Sistem Torrens diperkenalkan pertama kali di Australia Selatan pada tahun 1858 oleh Robert Torrens. Sistem ini menerapkan prinsip pendaftaran hak atas tanah secara positif dimana setelah dilakukan pendaftaran, hak atas tanah menjadi mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Pendaftaran hak dilakukan melalui bukti sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah.
2. Asal Usul Australia
Sejumlah penjelajah Eropa berlayar di pantai Australia, yang dulu disebut
sebagai New Holland, di abad ke-17.
Tahun 1770 Kapten James Cook memetakan pantai timur Australia dan
menyatakannya sebagai milik Inggris. Wilayah baru ini digunakan sebagai
koloni terhukum, dan pada tanggal 26 Januari 1788, armada pertama 11
kapal yang membawa 1.500 orang (setengahnya merupakan narapidana)
tiba di Pelabuhan Sydney.
Sampai pengangkutan terhukum ini berakhir di tahun 1868, 160.000 pria dan
wanita telah datang ke Australia sebagai narapidana.
Para pemukim bebas mulai berdatangan sejak awal tahun 1790-an, Para
pemukim atau lebih tepatnya ‘penghuni liar’ ini bergerak semakin dalam ke
kawasan Aborigin untuk mencari padang rumput dan air bagi ternak
mereka.
3. Asal Usul Australia Selatan
Awal lahirnya Australia Selatan berasal dari teori yang dikemukakan oleh
Edward Gibbon Wakefield yang ingin membentuk koloni baru di Australia.
Para pengikut Wakefield membentuk Kongsi Australia Selatan dan
mengumpulkan uang, dan dengan penuh harapan mereka berangkat dari
Inggris pada tahun 1836. Rombongan pertama ini tiba di bulan juli di Pulau
Kangaroo.
Gubernur pertama untuk koloni itu adalah Kapten Hindmarsh.
4. Asal Usul Torrens
Sir Robert Torrens berangkat ke Australia Selatan, dan tiba di Brightman
Desember 1840.
Pada Februari 1841 menjadi kolektor bea cukai di Adelaide.
Pada 1 September tahun 1857 menjadi perdana menteri, namun
pemerintahannya hanya berlangsung satu bulan.
Pada bulan Desember 1857 ia memperjuangkan Undang-Undang Real
Property Act of 1858 dan dikenal sebagai sistem Torrens.
Pada tahun 1863 ia meninggalkan Australia dan menetap di Inggris.
5. Asal Usul Torrens
Sistem Torrens, diperkenalkan oleh Robert Torrens yang pertama terjadi di
Australia Selatan dan diundangkan pada tahun 1858, yang dalam
perkembangannya diadopsi oleh banyak negara.
Pada Tahun tersebut Gubernur Jenderal yang memimpin Australia Selatan
yaitu Sir Richard Groves Mc Donnell, menjabat mulai tanggal 8 Juni 1855
sampai 4 Maret 1862.
Negara-negara yang mengadopsi sistem Torrens antara lain New Zeland,
Kanada Barat, Aljazair, Tunisia, Kongo, Spanyol, Norwegia, Yamaica, Amerika
Serikat, Filipina, Malaysia, India (Sutedi Andrian, 2006:4).
6. Prinsip Torrens
Sistem ini menganut 3 prinsip dasar yaitu :
1. Prinsip Mirror, berarti bahwa daftar umum mencerminkan kepentingan
hukum terkait dengan tanah.
2. Prinsip Curtain, berarti jika terjadi suatu keadaan dimana seseorang tak
tercatat pada daftar umum, maka pernerintah tidak dapat memaksa
terhadap orang yang namanya tercantum dalam daftar tersebut, atau
dengan kata lain tidak perlu untuk menelusuri pemilik yang lama.
3. Prinsip Insurance, artinya bahwa informasi yang disajikan pada daftar umum
dijamin oleh negara (state).
7. Prinsip Torrens
Prinsip utama lain dari sistem Torrens ini adalah 'indefeasibility' of title - di
mana hak yang telah dimasukkan pada register (daftar), tidak bisa dikalahkan
oleh hak yang timbul kemudian kecuali dalam keadaan tertentu.
Title Torrens adalah sistem kepemilikan tanah di mana daftar kepemilikan
tanah yang dikelola oleh negara yang menjamin indefeasible title (hak tidak
dapat diganggu gugat) yang termasuk dalam daftar tersebut.
Kepemilikan tanah dialihkan melalui pendaftaran hak dengan menggunakan
akta (deed). Tujuan utamanya adalah untuk menyederhanakan transaksi
tanah dan untuk menjamin kepemilikan sebagai hak mutlak atas tanahnya.
8. Penyelenggaran Pendaftaran
Dasar falsafah sistem torrens dalam pendafaran tanah adalah menggunakan
sistem pendaftaran hak, dimana setiap penciptaan hak baru dan perbuatan
hukum yang menimbulkan perubahan kemudian harus dibuktikan dalam
suatu akta.
Dalam penyelenggaraan pendaftaran sistem torrens bukan aktanya yang
didaftar melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya
kemudian. Akta hanya merupakan sumber datanya.
Untuk pendaftaran hak dan perubahan-perubahannya yang terjadi kemudian
disediakan suatu daftar isian (register) dan sebagai tanda bukti disediakan
sertifikat yang merupakan salinan register (certificate of titles) (Harsono,
2004:77-78)
Selain sertifikat yang bersangkutan maka dibuat juga duplikatnya. Tujuan
pembuatan sertifikat tersebut adalah untuk memudahkan pemeriksaan pada
waktu pendaftaran pengalihan hak, sehingga pendaftaran itu dapat
dilakukan dengan lancar dan cepat.
9. Sedangkan penyerahan akta dan sertifikat yang bersangkutan kepada pejabat
pendaftaran memberi arti bahwa pengalihan hak dilakukan oleh dan atas
kemauan sendiri dari pemegang hak yang terdaftar.
Dalam hal terjadi jual beli tanah, harus disertai disertai dengan penyerahan
setipikatnya kepada pembeli.
Dengan diserahkannya sertifikat maka haknya beralih tanpa memerlukan lagi
penyerahan yuridis. Karena cara penyerahan sertifikat dalam peralihan hak mirip
dengan peralihan hak barang-barang begerak dimana sertifikat merupakan
pengganti bidang tanah.
Data fisik dan data yuridis hasil pendaftaran tanah disediakan di kantor
pertanahan, sehingga jika ada orang yang akan membeli tanah maka tinggal
melihat datanya.
Dengan berlakunya sistem torrens maka pendaftaran menjadi wajib bagi sahnya
perbuatan hukum yang dilakukan. Sekali didaftar, haknya menjadi indefeasibe.
Penyelenggaran Pendaftaran
10. Alat Bukti
Sertifikat tanah menurut sistem ini merupakan alat bukti pemegangan hak
atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa untuk diganggu gugat. Ganti
rugi terhadap pemilik sejati adalah melalui dana asuransi.
Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin terkecuali jika
memperoleh sertifikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan atau
diperolehnya dengan cara penipuan (Bachtiar Effendi, 1993: 31).
Pendaftaran suatu hak atas nama seseorang dalam sistem Torrens
menjadikan seseorang (misalnya A) sebagai pemegang yang sah menurut
hukum terhadap semua orang termasuk orang (misalnya B) dari siapa A
memperoleh hak tersebut. Berhubung dengan itu, apabila pengalihan hak
dari B kepada A menjadi batal, B sudah tidak dapat menuntut kembali hak
itu dari A apabila hak atas tanah tersebut telah didaftarkan atas nama A
(Hermanses, 1981 : 44).
11. Kelebihan Sistem Torrens
Kelebihan dari sistem Torrens dibandingkan dengan sistem negatif menurut
penciptanya Sir Robert Torrens adalah sebagai berikut (Bachtiar Effendie, 1993 : 47 –
48) :
1. Ketidakpastian diganti dengan kepastian;
2. Biaya-biaya peralihan berkurang dari pound menjadi shilling dan waktu dari bulan
menjadi hari;
3. Ketidakjelasan dan berbelitnya uraian menjadi singkat dan jelas;
4. Persetujuan-persetujuan disederhanakan sedemikian rupa, sehingga setiap orang
akan dapat mengurus sendiri setiap kepentingannya;
5. Penipuan sangat dihalangi;
6. Banyak hak-hak milik atas tanah yang berkurang nilainya karena ketidakpastian
hukum hak atas tanah telah dikembalikan kepada nilai yang sebenarnya;
7. Sejumlah proses-proses (prosedure) dikurangi dengan meniadakan beberapa hal.
12. Kelemahan
Pendaftaran suatu hak atas tanah atas nama seseorang yang tidak berhak
dalam daftar umum, menghapus hak dari pemegang hak yang sebenarnya.
Dalam sistem “TORRENS” pihak-pihak yang dirugikan dan dapat
membuktikan pemilik sebenarnya, akan mendapat ganti rugi dari “LEMBAGA
DANA JAMINAN” atau “LEMBAGA ASURANSI”.
Dana oleh lembaga dana jaminan dikumpulkan dari setiap pelaksanaan
pendaftaran hak.
14. Definisi Tanah
Dalam Hukum Tanah di Negara Bagian New South Wales-Australia,
pengertian tanah (land) menurut Conveyancing Act 1919 No. 6: “Land
includes tenements and hereditaments, corporeal and incorporeal, and every
estate and interest therein whether vested or contingent, freehold or
leasehold, and whether at law or in equity.”
Dalam Real Property Act 1900 No 25 disebutkan definisi tanah: “Land,
messuages, tenements, and hereditaments corporeal and incorporeal of
every kind and description or any estate or interest therein, together with all
paths, passages, ways, watercourses, liberties, privileges, easements,
plantations, gardens, mines, minerals, quarries, and all trees and timber
thereon or thereunder lying or being unless any such are specially excepted”
15. Hukum & Status Tanah
Hukum Tanah Australia yang bersumber pada English Common Law
menggunakan asas Accessie (Perlekatan) sedangkan Hukum Tanah Nasional
di Indonesia yang bersumber pada Hukum Adat menggunakan asas
Horizontale Scheiding (Pemisahan Horizontal).
Seluruh tanah di wilayah Australia adalah milik Raja (all land belongs to the
Crown). Awalnya, tanah yang dialihkan dari pemerintah untuk kepemilikan
pribadi melalui tanah "grant" (hibah) atau tanah "patent".
16. Hukum & Status Tanah
Status tanah di Australia digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
1. Crown Land (tanah milik Raja) digunakan untuk jalan raya, hutan, instansi
pemerintah, dan kepentingan lainnya.
2. Crown Reserves Land (tanah cadangan milik Raja) digunakan untuk sarana
jalan-raya cadangan, hutan cadangan, hutan lindung, taman nasional.
3. Aboriginal Land (dimiliki secara kolektif oleh masyarakat adat (asli) Aborigin):
Crown Lands disediakan untuk masyarakat adat Aborigin tetapi di bawah
kontrol Government Aboriginal dari Negara Bagian/Wilayah yang
berwenang.
4. Vacant Crown Land (tanah kosong milik Raja): Crown Land yang tidak
disediakan untuk tujuan apapun.
18. Pendaftaran Tanah
Australia melaksanakan pendaftaran hak atas tanah (registration of titles)
dan sistemnya positif dengan memungut “insurance funds” (dana asuransi =
........% dari harga tanah).
sekali subyek dan obyek atas tanah didaftar (melalui pemeriksaan yang teliti
atas subyek dan obyek tanah) di kantor pertanahan (land title office) maka
tidak ada yang bisa menggugatnya.
Setiap pemegang hak yang akan memperlakukan haknya kepada pihak 3
(tiga), hak tersebut harus didaftar dalam “REGISTER BOOK”
Hak yang telah didaftar dalam register book tersebut oleh “REGISTER
GENERAAL” atau pejabat pendaftaran hak, dibuatkan sertifikat hak rangkap 2
(dua).
Sertifikat hak rangkap 2 (dua), yang satu diberikan kepada pemegang hak,
yang lain dijadikan bagian dari “REGISTER BOOK”.
19. Pendaftaran Tanah
Sertifikat untuk pemohon sebagai alat bukti mutlak, dalam arti pemegang
hak tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
Dalam “Real Property Act” (UU pertanahan) sistem Torrens ini mengatur
perbuatan hukum “oroginair” (1st registration = pendaftaran pertama)
maupun perbuatan hukum derivatif lainnya seperti jual-beli, mortgage (hak
tanggungan), hibah dan sebagainya.
Untuk penyelenggaraan transaksi di bidang pertanahan, masyarakat bebas
untuk memilih, apakah akan menggunakan jasa dari “solicitor”, “landbroker”,
atau mengerjakannya sendiri.
Pendaftaran karena transaksi atau pengalihan hak kepada “REGISTER
GENERAAL” adalah kewajiban dalam rangka “The maintenance of Public
Register” atau pemeliharaan data pendaftaran tanah.
20. Jenis Hak Atas Tanah
Jenis hak-hak atas tanah mempunyai berbagai jangka waktu dikenal sebagai "estates":
Fee Simple, Fee Absolute dan Fee adalah tiga kata yang berarti sama dengan estate
adalah hak yang paling luas dan penyewa diperbolehkan untuk menjual atau untuk
mengalihkan dengan wasiat atau dialihkan tanpa wasiat kepada ahli waris penyewa
jika ia meninggal.
Fee Simple Title tidak termasuk:
1) Kepemilikan air di atas tanah bahwa air tidak dapat dimiliki, karena benda
bergerak. Hanya penggunaan air ketika berada di atas tanah.
2) Hak untuk merusak kenikmatan tetangga dan penggunaan property-nya.
3) Hak tanpa izin memasuki tanah orang lain.
21. Jenis Hak Atas Tanah
Fee Tail Estate berarti bahwa kepemilikan hanya bisa dialihkan kepada
keturunan langsung pihak laki-laki (lineal descendant). Apabila tidak
mempunyai keturunan langsung, jika meninggal dunia maka tanah
dikembalikan kepada bangsawan (the lord).
Life Estate adalah hak yang diberikan kepada penyewa (tenant), hanya
selama hidupnya, setelah itu secara otomatis kembali menjadi milik
bangsawan (the lord).
Leasehold atau Crown Leasehold adalah salah satu sistem kepemilikan tanah.
Seseorang dapat membeli hak menggunakan tanah berdasarkan sewa
(Leasehold), biasanya diberikan untuk jangka waktu 99 tahun. Leasehold
pada prinsipnya menyewa tanah kepada Raja.
22. No Keterangan Indonesia Australia
1 Hukum Tanah Bersumber dari Hukum Adat Bersumber dari English Common Law
2 Asas Hukum Asas Horizontal Asas Perlekatan
3 Sistem Negatif bertendensi positif Torrens (Publikasi Positif)
4 Alat Bukti Sertifikat – Sifatnya kuat tapi tidak mutlak Sertifikat – Sifatnya Mutlak
5 Asas Pendaftaran Tanah Sederhana, aman, terjangkau, mutakhir,
terbuka
Security of title, Peniadaan dari keterlambatan
dan pembiayaan yang berlebihan,
penyederhanaan alas hak, ketelitian
6 Jenis pendaftaran Pendaftaran Hak Pendaftaran Hak
7 Transaksi Tanah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Individu Solicitor, Landbroker, Individu
8 Jaminan Data Kebenaran data fisik dan yuridis dalam
sertifikat belum dijamin negara
Negara menjamin kebenaran data fisik dan
yuridis
9 Status Tanah Tanah Negara, Tanah Adat, Tanah Hak, dan
Tanah Swapraja (Sultan).
Tanah Milik Raja, Tanah Cadangan Milik Raja,
Tanah Aborigin, dan Tanah Kosong Milik Raja.
10 Jika Ada Gugatan Pemilik
Sebenarnya
Tanah bisa beralih kepada pemilik sebenarnya Tanah tidak bisa beralih ke pemilik sebenarnya,
namun adanya ganti rugi terhadap pemilik
sebenarnya
11 Lainnya Tidak ada kewajiban mendaftarkan peralihan
hak kepada Kantor Pertanahan.
Pendaftaran karena transaksi atau pengalihan
hak kepada REGISTER GENERAAL” adalah
kewajiban dalam rangka “The maintenance of
Public Register” atau pemeliharaan data
pendaftaran tanah.
Perbedaan
24. Definisi
Menurut Harsono (1968 : 140) konversi adalah perubahan hak yang lama
menjadi satu hak yang baru menurut UUPA.
Konversi hak-hak atas tanah adalah penggantian/perubahan hak-hak atas
tanah dari status yang lama yaitu sebelum berlakunya UUPA menjadi
status yang baru, sebagaimana diatur oleh UUPA.
Adapun yang dimaksud dengan hak-hak atas tanah sebelum berlakunya
UUPA adalah hak-hak atas tanah yang diatur dan tunduk pada hukum
adat dan hukum Barat (BW).
25. Tujuan
Tujuan pelaksanaan konversi hak atas tanah di samping untuk terciptanya
unifikasi hukum pertanahan di tanah air dengan mengakui hak-hak atas tanah
terdahulu untuk disesuaikan menurut ketentuan yang terdapat di dalam UUPA
dan untuk menjamin kepastian hukum, juga bertujuan agar hak-hak atas tanah
itu dapat berfungsi untuk mempercepat terwujudnya masyarakat adil dan
makmur (Erna, 2004).
26. Konversi Tanah Barat
Tanah eks hak barat menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3
Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan
Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat dan
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 Tentang Pokok-pokok
Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal
Konversi Hak-Hak Barat dapat dikonversi hingga masa berakhirnya yaitu
24 september 1980.
Setelah masa itu lewat, menurut ketentuan tanah eks Hak Barat menjadi
Tanah Negara.
27. Hak Barat Hak Adat
1. Hak eigendom
2. Hak Opstal
3. Hak Erfpacht
4. Hak-hak Hypotheek
5. Servituu
6. Grant Controleur
7. Bruikleen
8. Hak Vruchtgebruik
1. Milik
2. Yasan
3. Andarbeni
4. Hak Atas Druwe
5. Hak Atas Druwe Desa
6. Pesini
7. Grand Sultan
8. Gebruik
9. Ganggam Bauntuik
10.Anggaduh
11.Bengkok
12.Lungguh
13.Pituwas
14.Hak Gogolan
15.Pekulen
16.Sanggan
17.Hak Agrarisch Eigendom
18.Landerinjbezitrecht
19.Altijddurende Erfpacht
20.Hak Guna Usaha Atas Bekas Tanah Partikelir
Jenis Hak Barat & Adat
(Ketentuan Konversi UUPA)
28. Konversi Tanah Adat
Berbeda dengan konversi tanah-tanah hak barat yang berakhir pada
tanggal 24 September 1980, konversi terhadap tanah-tanah yang tunduk
kepada hukum adat tidak ada batas waktunya.
Hal ini ditegaskan secara implisit dalam SK. Mendagri No. SK.
26/DDA/1970 tentang Penegasan dan Pendaftaran Hak-hak Indonesia
atas Tanah, sebagai tindak lanjut dari PMPA No. 2 tahun 1962.
29. Daftar Pustaka
Arnowo, Hadi dan Waskito. (2015) : Cara Praktis Memahami Bidang Agraria (Pertanahan).
Media Aji. Jakarta.
Indiraharti, Novina Sri. (2009) : Penerapan Sistem Torrens Dalam Pendaftaran Tanah (Studi
Komparatif Terhadap Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Singapura). Majalah
Clavia. Makassar.
Republik Indonesia. (1960) : Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara RI Tahun 1960, No. 104. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Siboro. (1989). Pengantar Sejarah Australia. IKIP. Bandung.
Soeradji. (2007) : Prinsip-Prinsip Pendaftaran Tanah. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Yogyakarta.
Sumanto, Listyowati. () : Aspek Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Australia. Dosen Tetap
di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta.