai diskontinuitas tak terhingga (seperti f(x) = 1=x di x = 0) dan fungsi yang mempunyai patahan `vertikal' (dengan turunan kiri atau turunan kanan tak terhingga) tidak termasuk fungsi yang mulus bagian demi bagian. 27
  • 66. 28 Hendra Gunawan Sebagai ilustrasi, fungsi yang kontinu bagian demi bagian dapat berbentuk seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 3.2a: Fungsi kontinu bagian demi bagian Fungsi pada gambar di atas juga mulus bagian demi bagian. Contoh fungsi yang tidak mulus bagian demi bagian misalnya fungsi seperti di bawah ini: Gambar 3.2b: Bukan fungsi mulus bagian demi bagian Selanjutnya, f dikatakan kontinu (mulus) bagian demi bagian pada R apabila ia kontinu (mulus) bagian demi bagian pada sebarang selang terbatas [a; b]. Teorema B (Kekonvergenan Titik Demi Titik). Jika f periodik dengan periode 2 dan mulus bagian demi bagian, maka lim N!1 Sf N() = 1 2 [f() + f(+)]; dengan f() := lim h!0 f( + h) dan f(+) := lim h!0+ f( + h): 28
  • 67. Analisis Fourier dan Wavelet 29 Bukti. Menurut Lemma Kernel Dirichlet, kita mempunyai 1 2 f() = f() Z 0 DN()d; 1 2 f(+) = f(+) Z 0 DN()d; sehingga Sf N() 1 2 [f() + f(+)] = 1 2 Z g()[ei(N+1) eiN]d; dengan g() = f( + ) f() ei 1 ; 0; g() = f( + ) f(+) ei 1 ; 0 : Di sini g terde
  • 68. nisi dengan baik pada [; ] dan sama mulusnya dengan f, kecuali di dekat = 0. Namun, berdasarkan Aturan L'Hopital, g mempunyai limit kanan dan limit kiri di 0, sehingga g kontinu bagian demi bagian pada [; ]. Akibatnya, menurut Ketaksamaan Bessel, koe
  • 69. sien Fourier dari g, sebutlah Cn, akan menuju 0 bila n ! 1. Sebagai selisih dua koe
  • 70. sien Fourier dari g, ekspresi di atas akan menuju 0 bila N ! 1. [QED] Teorema di atas memberitahu kita bahwa deret Fourier dari f konvergen titik demi titik ke f, kecuali mungkin di titik-titik diskontinuitas f. Bila kita de
  • 71. nisikan ulang nilai f di titik-titik diskontinuitasnya sebagai nilai rata-rata limit kiri dan limit kanannya, maka deret Fourier dari f yang mulus bagian demi bagian pada [; ] akan konvergen titik demi titik pada [; ]. Lebih jauh, jika f juga kontinu pada [; ], maka kita mempunyai teorema berikut. Teorema C (Kekonvergenan Seragam). Jika f periodik dengan periode 2, kontinu dan mulus bagian demi bagian, maka deret Fourier f konvergen mutlak dan secara seragam pada R. 3.3 Soal latihan 1. Misalkan f dan g periodik dengan periode 2 dan mulus bagian demi bagian. Buktikan jika f dan g mempunyai koe
  • 72. sien Fourier yang sama, maka mestilah f = g. 29
  • 73. 30 Hendra Gunawan 2. Gunakan deret Fourier pada Contoh 2 yang dibahas pada Bab 2 dan teorema kekonvergenan titik demi titik di atas untuk membuktikan kesamaan 1X k=1 1 (2k 1)2 = 2 8 dengan meninjau nilai deret Fourier dan fungsi tersebut di = 0. 3. Buktikan bahwa 1X n=1 1 n2 = 2 6 dengan menggunakan deret Fourier dari fungsi tertentu. 30
  • 74. Analisis Fourier dan Wavelet 31 4. Deret Fourier pada Interval Sembarang dan Aplikasinya Kita telah mempelajari bagaimana menguraikan fungsi periodik dengan periode 2 yang terde
  • 75. nisi pada R sebagai deret Fourier. Deret trigonometri tersebut sebetulnya dapat pula dipakai sebagai representasi fungsi yang terde
  • 76. nisi pada interval sembarang yang panjangnya 2. Pada bab ini kita akan membahas deret Fourier dari suatu fungsi yang dide
  • 77. nisikan pada interval sembarang dan aplikasinya. 4.1 Deret Fourier pada interval sembarang Misalkan kita mempunyai sebuah fungsi f yang terde
  • 78. nisi pada [; ], dengan asumsi f() = f(). (Asumsi ini dapat dipenuhi dengan cara mende
  • 79. nisikan ulang, bila perlu, nilai f di salah satu titik ujungnya. Asumsi ini dapat pula dihapuskan dengan menganggap f terde
  • 80. nisi hanya pada (; ].) Selanjutnya misalkan f terbatas dan terintegralkan pada [; ]. Kita perluas f pada R sedemikian sehingga f periodik dengan periode 2, melalui f( + 2n) = f() 8 2 (; ]; n 2 Z: Sebagai contoh, fungsi periodik f yang dibahas pada Bab 2, Contoh 1, dapat dipandang sebagai perluasan periodik fungsi f() = jj dari interval (; ] ke seluruh R. Jika f mulus bagian demi bagian pada (; ], maka kita dapat menguraikannya sebagai deret Fourier. Dengan membatasi kembali peubah pada [; ], kita peroleh deret Fourier dari fungsi semula. Sekarang misalkan f terde
  • 81. nisi hanya pada [0; ]. Kita dapat memperluas f pada R sedemikian sehingga ia merupakan fungsi periodik dengan periode 2, dan kemudian kita peroleh deret Fouriernya. Untuk memperluas f pada R, pertama kita perluas f pada [; ]. Ada dua cara yang baku untuk hal ini, yakni dengan membuatnya menjadi fungsi 31
  • 82. 32 Hendra Gunawan genap atau ganjil. Perluasan genap fgenap pada [; ] dapat diperoleh melalui fgenap() = f() 8 2 [0; ]; sementara perluasan ganjil fganjil dapat diperoleh melalui fganjil() = f() 8 2 (0; ]; fganjil(0) = 0; Untuk ilustrasi, lihat gambar berikut. Gambar 4.1: Fungsi beserta perluasan ganjil dan perluasan genap Keuntungan menggunakan fgenap dan fganjil adalah bahwa koe
  • 83. sien Fouriernya kelak lebih sederhana. Untuk fgenap, koe
  • 84. sien sinusnya akan sama dengan nol (karena sin n merupakan fungsi ganjil). Untuk fganjil, koe
  • 85. sien cosinusnya akan sama dengan nol (karena cos n merupakan fungsi genap). Jadi, deret Fourier dari fgenap hanya melibatkan fungsi cosinus, sementara deret Fourier dari fganjil hanya melibatkan fungsi 32
  • 86. Analisis Fourier dan Wavelet 33 sinus. Dengan simetri, perhitungan koe
  • 87. sien lainnya juga menjadi lebih mudah: Z fgenap() cos n d = 2 Z 0 f() cos n d; Z fganjil() sin n d = 2 Z 0 f() sin n d: Perhatikan bahwa pada akhirnya fungsi f yang semula terde
  • 88. nisi pada [0; ] muncul kembali dalam perhitungan koe
  • 89. sien Fourier di atas. Selanjutnya, misalkan f terintegralkan pada [0; ]. Deret 1 2 a0 + Xn n=1 an cos n; dengan an = 2 Z 0 f() cos n d; disebut deret Fourier cosinus dari f. Sementara itu, deret Xn n=1 bn sin n; dengan bn = 2 Z 0 f() sin n d; disebut deret Fourier sinus dari f. Teorema A. Misalkan f mulus bagian demi bagian pada [0; ]. Maka, deret Fourier cosinus dan deret Fourier sinus dari f konvergen ke 1 2 [f()+f(+)] di setiap 2 (0; ). Khususnya, mereka konvergen ke f() jika f kontinu di 2 (0; ). Deret Fourier cosinus dari f konvergen ke f(0+) di = 0 dan ke f() di = ; deret Fourier sinus dari f konvergen ke 0 di kedua titik tersebut. Sekarang misalkan f(x) adalah fungsi periodik dengan periode 2L. Dengan substi-tusi peubah x := L , kita peroleh fungsi baru g() := f L = f(x): Perhatikan bahwa g merupakan fungsi periodik dengan periode 2, dan karenanya dapat diuraikan sebagai deret Fourier g() = 1X n=1 cnein; cn = 1 2 Z g()eind; 33
  • 90. 34 Hendra Gunawan asalkan g mulus bagian demi bagian. Jika kita subtitusikan kembali = x L ke dalam rumus di atas, maka kita dapatkan deret Fourier periodik dengan periode 2L dari fungsi f semula: f(x) = 1X n=1 cneinx=L; cn = 1 2L Z L L f(x)einx=Ldx: Dinyatakan dalam cosinus dan sinus, deret ini menjadi f(x) = 1 2 a0 + 1X an cos n=1 nx L + bn sin nx L ; dengan an = 1 L Z L L f(x) cos nx L dx; bn = 1 L Z L L f(x) sin nx L dx: Dengan cara yang serupa seperti sebelumnya kita dapat memperoleh deret Fourier cosinus dan deret Fourier sinus dari fungsi f yang mulus bagian demi bagian pada [0;L], yakni f(x) = 1 2 a0 + 1X n=1 an cos nx L ; an = 2 L Z L 0 f(x) cos nx L dx; dan f(x) = 1X n=1 bn sin nx L ; bn = 2 L Z L 0 f(x) sin nx L dx: Contoh 1. Deret Fourier cosinus dari fungsi f(x) := x; x 2 [0; 1], adalah 1 2 4 2 1X n=1 1 (2n 1)2 cos(2n 1)x; sementara deret Fourier sinusnya adalah 2 1X n=1 (1)n+1 n sin nx: 4.2 Contoh aplikasi Pada Bab 1 kita telah membahas persamaan panas untuk sepotong kawat lurus yang panjangnya L, yakni uu = kuxx 34
  • 91. Analisis Fourier dan Wavelet 35 dengan syarat batas u(0; t) = u(L; t) = 0; t 0; dan syarat awal u(x; 0) = f(x); 0 x L: Kandidat solusi masalah ini adalah u(x; t) = 1X n=1 bnen22kt=L2 sin nx L ; 0 x L; t 0; dengan koe
  • 92. sien bn memenuhi f(x) = 1X n=1 bn sin nx L ; 0 x L: Sekarang kita telah mengetahui bahwa persamaan terakhir di atas dapat dipenuhi apabila f mulus bagian demi bagian pada [0;L] dan bn = 2 L Z L 0 f(x) sin nx L dx; n 2 N: Pertanyaannya kemudian adalah: apakah u(x; t) yang diberikan sebagai deret oleh ru-mus di atas, dengan koe
  • 93. sien bn ini, sungguh merupakan solusi masalah tadi? Jawaban-nya ya. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Masing-masing suku deret merupakan solusi persamaan panas. Pada daerah 0 x L; t 0, deret konvergen mutlak dan seragam. Karena itu, penurunan suku demi suku dapat dilakukan untuk menunjukkan bahwa u(x; t) merupakan solusi persamaan panas. Syarat batas u(0; t) = u(L; t) = 0 dan u(x; 0) = f(x) mudah diperiksa. Lebih jauh, dengan uji M-Weierstrass, dapat ditunjukkan bahwa deret konvergen seragam pada daerah 0 x L; t 0, dan karenanya u kontinu pada daerah ini, sehingga u(x; t) ! u(x; 0) = f(x) bila t ! 0+. Pertanyaan berikutnya adalah: apakah solusi masalah tersebut tunggal? Jawa-bannya juga ya. Setiap solusi u(x; t) untuk masalah tersebut mestilah dapat diuraikan sebagai deret Fourier dalam x untuk setiap t. Substitusikan deret ini ke dalam per-samaan dan gunakan syarat awal, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa koe
  • 94. sien deret ini mestilah sama dengan koe
  • 95. sien Fourier yang kita peroleh sebelumnya. 35
  • 96. 36 Hendra Gunawan 4.3 Soal Latihan 1. Bagaimana anda dapat memperoleh deret Fourier dari sebuah fungsi yang terde
  • 97. n-isi pada sebarang interval [a; b]? Jelaskan secara detil. 2. Veri
  • 98. kasi ketunggalan solusi persamaan panas dengan syarat batas dan syarat awal yang dibahas pada x4.2. 3. Tentukan solusi tak homogen dari persamaan diferensial biasa orde 2 berikut: y00 + 0; 02y0 + 25y = r(t) dengan r(t) := jtj 1 2 untuk 1 t 1 dan r(t + 2) = r(t) untuk setiap t 2 R. (Petunjuk: Nyatakan r(t) sebagai deret Fourier terlebih dahulu.) 36
  • 99. Analisis Fourier dan Wavelet 37 5. Beberapa Catatan Mengenai Deret Fourier Kita telah mempelajari deret Fourier dan aplikasinya, tetapi itu sebetulnya baru sebagian saja. Berikut adalah beberapa informasi tambahan mengenai deret Fourier yang mungkin perlu diketahui oleh Anda. 5.1 Turunan dan Integral dari Deret Fourier Teorema A (Turunan dari deret Fourier). Misalkan f periodik dengan periode 2, kontinu, dan mulus bagian demi bagian. Misalkan an; bn, dan cn adalah koe
  • 100. sien Fourier dari f (real dan kompleks). Misalkan a0 n, dan c0 n; b0 n menyatakan koe
  • 101. sien Fourier dari f0. Maka, untuk setiap n, berlaku a0 n = nbn; b0 n = nan; dan c0 n = incn: Teorema B (Integral dari deret Fourier). Misalkan f periodik dengan periode 2, dan an; bn, dan cn adalah koe
  • 102. sien Fourier dari f. Misalkan F() = R 0 f()d, anti-turunan dari f. Jika c0(= 1 2a0) = 0, maka untuk setiap berlaku F() = C0 + X n6=0 cn in ein = 1 2 A0 + 1X an n n=1 sin n bn n cos n ; dengan suku konstanta C0 sama dengan nilai rata-rata F pada [; ], yakni C0 = 1 2 A0 = 1 2 Z F()d: Catatan. Pada Bab 3, kita membahas kekonvergenan deret Fourier, khususnya kekon-vergenan titik demi titik. Kekonvergenan seragam deret Fourier diperoleh bila f peri-odik dengan periode 2, kontinu, dan mulus bagian demi bagian pada R. Pembuktian dalil ini sesungguhnya memerlukan Teorema A yang berkaitan dengan turunan dari deret Fourier. Bila penasaran, lihat buku G.B. Folland (Wadsworth, 1992). 37
  • 103. 38 Hendra Gunawan 5.2 Deret Fourier sebagai transformasi Diberikan sebuah fungsi periodik f dengan periode 2L, koe
  • 104. sien Fourier cn dari f dapat dipandang sebagai suatu pemetaan n7! cn = 1 2L Z L L f()einx=L dx; yang terde
  • 105. nisi pada Z. Transformasi f7! fcng memetakan fungsi periodik f yang terde
  • 106. nisi pada R ke barisan fcng yang terde
  • 107. nisi pada Z. Transformasi ini memetakan fungsi dengan domain waktu ke fungsi dengan do-main frekuensi. Secara
  • 108. sis, cn menyimpan informasi tentang sinyal f yang mempunyai frekuensi
  • 109.
  • 110. n L
  • 111.
  • 112.
  • 113.
  • 114. . Catat bahwa semakin besar L, semakin kerap domain frekuensi f n L
  • 115.
  • 116. g. Invers dari transformasi tersebut memetakan barisan (n) yang terde
  • 117. nisi pada Z ke fungsi periodik g() := 1P n=1 (n)einx=L yang terde
  • 118. nisi pada R. Rumus ini memberi kita cara untuk merekonstruksi f dari barisan fcng: f() = 1P n=1 cneinx=L. Pada prinsipnya, informasi tentang f tersimpan dalam fcng, dan sebaliknya. Na-mun, terdapat beberapa keuntungan bila kita bekerja dengan fcng dibandingkan de-ngan f. Sebagai contoh, Teorema A pada x5.1 menunjukkan bahwa transformasi di atas `mengubah' operasi penurunan (pada f) menjadi perkalian dengan in L (pada fcng): jika c0 n menyatakan koe
  • 119. sien Fourier dari f0, maka c0 n = in L cn. 5.3 Perbandingan dengan deret Taylor Kita masih ingat bagaimana menguraikan sebuah fungsi f sebagai deret Taylor di sekitar suatu titik x0 dalam daerah de
  • 120. nisinya: f(x) = 1X n=0 f(n)(x0) n! (x x0)n; jx x0j r; asalkan f dapat diturunkan tak hingga kali di x0, dan suku sisa Taylor-nya menuju 0 pada interval tersebut. Kecepatan kekonvergan deret Taylor di x bergantung pada seberapa jauh x dari x0. Secara umum, jumlah parsial dari deret Taylor dapat mem-berikan hampiran yang sangat baik di dekat x0 tetapi tidak terlalu baik untuk x yang jauh dari x0. 38
  • 121. Analisis Fourier dan Wavelet 39 Berbeda dengan deret Taylor, deret Fourier untuk fungsi f yang periodik dengan periode 2L tidak mengharuskan f mempunyai turunan tiap orde. Bila f cukup mulus pada [L;L], jumlah parsial dari deret Fourier akan konvergen ke f cukup cepat dan secara seragam, serta memberikan hampiran yang baik pada [L;L]. Jadi, bila deret Taylor terkait erat dengan perilaku lokal fungsi, maka deret Fourier terkait erat dengan perilaku global fungsi. 5.4 Fenomena Gibbs Misalkan f adalah sebuah fungsi periodik. Jika f mempunyai diskontinuitas di x0, maka deret Fourier dari f tidak mungkin konvergen ke f secara seragam pada interval yang mengandung x0 (karena limit seragam dari barisan fungsi kontinu haruslah kon-tinu). Untuk fungsi f yang mulus bagian demi bagian, deret Fourier dari f mengalami suatu fenomena yang dikenal sebagai fenomena Gibbs, khususnya di titik-titik diskon-tinuitas fungsi f. Jumlah parsialnya dalam hal ini akan overshoot dan undershoot f di dekat titik diskontinuitasnya. Sebagai ilustrasi, tinjau f() := ; untuk 0 2; f(+2n) = f() untuk setiap n 2 Z. Maka, deret Fourier dari f akan tampak seperti pada gambar di bawah ini. Perhatikan bahwa ada semacam spike di dekat titik-titik diskontinuitas f. Gambar 5.4: Fenomena Gibbs (Sumber: Folland) Untuk mengetahui berapa besar overshoot dan undershoot tersebut, kerjaka 39
  • 122. 40 Hendra Gunawan soal di bawah ini (yang dicuplik dari buku G.B. Folland Fourier Analysis and Its Applications (Wadsworth, 1992). 5.5 Soal latihan 1. Diketahui f() := ; untuk 0 2; f(+2n) = f() untuk setiap n 2 Z. (a) Tunjukkan bahwa f() = 2 P1 n=1 sin n n untuk 0 2. (b) Misalkan gN() := 2 PN n=1 sin n n (): Tunjukkan bahwa g0N () = 2DN(), dengan DN adalah kernel Dirichlet pada x3. (c) Tunjukkan bahwa titik stasioner pertama di sebelah kanan 0 dari gN() tercapai di N := N+1=2 , dan gN(N) = Z N 0 sin(N + 1 2 ) sin 1 2 d : (d) Tunjukkan bahwa lim N!1 gN(N) = 2 R 0 sin d : 40
  • 123. Analisis Fourier dan Wavelet 41 6. Himpunan Fungsi Ortogonal Misalkan f periodik dengan periode 2, dan mulus bagian demi bagian pada [; ]. Jika Sf N() = PN n=N cnein; n = 0; 1; 2; : : :, adalah jumlah parsial dari deret Fourier f, maka kita telah menunjukkan bahwa (Sf N) konvergen ke f, yakni lim N!1 XN n=N cnein = f() hampir di mana-mana. Dalam hal ini kita dapat merekonstruksi f dari koe
  • 125. sien Fourier-nya melalui f() = 1X n=1 cnein: Namun, secara umum, deret Fourier f tidak selalu sama persis dengan fungsi f sem-ula. Bahkan, dalam kasus ekstrim, deret Fourier f dapat divergen di mana-mana, sebagaimana ditunjukkan oleh Kolmogorov (1926). Fungsi yang mulus bagian demi bagian pada [; ] tentunya terintegralkan pada [; ]. Keterintegralan f pada [; ] merupakan premis yang diasumsikan pada awal pembahasan deret Fourier. Tetapi, fakta di atas mengindikasikan bahwa mestinya ada hal lain selain keterintegralan f pada [; ] yang menjamin deret Fourier f konvergen ke f. 6.1 Himpunan fungsi ortogonal Deret Fourier dibentuk dari suatu keluarga fungsi ortogonal di suatu ruang fungsi yang dilengkapi dengan hasilkali dalam tertentu. Di ruang vektor X yang dilengkapi dengan hasilkali h; i dan norm k k, vektor u 2 X disebut vektor normal jika kuk = 1. Vektor v6= 0 dapat dinormalkan dengan membaginya dengan kvk: jika u := v kvk , maka kuk = 1. Himpunan vektor fu1; : : : ; ung 41
  • 126. 42 Hendra Gunawan disebut himpunan ortonormal jika kuik = 1 untuk tiap i = 1; : : : ; n dan hui; uji = 0 untuk i6= j; yakni jika hui; uji = ij ; i; j = 1; : : : ; n: [Jika vi6= 0 untuk tiap i = 1; : : : ; n dan hvi; vji = 0 untuk i6= j, maka fv1; : : : ; vjg disebut himpunan ortogonal.] Jika fu1; : : : ; ukg ortonormal di Ck dan v = 1u1 + + kuk, maka i = hv; uii untuk tiap i = 1; : : : ; k. Sebaliknya, misalkan v 2 Ck. Jika kita de
  • 127. nisikan i = hv; uii untuk i = 1; : : : ; n dan tulis v = 1u1 + + kuk, maka w = v v ? ui, karena hw; uii = hv; uii hv; uii = 0; untuk tiap i = 1; : : : ; n. Akibatnya w = 0, karena bila tidak, maka fu1; : : : ; uk;wg merupakan himpunan ortogonal dengan k + 1 anggota di Ck. Teorema A. Misalkan fu1; : : : ; ukg himpunan ortonormal k vektor di Ck. Maka, untuk setiap v 2 Ck, berlaku (a) v = hv; u1iu1 + + hv; ukiuk: (b) kvk2 = jhv; u1ij2 + + jhv; ukij2: 6.2 Ruang PC(a; b) sebagai ruang hasilkali dalam Mari kita tinjau ruang PC(a; b), yaitu ruang fungsi kontinu bagian demi bagian pada [a; b]. Ingat bahwa f dikatakan kontinu bagian demi bagian pada [a; b] apabila f kontinu pada [a; b] kecuali di sejumlah terhingga titik x1; : : : ; xk, dan di titik-titik tersebut limit kiri dan limit kanan f ada. Fungsi f di PC(a; b) tidak hanya terinte-gralkan tetapi juga kuadratnya terintegralkan, yakni jfj2 terintegralkan, pada (a; b). Pada PC(a; b) kita dapat mende
  • 128. nisikan hasilkali dalam hf; gi := Z b a f(x)g(x) dx dan norm kfk := Z b a #1=2 jf(x)j2dx : 42
  • 129. Analisis Fourier dan Wavelet 43 Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, Ketaksamaan Segitiga, dan Hukum Pythagoras berlaku di PC(a; b) dengan h; i dan k k di atas. Teorema B (Hukum Pythagoras). Jika ff1; : : : ; fng ortogonal, maka kf1 + + fnk2 = kf1k2 + + kfnk2: Diberikan suatu himpunan ortonormal fng di PC(a; b) dan f 2 PC(a; b) sem-barang, kita ingin tahu apakah f = P nhf; nin. Mengingat bahwa PC(a; b) berdi-mensi tak terhingga, pertanyaan ini tidak dapat segera kita jawab. Jika fng terhingga, jelas hal tersebut tidak mungkin terjadi. Jika fng tak terhingga, apakah cukup banyak untuk merentang PC(a; b)? Sebelum menjawab pertanyaan ini secara rinci, mari kita tinjau keluarga fungsi n(x) := 1 p 2 einx; n 2 Z di ruang PC(; ). Perhatikan bahwa untuk setiap m; n 2 Z berlaku hm; ni = 1 2 Z eimxeinx dx = 1 2 Z ei(mn)x dx = mn: Jadi fng1 1 merupakan himpunan ortonormal. Selanjutnya, koe
  • 130. sien Fourier cn dari f 2 PC(; ) diberikan oleh rumus cn = 1 p 2 Z f(x)einx dx = 1 p 2 hf; ni; n 2 Z: Jadi, 1X n=1 cneinx = 1X n=1 1 p 2 hf; ni p 2n(x) = 1X hf; nin(x): n=1 Jadi deret Fourier f merupakan uraian terhadap himpunan ortonormal fng. Demikian pula kita dapat memeriksa bahwa keluarga fungsi f ng10 dengan 0(x) = 1 p ; n(x) = p 2 p cos nx; n = 1; 2; 3; : : : merupakan keluarga fungsi ortonormal di PC(0; ). Selanjutnya, koe
  • 131. sien cosinus Fourier an dari f 2 PC(0; ) yang diberikan oleh rumus an = 2 Z 0 f(x) cos nx dx = ( p2 hf; 0i; untuk n = 0, p p2 hf; ni; untuk n = 1; 2; 3; : : :, 43
  • 132. 44 Hendra Gunawan memenuhi 1 2 a0 + 1X n=1 an cos nx = 1X hf; ni n(x): n=0 Hal serupa terjadi untuk deret sinus Fourier dan deret Fourier lengkap (versi real). Kita sudah tahu bahwa deret Fourier ini konvergen ke f hampir di mana-mana apabila f mulus bagian demi bagian pada [; ]. Pertanyaannya adalah: bagaimana bila f 2 PC(; )? 6.3 Kekonvergenan di ruang PC(a; b) Barisan fungsi ffng di PC(a; b) dikatakan konvergen dalam norm ke f 2 PC(a; b) apabila kfn fk ! 0 untuk n ! 1, yakni jika Z b a jfn(x) f(x)j2 dx ! 0; untuk n ! 1: Perlu dicatat bahwa kekonvergenan dalam norm tidak menjamin kekonvergan titik demi titik. Sebagai contoh, ambil fn(x) = 1; jika 0 x 1 n, 0; jika x lainnya. Di sini kfnk2 = 1 n ! 0 bila n ! 1. Jadi ffng konvergen ke f 0 dalam norm. Tetapi fn(0) = 1 untuk tiap n 2 N, sehingga ffng tidak konvergen ke 0 titik demi titik. Sebaliknya, misalkan gn(x) = n; jika 0 x 1 n, 0; jika x lainnya. Maka, gn ! 0 titik demi titik, tetapi kgnk2 = Z 1 0 jgn(x)j2 = Z 1=n 0 n2dx = n6! 0 bila n ! 1. Teorema C. Jika fn ! f secara seragam pada [a; b], maka fn ! f dalam norm. Bukti. Diberikan 0 sembarang, kita pilih n0 2 N sedemikian sehingga untuk setiap x 2 [a; b] dan n n0 berlaku jfn(x) f(x)j p ba . Akibatnya, kfn fk2 = Z b a jfn(x) f(x)j2 dx 2: 44
  • 133. Analisis Fourier dan Wavelet 45 Ini menunjukkan bahwa ffng konvergen ke f dalam norm. [QED] Di satu sisi, dengan adanya hasilkali dalam h; i dan norm k k = h; i1=2, ruang PC(a; b) sekarang lebih terstruktur (secara geometri). Di sisi lain, ruang ini menjadi `tidak lengkap', yakni: terdapat barisan Cauchy ffng di PC(a; b) yang tidak konvergen ke suatu fungsi f 2 PC(a; b). Sebagai contoh, tinjau PC(0; 1) dan ambil barisan ffng dengan fn(x) = x1=4; jika x 1 n, 0; jika x 1 n : Jika m n, maka fm(x) fn(x) = x1=4; jika 1 m x 1 n, 0; jika x lainnya ; sehingga kfm fnk2 = Z 1 n 1 m x1 1 p 2 dx = 2 n 1 p m ! 0; bila m; n ! 1. Jadi ffng merupakan barisan Cauchy; tetapi limitnya (baik titik demi titik maupun dalam norm) adalah fungsi f(x) = x1=4; jika x 0, 0; jika x = 0, yang bukan anggota PC(0; 1) karena lim x!0+ f(x) = 1. Lalu apa yang harus dilakukan? Sebagaimana lazimnya, yang harus dilakukan adalah `melengkapi' ruang PC(a; b), dengan menambahkan limit-limit dari semua ba-risan Cauchy pada PC(a; b). Hasilnya adalah ruang L2(a; b) yang akan dibahas pada bab selanjutnya. 6.4 Soal latihan 1. Buktikan Teorema A bagian (b). 2. Buktikan Teorema B. 3. Buktikan bahwa keluarga fungsi fng11 dengan n(x) := p p2 sin nx; n = 1; 2; 3; : : :, merupakan himpunan ortonormal di PC(0; ), dan koe
  • 134. sien sinus Fourier bn = 2 Z 0 f(x) sin nx dx = p 2 p hf; ni; memenuhi 1X n=1 bn sin nx = 1X n=1 hf; nin(x): 45
  • 135. 46 Hendra Gunawan 7. Ruang L2(a; b) Ruang L2(a; b) dide
  • 136. nisikan sebagai ruang semua fungsi f yang kuadratnya terin-tegralkan pada [a; b], yakni L2(a; b) := ff : Z b a jf(x)j2 dx 1g: Ruang ini mencakup fungsi-fungsi f yang tak terbatas pada [a; b] tetapi jfj2 terinte-gralkan, termasuk dalam pengertian integral tak wajar menurut Riemann. 7.2 Topologi di L2(a; b) Di ruang L2(a; b), hasilkali dalam h; i yang dide
  • 137. nisikan sebagai hf; gi := Z b a f(x)g(x) dx terde
  • 138. nisi dengan baik, mengingat jf(x)g(x)j 1 2 jf(x)j2 + jg(x)j2 : Seperti halnya di PC(a; b), norm k k pada L2(a; b) yang dide
  • 139. nisikan sebagai kfk := Z b a 1=2 jf(x)j2dx mempunyai sedikit masalah, yaitu kfk = 0 tidak mengakibatkan f = 0 tetapi f = 0 hampir di mana-mana. Untuk mengatasi masalah ini, dua fungsi di L2(a; b) dianggap sama bila mereka bernilai sama hampir di mana-mana. Dengan kata lain, anggota L2(a; b) sekarang adalah kelas-kelas ekuivalen fungsi. Namun, dalam prakteknya, kita sering mengaburkan kelas ekuivalen dan fungsi yang mewakili kelas ekuivalen tersebut. Teorema berikut tidak akan dibuktikan, tapi akan menjadi rujukan kita ke depan. 46
  • 140. Analisis Fourier dan Wavelet 47 Teorema A. (a) L2(a; b) lengkap terhadap kekonvergenan dalam norm. (b) Untuk setiap f 2 L2(a; b) terdapat barisan fungsi kontinu pada [a; b], sebutlah ffng, sedemikian sehingga fn ! f dalam norm. Catatan. Bagian (b) menyatakan bahwa himpunan fungsi kontinu pada [a; b] `padat' di L2(a; b). Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, ruang L2(a; b) da-pat dipandang sebagai `lengkapan' dari ruang fungsi C(a; b) yang beranggotakan semua fungsi f yang kontinu pada [a; b]. Terhadap norma kfk = R 1 1=2 0 jf(x)j2dx , ruang fungsi C(a; b) tidak lengkap. Bila kita tambahkan semua limitnya, maka kita peroleh ruang L2(a; b). Lebih jauh, setiap fungsi f 2 L2(a; b) dapat dihampiri oleh fungsi fn yang merupakan pembatasan pada [a; b] dari fungsi f n yang terde
  • 141. nisi pada R dan mem-punyai turunan setiap orde di setiap titik. Fungsi f n bisa merupakan fungsi periodik dengan periode b a ataupun mempunyai tumpuan kompak. Berikut adalah bukti Teorema A bagian (a) saja. [Bukti bagian (b) di luar jang-kauan, jadi tidak diberikan di sini.] Bukti. (a) Misalkan (fn) barisan Cauchy di L2(a; b), yakni kfm fnk ! 0; m; n ! 1. Pilih subbarisan indeks (nk) sedemikian sehingga kfnk fnk+1k (b a)1=21 2 k ; k 2 N: Maka, menurut Ketaksamaan Cauchy-Schwarz, kita mempunyai Z 1 0 jfnk (x) fnk+1(x)j dx k1k kfnk fnk+1k 1 2 k ; untuk setiap k 2 N. Dengan demikian, 1X k=1 Z 1 0 jfnk (x) fnk+1(x)j dx 1X 1 2 k=1 k = 1: Menurut Lemma Fatou (lihat misalnya H.L. Royden Real Analysis), P1 k=1 jfnk (x) fnk+1(x)j, dan karenanya juga jfn1 (x)j + P1 k=1 jfnk (x) fnk+1(x)j, konvergen hampir untuk setiap titik x 2 [0; 1]. Akibatnya, fn1 (x) + 1X (fnk (x) fnk+1(x)) k=1 47
  • 142. 48 Hendra Gunawan konvergen ke suatu fungsi f(x) = lim k!1 fnk hampir untuk setiap titik x 2 [a; b]. Jadi, (fn) mempunyai subbarisan yang konvergen. Selanjutnya akan kita tunjukkan bahwa fungsi f di atas merupakan anggota L2(a; b) dan bahwa kfn fk ! 0; n ! 1. Ambil 0 sebarang. Maka, kita dapat memilih k dan l cukup besar sedemikian sehingga R 1 0 (fnk (x)fnl (x))2dx . Dengan mengambil l ! 1, kita peroleh Z 1 0 (fnk (x) f(x))2dx : Jadi mestilah f 2 L2(a; b) dan (fnk ) ! f. Namun kekonvergenan subbarisan dari suatu barisan Cauchy mengakibatkan barisan itu sendiri konvergen ke limit yang sama. Ini mengakhiri pembuktian. [QED] 7.2 Ketaksamaan Bessel Teorema B (Ketaksamaan Bessel). Jika fng1n =1 adalah himpunan ortonormal di L2(a; b) dan f 2 L2(a; b), maka 1X n=1 jhf; nij2 kfk2: Bukti. Perhatikan bahwa untuk setiap n 2 N berlaku hf; hf; nini = hf; nihf; ni = jhf; nij2; dan menurut Teorema Pythagoras, XN hf; nin n=1 2 = XN n=1 jhf; nij2: Akibatnya, untuk setiap N 2 N, 0 f XN i=1 hf; nin 2 = kfk2 XN n=1 jhf; nij2; yang mengakibatkan XN n=1 jhf; nij2 kfk2: 48
  • 143. Analisis Fourier dan Wavelet 49 Dengan mengambil N ! 1, kita dapatkan ketaksamaan yang diinginkan. [QED] Selanjutnya, diberikan suatu himpunan ortonormal fng11 di L2(a; b), apakah f = 1X hf; nin n=1 untuk setiap f 2 L2(a; b)? Lemma berikut memberitahu kita bahwa deret di ruas kanan merupakan deret yang konvergen. Lemma C. Jika f 2 L2(a; b) dan fng11 ortonormal di L2(a; b), maka P1 n=1hf; nin konvergen dalam norm dan P1 n=1hf; nin kfk. Bukti. Menurut Ketaksamaan Bessel, P1 n=1 jhf; nij2 konvergen. Karena itu, menurut Hukum Pythagoras, XN n=M hf; nin = XN n=M jhf; nij2 ! 0; bila M;N ! 1. Jadi jumlah parsial dari P1 n=1hf; nin membentuk barisan Cauchy di L2(a; b). Karena L2(a; b) lengkap, deret ini konvergen dalam norm. Selanjutnya, karena k k kontinu, kita peroleh 1X hf; nin n=1 2 = lim N!1 XN hf; nin n=1 2 = lim N!1 XN n=1 jhf; nij2 = 1X n=1 jhf; nij2 kfk2: Selanjutnya tinggal mengambil akar kuadrat dari kedua ruas. [QED] 7.3 Basis ortonormal di L2(a; b) Teorema D. Misal fng11 adalah suatu himpunan ortonormal di L2(a; b). Ketiga pernyataan berikut ekuivalen: (a) Jika hf; ni = 0 untuk tiap n 2 N, maka f = 0. P(b) Untuk setiap f 2 L2(a; b) berlaku f = 1 n=1hf; nin (dalam norm). (c) Untuk setiap f 2 L2(a; b) berlaku kfk2 = P1 n=1 jhf; nij2 (Kesamaan Parseval). Bukti. Akan dibuktikan (a) ) (b) ) (c) ) (a). Pertama, misal (a) berlaku. Telah Pdibuktikan pada lemma sebelumnya bahwa 1 n=1hf; nin konvergen dalam norm. Un-tuk menunjukkan bahwa jumlahnya adalah f, kita tinjau g := f P1 n=1hf; nin. 49
  • 144. 50 Hendra Gunawan Perhatikan bahwa hg; mi = hf; mi 1X hf; nihn; mi = 0; n=1 untuk tiap m 2 N. Menurut hipotesis, kita peroleh g = 0. Jadi f = P1 n=1hf; nin. Sekarang, misalkan (b) berlaku. Menurut Hukum Pythagoras dan fakta bahwa kk kontinu, kfk2 = lim N!1 XN hf; nin n=1 2 = lim N!1 XN n=1 jhf; nij2 = 1X n=1 jhf; nij2: Akhirnya, misalkan (c) berlaku, dan hf; ni = 0 untuk tiap n 2 N. Maka, kfk = 0, dan karena itu f = 0. [QED] Selanjutnya, himpunan ortonormal fng11 yang memenuhi (a), atau (b), atau (c), pada teorema di atas, disebut himpunan ortonormal lengkap atau basis ortonormal un-tuk L2(a; b). Bila persyaratan ortonormal diganti dengan ortogonal, maka kita peroleh basis ortogonal untuk L2(a; b). 7.4 Soal Latihan 1. Buktikan bahwa k k merupakan pemetaan yang kontinu, yakni jika fn ! f dalam norm, maka kfnk ! kfk (bila n ! 1). 2. Buktikan bahwa h; i merupakan pemetaan yang kontinu terhadap masing-masing komponen, khususnya jika fn ! f dalam norm, maka hfn; gi ! hf; gi untuk setiap g 2 L2(a; b). 3. Misalkan fng11 basis ortonormal untuk L2(a; b). Buktikan bahwa untuk setiap f; g 2 L2(a; b) berlaku hf; gi = P1 n=1hf; nihg; ni. 4. Hitung jumlah deret berikut dengan menerapkan Kesamaan Parseval untuk fungsi f tertentu: P(a) 1 n=1 1 n4 . (b) P1 n=1 1 (2n1)6 . 50
  • 145. Analisis Fourier dan Wavelet 51 8. Deret Fourier yang Diperumum dan Hampiran Terbaik di L2(a; b) Pada Bab 6 kita telah melihat bahwa deret Fourier klasik dari f dapat dinyatakan sebagai 1P n=1 hf; nin(x); dengan n(x) = p1 2 einx; n 2 Z. Ini terjadi antara lain karena fng1 1 merupakan himpunan ortonormal. Di L2(; ), kekonvergenan deret di atas dalam norm merupakan konsekuensi dari kelengkapan fng1 1. 8.1 Deret Fourier yang diperumum Jika fng11 adalah basis ortonormal untuk L2(a; b) dan f 2 L2(a; b), maka hf; ni disebut koe
  • 146. sien Fourier yang diperumum dari f terhadap fng11 , dan 1P hf; nin n=1 disebut deret Fourier yang diperumum dari f terhadap fng11 . Pertanyaan kita adalah: apakah himpunan ortonormal pada pembahasan deret Fourier klasik merupakan basis ortonormal, yakni apakah f = P1 n=1hf; nin untuk setiap f 2 L2(; )? Ingat bahwa kita baru membuktikan ini untuk fungsi di PS(a; b). Teorema A. (a) Himpunan feinxg1 1 dan fcos nxg11 [ fsin nxg11 merupakan basis ortogonal untuk L2(; ). (b) Himpunan fcos nxg10 dan fsin nxg11 merupakan basis ortogonal untuk L2(0; ). Bukti. Akan dibuktikan (a) bagian pertama saja, yang berkenaan dengan himpunan feinxg1 1. Bagian lainnya dapat dibuktikan secara serupa. Misalkan f 2 L2(; ) dan 0. Berdasarkan teorema tentang topologi ruang L2(a; b) secara umum, terdapat fungsi ~ f yang kontinu dan mulus bagian demi bagian pada [; ] sedemikian sehingga kf ~ fk 3 . Misalkan cn = 1 2 hf; ni dan ~cn = 1 2 h ~ f; ni, dengan n(x) = einx; n 2 Z, adalah koe
  • 147. sien Fourier dari f dan ~ f, berturut-turut. Menurut teorema kekonvergenan seragam deret Fourier, P1 n=1 ~cn n konvergen 51
  • 148. 52 Hendra Gunawan seragam ke ~ f. Akibatnya, jika N cukup besar, maka ~ f XN n=N ~cn n 3 : Selanjutnya, menurut Teorema Pythagoras dan Ketaksamaan Bessel, XN n=N ~cn n XN n=N cn n 2 = XN n=N j~cn cnj2 1X n=1 j~cn cnj2 k ~ f fk2 3 2 : Jadi, jika kita tulis f XN n=N cn n = (f ~ f) + ~ f XN n=N ~cn n + XN n=N ~cn n XN n=N cn n ; dan gunakan Ketaksamaan Segitiga, maka kita peroleh f XN n=N cn n 3 + 3 + 3 = : Jadi f = lim N!1 PN n=N cn n = P1 n=1 cn n dalam norm, dan ini membuktikan bahwa himpunan fungsi f ng1 1 merupakan basis ortonormal untuk L2(; ). [QED] Sebagai rangkuman, sejauh ini kita telah membahas: jika f periodik, maka deret Fourier dari f akan konvergen ke f (i) secara seragam, mutlak, dan dalam norm, untuk f yang kontinu dan mulus bagian demi bagian pada [a; b]; (ii) secara titik demi titik, untuk f yang mulus bagian demi bagian pada [a; b]; (iii) dalam norm, untuk f 2 L2(a; b). 8.2 Hampiran terbaik di L2(a; b) Teorema berikut menyatakan bahwa deret dengan koe
  • 149. sien Fourier untuk f (ter-hadap suatu himpunan ortonormal di L2(a; b)) merupakan hampiran terbaik untuk f di antara semua uraian deret yang mungkin (terhadap himpunan ortonormal tersebut). Teorema B. Misalkan fng adalah suatu himpunan fungsi ortonormal, yang terhingga atau terbilang banyaknya, di L2(a; b). Maka f X hf; nin f X cnn 52
  • 150. Analisis Fourier dan Wavelet 53 untuk sembarang pilihan fcng dengan P jcnj2 1. Lebih jauh, kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika cn = hf; ni untuk setiap indeks n. Bukti. Kita tulis f X cnn = f X hf; nin + X hf; ni cn n: Perhatikan bahwa g := f P hf; nin ? m atau hg; mi = 0, untuk setiap m. Jadi, g ? P hf; ni cn n, sehingga menurut Teorema Pythagoras, f X cnn 2 = f X hf; nin 2 + X jhf; ni cnj2 f X hf; nin 2 ; dan kesamaan dipenuhi jika dan hanya cn = hf; ni untuk setiap n. [QED] Contoh 1. Misalkan kita ingin menentukan hampiran terbaik untuk f(x) := sin x di antara semua kombinasi linear c1 + c2 cos x di L2(0; ). Dalam hal ini, kita mencatat bahwa fp1 ; p p2 cos xg merupakan himpunan ortonormal di L2(0; ). Sekarang kita hi-tung f; 1 p = 1 p Z 0 sin x dx = 2 p ; dan f; p 2 p cos x = p 2 p Z 0 sin x cos x dx = 0: Jadi hampiran terbaik yang dicari adalah sin x p2 . Tentu saja ini merupakan ham-piran yang masih kasar, karena kita hanya menggunakan f1; cos xg sebagai ruang ham-pirannya. 8.3 Masalah Sturm-Liouville reguler Himpunan fungsi ortogonal fcos nxg10 dan fsin nxg11 di L2(0; ) diperoleh dari masalah nilai batas u00(x) + 2u(x) = 0; u0(0) = u0() = 0 dan u00(x) + 2u(x) = 0; u(0) = u() = 0: 53
  • 151. 54 Hendra Gunawan Demikian juga himpunan fungsi ortogonal feinxg di L2(; ) dapat diperoleh dari masalah nilai batas u00(x) + 2u(x) = 0; u() = u(); u0() = u0(): Pada bagian ini kita akan melihat bahwa ada (banyak) masalah nilai batas yang beru-jung pada himpunan fungsi ortogonal du L2(a; b). Secara khusus, kita akan membahas masalah Sturm-Liouville reguler, yang berben-tuk (rf0)0 + pf + wf = 0; dengan syarat batas B1(f) = 0 dan B2(f) = 0. Di sini r; r0 dan p bernilai real dan kontinu pada [a; b], r 0 pada [a; b], dan w 0 dan kontinu pada [a; b]. Sementara itu, B1 dan B2 merupakan fungsional yang self-adjoint. Lebih khusus lagi, kita akan meninjau masalah Sturm-Liouville berikut pada [0;L]: f00 + f = 0; f0(0) = f(0); f0(L) =
  • 152. f(L): [] Di sini merupakan nilai eigen dari operator T, dengan Tf = f00. Dapat ditunjukkan bahwa nilai eigen dari masalah ini senantiasa bernilai real. Perhatikan jika = 0, maka f00 = 0 memberikan f(x) = c1 + c2x, dan dari syarat batas kita peroleh c2 = c1 dan c2 =
  • 153. (c1 + c2L). Akibatnya c1 = c2 = 0 atau
  • 154. = 1+L. Tentu saja kita tidak menghendaki solusi trivial f = 0, karena itu kita penuhi
  • 155. = 1+L dan ambil c1 = 1; c2 = . Selanjutnya, kita asumsikan 6= 0, katakan = 2 dengan 0 atau = i; 0 (tergantung apakah 0 atau 0). Solusi umum dari (*) adalah f(x) = c1 cos x + c2 sin x: Karena f(0) = c1 dan f0(0) = c2, syarat batas di 0 memberikan c2 = c1. Dalam hal ini, ambil c1 = dan c2 = , sehingga f(x) = cos x + sin x: [1] 54
  • 156. Analisis Fourier dan Wavelet 55 Sekarang syarat batas di L akan memberikan 2 sin L + cos L =
  • 157. ( cos L + sin L) atau (
  • 158. ) cos L = (
  • 159. + 2) sin L atau tan L = (
  • 160. )
  • 161. + 2 : [2a] Jika = i, maka (mengingat tan ix = i tanh x) persamaan [2a] menjadi tanh L = (
  • 162. )
  • 163. 2 : [2b] Dalam kedua kasus, kita hanya perlu meninjau nilai dan positif karena nilai eigen dari operator T adalah 2 atau 2. Jika memenuhi [2a], maka fungsi f yang memenuhi [1] merupakan fungsi eigen untuk masalah (*). Secara umum, f tidak normal, namun kita dapat menormalisasi f bila dikehendaki. Untuk memberikan gambaran fungsi eigen seperti apa yang diperoleh, tinjau kasus = 1;
  • 164. = 1; L = . Dalam hal ini, persamaan [2a] menjadi tan = 2 2 1 ; [2c] sementara persamaan [2b] menjadi tanh = 2 2 + 1 : [2d] Ada banyak solusi persamaan [2c]: 0 1 2 3 dengan n n 1 untuk n besar, namun tidak ada satupun solusi positif persamaan [2d]. Jadi, terdapat tak terhingga banyak nilai eigen n = 2n untuk (*), dengan n (n 1)2 untuk n besar. Fungsi eigen yang berpadanan dengan n adalah fn(x) = n cos nx + sin nx: 55
  • 165. 56 Hendra Gunawan Dapat diperiksa bahwa himpunan fungsi eigen ini membentuk himpunan ortogonal di L2 w(0; ) yang dilengkapi dengan hasilkali dalam hf; giw := R 0 f(x)g(x)w(x) dx. Namun dalam contoh yang kita bahas di sini w 1, sehingga L2 w(0; ) = L2(0; ). 8.4 Soal Latihan 1. Diketahui f(x) = x; x 2 [0; ]. Tentukan hampiran terbaik (dalam norm) untuk f di L2(0; ), di antara fungsi-fungsi yang berbentuk (a) a0 + a1 cos x + a2 cos 2x. (b) b1 sin x + b2 sin 2x. (c) a cos x + b sin x. 2. Buktikan bahwa himpunan fungsi eigen ffng pada x8.3 merupakan himpunan orto-gonal di L2(0; ). 56
  • 166. Analisis Fourier dan Wavelet 57 9. Polinom Legendre, Basis Haar, dan Basis Walsh Beberapa basis ortogonal untuk L2(a; b) merupakan himpunan polinom. Selain itu, terdapat pula basis ortogonal lainnya yang menarik. 9.1 Himpunan Polinom Ortogonal Misalkan (a; b) suatu selang terbuka di R dan w(x) fungsi bernilai positif pada (a; b) sehingga R b a xnw(x) dx konvergen mutlak untuk n = 0; 1; 2; : : :. Maka, terdapat tepat satu barisan polinom fpng10 yang berbentuk p0(x) = 1 p1(x) = x + a0 p2(x) = x2 + b1x + b0 p3(x) = x3 + c2x2 + c1x + c0 ... yang saling ortogonal terhadap bobot w pada (a; b), yakni hpi; pjiw = Z b a pi(x)pj(x)w(x) dx = 0; i6= j: Dalam hal ini, konstanta a0 dapat diperoleh dari hp1; p0iw = 0, yaitu a0 = R b a xw(x) dx R b a w(x) dx : Selanjutnya, konstanta b0 dan b1 dapat diperoleh dari hp2; p0iw = 0 dan hp2; p1iw = 0. Bila diteruskan, maka pada langkah ke-n, terdapat n persamaan dan n konstanta yang hendak dicari nilainya. Secara umum, kita mempunyai lemma berikut tentang polinom sembarang. 57
  • 167. 58 Hendra Gunawan Lemma A. Misalkan fpng10 barisan polinom dengan pn berderajat n untuk tiap n = 0; 1; 2; : : :. Maka, setiap polinom berderajat k (k = 0; 1; 2; : : :) merupakan kombinasi linear dari p0; p1; : : : ; pk. Sebagai akibat dari Lemma A, himpunan polinom yang dibahas di atas merentang ruang polinom pada (a; b). Kekhususan himpunan polinom tersebut adalah keortogo-nalannya terhadap hasilkali dalam h; iw. Pada subbab selanjutnya, kita akan berke-nalan dengan himpunan polinom yang mempunyai kekhususan berbeda. 9.2 Polinom Legendre Himpunan polinom yang akan dipelajari berikut ini merupakan himpunan fungsi eigen dari suatu Masalah Sturm-Liouville singular, namun kita tidak akan membahasnya melalui masalah nilai batas seperti pada bab sebelumnya, melainkan melalui Rumus Rodrigues pn(x) = Cn w(x) dn dxn [w(x)Q(x)n] dengan Cn konstanta normalisasi, w(x) fungsi bobot (sehingga pi ? pj terhadap w), dan Q(x) adalah suatu polinom tertentu. Dari rumus ini, kita dapat membuktikan keortogonalan di antara pi dan pj untuk i6= j terhadap w, menurunkan persamaan diferensial yang dipenuhi oleh pn, dan menentukan konstanta normalisasinya. Untuk n = 0; 1; 2; : : : ; polinom Legendre dide
  • 168. nisikan sebagai Pn(x) = 1 2nn! dn dxn (x2 1)n: Catat bahwa (x2 1)n adalah polinom berderajat 2n, sehingga Pn merupakan polinom berderajat n. Di sini, w(x) 1. Untuk beberapa nilai n pertama, kita dapatkan rumus untuk Pn: P0(x) = 1 P1(x) = x P2(x) 1 2 (3x2 1) P3(x) = 1 2 (5x3 3x) ... 58
  • 169. Analisis Fourier dan Wavelet 59 Secara umum, Pn(x) = (2n)! 2n(n!)2 xn + : Teorema B. Himpunan polinom Legendre fPng10 ortogonal di L2(0; 1) dengan kPnk2 = 2 2n+1 untuk tiap n 2 N. Bukti. Jika f adalah fungsi C(n) pada [1; 1], maka (dengan pengintegralan parsial sebanyak n kali) 2nn!hf; Pni = Z 1 1 f(x) dn dxn (x2 1)n dx = (1)n Z 1 1 f(n)(x)(x2 1)ndx: Akibatnya, untuk m n, kita peroleh hPm; Pni = 0. Dengan menukar peran m dan n, jika juga peroleh hPm; Pni = 0 untuk m n. Selanjutnya, dengan mengambil f = Pn, kita dapatkan kPnk2 = 2n)! 22n(n!)2 Z 1 1 (1 x2)n = 2 n + 1 ; sesuai dengan yang diharapkan. [QED] Kedua teorema di bawah ini dinyatakan tanpa bukti. Bila anda tertarik untuk mempelajari buktinya, lihat buku G.B. Folland Fourier Analysis and Its Applications. (Sebagai catatan, bukti Teorema D menggunakan Teorema Aproksimasi Weierstrass yang akan dibahas pada Bab 11.) Teorema C. Polinom Pn memenuhi persamaan diferensial [(1 x2)P0n (x)]0 + n(n + 1)Pn(x) = 0: Teorema D. Himpunan fPng10 merupakan basis ortogonal untuk L2(1; 1). 9.3 Basis Haar dan Basis Walsh Selain himpunan polinom, terdapat basis ortonormal lainnya untuk L2(0; 1) yang menarik, khususnya basis Haar dan basis Walsh. Basis Haar adalah himpunan fungsi H := fh0g[fhjk : j 0; 0 k 2jg, dengan h0(x) = 1; jika 0 x 1, 0; jika x lainnya; 59
  • 170. 60 Hendra Gunawan dan hjk(x) = 8 : 2j=2; jika 2jk x 2j(k + 1=2), 2j=2; jika 2j(k + 1=2) x 2j(k + 1), 0; jika x lainnya. Gambar 9.3a: Beberapa Fungsi Haar (Sumber: Folland) Catat bahwa fungsi h00 berbeda dari fungsi h0. Teorema E. Himpunan fungsi H ortonormal dan lengkap di L2(0; 1). Selanjutnya, de
  • 171. nisikan fungsi Rademacher ri sebagai `fungsi tangga sinusoidal' berperiode 2i+1, i = 0; 1; 2; : : :; yakni ri(x) = (1)dn(x) dengan dn(x) adalah dijit ke-n dari representasi biner x = [0:d1d2 : : :]2. (Di sini x 2 [0; 1].) Gambar 9.3b: Beberapa Fungsi Rademacher (Sumber: Folland) 60
  • 172. Analisis Fourier dan Wavelet 61 Untuk n = 0; 1; 2; : : :, fungsi Walsh wn dide
  • 173. nisikan sebagai berikut: w0(x) := r0(x) dan untuk n = 1; 2; 3; : : : wn(x) := r1(x)b1 rk(x)bk dengan n = [bk b1]2 menyatakan representasi biner dari n. Jadi, sebagai contoh, w1(x) = r1(x); w2(x) = r2(x); w3(x) = r1(x)r2(x), dan seterusnya. Gambar 9.3c: Beberapa Fungsi Walsh (Sumber: Folland) Teorema F. Himpunan fungsi Walsh W := fwng10 merupakan basis ortonormal untuk L2(0; 1). Keortonormalan himpunan fungsi Haar dan himpunan fungsi Walsh dapat diperik-sa dengan relatif mudah, namun untuk membuktikan kelengkapannya perlu pengamatan yang lebih mendalam mengenai sifat-sifat kedua himpunan ini. Sebagai contoh, him-punan bagian yang terdiri dari 2i pertama fungsi Haar (atau fungsi Walsh) merentang subruang fungsi tangga dengan `lebar tangga' 2i. 61
  • 174. 62 Hendra Gunawan 9.4 Soal Latihan 1. Buktikan bahwa himpunan polinom Legendre fP2ng10 dan fP2n+1g10 merupakan basis ortogonal untuk L2(0; 1). 2. Buktikan bahwa himpunan fungsi Haar ortonormal. 3. Buktikan bahwa himpunan fungsi Walsh ortonormal. 4. Buktikan bahwa himpunan fh0; h00; h10; h11g merentang subruang fungsi tangga dengan lebar tangga 1 4 . 5. Buktikan bahwa himpunan fw0;w1;w2;w3g merentang subruang fungsi tangga de-ngan lebar tangga 1 4 . 62
  • 175. Analisis Fourier dan Wavelet 63 10. Transformasi Fourier Dalam beberapa bab ke depan, kita akan membahas transformasi Fourier serta sifat-sifat dan aplikasinya. Seperti halnya pada pembahasan deret Fourier, pendekatan yang diambil dalam pembahasan transformasi Fourier di sini sama dengan pendekatan dalam buku Fourier Analysis and Its Applications karangan G.B. Folland (Wads-worth, 1992). 10.1 Motivasi Pada Bab 4, kita telah membahas deret Fourier pada interval [L;L] sembarang, yakni f(x) = 1X n=1 cneinx=L; jxj L; dengan cn = 1 2L Z L L f(x)einx=Ldx; n 2 N: Dalam hal ini, cn menyimpan informasi tentang f dengan frekuensi
  • 176.
  • 177. n L
  • 178.
  • 179. . Semakin besar nilai L, semakin kerap domain frekuensinya. Bagaimana bila L ! 1? Dengan sedikit modi
  • 180. kasi, kita dapat menuliskan ulang rumus di atas sebagai f(x) = 1 2L 1X n=1 cn;Leinx=L; dengan cn;L = Z L L f(x)einx=Ldx: Selanjutnya misalkan := L dan n := n = n L . Maka f(x) = 1 2 1X n=1 cn;Leinx; 63
  • 181. 64 Hendra Gunawan dengan cn;L = Z L L f(x)einxdx: Jika f(x) ! 0 cukup cepat untuk jxj ! 1, maka cn;L tidak akan berbeda banyak apabila daerah pengintegralannya diperluas dari [L;L] ke (1;1), yakni cn;L Z 1 1 f(x)einxdx = b f(n); n 2 N: Dalam hal ini, f(x) 1 2 1X n=1 b f(n)einx; jxj L: Ini mirip dengan jumlah Riemann dari b f pada (1;1). Jika L ! 1, maka ! 0 dan n semakin memadati R, sehingga dapat digantikan dengan = dan rumus di atas menjadi f(x) = 1 2 Z 1 1 b f()eixd; x 2 R; (1) dengan b f() = Z 1 1 f(x)eixdx; 2 R: (2) Kalkulasi ini tentu saja masih merupakan kalkulasi kasar, namun untuk f tertentu kalkulasi ini berlaku. Rumus (2) disebut transformasi Fourier dari f, dan rumus (1) merupakan rumus inversi Fourier, yang merupakan cara untuk memperoleh f kembali dari b f { yang akan kita buktikan kelak secara cermat. 10.2 Ruang L1(R) dan L2(R) Untuk merapikan de
  • 182. nisi transformasi Fourier dan mempelajari sifat-sifatnya, kita perlu beberapa asumsi, istilah dan notasi. Pertama, fungsi yang akan kita bahas sel-njutnya adalah fungsi yang terde
  • 183. nisi pada R. Seperti ketika kita mende
  • 184. nisikan deret Fourier, kita asumsikan bahwa f terintegralkan (mutlak) pada R. Untuk itu, kita de
  • 185. n-isikan ruang L1 = L1(R) sebagai ruang semua fungsi f yang terintegralkan mutlak pada R, yakni L1 := n f : Z 1 1 jf(x)j dx 1 o : 64
  • 186. Analisis Fourier dan Wavelet 65 Ruang L1 dilengkapi dengan norm k k1 yang rumusnya adalah kfk1 := Z 1 1 jf(x)j dx: Sebagai perluasan dari L2(a; b), kita juga mende
  • 187. nisikan ruang L2 = L2(R) sebagai ruang semua fungsi f yang kuadratnya terintegralkan, yakni L2 := n f : Z 1 1 jf(x)j2 dx 1 o : Ruang L2 dilengkapi dengan norm k k2 yang rumusnya adalah kfk2 := hZ 1 1 i1=2 jf(x)j2dx : Catat bahwa tidak ada hubungan `urutan' di antara L1 dan L2. Sebagai contoh, tinjau f(x) = x2=3; jika 0 x 1, 0; jika x lainnya dan g(x) = x2=3; jika x 1, 0; jika x lainnya. Maka f 2 L1 tetapi f =2 L2, sementara g 2 L2 tetapi g =2 L1. Walaupun demikian, ada dua fakta yang kelak berguna bagi kita mengenai kedua ruang ini, yaitu: (1) Jika f 2 L1 dan f terbatas pada R, maka f 2 L2. Persisnya jfj M ) jfj2 Mjfj ) Z 1 1 jf(x)j2dx M Z 1 1 jf(x)j dx 1: (2) Jika f 2 L2 dan f bernilai 0 di luar suatu interval [a; b], maka f 2 L1. Persisnya Z 1 1 jf(x)j dx = Z b a 1 jf(x)j dx (b a)1=2 hZ b a jf(x)j2dx i1=2 1: Catatan. Ruang L1 dan L2 merupakan kasus khusus dari ruang Lebesgue Lp = Lp(R), 1 p 1 yang beranggotakan semua fungsi f sedemikian sehingga R1 1 jf(x)jpdx 1. (Untuk p = 1, integral ini digantikan dengan nilai supremum esensial dari fjf(x)j : x 2 Rg.) 65
  • 188. 66 Hendra Gunawan 10.3 Transformasi Fourier Misalkan f 2 L1, yakni kfk1 = R1 1 jf(x)j dx 1. Transformasi Fourier dari f, yang kita tuliskan sebagai b f, dide
  • 189. nisikan oleh b f() = Z R f(x)eixdx; 2 R: Seperti halnya dalam pembahasan deret Fourier, pertanyaan kita adalah bagaimana kita dapat memperoleh f kembali dari b f. Kesamaan (1) menyarankan kita untuk mende
  • 190. nisikan invers transformasi Fourier dari g, yang dituliskan sebagai g, sebagai g(x) = 1 2 Z R g()eixd; x 2 R: Teorema inversi Fourier, yang akan kita bahas nanti, menyatakan bahwa ( b f)(x) = f(x); h:d:m: asalkan f dan b f terintegralkan. Sebelum sampai ke sana, kita pelajari dahulu sifat-sifat dasar transformasi Fourier. Teorema A. Jika f 2 L1, maka b f terbatas pada R. Bukti. Perhatikan bahwa untuk setiap 2 R berlaku j b f()j Z 1 1 je2ixf(x)j dx = Z 1 1 jf(x)j dx = kfk1: Jadi b f terbatas pada R, dengan k b fk1 := ess supx2R jf(x)j kfk1. [QED] Teorema B. Jika f 2 L1, maka b f kontinu pada R. Bukti. Untuk setiap dan h 2 R, b f( + h) b f() = Z 1 1 eix(eihx 1)f(x) dx; sehingga j b f( + h) b f()j Z 1 1 jeihx 1j jf(x)j dx: Integran di ruas kanan didominasi oleh 2jf(x)j dan menuju 0 apabila h ! 0. Jadi, menurut Teorema Kekonvergenan Terdominasi Lebesgue, ruas kanan mestilah menuju 0 apabila h ! 0, dan akibatnya ruas kiri juga menuju 0 apabila h ! 0. [QED] 66
  • 191. Analisis Fourier dan Wavelet 67 Teorema C (Riemann-Lebesgue). Jika f 2 L1, maka lim jj!1 b f() = 0. Bukti. Perhatikan bahwa b f() = R1 1 f(x)ei(x+ )dx = R1 1 f(x )eixdx. Karena itu 2 b f() = b f() (b f()) = Z 1 1 f(x) f x eixdx; sehingga 2j b f()j Z 1 1
  • 192.
  • 193.
  • 194. f(x) f x
  • 195.
  • 196.
  • 197. dx: Karena f 2 L1, maka (menggunakan kekontinuan dalam norma di L1) ruas kanan akan menuju 0 apabila jj ! 1. Dengan demikian ruas kiri pun mestilah menuju 0 apabila jj ! 1. [QED] Akibat D. Transformasi Fourier F memetakan fungsi f di L1 ke fungsi Ff = b f di C0(R). Catatan. C0(R) adalah ruang fungsi kontinu dan terbatas pada R dengan limit nol di 1. Notasi Ff akan kita gunakan secara bergantian dengan notasi b f untuk meny-atakan transformasi Fourier dari f. Berkenaan dengan translasi dan dilasi, transformasi Fourier mempunyai sifat seba-gai berikut. Teorema E. Misalkan f 2 L1 dan a 2 R. (i) Jika g(x) := f(x a), maka bg() = eia b f(); (ii) Jika g(x) := eiaxf(x), maka bg() = b f( a). Selanjutnya, misalkan 0. (iii) Jika g(x) := 1f(x=), maka bg() = b f(); (iv) Jika g(x) = f(x), maka bg() = 1 b f(=): Berkenaan dengan operasi turunan dan perkalian dengan peubah bebasnya, trans-formasi Fourier mempunyai sifat sebagai berikut. Teorema F. Misalkan f 2 L1. Jika f kontinu dan mulus bagian demi bagian pada R, dan f0 2 L1, maka (f0)b() = i b f(): 67
  • 198. 68 Hendra Gunawan Sebaliknya, jika g(x) := xf(x) terintegralkan mutlak pada R, maka bg() = i( b f)0(). Berikut ini adalah beberapa contoh transformasi Fourier dari fungsi-fungsi tertentu. Contoh 1. Jika f = [a;a] (a 0), maka b f() = 2sin a . x2+a2 (a 0), maka b f() = a eajj. Contoh 2. Jika f(x) = 1 Contoh 3. Jika f(x) = eax2 (a 0), maka b f() = q 2 a e2 2a . Contoh 1 dapat dihitung langsung, sementara Contoh 2 memerlukan teorema residu (untuk suatu integral fungsi kompleks yang berpadanan). Untuk Contoh 3, perhatikan bahwa f memenuhi persamaan diferensial f0(x) + axf(x) = 0. Kenakan transformasi Fourier pada persamaan ini, kita peroleh persamaan diferensial yang dipenuhi oleh b f, dan akhirnya kita peroleh rumus untuk b f. 10.4 Soal Latihan 1. Buktikan Teorema E. 2. Buktikan Teorema F. 3. Buktikan tiga contoh transformasi Fourier di atas. 68
  • 199. Analisis Fourier dan Wavelet 69 11. Konvolusi Operasi konvolusi yang akan kita bahas di sini sebetulnya pernah kita jumpai pada pembahasan deret Fourier (ketika membuktikan kekonvergenan jumlah parsial-nya). Operasi konvolusi merupakan pengganti operasi perkalian yang `berjodoh' dengan transformasi Fourier (seperti halnya operasi komposisi berjodoh dengan turunan). 11.1 Konvolusi dan sifat-sifat dasarnya Misalkan f dan g fungsi yang terde
  • 200. nisi pada R. Konvolusi dari f dan g adalah fungsi f g yang dide
  • 201. nisikan sebagai f g(x) := Z 1 1 f(x y)g(y) dy; asalkan integral ini konvergen. Perhatikan jika f 2 L1 dan g terbatas, misalkan jg(x)j M hampir di mana-mana, maka Z 1 1 jf(x y)g(y)j dy M Z 1 1 jf(x y)j dy 1: Hal serupa terjadi jika f terbatas dan g 2 L1. Selanjutnya, kita amati pula jika f; g 2 L2, maka Z 1 1 jf(x y)g(y)j dy hZ 1 1 jf(x y)j2dy i1=2hZ 1 1 jg(y)j2dy i1=2 = kfk2kgk2 1: Jadi konvolusi dari f dan g terde
  • 202. nisi dengan baik setidaknya untuk beberapa kasus di atas. Lebih jauh, kita mempunyai teorema berikut. Teorema A. Jika f; g 2 L1, maka fungsi y7! f(x y)g(y) ada di L1 untuk hampir setiap x 2 R, f g 2 L1, dan kf gk1 kfk1kgk1: 69
  • 203. 70 Hendra Gunawan Bukti. Fungsi (x; y)7! f(x y)g(y) merupakan fungsi terukur pada R2. Selanjutnya, Z 1 1 Z 1 1 jf(x y)g(y)j dx dy = Z 1 1 jg(y)j Z 1 1 jf(x y)j dx dy = kfk1kgk1 1: Jadi, hipotesis Teorema Fubini dipenuhi, dan karena itu fungsi y7! f(x y)g(y) ada di L1 untuk hampir setiap x 2 R, f g 2 L1, dan kf gk1 = Z 1 1
  • 204.
  • 205.
  • 206. Z 1 1 f(x y)g(y)dy
  • 207.
  • 208.
  • 209. dx Z 1 1 Z 1 1 jf(x y)g(y)j dy dx = kfk1kgk1 1; sebagaimana yang diharapkan. [QED] Teorema B (Sifat-sifat konvolusi). Misalkan f; g; h 2 L1 dan a; b 2 R. Maka (i) a(f g) = (af g) = f (ag); (ii) f (ag + bh) = a(f g) + b(f h); (iii) f g = g f; (iv) f (g h) = (f g) h. Bukti. Latihan. Teorema C. Misalkan f mempunyai turunan dan konvolusi f g dan f0 g terde
  • 210. nisi dengan baik. Maka f g mempunyai turunan dan (f g)0 = f0 g. Bukti. Latihan. Walaupun operasi konvolusi itu komutatif, kita dapat memandang salah satu fungsi, sebutlah g, sebagai konvolutor dalam f g. Diberikan fungsi f, kira- kira apa yang di-lakukan oleh konvolutor g terhadap f? Sebagai gambaran, perhatikan contoh berikut. Misalkan a 0 dan g(x) = 1 2a ; jika a x a, 0; jika x lainnya. Maka, f g(x) = 1 2a Z a a f(x y) dy = 1 2a Z x+a xa f(y) dy: 70
  • 211. Analisis Fourier dan Wavelet 71 Di sini f g(x) dapat diinterpretasikan sebagai proses perataan di sekitar x. Tetapi x berjalan; sehingga f g dapat dipandang sebagai proses `perataan berjalan' terhadap f. Secara umum, hasilnya adalah suatu fungsi yang lebih mulus daripada f semula. 11.2 Identitas hampiran Operasi konvolusi tidak mempunyai unsur identitas. Andaikan ada unsur identitas, misalnya e, maka f e = f untuk setiap f 2 L1. Ini mustahil, karena kita mempunyai teorema berikut. Teorema D. Misalkan f; g 2 L1. Maka, (f g)b = b f bg. Bukti. Berdasarkan de
  • 212. nisi, Teorema Fubini, dan substitusi peubah z = x y, kita peroleh (f g)b() = Z 1 1 Z 1 1 f(x y)g(y)eixdy dx = Z 1 1 Z 1 1 f(x y)ei(xy)g(y)eiydx dy = Z 1 1 Z 1 1 f(z)eizdz g(y)eiydy = b f()bg(): Dengan demikian teorema terbukti. [QED] Akibat E. Tidak terdapat fungsi e 2 L1 yang memenuhi f e = f untuk setiap f 2 L1. Bukti. Andaikan ada fungsi e 2 L1 sedemikian sehingga f e = f untuk setiap f 2 L1, maka be() = 1 untuk setiap 2 R. Ini bertentangan dengan Teorema Riemann- Lebesgue yang mengharuskan be() ! 0 untuk jj ! 1. [QED] Walau tidak ada unsur identitas terhadap operasi konvolusi, terdapat identitas hampiran | yang akan dide
  • 213. nisikan di bawah ini. Misalkan 2 L1. Untuk setiap 0, de
  • 214. nisikan (x) = 1 x ; x 2 R: Perhatikan bahwa Z 1 1 (x) = Z 1 1 x d x = Z 1 1 (y) dy: 71
  • 215. 72 Hendra Gunawan Lebih jauh, untuk a b sembarang, kita mempunyai Z b a (x) dx = Z b= a= (y) dy; yang menghampiri R1 1 (y) dy apabila 0. Teorema F. Misal 2 L1 sedemikian sehingga R1 1 (y) dy = 1, := R 0 1 (y) dy dan
  • 216. := R1 0 (y) dy (sehingga +
  • 217. = 1). Misalkan f kontinu bagian demi bagian pada R, dan misalkan f terbatas atau bernilai nol di luar suatu interval terhingga { sehingga f terde
  • 219. nisikan untuk 0, seperti di atas. Maka lim !0 f (x) = f(x+) +
  • 220. f(x); x 2 R: Khususnya, jika f kontinu di x, maka lim !0 f (x) = f(x): Lebih jauh, jika f kontinu di setiap titik pada [a; b], maka kekonvergenan di atas meru- pakan kekonvergenan seragam pada [a; b]. Catatan. Keluarga fungsi fg disebut identitas hampiran, karena operasi konvolusi dengan memberikan hampiran terhadap operator identitas bila ! 0. Bukti. Untuk setiap x 2 R dan 0, tuliskan f (x) (f(x+) +
  • 221. f(x)) = Z 0 1 [f(x y) f(x+)](y) dy + + Z 1 0 [f(x y) f(x)](y) dy: Akan dibuktikan bahwa kedua integral di ruas kanan dapat dibuat sekecil-kecilnya den-gan cara memilih cukup kecil. Karena mirip, kita hanya akan menggarap integral kedua. Diberikan 0, pilih c 0 cukup kecil sehingga jf(x y) f(x)j untuk 0 y c. Di sini, c mungkin bergantung pada x, selain pada . Sekarang tuliskan RR R1 1 : : : = c : : : + : : :. Maka 0 0 c
  • 222.
  • 223.
  • 224. Z c 0 [f(x y) f(x)](y) dy
  • 225.
  • 226.
  • 227. Z c 0 jj dy kk1: 72
  • 228. Analisis Fourier dan Wavelet 73 Untuk x c, jika f terbatas, katakan jf(x)j M, maka Z 1
  • 229.
  • 230.
  • 231. c [f(x y) f(x)](y) dy
  • 232.
  • 233.
  • 234. 2M Z c j(y)j dy = 2M Z 1 c= j(y)j dy; yang dapat dibuat lebih kecil daripada dengan cara memilih cukup kecil (karena 2 L1). Jika yang diketahui adalah bernilai nol di luar suatu interval [R;R], maka (x) = 0 untuk jxj R. Dalam hal ini, kita pilih c R sehingga (x) = 0 untuk x c (karena c R). Akibatnya, Z 1 c [f(x y) f(x)](y) dy = 0: Jadi, sebagai kesimpulan, kita peroleh bahwa Z 1 0 [f(x y) f(x)](y) dy ! 0; bila ! 0. Ini membuktikan bagian pertama dari teorema. Selanjutnya, jika f kontinu di x, maka lim !0 f (x) = f(x) +
  • 235. f(x) = f(x): Akhirnya, jika f kontinu pada [a; b], maka f kontinu seragam pada [a; b] sehingga pemil-ihan c (dan konsekuensinya juga pemilihan ) dapat dibuat bebas dari x 2 [a; b]. Dalam hal ini, f (x) ! f(x) secara seragam pada [a; b]. [QED] Teorema G. Misalkan 0 dan R R (x) dx = 1. Untuk setiap 0, de
  • 236. nisikan (x) = 1 x . Maka, untuk setiap f 2 Lp, kita mempunyai k f fkp ! 0; ! 0: Bukti. Tidak dibahas. (Lihat Hewitt Stromberg, Teorema 21.37, bila penasaran.) 11.3 Fungsi Gauss dan Teorema Aproksimasi Weierstrass Salah satu fungsi yang sering digunakan untuk identitas hampiran adalah fungsi Gauss G(y) := 1=2ey2 . Perhatikan bahwa hZ 1 1 ey2 dy i2 = Z 1 1 Z 1 1 e(x2+y2)dx dy = : 73
  • 237. 74 Hendra Gunawan Jadi R1 1 ey2 dy = p dan R1 1 G(y) dy = 1. Selain itu, fungsi G genap, sehingga = R1 1 G(y) dy = 1 2 dan
  • 238. = R1 0 G(y) dy = 1 2 . Lebih jauh, G(k)(y) = Pk(y)ey2 untuk suatu polinom Pk berderajat k, sehingga jG(k)(y)j Ckejyj. Jadi, jika f terbatas, maka f G merupakan fungsi C(1) yang menghampiri f bila 0. Teorema H (Aproksimasi Weierstrass). Jika f kontinu pada interval terhingga [a; b], maka f merupakan limit seragam dari polinom pada [a; b], yakni untuk setiap 0 terdapat polinom P sedemikian sehingga sup axb jf(x) P(x)j : Bukti. Perluas f ke seluruh R sehingga f kontinu dan bernilai nol di luar interval [a 1; b + 1]. Maka, menurut teorema sebelumnya, f G ! f secara seragam pada [a; b], dengan G(y) = 1=2ey2 . Selanjutnya, diberikan 0, dapat dipilih 0 cukup kecil sehingga sup axb
  • 239.
  • 240.
  • 241. f(x) 1 p Z b+1 a1 e(xy)2=2 f(y) dy
  • 242.
  • 243.
  • 244. 2 : Sekarang, untuk x 2 [a; b] dan y 2 [a1; b+1], kita mempunyai xy 2 ab1 ; ba+1 , dan deret Taylor P1 n=0(1)n t2n n! konvergen seragam ke et2 pada selang tersebut. Karena itu kita dapat menghampiri e(xy)2=2 dengan suatu polinom Taylor, yaitu XN n=0 (1)n n! x y 2n : Di sini N 2 N dapat kita pilih cukup besar sehingga sup axb jf(x) P(x)j ; dengan P(x) = 1 p XN n=0 Z b+1 a1 (1)n n! x y 2n f(y) dy: Dalam hal ini P merupakan polinom (berderajat 2N) yang kita cari. [QED] 74
  • 245. Analisis Fourier dan Wavelet 75 11.4 Soal latihan 1. Diketahui = [1;1]. Tentukan (i) . (ii) . 2. Misalkan = [1;1] dan (x) = 1 x . Misalkan f(x) = x3x. Hitunglah f dan periksa bahwa f ! 2f bila ! 0. [Catat bahwa R1 1 (y) dy = 2.] 75
  • 246. 76 Hendra Gunawan 12. Teorema Inversi Fourier dan Transformasi Fourier di L2(R) 12.1 Teorema Inversi Fourier Dari hasil hitung-hitungan kasar di awal Bab 10, kita ingin membuktikan bahwa, dalam kondisi tertentu, kita mempunyai f(x) = 1 2 Z 1 1 b f()eixd = ( b f)(x); untuk (hampir) setiap x 2 R. Melalui kesamaan inilah kita dapat memperoleh f kembali dari b f. Tetapi kapankah kesamaan ini berlaku? Teorema A (Teorema Inversi Fourier). Misalkan f 2 L1, kontinu bagian demi bagian, dan b f 2 L1. Maka f kontinu dan f(x) = 1 2 Z 1 1 b f()eixd; untuk setiap x 2 R. Bukti. Misalkan (x) := p1 2 ex2=2 dan (x) := 1 x . Maka R1 1 (x) dx = 1, sehingga menurut Tereoma 11-E, f (x) ! 1 2 [f(x) + f(x+)] untuk setiap x 2 R. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa f (x) ! 1 2 R1 1 b f()eixd untuk setiap x 2 R. Untuk itu, perhatikan bahwa untuk setiap x 2 R kita mempunyai f (x) = 1 p 2 Z 1 1 f(y)e1 2 xy 2 dy = 1 2 Z 1 1 b f()eixe22 2 d; mengingat e1 2 xy 2 = p 2 F 22 e2 (y x) = p 2 Z 1 1 e22 2 ei(xy)d: Sekarang jika ! 0, maka e22 2 ! 1; sehingga b f()eixe22 2 ! b f()eix untuk setiap 2 R. Selain itu, untuk setiap 0, kita mempunyai
  • 247.
  • 248.
  • 250.
  • 251.
  • 252. j b f()j; 76