Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan
keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material
dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva
perusahaan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan
(fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernya- taan Standar Auditing (PSA)
No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan
dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32.
Menurut standar pengauditan, faktor yang membedakan kecurangan dan kekeliruan
adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan
keuangan, berupa tindakan yang sengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001).
1. MAKALAH AUDIT PERUSAHAAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Audit Perusahaan yang di ampu oleh :
Dr. Sri Rahayu, SE, Ak, M.SA, CA
Disusun oleh :
Eri Noprianto (P2C316017)
Fuad Rahardi (P2C316018)
Hanna Septiani (P2C316019)
Hazmi Arimiko Satria (P2C316020)
Ibnu Reza Syahbudi (P2C316021)
Zesmi Kusmila (P2C316033)
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AKUNTANSI
PASCA SARJANA UNIVERSITAS JAMBI
2017
2. Pendahuluan
Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan
keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material
dan juga memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen atas aktiva
perusahaan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan
(fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai Pernya- taan Standar Auditing (PSA)
No. 70, demikian pula error dan irregularities masing-masing diterjemahkan sebagai kekeliruan
dan ketidakberesan sesuai PSA sebelumnya yaitu PSA No. 32.
Menurut standar pengauditan, faktor yang membedakan kecurangan dan kekeliruan
adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan
keuangan, berupa tindakan yang sengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001).
Terjadinya kecurangan– suatu tindakan yang disengaja - yang tidak dapat terdeteksi oleh
suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan
keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa banyak kerugian.
Fraud dalam audit merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/keganjilan
(sesuatu yang tampaknya di luar kebiasaan kemudian menlusuri dan mendalami transaksi untuk
merekonstruksi bagaimana terjadinya dan apa akibat yang ditimbulkannya). Dalam Fraud audit,
proses pengumpulan bukti audit lebih fokus pada apakah fraud memang tejadi, dan jika terjadi,
maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa
pelakunya (pejabat yang terlibat), bagaimana fraud itu terjadi (modus operandinya), dimana
tempat terjadinya fraud tersebut, kapan waktu terjadinya, hukum apa yang dilanggar, berapa
kerugian yang diakibatkannya, siapa yang dirugikan dan diuntungkan, serta hal lain yang
berkaitan dengan bukti investigasi.
3. Pembahasan
Fraud atau kecurangan adalah berbagai macam carakecerdikan manusia yang
direncanakan dan dilakukan secara individual maupun berkelompok untuk memperoleh manfaat
atau keuntungan dari pihak lain dengan cara yang tidak benarsehingga menimbulkan kerugian
bagi pihak lain. Dengan kata lain, kecurangan dalah penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan
untuk mengambil aset atau hak orang lain.
Jika dilihat dari sudut pandang akuntansi, maka fraud atau kecurangan adalah suatu
kekeliruan atau penggambaran yang salah dari fakta material dalam penyajian fakta pembukuan
dan akhirnya dalam laporan keuangan. Kecurangan akuntansi ini dibagi menjadi dua kelompok
utama, yaitu kecurangan laporan dan kecurangan aseti.Kecurangan laporan mencakup kesalahan
pelaporan yang disengaja sehingga terlihat kondisi keuangan perusahaan lebih baik dari pada
kenyataannya dan akhirnya menipu para pemegang saham, investor dan kreditur.
Kecurangan laporan yang paling banyak terjadi adalah pendapatan dan persediaan yang
“ditinggikan” atau biasa disebut pola Income Maximization, perataan laba (Income Smoothing),
serta pengaturan laba (Earnings Management). Adapun Kecurangan aset biasanya dilakukan
untuk mempermudah pencurian atau konversi aset entitas atau perusahaan menjadi aset pribadi.
Kecurangan aset contohnya adalah pengalihan aset perusahaan menjadi aset milik pribadi dan
hutang fiktif.
Jenis – jenis Kecurangan
Dalam konteks audit atas laporan keuangan,kecurangan didefinisikan sebagai salah saji
dalam laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Dua kategori utama kecurangan adalah
kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan asset.
1. Kecurangan dalam Laporan Keuangan
Kecurangan dalam laporan keuangan merupakan salah saji atau penghapusan terhadap
jumlah ataupun pengungkapan yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui para
penggunanya. Sebagian besar kasus ,melibatkan salah saji terhadap jumlah yang dilaporkan
dibandingkan terhadap pengungkapan. Sebagai contoh, WorldCom yang dilaporkan telah
mengapitalisasi jutaan dolar pengeluaran sebagai aset tetap, yang semestinya harus dibebankan.
Penghapusan terhadap jumlah yang dilaporkan merupakan kasus yang kurang umum ditemukan,
4. namun sebuah perusahaan dapat melebihsajikan pendapatan dengan menghapus utang dagang
dan liabilitas lainnya
Sementara dalam sebagian besar kasus kecurangan dalam laporan keuangan melibatkan
sebuah usaha untuk melebihsajikan pendapatan. Pada perusahaan-perusahaan nonpublik, hal
tersebut mungkin dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pajak penghasilan. Perusahaan-
perusahaan juga dapat dengan sengaja mengurangsajikan pendapatan ketika labanya tinggi untuk
menciptakan cadangan laba atau sebagai ”celengan”, yang dapat digunakan untuk menaikkan
laba di kemudian hari. Prkatik semacam itu dikanal dengan ”peralatan laba” dan manajemen
laba. Manajemen laba (earning manajemen) melibatkan tindakan-tindakan manajemen yang
sengaja dilakukan untuk memenuhi target laba. Perataan laba (income smoothing) merupakan
salah satu bentuk manajemen laba di mana pendapatan-pendapatan dan beban-beban
dipindahkan di antara beberapa periode untuk mengurangi fluktuasi laba. Salah satu teknik untuk
memuluskan laba adalah dengan mengurangi nilai persediaan dan aset lainnya yang diperoleh
perusahaan pada saat akuisisinya, yang mengakibatkan laba yang lebih tinggi ketika aset tersebut
dijual di kemudian hari. Perusahaan-perusahaan juga dapat dengan sengaja melebihsajikan
cadangan keusangan persediaan dan penyisihan piutang tak tertagih untuk mengurangi laba yang
lebih tinggi.
Meskipun jarang ditemukan, beberapa kasus penting terkait kecurangan dalam laporan
keuangan melibatkan pengungkapan yang tidak memadai. Sebagai contoh, masalah utama dalam
kasus Enron adalah apakah perusahaan telah mengakui kewajiban terhadap perusahaan afiliasi
yang dikenal dengan entitas bertujuan khusus (special purpose entities) secara memadai. E. F.
Hutton, perusahaan pialang yang saat ini sudah tidak ada lagi, telah dihukum karena dengan
sengaja telah melakukan kelebihan penarikan uang di beberapa rekening bank dengan tujuan
untuk menaikkan pembayaran bunga. Kelebihan penarikan tersebut dimasukkan sebagai liabilitas
dalam neraca, namun deskripsi di neraca mengenai kewajiban tersebut tidak jelas.
2. Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan aset merupakan kecurangan yang melibatkan pencurian atas aset milik
suatu entitas. Dalam banyak kasus, namun tidak senuanya, jumlah nominal yang terlibat tidak
material terhadap laporan keuangan. Namun demikian, pencurian aset perusahaan sering kali
menjadi perhatian penting manajemen, tanpa melihat tingkat meterialitasnya, karena pencurian-
pencurian kecil dapat dengan mudah meningkat ukurannya setiap saat.
5. Istilah penyalahgunaan aset sering kali digunakan untuk mengacu pada pencurian yang
dilakukan oleh pegawai dan pihak-pihak internal lainnya di dalam suatu organisasi. Menurut
perkiraan Association of Certified Fraud Examiners, rata-rata perusahaan merugi 6 persen dari
pendapatannya disebabkan oleh kecurangan, meskipun sebagian besar dari pencurian tersebut
melibatkan pihak-pihak eksternal, seperti pengutilan yang dilakukan oleh pelanggan dan
penipuan yang dilakukan oleh pemasok.
Biasanya pelaku penyalahgunaan aset berada di tingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah. Namun demikian, dalam beberapa kasus penting, manajemen puncak terkadang terlibat
dalam pencurian aset perusahaan. Karena otoritas manajemen yang lebih besar serta kendali
terhadap aset-aset perusahaan, penggelapan yang melibatkan manajemen puncak dapat
melibatkan jumlah yang signifikan. Suatu survei mengenai kecurangan yang diselenggarakan
oleh Association of Certified Fraud Examiners menemukan bahwa rata-rata jumlah kerugian
yang disebabkan oleh kasus-kasus kecurangan yang melibatkan manajemen puncak tiga kali
lebih besar daripada kecurangna yang melibatkan pegawai lainnya.
Kondisi yang Menyebabkan Kecurangan
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan
dan penyalahgunaan aset. Tiga kondisi tersebut dinamakan dengan segitiga kecurangan (fraud
triangle). Berikut adalah pembahasan mengenai fraud triangle ini :
1. Insentif/Tekanan Sebuah insentif yang umum bagi perusahaan untuk memanipulasi
laporan keuangannya adalah adanya penurunan dalam prospek keuangan perusahaan.
Sebagai contoh, penurunan laba dapat mengancam kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan pendanaan. Perusahaan mungkin juga melakukan manipulasi laba untuk
memenuhi proyeksi analis pasar, atau untuk menggelembungkan harga saham. Dalam
beberapa kasus, manajemen dapat memanipulasi laba hanya untuk menjaga reputasi
mereka.
2. Kesempatan Meskipun laporan keuangan dari semua perusahaan potensial dapat terjadi
manipulasi, risikonya menjadi lebih besar untuk perusahaan yang bergerak dalam
industri yang melibatkan penilaian subjektif dan estimasi yang signifikan. Sebagai
contoh, terdapat kemungkinan salah saji dalam persediaan bagi perusahaan-perusahaan
yang memiliki persediaan yang terletak di beberapa tempat yang berbeda. Risiko salah
6. saji persediaan lebih meningkat jika terjadi kemungkinan keusangan persediaan.
Pergantian pegawai di bagian akuntansi atau kelemahan lainnya dalam proses akuntansi
dan informasi dapat menyebabkan munculnya kesempatan terjadinya salah saji. Banyak
kasus kecurangan dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh komite audit dan
dewan direksi yang tidak efektif dalam melakukan pengawasan terhadap pelaporan
keuangan.
3. Sikap/Rasionalisasi Sikap manajemen puncak terhadap laporan keuangan merupakan
faktor risiko penting dalam menilai kemungkinan adanya kecurangan dalam laporan
keuangan. Jika CEO atau manajer puncak lainnya menunjukkan dominasi terhadap
proses penyusunan laporan keuangan, seperti terus menerus mengeluarkan proyeksi laba
para analis pasar, kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan menjadi
lebih besar. Karakter manajemen atau seperangkat etika juga dapat membuat manajemen
lebih mudah dalam membenarkan perilaku kecurangan.
Mengukur Risiko Kecurangan
Auditor memiliki tanggung jawab untuk menghadapi risiko kecurangan dengan
merencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah
saji material, baik disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan, dapat terdeteksi.
1. Skeptisme Profesional. Dalam praktiknya menjaga skeptisme professional dapat
menjadi sulit, karena meskipun terdapat beberapa contoh kasus kecurangan dalam
laporan keuangan tingkat tinggi, kecurangan material jarang terjadi dibandingkan dengan
jumlah audit atas laporan keuangan yang dilakukan setiap tahun.
2. Berpikir Kritis. Selama merencanakan audit dalam setiap pengauditan, tim kerja harus
membahas kebutuhan untuk menjaga pikiran kritis disepangjang pengauditan untuk
mengidentifikasi risiko-risiko kecurangan dan secara kritis mengevaluasi bukti-bukti
audit.
3. Evaluasi Kritis atas Bukti Audit. Auditor harus berhati-hati untuk tidak membenarkan
atau mengasumsikan suatu salah saji merupakan suatu insiden yang terpisah. Sebagai
contoh, katakanlah seorang auditor menemukan adanya penjualan ditahun berjalan yang
seharusnya secara tepat diakui sebagai penjualan pada tahun berikutnya. Auditor haruss
7. mengevaluasi alas an salah saji tersebut, menentukan apakah hal tersebut disengaja atau
tidak, dan mempertimbangkan apakah salah saji lainnya mungkin juga telah terjadi.
Sumber-Sumber Informasi untuk Mengukur Risiko Kecurangan
Adapun sumber-sumber informasi yang digunakan untuk mengukur resiko kecurangan
adalah :
1. Komunikasi Antara Sesama Tim Audit. PSA 70 mengharuskan tim audit untuk
melakukan diskusi untuk berbagi pemahaman dari anggota tim audit yang lebih
berpengalaman dan untuk “urun rembug” ide-ide yang menyangkut hal berikut.
• Bagaimana dan kapan mereka yakin bahwa laporan keuangan entitas tidak dicurigai
terdapat salah saji yang disebabkan oleh kecurangan.
• Bagaimana manajemen dapat melakukan dan menutupi kecurangan dalam laporan
keuangan.
• Bagaimana setiap orang dapat menyalahsajikan asset entitas tersebut.
• Bagaimana auditor dapat menghadapi kemungkinan adanya salah saji dalam laporan
keuangan yang disebabkan oleh kecurangan
2. Tanya Jawab dengan Manajemen. Tanya jawab dengan manajemen dan pihak lainnya
dalam perusahaan memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk memberitahukan
informasi yang mungkin tidak dapat dikomunikasikan dengan pihak lain. Selain itu,
jawaban mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan auditor seringkali membuka informasi
atas kemungkinan adanya kecurangan.
3. Faktor-Faktor Risiko. PSA 70 mengharuskan auditor untuk mengevaluasi apakah faktor-
faktor risiko kecurangan mengindikasikan adanya insentif atau tekanan untuk melakukan
kecurangan, kesempatan untuk melakukan kecurangan atau sikap atau rasionalisai
digunakan untuk membenarkan tindakan kecurangan. Keberadaan factor-faktor risiko
tidak berarti telah terjadi kecurangan, melainkan bahwa kemungkinan terjadinya
kecurangan lebih tinggi. Auditor harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut beserta
informasi lainnya yang digunakan untuk mengukur risiko kecurangan.
4. Prosedur analitis. Karena terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan sering kali
melibatkan manipulasi pendapatan, PSA 70 mengharuskan auditor untuk melakukan
prosedur analitis pada akun-akun pendapatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
8. hubungan-hubungan yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan ekspetasi dalam akun-akun
pendapatan yang mengindikasikan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan.
5. Informasi Lainnya. Auditor harus mempertimbangkan semua informasi yang telah
mereka dapatkan dalam setiap fase atau bagian pengauditan ketika mereka mengukur
risiko kecurangan.
Pengawasan Tata Kelola Perusahaan Untuk Mengurangi Risiko Kecurangan
Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan tata kelola perusahaan dan prosedur
pengendalian untuk mengurangi resiko kecurangan yang dapat dilakukan melalui kombinasi
antara tindakan pencegahan,antisipasi dan pendeteksian. Dengan menerapkan program-program
dan pengendalian antikecuragan, manajemen dapat mencegah kecurangan dengan mengurangi
kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan. Untuk membantu manajemen dan
dewan direksi dalam menjalankan usaha antikecurangan, AICPA, bekerja sama dengan beberapa
organisasi profesi terkait, menerbitkan Program dan Pengendalian Antikecurangan bagi
Manajemen: Panduan untuk Membantu Mencegah, Mengantisipasi, dan Mendeteksi
Kecurangan.
Panduan tersebut mengidentifikasi adanya 3 elemen untuk mencegah,mengantisipasi dan
mendeteksi kecurangan, yaitu Budaya kejujuran dan etika yang bernilai tinggi, Tanggung jawab
manajemen untuk mengevaluasi resiko-resiko kecurangan dan pengawasan dari komite Audit.
1. Budaya Kejujuran dan Etika yang Bernilai Tinggi
Cara yang paling efektif untuk mencegah kecurangan dan mengantisipasinya yaitu dengan
menerapkan program-program dan pengendalian antikecurangan yang berdasarkan pada nilai-
nilai utama yang dianut oleh perusahaan. Dengan adanya nilai-nilai tersebut dapat membantu
menciptakan suatu budaya kejujuran dan etika yang dapat menjadi dasar bagi tanggung jawab
para pegawai. Terdapat 6 elemen untuk menciptakan budaya kejujuran dan etika yang bernilai
tinggi, yaitu :
• Teladan Dari Pimpinan
Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk meberikan teladan dalam perilaku
yang beretika dalam perusahaan melalui komunikasi yang baik terhadap bawahannya serta
meyakinkan bahwa perilaku tidak jujur atau tidak etis tifak dapat diterima,walaupun itu
menguntungkan bagi perusahaan.
9. • Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif
Lingkungan kerja yang positif dapat menciptakan moral pegawai yang lebih baik sehingga
akan mengurangi kemungkinan dilakukannya kecurangan terhadap perusahaan. Caranya
yaitu dengan mengurangi tekanan yang berlebihan terhadap pegawai dan memberikan suatu
proses pengaduan jika ada kecurigaan atau ada kecurangan atau potensi pelanggaran kode
etik lainnya.
• Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat
Perlu adanya kebijakan pemilihan yang efektif terkait dengan penempatan orang yang
nantinya akan memegang posisi-posisi penting. Kebijakan mencakup latar belakang kandidat
yang akan dipekerjakan atau yang dipromosikan untuk posisi penting.
• Pelatihan
Pelatihan disini terkait pelatihan mengenai kewaspadaan terhadap kecurangan dalam
perusahaan sesuai dengan tanggungjawab spesifik pegawai (sesuai posisi pegawai dalam
perusahaan) sehingga nantinya akan mampu mengkomunikasikan jika terdapat kecurangan
dalam bagiannya masing-masing.
• Konfirmasi
Para pegawai diminta untuk membuat pernyataan bahwa mereka memahami ekspetasi
perusahaan dan telah mematuhi kode etik, serta mewaspadai segala bentuk pelanggaran.
Dengan konfirmasi ini dapat membantu penegakan kebijakan kode etik.
• Disiplin
Menyangkut penyelidikan menyeluruh atas semua pelanggaran beserta penanganannya yang
tepat dan konsisten dan pertanggungjawaban pegawai jika tidak mematuhi kode etik
perusahaan serta pemberian punishment atas pelanggaran kode etik tanpa
mempertimbangakan jenjang pegawai yang melakuakn tindakan tersebut.
2. Tanggung Jawab Manajemen untuk Mengevaluasi resiko-resiko kecurangan
Kecurangan tidak dapat terjadi tanpa adanya kesempatan yang terbuka untuk melakukan dan
menutupi tindakan tersebut. Manajemen bertanggung jawab untuk melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
• Mengidentifikasi dan mengukur resiko kecurangan
Dimulai dari kesadaran manajemen bahwa kecurangan mungkin terjadi dan hamper setiap
pegawai mampu melakukan tindakan yang tidak jujur pada kondisi lingkungan yang normal
10. serta mengidentifikasi factor-faktor yang dapat menimbulkan kecurangan dalam
perusahaann.
• Menangani Resiko Kecurangan
Manajemen bertanggung jawab untuk mrancang dan menerapkan program-program dan
pengendalian untuk menangani resiko kecurangan. Dapat dilakukan dengan cara mengubah
aktivitas dan proses bisnis yang rentan terhadap terjadinya kecurangan.
• Pengawasan dalam program-program dan pengendalian pencegahan kecurangan
Manajemen secara berkala harus mengevaluasi apakah program-program pengendalian
antikecurangan telah diterapkan dan berjalan secara efektif, tentunya melalui pengendalian
internalnya.
3. Pengawasan dari Komite Audit
Komite Audit memiliki tanggung jawab utama untuk mengawasi proses penyusunan laporan
keuangan dan pengendalian internal organisasi. Komite audit juga membantu menciptakan suatu
teladan yang efektif mengenai kejujuran dan etika dalam perusahaan dengan tidak memberikan
toleransi sama sekali terhadap setiap tindakan kecurangan. Pengawasan yang dilakukan komite
audit juga bertindak sebahgai pencegah kecurangan oleh manajemen senior.
11. Kesimpulan
Fraud dalam audit merupakan proses audit yang memfokuskan pada keanehan/keganjilan
(sesuatu yang tampaknya di luar kebiasaan kemudian menlusuri dan mendalami transaksi untuk
merekonstruksi bagaimana terjadinya dan apa akibat yang ditimbulkannya). Dalam Fraud audit,
proses pengumpulan bukti audit lebih fokus pada apakah fraud memang tejadi, dan jika terjadi,
maka audit mengarah pada pengumpulan bukti untuk mengetahui dan membuktikan siapa
pelakunya (pejabat yang terlibat), bagaimana fraud itu terjadi (modus operandinya), dimana
tempat terjadinya fraud tersebut, kapan waktu terjadinya, hukum apa yang dilanggar, berapa
kerugian yang diakibatkannya, siapa yang dirugikan dan diuntungkan, serta hal lain yang
berkaitan dengan bukti investigasi.
Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan tata kelola perusahaan dan prosedur
pengendalian untuk mengurangi resiko kecurangan yang dapat dilakukan melalui kombinasi
antara tindakan pencegahan,antisipasi dan pendeteksian. Dengan menerapkan program-program
dan pengendalian antikecuragan, manajemen dapat mencegah kecurangan dengan mengurangi
kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan. Untuk membantu manajemen dan
dewan direksi dalam menjalankan usaha antikecurangan, AICPA, bekerja sama dengan beberapa
organisasi profesi terkait, menerbitkan Program dan Pengendalian Antikecurangan bagi
Manajemen: Panduan untuk Membantu Mencegah, Mengantisipasi, dan Mendeteksi
Kecurangan.
Panduan tersebut mengidentifikasi adanya 3 elemen untuk mencegah,mengantisipasi dan
mendeteksi kecurangan, yaitu Budaya kejujuran dan etika yang bernilai tinggi, Tanggung jawab
manajemen untuk mengevaluasi resiko-resiko kecurangan dan pengawasan dari komite Audit.
12. DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1993. Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 32: Tanggung
Jawab Auditor untuk Mendeteksi dan Melaporkan Kekeliruan dan Ketidakberesan.
Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2001. Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 70:
Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Jakarta: IAI.
Karyono. 2002. Fraud Auditing. Journal The Winners. Jakarta.
Sayyid, Annisa. 2014. Pemeriksaan Fraud Dalam Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif.
Al-Banjari Vol.13 No.2 Juli-Desember. Banjarmasin.