1. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris,
suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
Bentuknya rapi, simetris;
Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
Sebagian besar puisi empat seuntai;
Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait,
masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b.
Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait
pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya
Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya
adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah
air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne
menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian
terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan
ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)
2. Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat
resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat
menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantun keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari
Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa
ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu
dendam, serta kasih mesra
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang
mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena
kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
Senja di Pelabuhan Kecil
3. Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura
yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(WS Rendra)
Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
4. Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
5. (Or. Mandank)
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernapas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double
kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
6. Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua,
dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga
baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang
berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari
negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena
itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”.
Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau
Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang
menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
Puisi Kontemporer
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan
zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu,
puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu
terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri.
Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun
bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata
simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak
begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
7. Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk
Kapak
Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum
Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi
kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu
terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang
dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini
muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk
menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi
nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi.
8. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa
bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada
maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan
pemerintahan.
Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh
terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi
yang mengkritik puisi.
Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis
berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada
umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau
gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
9. dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu
memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat
tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-
pengulangannya.
Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang
disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju
baris berikutnya.
Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap
penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
10. dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu
memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat
tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-
pengulangannya.
Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang
disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju
baris berikutnya.
Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap
penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)