Puisi Pamflet Cinta karya W.S. Rendra menggambarkan perjalanan hidup penyair yang diliputi kerinduan akan seorang wanita. Puisi ini juga menyiratkan ketegangan politik dan kebebasan berekspresi yang dibatasi kekuasaan. Terdapat berbagai penyimpangan bahasa dalam puisi ini, baik di tataran grafis, morfologi, maupun sintaksis. Puisi ini menggunakan berbagai teknik seperti diksi seh
1. Mata Kuliah : Apresiasi Puisi
Dosen : Nurul Setyorini ,M.Pd
Nama : Erlita Cahya Widha Wardhani
NIM : 132110098
Kelas/Prodi : 3 C / PBSI
PEMBAHASAN
A. Puisi
Pamflet Cinta
Pengarang: W.S Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
2. Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
B. Analisis Berdasarkan Struktur Fisik
1. Penyimpangan Bahasa
Pada bait petama
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
3. Baris pertama terdapat penyimpangan grafologis karena kata nyampein bukan
merupakan kata baku, dan baris kedua terdapat penyimpangan sintaksis.
Dibait kedua
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Baris ke-6 mengalami penyimpangan sintaksis, karena tidak memiliki Subjek
pada kalimat tersebut. Kata justeru pada baris ke-7 mengalami penyimpangan
morfologis dari kata justru. Seta di baris ke-8 terpat penyimpangan grafologis.
Bait ke-3 adalah
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca
Pada bait ketiga baris ketiga terdapat penyimpangan morfologis yaitu kata
bunga-bungan yang sebenarnya bunga-bunga dengan kata dasar bunga.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Di bait keempat tersebut terdapat penyimpangan sintaksis di baris kedua.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Bait kelima terdapat penyimpangan sintaksis karena tidak memiliki Subjek di
kalimatnya, hal ini dapat dilihat di baris pertama dan kedua.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
4. Pada bait keenam terdapat penyimpangan sintaksis di baris ketiga karena
tidak ada penjelasan tentang subjek yang dimaksud.
Sedangkan di bait ketujuh
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Hanya ada penyimpangan sintaksis di baris ke satu sampai tiga.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dalam bait ke delapan puisi pamfet cinta terdapat penyimpangan sintaksis di
baris pertama.
Sama seperti di bait ke delapan, bait ke sembilan terdapat penyimpangan
sintaksis di baris pertama.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Sedangkat di bait sepuluh
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Terdapat penyimpangan sintaksis di baris pertama sampai ketiga. Di baris
kedua terdapat penyimpangan grafologis yaitu kata “Nongol”.
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
5. Pada puisi bait ke sebelas di atas terdapat penyimpangan sintaksis di semua
baris.
Tidak berbeda dengan bait ke dua belas
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Terdapat penyimpangan sintaksis tiap barisnya.
Sedangkan dibait ke tiga belas analisisnya sama seperti di bait pertama.
2. Metode Puisi
a. Pemilhan kata (diksi)
1) Pemberhendaan Kata
Dalam puisi pamflet cinta kebanyakan diksi yang digunakan adalah bahasa
sehari-hari yang menyimpang dari kata baku, seperti kata nyamperin,kalang-kabutan,
bunga-bungaan, dan nongol.
2) Urutan Kata
Pada tiap baris dalam setiap bait kebanyakan menggunakan objek yang
didepan setelah itu baru subjek.
3) Daya Sugesti
Di bait pertama, Rendra mengajak pembaca untuk membayangkan datangnya
seseorang. Di bait kedua membayangkan ketegangan yang sedang terjadi, akibat
kekuasaan. Di bait ketiga adanya kerinduan terhadap sesorang. Dibait keempat
terdapat rasa keraguan dan ketakutan. Di bait kelima ketika sepi terasa tiba-tiba
teringat wajah orang yang disukai. Di bait keenam ada pertanyaan yang
dilontarkkan penulis. Di bait ketujuh jawaban dari pertanyaan dan juga mengingat
kenangan yang telah terjadi. Di bait kedelapan terjad pemberontakan hati karena
kesepian. Di bait kesembilan mengajak untuk menghibur diri dengan cara
beryanyi. Di bait kesepuluh penulis terpesona karena orang yang dirindukankan
datang. Dibait kesebelas sampai ketiga belas adalah penjelasan tentang makna
cinta dalam kehidupan menurut rendra.
b. Pengimajian
Pada bait pertama dan kedua menggunakan citraan penglihatan. Di bait kedua
juga terdapat citraan pikiran yang diungkapkan oleh rendra. Di bait ketiga terdapat
6. citraan pikiran dan gerak serta penglihatan. Di bait keempat terdapat citraan
pikiran yang diungkapkan oleh penyair. Di bait kelima terdapat citraan
pendengaran dan penglihatan. Di bait keenam citraan pemikiran yang lebih
dimunculkan. Di bait ketujuh dan kedelapan terdapat citraan pikiran dan citraan
pendengaran, tapi di bait kedelapan juga ada citraan penglihatan. Sedangkan di
bait kesembilan hanya ada citraan gerak. Di bait kesepuluh terdapat citraan
penglihatan, pendengaran, dan gerak. Dibait kesebelas dan dua belas terdapat
citraan pikiran dan penglihatan. Di bait ke tiga belas hanya terdapat citraan
penglihatan.
c. Kata Kongkrit
Dibait pertama dan kedua pembaca diminta untuk membayankan datangnya
seorag perempuan dan ikut merasakan ketegangan saat terjadi keributan
pemerintah, serya saat kehilangan perempuan itu. Di bait kedua Rendra juga
memberontak apakah kekuasan itu penuh dengan ancaman?. Di bait ketiga rendra
mencoba mencari perempuan yang ia pernah lihat tapi ternyata tidak ada. Di bait
keempat Rendra semakin bingung dengan keadan pemerintah yang juga semena-mena
terhadap penyair. Bait kelima menggambarkan kesepian yang dialami
Rendra dan tiba-tiba Rendra terbayang dengan perempuan itu. Pada bait keenam
Rendra mulai berharap pada perempuan itu. Sedangkan dibait ketujuh adalah
ungkapan serta harapan yang dia inginkan pada peempuan itu. Pada bait
kedelapan Rendra mulai memberontak pada hatinya sendiri jika dia tidak merasa
sedih terhadap hal yang terjadi. Untuk menghibur diri yang sedih Rendra
menceritakan bahwa ia bernyanyi, hal ini ditunjukkan pada bait ke sembilan. Di
bait sepuluh menceritakan pada suatu siang hari perempuan itu muncul, sehingga
membuat Rendra menjadi semangat lagi. Bait kesebelas menceritakan bahwa
cintanya pada perempuan itu adalah suka dan duka, suka karena hanya perempuan
itu yang dihati Rendra, sedih karena mereka juga terpisah jarak. Pada bait ke dua
belas lebih mengungkapkan realita kehidupan. Di bait terahir rendra kembali
melihat perempuan itu, dan rendra senang memandang perempuan itu.
d. Majas
Pada bait pertama, baris pertama adalah majas personifikasi. Bait kedua lebih
mengungkapkan majas hiperbola, baris pertama sampai ketiga menggunakan
majar paralelisma anapora (karena terjadi pengulangan kata aku). Bait ketiga,
keempat, kelima, keenam, mengandung majas personifikasi. Walaupun
7. mengandung majas personifikasi di bait ketujuh juga terdapat majas repetisi di
baris pertama sampai ketiga. Berbeda dengan bait ke delapan dan ke sembilan
yang mengandung majas hiperbola dan majas inversi. Dalam bait kesepuluh
terdapat majas personifikasi di baris ke dua. Sedangkan di bait kesebelas dan dua
beelas mengalami majas repetisi. Sama seperti bait pertama bait ke tiga bela
mengalami majas personifikasi.
e. Perlambangan
Dalam bait pertama melambangkan suasana siang hari. Bait kedua
melambangkan benda berupa mobil berlapis baja dan suasana ketakutan dan
ketegangan. Sedangkan bait ketiga melambangkan bunyi air laut, dan benda yang
sepi seperti kaca, serta suasana malam. Bait keempat melambangkan suasana yang
curiga. Bait kelima melambangkan bunyi kesunyian yang dirasakan oleh rendra.
Pada bait keenam Rendra langsung mengungkapkan apa yang ada dipikirannya,
sehingga tidak adahal yang dilambangkan. Berbeda dengan bait sebelumnya, bait
ke tujuh lebih melambangkan suasana yang penuh harap. Berbeda lagi dengan bait
kedelapan yang rendra lebih melambangkan suasana kesepiannya dengan menulis
sajak, selain itu juga terdapat lambang bunyi lewat seretan kakinya, tak lupa
terdapat lambang benda berupa bordes kereta api yang digunakan sebagai arti
kepergian perempuan yang dirindukan rendra. Lalu di bait kesembilan terdapat
perlambangan bunyi yaitu bernyanyi yang tujuannya untuk menghibur diri.
Kemudian di bait ke sepuluh melambangkan suasana siang hari dan juga
menyenangkan. Dalam bait kesebelas ini Rendra langnsung mengungkapkan
suasana bahagia, sedih dan ketegangan tanpa menggunakan lambang. Namun,
pada bait kedua belas rendra melambangkan suasana sedih, bahagia dan penuh
harap. Di bait terakhir Rendra kembali melihat perempuan yang disukainya pada
siang hari.
f. Verivikasi
1) Rima
Pada bait pertama dan terakhir rima berada di tengah
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Pada bait kedua rima berada di awal dan tengah
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
8. Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Pada bait ketiga berada di akhir
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
dan keempat ada rima di bagian tengah.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Sama halnya dengan bait kelima yang mempunyai rima di tengah.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Di bait keenam rima berada di tengah
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
Sedangkan bait ke tujuh berada di awal.
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
9. Di bait ke delapan rima berada di tengah dan di awal
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Pada bait kesembilan rima berada di tengah.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Di bait kesepuluh ini rima berda di awal, tengah dan akhir.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Di bait sebelas dan dua belas ini, rima berada di tengah
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
2) Ritma
Ma (berhenti sejenak) nyamperin matahari dari satu sisi (merendah)
Memandang wajahmu dari segenap jurusan (merendah)
10. Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan (naik/ meninggi)
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku (naik/ meninggi)
Aku merindui wajahmu (merendah)
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa (datar)
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja (naik/ meninggi)
Kata-kata telah dilawan dengan senjata(naik/ meninggi)
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini (merendah)
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan (naik/
meninggi)
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat (merendah)
Keamanan yang berdasarkan senjata (berhenti sejenak) dan kekuasaan
adalah penindasan (naik/ meninggi)
Suatu malam aku mandi di lautan(merendah)
Sepi menjadi kaca (datar)
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit (naik/ meninggi)
Aku inginkan kamu (naik/ meninggi, berhenti sejenak) tetapi kamu tidak
ada ( merendah)
Sepi menjadi kaca (datar).
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair (datar)
Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan? (naik/ meninggi)
Udara penuh rasa curiga (merendah)
Tegur sapa tanpa jaminan (merendah)
Air lautan berkilat-kilat (datar)
Suara lautan adalah suara kesepian (naik/ meninggi)
Dan lalu muncul wajahmu (datar)
Kamu menjadi makna (naik/ meninggi)
Makna menjadi harapan (merendah)
Sebenarnya apakah harapan? (naik/ meninggi)
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu (merendah)
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak (naik/ meninggi)
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu (naik/meninggi)
Aku tertawa, Ma! (naik/ meninggi)
Angin menyapu rambutku (merendah)
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi (merendah)
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur (datar)
Punggungku karatan (berhenti sejenak) aku seret dari warung ke warung
(merendah)
Perutku sobek (berhenti sejenak) di jalan raya yang lenggang(merendah)
Tidak (meninggi, berhenti sejenak) Aku tidak sedih dan kesepian (naik/
meninggi)
Aku menulis sajak di bordes kereta api (datar)
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu(merendah)
11. Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar (datar)
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu (merendah)
Lalu muncullah kamu (naik/ meninggi)
Nongol dari perut matahari bunting (naik/ meninggi)
Jam dua belas seperempat siang. (naik/ meninggi)
Aku terkesima (datar)
Aku disergap kejadian tak terduga (datar)
Rahmatku turun bagai hujan (merendah)
Membuatku segar (datar)
Tapi juga menggigil bertanya-tanya (datar)
Aku jadi bego, Ma! (naik/ meninggi)
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih (naik/ meninggi)
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku (datar)
Dan sedih karena kita sering terpisah (merendah)
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita (datar)
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih? (naik/
meninggi)
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak (datar)
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang (merendah)
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan (datar)
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi (merendah)
Memandang wajahmu dari segenap jurusan (merendah)
3) Metrum
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
12. Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna.
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
13. Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
g. Tipografi
Pada puisi ini Rendra membut puisi dengan tipografi huruf besar di awal
kalimat, dan menggunakan tanda baca.