Teks tersebut membahas tentang pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, meliputi pengertian, proses, unsur, alternatif, konsekuensi, tingkat, klasifikasi, kategori, dan teknik pengambilan keputusan.
1. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan adalah dua hal yang saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya dan merupakan hal utama yang utama dari proses berpikir.
A. Pengertian
1. Pemecahan Masalah
Kepner-Tregoe melihat pemecahan masalah dan pengambilan keputusan melalui suatu langkah
dalam proses yang rasional. Adapun langkah dalam pemecahan masalah dapat diartikan sebagai
suatu proses dari mengamati dan pengenalan serta usaha mengurangi perbedaan antara situasi
sekarang dengan yang akan datang (LAN RI 2008, Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan).
2. Pengambilan Keputusan
Keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih
alternatif/kemungkinan. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada perbedaan
penting diantara keduanya. Mc Kenzei melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena pilihan
diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu,
apakah pada tingkat perorangan atau kolektif. Mc Grew dan Wilson lebih melihat pada kaitannya
dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah akhir dari suatu proses yang lebih dinamis, yang
diberi label pengambilan keputusan. Dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri aktifitas
yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana.
Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah
dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain
dikesampingkan.
Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode
yang efisien sesuai situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah
organisasi. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah
diselesaikan, keputusan harus dibuat (Brinckloe,1977). Dengan kata lain, keputusan mempercepat
diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan perubahan (Hill,1979).
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memilih tindakan dari beberapa alternatif
untuk mencapai tujuan/sasaran (proses mengakhiri suatu masalah). Oleh karena itu ’Pemecahan
Masalah dan Pengambilan Keputusan’ dapat diartikan sebagai suatu proses identifikasi, mencari
penyebab, pemilihan alternatif dan mengantisipasi hambatan yang mungkin menghalangi
terlaksananya keputusan. Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara
teoritis dan realistis, bagaimana cara membuat suatu keputusan. Ragam dalam pengambilan
B. Proses Pengambilan Keputusan
Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu keputusan organisasi (Brinckloe,1977)
yaitu :
1. Optimasi.
Di sini seorang eksekutif yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-alternatif,
memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu
memperkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan, mempertimbangkan
dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-alternatif yang telah dirumuskan dan
kemudian menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai dengan prioritas lalu dibuat keputusan.
Keputusan yang dibuat dianggap optimal karena setidaknya telah memperhitungkan semua faktor
yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
2. Satisficing.
2. Seorang eksekutif cukup menempuh suatu penyelesaian yang berasal memuaskan ketimbang
mengejar penyelesaian yang terbaik. Model satisficing dikembangkan oleh Simon (Simon,1982;
roach, 1979) karena adanya pengakuan terhadap rasionalitas terbatas (bounded rationality).
Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatasi pandangan
mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia tidak megolakan dan
memiliki kemampuan untuk memisahkan informasi yang tertumpuk. Menurut Frank Harison (Hitt,
1970), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rasionalitas terbatas antara lain informasi yang
datang dari luar sering sangat kompetitif atau informasi itu tidak sempurna, kendala waktu dan
biaya, serta keterbatasan seorang mengambil keputusan yang rasional untuk mengerti dan
memahami masalah dan informasi, terutama informasi dan teknologi.
C. Unsur Prosedur Keputusan
Suatu keputusan ada unsur prosedur, yaitu pertama pembuatan keputusan mengidentifikasikan
masalah, mengklarifikasi tujuan-tujuan khusus yang diinginkan, memeriksa berbagai kemungkinan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengakhiri proses itu dengan menetapkan pilihan
bertindak. Jadi suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai (facts and values). Keduanya
sangat penting tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam menyehatkan keputusan
suatu organisasi (Bridges, 1971).
D. Alternatif dan Konsekuensi Keputusan
Dapat dikatakan bahwa setiap keputusan bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif untuk
dipilih. Setiap alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti, menurut Simon, sejumlah
alternatif itu berbeda satu sama lain mengingat perbedaan dari konsekuensi-konsekuensi yang akan
ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat memberikan kebahagiaan atau
kepuasan karena merupakan salah satu aspek paling penting dalam keputusan.
E. Tingkat-Tingkat Keputusan
Brinckloe (1977) menawarkan bahwa ada empat tingkat keputusan yaitu (1) automatic decisions, (2)
expected information decisions, (3) factor weighting decisions dan (4) dual uncertainty decisions.
1. Keputusan otomatis (outomatic decisions), keputusan yang dibuat dengan sangat sederhana, meski
sederhana informasi tetap diperlukan.
2. Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (Expected information decision), tingkat informasi
mulai sedikit kompleks artinya informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan.
Tetapi keputusan belum segera diambil karena informasi tersebut perlu dipelajari.
3. Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions), informasi-informasi yang
telah dikumpulkan dianalisis, lalu dipertimbang kan dan diperhitungkan sebelum keputusan diambil.
4. Keputusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions), dalam setiap informasi yang
ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian artinya semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh
dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin tinggi ketidakpastian
itu.
F. Klasifikasi Keputusan
1. Keputusan Terprogram.
Menurut Siagian, S.P. (1993), Keputusan Terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan yang
berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dam organisasi. Biasanya menyangkut pemecahan
masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang
3. lebih tinggi. Biasanya langkah-langkah dan prosedur yang perlu ditempuh telah dituangkan dalam buku
pedoman, yang biasanya terdapat dalam organisasi yang dikelola secara rapi. Pengambilan keputusan
terprogram akan berlangsung dengan efektif apabila empat criteria dasar dipenuhi :
a. Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk pengumpulan dan analisis data.
b. Tersedia data yang bersifat kuantitatif.
c. Kondisi lingkungan yang relatif stabil, yang didalamnya tidak dapat tekanan yang kuat untuk secara
cepat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap kondisi yang selalu berubah.
d. Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan
operasional yang harus dipenuhi.
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan terprogram yang dibuat sebagai respon
terhadap masalah-masalah organisasi yang repetitif atau yang sudah baku, mencakup keputusan
operasional dan keputusan pada tingkat menengah dari Morgan dan Cerello, keputusan operasinal dan
taktis dari Sutherland serta dari Mangkusubroto dan Trisnadi dan keputusan terstruktur dari Mintzberg
dan Brinckloe;
G. Keputusan yang tidak Terprogram.
Biasanya diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami
sebelumnya, tidak bersifat repetitif (berulang-ulang), tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk,
hakikat dan dampaknya. Sebagai akibat keadaan demikian, para ahli belum mampu menyajikan teknik
pemecahan yang sudah terbukti efektif di masa lalu, baik karena sifatnya yang baru itu maupun karena
sukar untuk mendefinisikan hakikatnya secara tepat. Keputusan yang tidak Terprogram tidak
menyangkut hal-hal yang sifatnya operasional, akan tetapi menyangkut kebijaksanaan organisasi dengan
dampak yang strategis bagi eksistensi organisasi. (Siagian, S.P.; 1993), Keputusan Terprogram.
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan tidak terprogram, dibuat sebagai respon
dari masalah-masalah unik, yang jarang dijumpai dan yang tidak dapat didefinisikan secara tepat,
keputusan ini biasanya dikenal dengan nama keputusan strategik, meliputi keputusan strategik dari
Morgan dan Cerello, Mangkusubroto dan Trisnadi, keputusan strategik dan tujuan (goal) Sutherland,
serta keputusan tidak terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe.
Dari segi struktur keputusan tertinggi adalah yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan, menyusul
keputusan strategik lalu keputusan taktis dan yang paling bawah adalah keputusan operasional.
Keputusan tertinggi hanya dibuat satu atau dua kali makin ke bawah tingkat keputusan makin tinggi
frekuensi pembuatannya.
H. Kategori Keputusan
Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan cara memproses informasi, keputusan dibagi empat
kategori (Nutt, 1989) :
1. Keputusan Representasi, pengambilan keputusan menghadapi informasi yang cukup banyak dan
mengetahui dengan tepat bagaimana memanipulasikan data tersebut. Keputusan ini banyak
menggunakan model-model matematik seperti operation research, cost-benefit analysis dan simulasi.
2. Keputusan Empiris, suatu keputusan yang sedikit informasi tetapi memiliki cara yang jelas untuk
memproses informasi pada saat informasi itu diperoleh.
3. Keputusan Informasi, suatu situasi yang banyak informasi tetapi meliputi kontroversi tentang
bagaimana memproses informasi tersebut.
4. Keputusan Eksplorasi, suatu situasi yang sedikit informasi dan tidak ada kata sepakat tentang cara
yang hendak dianut untuk memulai mencari informasi.
4. I. Proses Pengambilan Keputusan :
1. Pendekatan yang interdisipliner.
Proses pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan tunggal dan tidak sebagai suatu
tindakan yang Seragam yang berlaku untuk semua keadaan serta dapat digunakan oleh pengambil
keputusan yang berbeda dengan tingkat efektifitas yang sama. Proses pengambilan keputusan terdiri
dari berbagai ragam keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan
berorganisasi.
2. Proses yang sistematis.
Suatu proses logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara berturut atau sekuensial
dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (pendekatan atomik). Pendapat
lain mengatakan proses pengambilan keputusan menyangkut dengan naluri, daya pikir, dan serangkaian
metode intuitif yang keseluruhannya dirangkum yang menjadi suatu kreatifitas (pendekatan holistik).
3. Proses berdasarkan informasi.
Pengambilan keputusan tanpa informasi berarti menghilangkan kesempatan belajar secara adaptif.
Seorang manajer harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang Informatika untuk pengambilan
keputusan yang efektif serta harus menuntut agar tersedia baginya informasi yang memenuhi
persyaratan kemutakhiran, kelengkapan, dapat dipercaya dan disajikan dalam bentuk yang tepat.
4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.
Betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap berbagai alternatif, tetap tidak ada
jaminan bebas dari resiko ketidakpastian. Untuk itu pengambilan keputusan harus dapat
Memperhitungkan probabilitas (kemungkinan) keberhasilan atau kekurang-berhasilan pelaksanaan
suatu keputusan.
5. Diarahkan pada tindakan nyata.
Mengambil suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan pemecahan berakhir dan proses
pengambilan keputusan dimulai. Masalah dan sasaran sering mempunyai siklus pertumbuhan dan
penyusutan, demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi. Hal tersebut harus dikenali secara tepat
karena akan sangat mempengaruhi keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak.
J. Teknik Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan fakta.
Teknik pengambilan keputusan dalam klasifikasi ada dua yaitu teknik tradisional dan teknik modern.
Teknik pengambil keputusan juga sering dibagi dalam teknik pengambilan keputusan matematik atau
kuantitatif (Heenan dan Addleman, 1976;Robbins, 1978) dan teknik pengambil keputusan non-
matematik atau kualitatif (Moody, 1983). Teknik matematik biasa diberi nama multivariate analysis
(analisis variabel ganda atau analisis berdimensi ganda). Teknik non-matematik, yang lebih sering
digunakan untuk keputusan strategik antara lain sumbang saran, consensus, Delphi, fish bowling,
interaksi didaktik, tawar- menawar kolektif.
K. Pendekatan terhadap Pengambil Keputusan
Berbagai model tentang pendekatan terhadap pengambilan keputusan telah diperkenalkan oleh para
ahli teori pengambilan keputusan, diantaranya adalah :
1. Model Brinckloe (1977)
Keputusan yang menggunakan pendekatan (i) Fakta, secara sistematis akan mengumpulkan semua fakta
mengenai masalah dan hasilnya ialah kemungkinan keputusan akan lahir dengan sendirinya; (ii)
Pengalaman, seseorang yang sudah memiliki pengalaman tentu lebih matang dalam membuat
5. keputusan daripada seorang yang sama sekali belum mempunyai pengalaman apa-apa namun perlu
diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah sama dengan pada saat ini;(iii)
Intuisi, tidak jarang keputusan yang diambil berdasarkan intuisi dikarenakan kurang mengadakan analisis
yang terkendali maka perhatian hanya ditujukan pada beberapa fakta; (iv) Logika, pengambilan
keputusan yang berdasar logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semua unsur pada setiap sisi
dalam proses pengambilan keputusan; (v) Analisis Sistem, kecanggihan dari komputer telah merangsang
banyak orang untuk mengambil keputusan secara kuantitatif.
2. Model Mc Grew (1985)
Mc Grew hanya melihat adanya tiga pendekatan yaitu proses pengambilan keputusan rasional, model
proses organisasional dan model tawar-menawar politik (political bargaining model) yaitu (i) Pendekatan
proses pengambilan keputusan rasional memberi perhatian utama pada hubungan antara keputusan
dengan tujuan dan sasaran dari pengambilan keputusan; (ii) Model proses organisasional menangani
masalah yang jelas tampak perbedaannya antara pengambil keputusan individu dan organisasi; (iii)
Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu mengatakan bahwa pengambilan
keputusan kolektif sesungguhnya dilaksanakan melalui tawar-menawar namun hasil akhir keputusan itu
sesungguhnya tergantung pada proses memberi dan menerima di antara individu dalam kelompok
tersebut.
L. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. (Siagian, S.P. (25-26;1993).
1. Brainstorming
Jika sekelompok orang dalam suatu organisasi menghadapi suatu situasi problematic yang tidak terlalu
rumit, dan dapat diidentifikasikan secara spesifik mereka mengadakan diskusi dimana setiap orang yang
terlibat diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi berbagai pandangan yang
dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok mencapai suatu kesepakatan tentang cara-cara yang
hendak ditempuh dalam mengatasi situasi problematic yang dihadapi. Penting diperhatikan dalam
teknik ini yaitu :
a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat secara teliti.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena kuantitas pandanganlah yang
lebih diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.
c. Pemimpin diskusi diharapkan tidak melakukan penilaian atas sesuatu pendapat atau gagasan yang
dilontarkan, dan peserta lain diharapkan tidak menilai pendapat atau gagasan anggota kelompok
lainnya.
d. Para peserta diharapkan dapat memberikan sanggahan pendapat atau gagasan yang telah
dikemukakan oleh orang lain.
e. Semua pendapat atau gagasan yang dikemukakan kemudian dibahas hingga kelompok tiba pada
suatu sintesis pendapat yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.
2. Synetics
Seorang diantara anggota kelompok peserta bertindak selaku pimpinan diskusi. Diantara para peserta
ada seorang ahli dalam teori ilmiah pengambilan keputusan. Apakah ahli itu anggota organisasi atau
tidak, tidak dipersoalkan. Pimpinan mengajak para peserta untuk mempelajari suatu situasi problematik
secara menyeluruh. Kemudian masing-masing anggota kelompok mengetengahkan daya pikir kreatifnya
tentang cara yang dipandang tepat untuk ditempuh. Selanjutnya pimpinan diskusi memilih hasil-hasil
pemikiran tertentu yang dipandang bermanfaat dalam pemecahan masalah. Dan tenaga ahli menilai
melakukan penilaian atas berbagai gagasan emosional dan tidak rasional yang telah disaring oleh
pimpinan diskusi serta kemudian menggabungkannya dengan salah satu teori ilmiah pengambilan
6. keputusan dan tindakan pelaksanaan yang diambil.
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus sepakat tentang hakikat, batasan dan
dampak suatu situasi problematik yang dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan model yang hendak
digunakan untuk mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki pengetahuan yang
sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang teknik pemecahan yang seyogyanya
digunakan. Orang-orang diharapkan mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya.
Kelompok biasanya melakukan uji coba terhadap langkah yang hendak ditempuh pada skala yang lebih
kecil dari situasi problematik yang sebenarnya.
3. Delphi
Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan
dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di
satu tempat.Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu
situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk
meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota
kelompok tadi dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari ramalan yang dibuat oleh
masing-masing rekannya yang tidak pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya, rangkaian
pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota kelompok dengan melampirkan jawaban yang
telah diberikan oleh para anggota kelompok pada putaran pertama serta hal-hal yang dipandang sudah
merupakan kesepakatan kelompok. Apabila pendapat seseorang ahli berbeda maka memberikan
penjelasannya secara tertulis. Tiap-tiap jawaban diberikan kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa
yang memberikan jawaban.
Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan
analisa oleh beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan tentang ramalan kemungkinan
terjadi sesuatu peristiwa di masa depan.
4. Fish bowling
Sekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di tengah lingkaran ditaruh sebuah
kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut hanya dialah yang boleh bicara untuk mengemukakan pendapat
ide dan gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain mengajukan pertanyaan, pandangan
dan pendapat. Apabila pandangan orang yang duduk di tengah tersebut telah dipahami oleh semua
anggota kelompok dia meninggalkan kursi dan digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan yang
sama. Setelah itu semua pandangan didiskusikan sampai ditemukan cara yang dipandang paling tepat.
5. Didactic interaction
Digunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Dibentuk dua kelompok,
dengan satu kelompok mengemukakan pendapat yang bermuara pada jawaban “ya” dan kelompok
lainnya pada jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun kontra dicatat dengan
teliti. Kemudian kedua kelompok bertemu dan mendiskusikan hasil catatan yang telah dibuat. Pada
tahap berikutnya terjadi pertukaran tempat. Kelompok yang tadinya mengemukakan pandangan pro
beralih memainkan peranan dengan pandangan kontra.
6. Collective bargaining
Dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang atas suatu masalah duduk di
satu meja dengan saling menghadap. Masing-masing pihak datang dengan satu daftar keinginan atau
tuntutan dengan didukung oleh berbagai data, informasi dan alasan-alasan yang diperhitungkan dapat
7. memperkuat posisinya dalam proses tawar-menawar yang terjadi. Jika pada akhirnya ditemukan bahwa
dukungan data dan informasi serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh kedua belah pihak mempunyai
persamaan, maka tidak terlalu sukar untuk mencapai kesepakatan. Tetapi sebaliknya, pertemuan
berakhir tanpa hasil yang kemudian sering diikuti dengan timbulnya masalah yang lebih besar.
7. Metode Pengambil Keputusan
Gortner (1987) lebih cenderung menganalisis pengambilan keputusan dari sudut metode. Ada empat
metode pengambilan keputusan yang dianggap lazim dipergunakan dalam pengambilan keputusan
organisasional.
a. Metode pertama adalah metode rasional yang disebut juga model rasional. Ini adalah metode klasik
yang secara implicit mencakup model birokratik dari pengambilan keputusan.
b. Metode kedua, adalah metode tawar-menawar incremental (incremental-bargaining) yang
dipandang sebagai model paling dasar aktifitas politik, yaitu penyelesaian konflik melalui negosiasi.
Karakteristik dari incremental ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijakan terjadi dalam bentuk
langkah-langkah kecil karenanya tidak terlalu jauh dari status quo.
c. Metode ketiga yang disebut metode agregatif (aggregative methods) mencakup antara lain teknik
Delphi dan teknik-teknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Konsensus dan peran serta merupakan
karakteristik utama dari metode agregatif.
d. Metode keempat adalah metode keranjang sampah (the garbage-can) atau nondecision-making
model yang dikembangkan oleh March dan Olsen (1979). Model keranjang sampah menolak model
rasional bahkan rasional-inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik pada karakter yang
ditampilkan dalam keputusan, pada isu yang bermacam-macam dari peserta pengambil keputusan dan
masalah-masalah yang timbul pada saat itu. Sering kali keputusan yang diambil tidak direncanakan
sebagai akibat dari perdebatan dalam kelompok.
8. Teori-Teori Pengambilan Keputusan
Sehubungan dengan pendekatan yang telah diutarakan, lahirlah berbagai aliran yang menampilkan
teori-teori pengambilan keputusan yang berbeda (Brinckloe, 1977) yaitu :
a. Aliran Birokratik (Bureaucratic School)
Teori ini memberi tekanan yang cukup besar pada arus dan jalannya pekerjaan dalam struktur
organisasi. Tugas dari eselon bawah ialah melaporkan masalah, memberi informasi, menyiapkan fakta
dan keterangan-keterangan lain kepada atasannya. Dengan segala pengetahuan, keterampilan dan
kemampuannya, atasan membuat keputusan setelah mempelajari semua informasi.
b. Aliran Manajemen Saintifik (Scientific Management School)
Teori ini menekankan pada pandangan bahwa tugas-tugas itu dapat dijabarkan ke dalam elemen-
elemen logis, yang dapat digambarkan secara saintifik. Sementara manajemen sendiri memiliki
kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah.
c. Aliran Hubungan Kemanusiaan (Human Relations School)
Teori ini menganggap bahwa organisasi dapat berbuat lebih baik apabila lebih banyak perhatian yang
diberikan kepada manusia dalam organisasi, seperti yang menimbulkan kepuasan kerja, peran serta
dalam pengambilan keputusan, memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok social yang
mempunyai tujuan. Selain itu kebutuhan dan keinginan anggota selalu dipertimbangkan dalam
membuat keputusan.
d. Aliran Rasionalitas Ekonomi (Economic Rasionality School)
Teori ini mengakui bahwa organisasi adalah suatu unit ekonomi yang mengkonversikan masukan (input)
menjadi keluaran (output) dan yang harus dilakukan dengan cara yang paling efisien. Menurut aliran ini
suatu langkah kebijakan akan terus berlangsung sepanjang itu mempunyai nilai yang lebih tinggi
daripada biayanya.
8. e. Aliran Satisfacing
Aliran ini tidak mengharapkan suatu keputusan yang sempurna. Aliran ini yakin bahwa para manajer
yang selalu dipenuhi berbagai masalah mampu membuat keputusan yang rasional.
f. Aliran Analisis Sistem
Aliran ini percaya bahwa tiap masalah berada dalam suatu system yang terdiri dari berbagai sub sistem
yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan.
g. Pengambilan Keputusan Birokratik
Keputusan rutin adalah keputusan terprogram, keputusan repetitive, keputusan yang berulang-ulang
dibuat. Disebut keputusan repetitive karena berbagai peraturan dan prosedur sebagai dasar untuk
membuat keputusan telah dilembagakan. Peraturan dan prosedur semacam ini banyak dijumpai
dikalangan birokrasi. Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya keputusan-keputusan dikalangan
birokrasi telah dirutinkan sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan rutin sama dengan keputusan
birokratik (Inbar, 1979).
h. Dalam pengambilan keputusan birokratik selalu bertindak tidak memihak tetapi juga tidak
responsive bahkan soulless, tidak punya jiwa pendeknya seperti organisasi robot dalam banyak hal.
Pengaruh yang terutama memegang peranan dalam pengambilan keputusan birokratik ialah tekanan
politik dan pengaruh elit.
9. Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan
Sering kali orang sulit membedakan antara penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Bila
dilihat dari sudut prosesnya sulit dibedakan karena keduanya menggunakan langkah-langkah proses
yang mirip. Perbedaan diantara keduanya terletak pada hasilnya. Penyelesaian masalah adalah
pemikiran yang akhirnya bermuara pada hasil berupa penyelesaian kesenjangan antara performance
yang diinginkan dan performance yang menjadi kenyataan. Sering juga disebut perbedaan antara das
sollen dan das sein. Dalam istilah Downs (Nutt, 1989), perbedaan antara kenyataan yang ada dan
kenyataan yang diinginkan disebut kesenjangan kinerja (performance gap).
10. Ciri-ciri Keputusan Strategik (Nisjar, Karhi dan Winardi ; 1997) :
a. Keputusan-keputusan strategik pada umumnya berkaitan dengan skope dari aktifitas sesuatu
organisasi. Timbullah pertanyaan di sini: “Apakah kirannya organisasi yang bersangkutan memusatkan
perhatiannya pada satu bidang aktifitas saja, ataukah perlu ia memiliki aneka macam bidang aktifitas?”
b. Strategi berkaitan dengan upaya menyesuaikan (MATCHING) aktifitas-aktifitas organisasi dengan
lingkungan di mana ia beroperasi. Misalnya persaingan luar negeri merupakan salah satu perubahan
lingkungan yang dapat mempengaruhi sesuatu organisasi.
c. Strategi juga berhubungan dengan tindakan dan upaya menyesuaikan aktifitas-aktifitas organisasi
yang bersangkutan dengan kemampuan sumberdayanya.
Strategi bukan hanya sekedar menghadapi ancaman lingkungan dan memanfaatkan peluang karena
lingkungan, tetapi juga berkaitan dengan upaya menyesuaikan sumber-sumber daya keorganisasian
dengan ancaman dan peluang tersebut.
d. Keputusan-keputusan strategik sering kali menimbulkan implikasi-implikasi serius terhadap sumber
daya sesuatu organisasi.
Misalnya perusahaan-perusahaan mobil sudah banyak menggunakan tenaga robot agar mereka tetap
dapat bertahan dalam persaingan mobil.
e. Keputusan-keputusan strategik besar kemungkinan mempengaruhi keputusan-keputusan
operasional.
f. strategi suatu organisasi bukan saja akan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan, dan
ketersediaan sumber-sumber daya, tetapi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan harapan-harapan pihak
yang memiliki kekuasaan dalam organisasi yang bersangkutan.
9. g. Keputusan-keputusan strategik kirannya akan mempengaruhi arah jangka panjang suatu organisasi.
M. Keputusan-keputusan strategik sering kali bersifat kompleks.
Kompleksitas itu terjadi karena adanya :
a. Keputusan-keputusan strategik biasanya mencakup ketidakpastian tingkat tinggi. Mungkin di
dalamnya termasuk keputusan tentang landasan pandangan-pandangan sehubungan dengan masa yang
akan datang yang tak mungkin diketahui secara pasti oleh manajer.
b. Keputusan-keputusan strategik, kirannya menuntut adanya suatu pendekatan yang terintegrasi
guna memanajemen organisasi yang bersangkutan. Keputusan-keputusan strategik, biasanya
menyebabkan timbulnya dampak berupa perubahan besar pada organisasi-organisasi.
Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara teoritis dan realistis,
bagaimana cara membuat suatu keputusan. Ragam dalam pengambilan keputusan dapat juga
diintrepretasikan sebagai model-model didalam pengambilan keputusan.
Adapun ragam atau model ini memiliki peran sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada relevansinya
terhadap masalah yang akan dipecahkan;
2.Untuk memperjelas hubungan yang signifikan di antara variabel yang ada;
3.Untuk merumuskan hipotesis tentang hakekat hubungan antar variabel.
Untuk melakukan proses interaksi antara input-input yang digunakan dalam menyusun model dalam
pengambilan suatu keputusan perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1.Tujuan organisasi;
2.Kendala internal;
3.Kriteria pelaksanaan, dan
4.Berbagai alternatif pemecahan masalah.
Sedangkan output yag diharapkan dari hasil interaksi adalah
1. Implementasi keputusan;
2. Pengendalian;
3. Umpan balik.
Adapun faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah:
1. Keadaan lingkungan dan nilai-nilai yang kerap dipertentangkan;
2. Pengaruh politik;
3. Emosional;
4. Tingkat pendidikan;
5. Model keputusan faktual.
N. Model PMPK
Beberapa model langkah-langkah Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan menurut beberapa
pakar antara lain :
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan)
RY. Chang dan Kelly:
1. Defenisikan masalah;
2. Analisis sebab-sebab potensial;
3. Identifikasi solusi yang memungkinkan;
10. 4. Pilih solusi terbaik;
5. Susun rencana tindakan;
6. Implementasikan solusi dan evaluasi perkembangannya
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan pengambilan Keputusan)
1. SP. Siagian:
a. Identifikasi dan defenisikan hakekat masalah yang dihadapi;
b. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
c.Pengumpulan dan pengolahan informasi;
d. Identifikasi alternatif;
e. Analisisi berbagai alternatif;
f. Penentuan pilihan alternatif terbaik;
g. Pelaksanaan;
h. Evaluasi hasil yang dicapai.
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan) BA. Fisher (Model Preskriptif) :
a. Orientasi, menentukan bagaimana situasi yang sedang atau akan dihadapi;
b. Evaluasi, menentukan sikap yang perlu diambil;
c. Pengawasan, menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi tersebut;
d. Pengambilan keputusan, menentukan pilihan atas berbagai alternatif yang telah dievaluasi;
e. Pengendalian, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hasil keputusan.
Dari semua model di atas dapat disimpulkan secara garis besar untuk tahapan pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan pada dasarnya terdiri dari 4 (empat) langkah kegiatan utama yaitu:
a. Identifikasi masalah;
b. Analisis masalah;
c. Alternatif pemecahan dan
d. Menetapkan keputusan.
Adapun kerangka-kerangka pokok dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menurut
Kepner-Tregoe adalah:
1. Analisa Situasi ( Apa Yang Terjadi …? );
2. Analisa Persoalan ( Mengapa Itu Terjadi …?);
3. Analisa Keputusan ( Tindakan Apa Yang Harus Diambil ?);
4. Analisa Persoalan Potensial ( Apa Yang Kita Hadapi …? ).
Secara sistematis, langkah kegiatan yang dilakukan dalam tiap tahap yaitu:
1. Analisa Situasi:
a. Menginventarisasi masalah;
b. Menentukan masalah prioritas.
2. Analisa persoalan:
a. Mengidentifikasi penyebab masalah;
b. Menentukan penyebab utama.
3. Analisa Keputusan:
a. Membuat alternatif pemecahan;
b.Menentukan alternatif yang paling baik.
4. Analisa persoalan potensial:
a. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin akan terjadi;
b. Menentukan tindakan pencegahan.