Dokumen ini membahas tentang komponen proyek dan bantuan teknis dalam program P2KP untuk penanggulangan kemiskinan perkotaan. Terdiri dari 3 komponen proyek yaitu pengembangan masyarakat, bantuan langsung masyarakat, dan dana penanggulangan kemiskinan terpadu. Komponen pengembangan masyarakat mencakup kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui proses pembelajaran untuk meningkatkan partis
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Pedoman umum urban poverty project 2 bab iii komponen proyek dan bantuan teknis
1. 20 Pedoman Umum
Bab
III
Bab
III
Komponen Proyek dan
Bantuan Teknis
Untuk dapat mendukung kegiatan proyek agar tercapai
tujuan P2KP seperti tersebut di atas, maka P2KP dibagi
menjadi 3 komponen proyek sbb:
A. Pengembangan Masyarakat dan Mengedepankan
Peran Pemerintah Daerah;
B. Penyediaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM); dan
C. Penyediaan Dana Penanggulangan Kemiskinan
Terpadu (PAKET);
3.1. KOMPONEN PROYEK
3.1.1. Pengembangan Masyarakat dan
Mengedepankan Peran Pemerintah
Daerah
1) Uraian
Komponen proyek ini menyediakan
dukungan untuk mendanai kegiatan
pengembangan atau pemberdayaan
masyarakat serta penguatan kapasitas
dalam rangka mengedepankan peran
pemerintah daerah, termasuk diantaranya
adalah penguatan peran dan fungsi Komite
Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(KPK-D), mengembangkan Komunitas
Belajar Perkotaan (KBP), dan menumbuh-
kembangkan kemitraan sinergis dengan
masyarakat, agar mampu bekerja sama
secara lebih efektif dalam penanggulangan
kemiskinan di wilayah setempat sesuai
prinsip dan nilai universal di P2KP.
Pada dasarnya, dukungan pembiayaan
melalui komponen ini mencakup biaya
operasional konsultan dan fasilitator untuk
melaksanakan pendampingan masyarakat
dan pemerintah kota/kabupaten, biaya
sosialisasi dan pelatihan, termasuk penyia-
pan materi-materi sosialisasi dan pelatihan
yang berkaitan dengan pelaksanaan P2KP,
serta biaya-biaya lain yang berkaitan
dengan upaya memperkuat kapasitas dan
mengedepankan peran pemerintah daerah.
a) Pengembangan Masyarakat melalui
Proses Pembelajaran
Komponen pengembangan atau pem-
berdayaan masyarakat dalam P2KP
dilakukan melalui proses pembelajaran
masyarakat untuk memulihkan dan
melembagakan kembali kapital sosial
(social capital) yang telah ada di
masyarakat, yakni nilai-nilai dan prinsip-
prinsip universal, sebagai landasan
kokoh untuk membangun tatanan
masyarakat yang mampu mandiri dan
berkelanjutan menangani kegiatan pe-
nanggulangan kemiskinan serta pemba-
ngunan lingkungan perumahan permu-
kiman di wilayahnya secara terpadu.
Tahapan pembelajaran masyarakat
terdiri dari serangkaian kegiatan, mulai
dari belajar membangun kebersamaan
pada saat rembug kesiapan masyara-
kat, belajar mengevaluasi penyebab
kemiskinan yang bertumpu pada
perilaku dan sikap, belajar merumuskan
keinginan secara riil sesuai dengan
kondisi obyektif masalah yang ada dan
potensi yang dimilikinya, belajar
2. 21Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
bersinergi dan mengorganisir dalam
lembaga yang mengakar dan represen-
tatif, belajar membuat program kemiski-
nan dan pembangunan di wilayahnya,
belajar melakukan kegiatan bersama
yang dilandasi perubahan perilaku dan
sikap, serta proses belajar lainnya.
Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP di
tingkat masyarakat pada dasarnya dititikberatkan
pada nuansa proses pembelajaran masyarakat.
Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dalam pelaksanaan P2KP tidak hanya
berorientasi pada output/produk atau dilandasi
prinsip sekedar terlaksana semata, namun justru
harus benar-benar memperhatikan dinamika
proses, kesadaran kritis dan pelembagaan nilai-
nilai universal serta proses perubahan perilaku/
sikap masyarakat itu sendiri.
Beberapa kegiatan yang termasuk
dalam komponen pengembangan
masyarakat, antara lain mencakup:
a.1.Rembug atau Musyawarah Kesepa-
katan Masyarakat
Kegiatan Rembug/Musyawarah Ke-
sepakatan Masyarakat (RKM) me-
rupakan serangkaian musyawarah di
tingkat kelurahan/desa yang dise-
lenggarakanolehLurah/KepalaDesa
dengan mengundang para ketua RT,
ketua RW, warga miskin (Pra KS
dan KS1) dan tokoh masyarakat
serta kelompok peduli setempat
untuk memutuskan apakah berminat
mengikuti P2KP dengan segala
konsekuensinya atau tidak.
RKM didahului serangkaian kegiatan
silaturahmi sosial dan pemasyara-
katan gambaran umum P2KP ke
berbagai pihak, baik perangkat
pemerintah maupun masyarakat,
melalui berbagai media, arisan,
pertemuan PKK, pengajian, siskam-
ling, dsb, yang difasilitasi fasilitator.
RKM ini dilanjutkan dengan pen-
daftaran relawan-relawan yang akan
berperan sebagai agen pembangun-
an masyarakat setempat. Untuk
tahap pertama yang dibutuhkan
adalah relawan untuk menyeleng-
garakan Refleksi Kemiskinan yang
akan dilakukan di tiap RT/RW,
minimum 1 orang per RW. Dalam
tiap tahapan kegiatan, jumlah
anggota tim relawan dapat ditambah
sesuai kebutuhan maupun terutama
sesuai kesediaan partisipasi dan
kerelaan warga untuk menjadi
relawan-relawan dalam proses
penanggulangan kemiskinan di
wilayahnya.
Para relawan-relawan tersebut
selanjutnya bersama fasilitator akan
mendorong peran aktif masyarakat
dalam berbagai proses kegiatan
P2KP khususnya, maupun upaya
pembangunan wilayah kelurahan
pada umumnya.
Relawan-relawan adalah orang-orang yang memiliki
niat ikhlas dan peduli untuk membantu masyarakat
miskin di wilayahnya. Tidak ada batasan jumlah
relawan dalam satu wilayah, karena siapapun yang
ikhlas dan peduli dapat terlibat dan memberi
kontribusi untuk membantu masyarakat dalam
proses pelaksanaan P2KP di wilayahnya.
a.2. Pengorganisasian Masyarakat
Kegiatan penyiapan dan peng-
organisasian masyarakat diawali
dengan proses membangun kesa-
daran kritis masyarakat, melalui
serangkaian kegiatan diskusi
kelompok terarah (focus group
discusión/FGD); dimulai dengan
refleksi kemiskinan sebagai upaya
membangun paradigma baru
masyarakat terhadap akar persoalan
kemiskinan yang dihadapi bersama
yang berkaitan dengan sikap/prilaku
dan cara pandang masyarakat
selama ini, dilanjutkan dengan
pemetaan swadaya (community self
survey/CSS) sebagai upaya belajar
bersama menemukenali realita
persoalan dan potensi di wilayahnya
serta berbagai kemungkinan
penanggulangannya dan apa yang
3. 22 Pedoman Umum
dibutuhkan untuk menanggulangi
kemiskinan secara efektif dalam
bentuk antara lain; komitmen
(individu dan kelompok), keahlian,
sumberdaya, kelembagaan, organi-
sasi dan lain-lainnya, dilanjutkan
dengan FGD kelembagaan dan
kepemimpinan moral hingga pengu-
kuhan/pembentukan lembaga
pimpinan kolektif berbasis nilai-nilai
universal, yang secara jenerik dise-
but BKM, untuk akhirnya memimpin
gerakan penanggulangan kemiskin-
an dari, oleh untuk masyarakat
secara mandiri dan berkelanjutan.
a.3. Perencanaan Partisipatif Menyusun
PJM dan Renta Pronangkis
Kegiatan ini merupakan kegiatan
awalBKMbersamarelawan-relawan,
masyarakat serta pemerintah
kelurahan dan kelompok peduli
setempat, untuk bersama-sama
merencanakan langkah-langkah
penanggulangan kemiskinan dalam
bentuk PJM dan Renta Pronangkis.
Dalam hal ini, BKM diharapkan dapat
mendorong peran aktif masyarakat
kelurahan setempat untuk menyam-
paikan aspirasinya, memberikan
masukan, saran, usulan dan inisiatif-
inisiatifnya.
BKM bersama para relawan, yang
difasilitasi Tim fasilitator, akan
mengkoordinir dan memfasilitasi
proses pelaksanaan di masyarakat
untuk menjamin bahwa proses
penyusunan PJM Pronangkis
dilakukan secara partisipatif serta
benar-benar didasarkan pada
kebutuhan nyata (riil) masyarakat,
yang dalam penyusunannya perlu
mempertimbangkan: 1) hasil-hasil
pemetaan swadaya yang telah
dilakukan masyarakat sendiri
sebelumnya, 2) keterpaduan dengan
rencana dan program pemerintah
kelurahan, dan 3) kebijakan Pemda
setempat.
Ruang lingkup kegiatan dalam PJM
Pronangkis mencerminkan kegiatan
yang benar-benar merupakan kebu-
tuhan riil dan prioritas masyarakat,
baik itu pembangunan prasarana/
sarana perumahan dan permukiman,
penciptaan lapangan kerja baru, kre-
dit mikro untuk usaha kecil, hingga
santunan bagi masyarakat rentan/
lemah atau pelayanan sosial lain.
Program penanggulangan kemiskin-
an (pronangkis) yang akan disusun
masyarakat diharapkan dapat berisi;
(1)DokumenStrategiPenanggulang-
an Kemiskinan Kelurahan setempat,
yakni visi, misi dan strategi penang-
gulangan kemiskinan di kelurahan
setempat; (2) Rencana Jangka
Menengahpenanggulangankemiski-
nan, yakni dalam jangka waktu 3
tahun, serta (3) Rencana Tahunan
(Renta) yang berisi rencana detail
investasi tahunan pada tahun
pertama yang dapat diusulkan untuk
dibiayai sebagian dari swadaya
murni masyarakat, alokasi dana
Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) P2KP, maupun sumber dana
Pemda dan pihak terkait lainnya.
PJM dan Renta Pronangkis tidak
boleh semata-mata dipandang
sebagai prasyarat untuk mem-
peroleh dana bantuan P2KP, namun
harus diposisikan sebagai media
pembelajaran masyarakat untuk
menyusun program bersama.
Sehingga muatan PJM dan Renta
Pronangkis bukan hanya berisikan
daftar kegiatan yang didanai dengan
sumber dana BLM P2KP, melainkan
uraian program masyarakat secara
menyeluruh, termasuk dengan
sumber-sumber dana lainnya yang
dibutuhkan, apakah berasal dari
swadaya masyarakat, APBD,
ataupun channeling dengan sektor
perbankan, program, swasta,
stimulan P2KP, dan sebagainya;
4. 23Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
PJM dan Renta Pronangkis secara prinsip
merupakan dokumen hasil proses pembelajaran
perencanaan partisipatif masyarakat bersama
perangkat kelurahan dan para pihak di kelurahan
setempat, yang mencerminkan prioritas-prioritas
program yang disepakati bersama. Tidak
dibenarkan sama sekali adanya ‘exclusivitas’
ataupun adanya rekayasa pihak luar dalam proses
penyusunan Pronangkis, baik fasilitator, KMW atau
pihak-pihak lainnya.
a.4. Komunitas Belajar Kelurahan
(KBK)
Sebagaimana telah dijelaskan di
awal, seluruh proses pelaksanaan
kegiatan P2KP di tkt masyarakat
pada dasarnya bernuansa proses
pembelajaran masyarakat untuk
memperbaiki kondisinya secara
bertahap menuju kondisi masyarakat
yang mandiri, dan akhirnya mampu
terwujud tatanan masyarakat
madani.
Oleh karena itu, selama masa pro-
yek P2KP, yang dimotori relawan-
relawan setempat, masyarakat
diharapkan mampu memahami
substansi, mekanisme, proses dan
dinamika pembelajarannya, sekali-
gus kemudian mampu menerapkan-
nya sesuai dengan nilai dan prinsip
universal.
Untuk lebih mendukung proses pem-
belajaran tersebut, BKM dapat men-
jadi motor penggerak dalam mem-
bangun forum pembelajaran dalam
bentuk Komunitas Belajar Kelurahan
(KBK), yang dipelopori para rela-
wan`setempat. Dimaksud relawan
dalam hal ini ialah anggota masyar-
akat, perangkat pemerintah kelura-
han dan orang-orang peduli yang
memiliki komitment, kepedulian dan
keikhlasan membantu masyarakat
miskin di sekitarnya.
KBK pada prinsipnya merupakan
forum dari para relawan, dikoordinir
BKM, yang bersifat cair (tidak
struktural) sebagai wadah melemba-
gakan dan menumbuhkembangkan
proses pembelajaran masyarakat,
melalui diskusi-diskusi, kajian-kajian
refleksi, best practice dan tukar
pikiran mengenai berbagai persoalan
kemiskinan yang ada di wilayahnya
serta bagaimana upaya penanggula-
ngannya agar lebih efektif dan
berbasis nilai-nilai universal.
Proses membangun Komunitas
Belajar Kelurahan (KBK), yang
dimotori BKM, dapat dimulai setelah
dana BLM P2KP tahap pertama
telah diterima masyarakat, dimana
pada saat itu relawan-relawan telah
selesai membantu masyarakat
sejak tahap awal hingga tahap pe-
nyusunan PJM Pronangkis.Agenda
pertama KBK dapat dimulai dengan
diskusi reflektif tentang efektivitas
kemanfaatan penggunaan dana,
transparansi dan akuntabilitas, serta
sosial kontrol status dan pemanfaat-
an dana BLM.
Selanjutnya. pelaksanaan kegiatan
KBK dilakukan misalnya dengan
FGD-FGD bersama warga miskin,
kunjungan lapang ke KSM-KSM dan
kegiatan para anggotanya atau ke
panitia-panitia dan hasil kegiatan-
nya, refleksi proses dan hasil
pelaksanaan kegiatan tertentu, dll.
Hasil-hasil kajian dari KBK menjadi
masukan bagi BKM untuk mening-
katkan kinerjanya dan juga menjadi
masukan bagi pemerintah kelurahan
hingga pemerintah kota/kabupaten.
Diharapkan pada pasca pelaksa-
naan P2KP, mekanisme KBK dapat
terus dilembagakan warga sehingga
mampu menjadi motor penggerak
masyarakat untuk senantiasa mela-
kukan penyempurnaan proses pem-
belajaran dalam penerapan substan-
si konsep, sistem dan mekanisme
yang telah dikenalkan selama
pelaksanaan P2KP, dalam rangka
melembagakan kembali kapital
sosial yang dimiliki masyarakat.
5. 24 Pedoman Umum
Melembaganya KBK, sekaligus
juga merupakan pondasi yang
kokoh bagi warga masyarakat untuk
senantiasa merefleksi, mendis-
kusikan dan memperbaiki serta
menata kualitas lingkungan
permukiman kelurahannya yang
lebih lestari, asri, sehat, aman dan
berkelanjutan secara terpadu
(Neighbourhood Development).
Fungsi KBK adalah sebagai forum para relawan
(masyarakat, perangkat pemerintah kelurahan dan
kelompok peduli setempat) untuk saling belajar,
sharing pemikiran dan pengalaman, kajian refleksi,
tempat berkomunikasi, yang dilandasi semangat
untuk menemukan model kegiatan dan kebijakan
yang lebih mampu meningkatkan perbaikan
masyarakat miskin di kelurahannya.
Sebagai sebuah forum, siapapun yang berminat
bisa bergabung dalam KBK dengan kedudukan yang
sejajar. Tidak perlu ada SK pengukuhan karena
sifat keanggotaannya adalah cair. Artinya, siapapun
bebas keluar masuk sesuai dengan minatnya.
UPS-BKM memfasilitasi dan terus menerus
menumbuhkembangkan KBK, agar proses kegiatan
dan kehidupan bermasyarakat senantiasa
bertumpu pada keadilan, keikhlasan dan kejujuran.
Ketentuan umum mengenai KBK dapat
dipelajari pada Pedoman Khusus mengenai
Komunitas Belajar Kelurahan dalam
pelaksanaan P2KP.
b) Mengedepankan Peran Pemerintah
Daerah
Kegiatan mengedepankan peran
pemerintah daerah, pada dasarnya
merupakan kegiatan yang berorientasi
pada upaya membangun kemandirian
pemerintah daerah dalam menang-
gulangi kemiskinan dan mewujudkan
pembangunan keberlanjutan yang
berbasis nilai-nilai serta prinsip-prinsip
universal.
Pemerintah Propinsi akan didorong pe-
ran aktifnya sebagai pelaksana dalam
penyelenggaraan lokakarya-lokakarya
dan kegiatan P2KP di tingkat propinsi
serta melakukan peran-peran koordina-
si, monitoring dan supervisi. Sedangkan
Pemerintah Kota/Kabupaten secara
prinsip merupakan pelaksana P2KP di
wilayahnya masing-masing, baik dalam
memfasilitasi proses kegiatan P2KP di
tingkat masyarakat maupun di tingkat
kota/kabupaten, dengan difasilitasi
KMW sesuai ketentuan P2KP.
b.1. Penguatan peran Pemerintah
Daerah dalam pelaksanaan siklus
P2KP
Penguatan peran pemerintah daerah
dalam pelaksanaan siklus P2KP
sebenarnya telah dimulai pada saat
tahap persiapan pelaksanaan P2KP,
yakni dalam proses verifikasi
penentuan lokasi sasaran, kese-
pakatan MOU pelaksanaan P2KP,
maupun lokakarya-lokakarya P2KP
di tingkat nasional dan propinsi.
Sedangkan dalam pelaksanaan
P2KP di tingkat kota/kabupaten,
kegiatan diawali dengan pelatihan
dasar bagi aparat pemerintah kota/
kabupaten, KPK-D dan kelompok
peduli setempat. Melalui pelatihan
dasar ini, perangkat pemerintah
kota/kabupaten, difasilitasi KMW,
selanjutnya diharapkan dapat
berperan sebagai nara sumber dan
fasilitator, baik pada lokakarya-
lokakarya P2KP di wilayahnya
maupun pada kegiatan-kegiatan
sosialisasi lainnya. Selain itu,
pemerintah daerah juga diharapkan
mampu mengikuti dinamika
perkembangan P2KP di wilayahnya,
termasuk dalam turut memfasilitasi
kegiatan P2KP serta merespon
berbagai permasalahan dan konflik
yang terjadi.
Peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
kegiatan P2KP tidak hanya terbatas pada peran
monitoring, supporting dan legitimator semata,
melainkan juga peran-peran fasilitasi, koordinasi,
supervisi dan turut implementasi dalam beberapa
kegiatan, yang difasilitasi KMW.
6. 25Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
b.2. Penguatan peran KPK-D dalam
menyusun SPK-D dan Pronangkis
Kota/Kabupaten.
Salah satu kegiatan mengedepan-
kan peran pemda pada pelaksanaan
P2KP dilakukan melalui pendam-
pingan untuk memperkuat peran dan
fungsi Komite Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar
mampu menyusun dokumen strate-
gi penanggulangan kemiskinan
Daerah (SPK-D) dan Pronangkis
kota/kabupaten secara partisipatif,
berdasarkan masukan dan kebu-
tuhan masyarakat (Pronangkis
kelurahan) serta dukungan pihak
terkait lain, terutama bagi terwujud-
nya keselarasan dan keterpaduan
program penanggulangan kemiskin-
an di wilayahnya.
Ketentuan penguatan peran dan
fungsi KPK-D dalam menyusun
SPK-D dan Pronangkis Kota/kab
akan diatur lebih lanjut dalam Buku
Panduan Khusus mengenai hal ini.
b.3. Komunitas Belajar Perkotaan
(KBP).
Komunitas Belajar Perkotaan (KBP)
pada dasarnya suatu forum untuk
belajar, berbagi pemikiran dan
pengalaman, serta melakukan
kajian-kajian pembangunan partisi-
patif, terutama persoalan kemiskin-
an di kota/kabupaten, yang dilandasi
prinsip prinsip “good governance”.
Tujuan dari KBP adalah dikem-
bangkannya satu forum pembe-
lajaran untuk berbagi informasi
sekaligus mengkaji program-
program penanggulangan kemis-
kinan dan program pembangunan
wilayah dan terbangunnya komuni-
tas pembelajar yang merupakan
jaringan dari para relawan dan para
peduli (stakeholders) tingkat kota/
kabupaten, baik dari unsur
perangkat pemda maupun non-
pemerintah.
KBP merupakan titik awal mem-
bangun jaringan antar kelompok,
organisasi, atau lembaga yang
dimulai dengan memperkuat relasi-
relasi antar individunya, sehingga
pada akhirnya akan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan dan tindakan-
tindakan lembaga/organisasinya
masing-masing.
KBP tidak bersifat struktural,
melainkan suatu forum yang dimotori
dan digerakkan oleh KPK-D
setempat. Hal ini sekaligus menem-
patkan kedudukan KPK-D yang juga
didorong untuk berfungsi sebagai
“pusat pembelajaran (learning
center)”, yang terbuka untuk seluruh
pelaku setempat dalam rangka
membahas dan merumuskan perka-
ra strategis secara rutin serta siste-
matis, khususnya perkara yang ter-
kait dengan upaya-upaya penang-
gulangan kemiskinan di wilayah
masing-masing.
Hasil-hasil dan masukan dari KBP
menjadi bahan KPK Daerah untuk
memberi berbagai saran dan pertim-
bangan bagi perbaikan dan penyem-
purnaan kebijakan maupun program-
program penanggulangan kemiskin-
an di kota/kabupaten setempat.
KPK-D, staf pemerintah kota/kab,
dinas terkait dan para pelaku laín
yang peduli kemiskinan pada tahap
awal akan mengikuti terlebih dahulu
lokakarya serta pelatihan dasar
agar dapat memahami secara utuh
konsep dan pelaksanaan P2KP.
Alumnus dari pelatihan dasar P2KP
tersebut kemudian diharapkan bisa
menjadi relawan-relawan kemiskinan
tingkat kota/ kabupaten, yang salah
satunya akan berperan menjadi
tulang punggung proses penum-
buhkembangan KBP. Selanjutnya
melalui koordinasi dan berbagi
beban pendanaan, pemerintah kota/
kab. dan KPK-D juga akan memfa-
7. 26 Pedoman Umum
silitasi aktivitas KBP, baik itu dalam
bentuk belajar dari lapangan
(thematic field study) yang terdiri
dari kunjungan lapangan dan diskusi
tematik, penyajian audio visual
(VCD), kunjungan dan FGD serta
dialog dengan Fasilitator, BKM,
Relawan Masyarakat, dan atau
pemanfaat P2KP, yang akan
diselenggarakan oleh KPK-D bekerja
sama dengan KMW bersangkutan
secara reguler maupun insedentil
sesuai kebutuhan.
Keterlibatan pemerintah kota/kab ini
akan dilakukan berkoordinasi
dengan KMW yang ditugasi oleh
Pimpro/PMU (Project Management
Unit) P2KP di wilayah setempat.
Fungsi KPK-D untuk menumbuhkembangkan
Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) sebagai Pusat
Pembelajaran (learning center) inilah yang
diharapkan mampu mendorong terwujudnya
“transformasi P2KP dari proyek menjadi kegiatan
program oleh masyarakat bersama pemerintah
daerah dan kelompok peduli setempat”.
b.4. Membangun Kemitraan Sinergis.
Pengembangan kapasitas ini juga
dimaksudkan untuk membangun
kepedulian dan menjalin kemitraan
dengan masyarakat, baik dengan
BKM-BKM, Forum BKM maupun
kelompok peduli setempat, terutama
pada pelaksanaan kegiatan PAKET.
Upaya membangun kemitraan
sinergis dapat dilakukan dalam
berbagai tahapan kegiatan, antara
lain; 1) perencanaan program,
misalnya mensinergikan PJM
Pronangkis dengan mekanisme
musbangkel hingga rakorbang dan
mensinergikan PJM Pronangkis
dengan SPK-D dan Pronangkis
kota/kabupaten, 2) pelaksanaan
program, misalnya channeling
program-programpemerintahdaerah
dan pihak ketiga dengan BKM, serta
3) monitoring dan pemeliharaan
hasil-hasil pembangunan, 4) dll.
Untuk kota/kabupaten yang terpilih
sebagai lokasi pelaksanaan PAKET,
proses pembelajaran kemitraan
sinergis dilakukan melalui serangkai-
an kegiatan yang difasilitasi KMW
sesuai dengan ketentuan Buku
Pedoman Pelaksanaan PAKET.
c) Jaringan Kerjasama & Forum BKM
Komponen Pengembangan Masya-
rakat, Pemerintah dan Pelaku lain
jugamemberikanpendampingandan
pelatihan untuk mendukung BKM
dalam membentuk asosiasi atau
forum antar BKM di tingkat keca-
matan dan kota/kabupaten sebagai
sarana kerja sama dan komunikasi
antar mereka.
Forum BKM akan berfungsi sebagai
jaringan tukar menukar pengalaman,
melaksanakan kegiatan bersama,
mengkombinasikan sumber daya
yang ada untuk membantu warga
miskin, serta menyuarakan aspirasi
masyarakat miskin dalam proses
pengambilan keputusan lokal yang
berkaitan dengan kebijakan publik
yang langsung menyangkut kaum
miskin. Kegiatan ini juga mendorong
jaringan kerja sama, baik antar KSM,
antar BKM maupun Forum BKM
dengan dengan pihak terkait lainnya,
untuk kepentingan dan kemanfaatan
masyarakat miskin, antara lain;
desain produk, perencanaan,
pemasaran, advokasi masyarakat
miskin, pusat informasi, jaringan
bisnis dan sebagainya.
2) Ketentuan Umum
a) Siapa yang dimaksud masyarakat
Pengertian masyarakat dalam P2KP
adalah seluruh penduduk warga
kelurahan/desa peserta P2KP - baik
yang kaya maupun yang miskin, kaum
minoritas, pendatang dan penduduk asli
setempat -, yang setelah melalui proses
pemberdayaan dapat menyadari dan
memahami kondisi kelurahan/desa
8. 27Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Gambar 3.1. Kedudukan dan Posisi BKM
Pemerintah
Masyarakat
MadaniSwasta dan
Klpk.Peduli
Koperasi
LKMD/
LPMK,dll
"BKM"
Dari gambaran di atas, kedudukan BKM
jelas merupakan lembaga masyarakat
warga (Civil Society Organization), yang
pada hakekatnya mengandung
pengertian sebagai wadah masyarakat
untuk bersinergi dan menjadi lembaga
kepercayaan milik masyarakat, yang
diakui baik oleh masyarakat sendiri
maupun pihak luar, dalam upaya
masyarakat membangun kemandirian
menuju tatanan masyarakat madani
(civil socitey), yang dibangun dan
dikelola berlandaskan berbasis nilai-nilai
universal (value based).
Sebagai wadah masyarakat bersinergi,
BKM berbentuk pimpinan kolektif,
dimana keputusan dilakukan secara
kolektif melalui mekanisme rapat
anggota BKM, dengan musyawarah
mufakat menjadi norma utama dalam
seluruh proses pengambilan keputusan.
Sedangkan sebagai lembaga keper-
cayaan (‘board of trusty’), anggota-
anggota BKM terdiri dari orang-orang
yang dipercaya warga, berdasarkan
kriteria kemanusiaan yang disepakati
bersama dan dapat mewakili masya-
rakat dalam berbagai kepentingan,
mereka serta persoalan kemiskinan
yang masih dihadapi dan sepakat
perlunya mengorganisasi diri untuk
menanggulangi persoalan kemiskinan
tersebut secara bersama, mandiri,
terpadu, dan sistematik.
b) Lembaga masyarakat yang harus
dibangun dalam P2KP
Warga yang sadar akan potensi dan
persoalan yang masih harus disele-
saikan tersebut, dapat mengorganisasi
diri sebagai masyarakat warga dan
membangun lembaga pimpinan kolektif
sebagai representasi dari masyarakat
warga kelurahan yang bersangkutan,
yang secara jenerik disebut Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM).
Pengertian masyarakat warga (civil
society), dapat dirumuskan sbb :
“Civil Society ialah himpunan masya-
rakat warga yang diprakarsai dan
dikelola secara mandiri oleh warga,
yang secara damai berupaya meme-
nuhi kebutuhan atau memperjuang-
kan kepentingan, memecahkan
persoalan atau menyatakan kepedu-
lian bersama dengan tetap menghar-
gai hak orang lain untuk berbuat
yang sama dan tetap mempertahan-
kan sifat independen dan otonom
terhadap institusi pemerintah, politik,
militer, keluarga, agama dan usaha”.
Dengan demikian, masyarakat warga
yang dibangun dalam P2KP adalah
himpunan masyarakat yang didasarkan
pada ciri-ciri sukarela, kesetaraan,
kemitraan, inklusif, demokratik,
mandiri, otonom, proaktif, bersemangat
saling membantu, menghargai kesatu-
an dalam keragaman dan kedamaian.
Gambaran umum mengenai kedudukan
dan posisi BKM dapat dilihat pada
gambar 3.1. di bawah ini.
9. 28 Pedoman Umum
Dengan demikian, kedudukan dan posisi BKM
adalah sebagai lembaga masyarakat yang benar-
benar dibangun dari, oleh dan untuk masyarakat
sebagai representasi upaya-upaya untuk
membangun sinergi segenap potensi masyarakat
menuju tatanan masyarakat madani, yang
senantiasa berbasis keikhlasan dan kerelawanan,
keadilan serta kejujuran.
Jadi jelas dan tegas bahwa BKM pada dasarnya
merupakan lembaga kepercayaan masyarakat atau
“Board of Trusty”. Pengertian board of trusty pada
satu sisi merujuk pada keberadaan BKM yang harus
mengakar, representatif, dan aspiratif, serta
beranggotakan kumpulan warga yang ikhlas, adil,
jujur, dan tidak dibayar untuk pengabdiannya,
sehingga menjadi tumpuan kepercayaan
masyarakat. Sedangkan pada sisi lain, BKM
sebagai lembaga kepercayaan milik masyarakat
juga harus mampu diakui dan dipercaya oleh pihak-
pihak lainnya.
b.1. Proses membangun lembaga
masyarakat berbasis nlai (BKM)
Sebagaimana dijelaskan di atas, Istilah
BKM (Badan Keswadayaan Masyara-
kat) pada dasarnya merujuk baik pada
pemampuan lembaga yang ada, yang
telah melalui proses konfirmasi ulang
oleh masyarakat setempat dan
direvitalisasi sesuai ketentuan P2KP,
ataupun lembaga yang dibentuk baru
oleh masyarakat.
Tahapan proses yang harus dilakukan
masyarakat untuk memutuskan me-
mampukan dan merevitalisasi lembaga
yangadaataumembentuklembagabaru
sebagai BKM, adalah:
b.1.1.FGD refleksi kelembagaan
masyarakat berbasis nilai
Hal penting yang pertama kali perlu
dilakukan ialah proses penyadaran
kritis mengenai substansi tatanan
masyarakat madani, yang salah satu
indikatornya tercermin pada keber-
adaan lembaga masyarakat yang
benar-benar aspiratif, mengakar,
diakui kemanfaatannya, representa-
tif, dan berbasis pada keikhlasan/
kerelawanan, keadilan serta
kejujuran.
FGD-FGD refleksi lembaga masya-
rakat berbasis nilai dilakukan di
seluruh tataran masyarakat, baik
masyarakat pada umumnya maupun
masyarakat miskin pada khusus-
nya. Proses FGD refleksi lembaga
masyarakat berbasis nilai dige-
rakkan dan difasilitasi oleh relawan-
relawan, dengan pendampingan dari
Fasilitator dan perangkat kelurahan.
b.1.2. Identifikasi Profil Lembaga-
lembaga yang ada
Selanjutnya relawan-relawan dibantu
perangkat kelurahan melakukan
identifikasi profil dari berbagai
lembaga masyarakat yang ada di
wilayahnya, yang menyangkut hal-
hal mengenai landasan keberadaan,
mekanisme pembentukan, visi dan
misi, tujuan, organisasi, kepengu-
rusan, mekanisme pemilihan
anggota/pengurus, jenis kegiatan
yang dilakukan, dll.
Hasil-hasil identifikasi profil
lembaga-lembaga tersebut menjadi
bahan pembahasan pada proses
rembug warga untuk mengevaluasi
dan merefleksi kebutuhan lembaga
masyarakat.
b.1.3. Rembug-rembug warga untuk
merefleksi dan mengavaluasi
lembaga-lembaga yang ada
Atas dasar kesadaran kritis
masyarakat terhadap pemahaman
substansi lembaga masyarakat
berbasis nilai serta hasil identifikasi
berbagai profil lembaga-lembaga
masyarakat yang ada, relawan-
relawan dibantu perangkat kelurahan
setempat selanjutnya memfasilitasi
rembug-rembug warga evaluasi
lembaga yang ada, mulai dari tingkat
RT/RW atau dusun hingga tingkat
kelurahan.
Agenda rembug-rembug warga
terfokus pada menggali aspirasi dan
apresiasi masyarakat terhadap
kinerja dan kredibilitas berbagai
lembaga-lembaga masyarakat yang
ada di wilayah setempat. Refleksi
10. 29Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Beberapa lembaga masyarakat lokal yang sudah
mentradisi dan hingga kini tetap mengakar,
representatif, akuntabel serta diakui kemanfaatan-
nya oleh masyarakat, dapat ditetapkan sebagai
“bkm”, melalui mekanisme persetujuan masyarakat.
• Membentuk lembaga baru
sebagai BKM, fasilitator akan
memfasilitasi proses pemilihan
anggota-anggota lembaga
tersebut (BKM) agar terlaksana
secara organik, demokratis,
partisipatif, transparan, akuntabel
dan inklusif berdasarkan kriteria
nilai-nilai universal kemanusiaan.
b.2. Anggota BKM
Untuk memimpin masyarakat warga ini,
dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari
pribadi-pribadi yang dipercaya warga
berdasarkan kriteria kemanusiaan yang
disepakati bersama dan dapat mewakili
warga dalam berbagai kepentingan.
Anggota pimpinan kolektif masyarakat
warga ini yang kemudian disebut
anggota BKM.
Anggota-anggota BKM tidak digaji atau
menerima imbalan secara rutin. Dengan
menjadi anggota BKM, mereka diberi
kesempatan dan kepercayaan dari
masyarakat untuk memberi, kontribusi
peduli, berkorban, dan ikhlas berbuat
nyata bagi warga miskin yang ada di
wilayahnya. Adanya kesempatan dan
kepercayaan itulah yang bagi mereka
merupakan imbalan yang tak ternilai
harganya, apalagi dibandingkan materi
atau status, karena mereka dapat ber-
buat baik terhadap sesama, khususnya
kaum miskin dan tertinggal/marjinal.
dan evaluasi dititikberatkan pada
tingkat pengakaran di masyarakat,
tingkat kemanfaatannya bagi
masyarakat, tingkat aspiratif-nya,
tingkat representatif dan tingkat
kepercayaan masyarakat.
Aspirasi dan apresiasi warga harus
benar-benar berasal dari pendapat
dan aspirasi masyarakat, tanpa
rekayasa dari siapapun.
b.1.4. Rembug warga tingkat kelurahan
untuk memutuskan merevitalisasi
lembaga yang ada atau membentuk
lembaga baru.
Hasil refleksi dan evaluasi terhadap
profil lembaga-lembaga masyarakat
di atas menjadi masukan utama
dalam rembug warga tingkat
kelurahan yang akan memutuskan
apakah akan merevitalisasi dan
memampukan lembaga yang ada
ataukah membentuk lembaga
masyarakat baru, sebagai BKM.
Rembug warga dihadiri oleh repre-
sentasi seluruh warga kelurahan,
perangkat kelurahan, kelompok
peduli, dan relawan-relawan.
Apabila rembug warga masyarakat
kelurahan memutuskan untuk:
• Merevitalisasi dan memam-
pukan lembaga masyarakat
yang telah ada sebagai BKM,
maka fasilitator akan memfasili-
tasi masyarakat untuk merevitali-
sasi (peran dan fungsi, AD/ART
dan aturan dasar lainnya), mere-
strukturisasi (struktur organisasi,
kepemimpinan kolektif, board of
trusty dan unit-unit pelaksana),
serta melaksanakan pemilihan
ulang anggota-anggota lembaga
ter-sebut dengan proses yang
demokratis, partisipatif, akunta-
bel, inklusif dan berlandaskan
keikhlasan/kerelawanan,
kejujuran dan keadilan (nilai-nilai
universal kemanusiaan).
Hal ini dimaksudkan agar
lembaga masyarakat yang dipilih
masyarakat sebagai BKM
tersebut dapat ditingkatkan peran
dan fungsinya serta memenuhi
kriteria dan sifat lembaga
pimpinan kolektif masyarakat
warga yang berbasis nilai, sesuai
koridor P2KP.
11. 30 Pedoman Umum
Anggota BKM secara prinsip merupakan
representasi dari warga masyarakat kelurahan yang
paling dipercaya, ikhlas, jujur, adil, peduli dan tanpa
pamrih, sehingga bukan sebagai wakil
kewilayahan, golongan atau perwakilan kelompok
masyarakat.
Tidak ada satu pun anggota BKM yang
memiliki hak istimewa (privilege) dan
semua hasil keputusan ‘BKM’
ditetapkan secara kolektif melalui
mekanisme Rapat Anggota BKM.
Anggota-anggota BKM dipilih oleh
seluruh utusan-utusan warga setempat
dengan kriteria kualitas sifat ke-
manusiaan atau track record perbuatan
baik dan mekanisme pemilihan tanpa
kampanye, tanpa pencalonan serta
secara tertulis dan rahasia.
Utusan-utusan warga adalah warga
pilihan masyarakat RT yang dipilih
dengan mekanisme dan kriteria yang
sama. Dalam hal ini, masyarakat warga
RT mengadakan rembug dan FGD Ke-
pemimpinan moral untuk memilih 2-3
orang terbaik sebagai utusan warga
pada pemilihan di tingkat kelurahan.
Apabila dalam satu kelurahan terdapat
lebih dari 50 RT, masyarakat warga
setempat dapat melakukan pemilihan
utusan warga di tingkat RW, dengan
tetap memperhitungkan bahwa jumlah
utusan warga untuk pemilihan anggota
BKM di tingkat kelurahan minimal 30%
dari jumlah penduduk kelurahan.
Masa pengabdian anggota BKM adalah
2 tahun dengan kemungkinan dapat
dievaluasi pada setiap tahunnya
berdasarkan indikator perbuatan baik
serta kualitas sifat-sifat kemanusiaan.
Pada bulan ke-23 atau satu bulan
sebelum masa pengabdian anggota
BKM berakhir, masyarakat melakukan
proses pemilihan ulang dengan meka-
nisme yang sama. Anggota BKM yang
tengah mengabdi dan akan berakhir
masa tugasnya, secara otomatis
berhak menjadi peserta pemilihan
anggota BKM baru di tingkat kelurahan.
Sehingga dalam hal ini masyarakat
hanya memilih 2 utusan warga yang
bukan menjadi anggota BKM saat itu.
Utusan-utusan warga pilihan masya-
rakat ditambah dengan anggota BKM
yang ada itulah yang akan menjadi
peserta sekaligus memiliki hak memilih
dan dipilih pada rapat pemilihan anggota
BKM yang baru.
Dalam hal terdapat penduduk asli atau minoritas
pada satu kelurahan/desa yang membutuhkan
pendekatan dan dukungan proses pengorgani-
sasian masyarakat yang berbeda, maka harus
dijamin keterlibatan mereka dalam lembaga
masyarakat warga tersebut, sebagaimana diatur
dalam lampiran 1 Buku Pedoman Umum mengenai
ketentuan perlakuan terhadap penduduk asli.
b.3. Struktur BKM
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang
disepakati seluruh masyarakat
setempat, baik dari sumber dana P2KP
maupun sumber dana lain (channeling),
BKM membentuk unit-unit pengelola
sesuai kebutuhan, yang setidaknya
terdiri dari Unit Pengelola Keuangan
(UPK), Unit Pengelola Lingkungan
(UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS).
Unit Pengelola Keuangan (UPK) akan
bertanggungjawab pada pengelolaan
pinjaman bergulir, akses channeling
ekonomi, dan akses kegiatan yang
berkaitan dengan pemupukan dana atau
akses modal masyarakat. Unit
Pengelola Lingkungan (UPL) bertang-
gungjawab pada penanganan Rencana
Perbaikan Kampung, Penataan dan
Pemeliharaan Prasarana Lingkungan
Perumahan dan Permukiman, Good
Governance di bidang Permukiman, dan
lain-lain.Sedangkan Unit Pengelola
Sosial (UPS) didorong untuk mengelola
relawan-relawan dan hal-hal yang
berkaitan dengan kerelawanan,
mengelola pusat Informasi dan
pengaduan masyarakat (termasuk
12. 31Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Masing-masing Unit Pengelola-BKM berkedudukan
mandiri dalam melaksanakan kegiatan dan
pengelolaan dana sesuai dengan cakupan
bidangnya masing-masing, sebagaimana
diputuskan dalam PJM Pronangkis serta langsung
bertanggung-jawab kepada BKM.
Oleh karena itu, Unit-Unit Pelaksana
tersebut berkewajiban memberikan
informasi dan laporan perkembangan
dari masing-masing kegiatan yang
menjadi tugas pokoknya, mengusulkan
draft konsep pengembangan, serta
memberikan pertanggungjawaban
berkala maupun akhir kepada BKM.
Termasuk juga memberikan saran-saran
dan masukan-masukan secara
profesional kepada BKM untuk menjadi
dasar pertimbangan BKM dalam
mengambil kebijakan maupun
keputusan yang diperlukan.
Gambar 3.2. Struktur BKM
Anggota-anggota BKM tidak diperke-
nankan merangkap menjadi pengelola
dari unit-unit tersebut.
Unit-Unit Pelaksana akan dipimpin
seorang manajer, atau istilah lain, dan
beberapa staf sesuai kebutuhan yang
dipilih melalui Rapat Anggota BKM,
berdasarkan kriteria kemampuan di
bidangnya masing-masing.
BKM mengawasi pelaksanaan kegiatan
yang dilaksanakan oleh unit-unit
pelaksana sesuai bidang kegiatannya,
yakni UPL, UPS, dan UPK.
Gambaran struktur BKM dapat dilihat
pada gambar 3.2. di bawah ini:
media warga untuk sarana kontrol
social), penanganan kegiatan Good
Governance, Penanganan Kegiatan
Sosial, dan lain-lain sesuai
kesepakatan warga masyarakat
setempat.
Masyarakat Kelurahan
BKM
Unit Pengelola
Sosial
Unit Pengelola
Lingkungan
Unit Pengelola
Keuangan
Relawan-relawan
kelurahan, media
infokom warga,
santunan sosial,
beasiswa, KBK dll
Perbaikan sarana
dan prasarana,
permukiman,
Neighbourhood
development, dll
Pinjaman ber-
gulir, usaha
produktif, modal
ventura, channel-
ing ekonomi, dll
Lurah/Kades, BPD,
LPMK/D, dll
Unit-Unit Pengelola
Koperasi PT/UPE
13. 32 Pedoman Umum
Sesuai dengan landasan keberadaan-
nya, BKM dan Unit-unit pelaksana
(UPL, UPS dan UPK) harus senantiasa
berorientasi pada upaya-upaya untuk
melayani masyarakat miskin dan
meningkatkan kesejahteraannya. Oleh
karena itu, dalam kebijakan dan
keputusanmengenaipelayananunit-unit
pelaksana didasarkan pada pertim-
bangan kemampuan warga miskin dan
warga termiskin di wilayahnya.
Meskipun demikian, dalam rangka me-
ningkatkan kapasitas pelayanan kepa-
da warga miskin dan termiskin di
wilayahnya, maka BKM sesuai dengan
kapasitas dan kebutuhannya, diperke-
nankan pula untuk mengembangkan
berbagai jenis pelayanan yang bersifat
usaha produktif dan pemupukan dana.
Kegiatan pengembangan usaha BKM
tersebut tidak boleh dilakukan secara
langsung oleh BKM, melainkan dengan
mendorong terbentuknya koperasi oleh
KSM-KSM maupun anggota-anggota-
nya yang dinilai telah berkembang atau
dengan membentuk Unit Pelayanan
Ekonomi (UPE) atau Perusahaan untuk
melayani kegiatan usaha produktif
ataupun kegiatan ekonomi yang bersifat
menguntungkan.
Pembentukan UPE, PT atau badan
usaha lainnya tidak boleh diputuskan
sepihak oleh anggota BKM saja, namun
harus ditetapkan melalui mekanisme
rembug warga masyarakat setempat di
tingkat kelurahan. Ketentuan mengenai
hal ini akan diatur dalam Pedoman
Khusus P2KP. Demikian pula dalam hal
pembentukan koperasi tidak dilakukan
BKM secara institusi, namun oleh kum-
pulan warga non miskin atau KSM-KSM
atau anggota-anggota KSM dengan me-
ngacu pada UU Koperasi yang berlaku.
BKM serta UPL, UPS dan UPK tetap harus
senantiasa berorientasi pada pelayanan kepada
masyarakat miskin dan termiskin di wilayahnya.
Sedangkan Keberadaan Koperasi dan Unit
Pengelola Ekonomi atau PT atau badan usaha
lainnya di BKM pada dasarnya dimaksudkan untuk
memperkuat kapasitas pelayanan BKM terhadap
warga miskin dengan cara mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang produktif dan profitable,
melalui cara-cara antara lain sbb; a) pelayanan
kepada warga tidak miskin, b) pelayanan kepada
warga miskin yang telah meningkat kesejahte-
raannya setelah mendapat beberapa kali pelayanan
dan pembinaan dari BKM beserta UP-UP-nya, dan
c) pelayanan kegiatan ekonomi lainnya.
c) Peran apa yang harus dilakukan
oleh BKM
• Bertindak sebagai motor penggerak
untuk senantiasa menggali dan me-
lembagakan nilai-nilai luhur kemanu-
siaan yang bersifat universal, prinsip-
prinsip universal kemasyarakatan,
serta Tridaya;
• Menumbuhkan solidaritas serta
kesatuan sosial untuk menggalang
kepedulian dan kebersamaan
gerakan masyarakat warga dalam
menanggulangi masalah kemiskinan
secara mandiri dan berkelanjutan;
• BKM mengorganisasi warga untuk
merumuskan program jangka
menengah(3tahun)penanggulangan
kemiskinan dan rencana tahunan
(PJM dan Renta Pronangkis) secara
partisipatif;
• Bertindak sebagai forum peng-
ambilan keputusan dan kebijakan
untuk hal-hal yang menyangkut
pelaksanaan P2KP pada khususnya
dan penanggulangan kemiskinan
pada umumnya;
• Menumbuhkan berbagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat miskin
agar mampu meningkatkan
kesejahteraan mereka;
• Menumbuhkembangkan Komunitas
Belajar Kelurahan (KBK) dan
mengoptimalkan peran relawan-
relawan setempat;
14. 33Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
• Mengembangkan jaringan BKM di
tingkat kota/kabupaten sebagai
mitra kerja Pemda serta kelompok
peduli setempat dan sebagai sarana
untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat warga yang diwakili,
maupun dalam rangka mengakses
berbagai potensi sumber daya yang
ada di luar untuk melengkapi sumber
daya yang dimiliki masyarakat
(partnership dan channeling
programme);
• Menetapkan kebijakan serta
mengawasi pemanfaatan dana
bantuan P2KP (BLM dan PAKET)
dan dana-dana sumber lainnya, yang
sehari-hari dikelola unit-unit
pelaksana yang dibentuk BKM
sesuai kebutuhan.
d) Siapa yang melakukan pendam-
pingan kepada masyarakat
• Proses pendampingan masyarakat
dalam proyek P2KP ini utamanya
dilakukan oleh Tim Fasilitator
bersama para relawan yang
didukung oleh KMW dgn berbagai
tenaga ahlinya.
• Tim Fasilitator, sebagai masukan
(input) proyek secara intensif
melakukan pendampingan kepada
para Relawan, BKM, unit pelaksana
(UP-UP), Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) serta masya-
rakat kelurahan/desa pada umum-
nya dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Tim Fasilitator
merupakan bagian dari Konsultan
Manajemen Wilayah (KMW).
• Para Relawan, dibantu Tim
Fasilitator melakukan pendamping-
an langsung ke masyarakat
kelurahan pada umumnya dan
masyarakat miskin khususnya.
• Para Relawan adalah pribadi-pribadi
dari warga masyarakat setempat
yang bersedia secara ikhlas
mengorbankan sebagian waktu,
tenaga, pikiran, serta mungkin
materi, dan lainnya untuk mengabdi
bagi perjuangan memperbaiki taraf
hidup dan harkat serta martabat
masyarakat miskin serta kelompok
masyarakat rentan (anak yatim
piatu, jompo, korban musibah dll)
yang tinggal di sekitarnya.
Para relawan tidak memandang
P2KP sebagai sarana untuk
mengejar materi, kedudukan, status
dan jabatan atau sesuatu yang
bersifat simbol-simbol bagi dirinya
dan kelompoknya. Para relawan
adalah orang-orang yang akan
menempatkan P2KP sebagai
sarana mereka untuk ’beribadah’ dan
memberi kontribusi nyata kepada
sesama manusia yang masih miskin
dan terpuruk di sekitarnya.
Kebahagiaan para relawan adalah
keyakinan akan pilihannya untuk
’mengorbankan’ sebagian apa yang
dia miliki (waktu, pikiran, tenaga, dll)
telah sesuai dengan fitrah dirinya
sebagai manusia hakiki.
Profil dan karakteristik para relawan
masyarakat miskin seperti demikian
biasanya muncul secara organik
atas kesadaran diri sebagai hasil dari
tumbuhnya kesadaran kritis dan
tidak muncul karena melalui proses
penunjukan atau mungkin pemilihan.
Para Relawan tetap merupakan
bagian integral dari masyarakat di
kelurahan/desa peserta P2KP dan
‘diharapkan’ setidaknya terdapat 1
orang Relawan dari tiap RW di
kelurahan/desa setempat.
Para relawan akan mendapatkan
pendampingan serta penguatan
kapasitas, melalui berbagai kegiatan
yang diselenggarakan oleh Tim
Fasilitator, agar mampu menjiwai
substansi konsep P2KP dan
menggerakkan masyarakat untuk
senantiasa menggali dan menum-
buhkembangkan nilai-nilai universal
15. 34 Pedoman Umum
kemanusiaan, prinsip-prinsip
kemasyarakatan, dan tridaya dalam
melaksanakan kegiatan P2KP
maupun penanggulangan kemiskin-
an di wilayahnya.
e) Peran yang diharapkan dilakukan
oleh Pemerintah Daerah
• Bertindak sebagai fasilitator,
dinamisator dan pendukung dalam
pelaksanaan P2KP khususnya dan
upaya-upaya penanggulangan ke-
miskinan pada umumnya;
• Memfasilitasi upaya-upaya yang
berkaitandenganpembangunanatau
pengokohan lembaga KPK Daerah
dan Pokja PAKET agar lebih
demokratis, organik, partisipatif,
transparan dan akuntabel;
• Memfasilitasi penguatan peran dan
fungsi KPK Daerah sebagai motor
penggerak penyusunan Dokumen
Strategi Penanggulangan Kemis-
kinan (SPK) dan Pronangkis Kota/
kabupaten serta sebagai pusat
pembelajaran (learning center)
penanggulangan kemiskinan,
dengan melibatkan berbagai pihak
di wilayahnya. (Kinerja pemerintah
kota/kabupaten dalam penguatan
peran dan fungsi KPK Daerah serta
kualitas dokumen SPK dan Pronang-
kis kota/kabupaten akan menjadi
indikator utama untuk penentuan se-
leksi peserta pelaksanaan PAKET);
• Memfasilitasi proses membangun
dan melembagakan Komunitas
Belajar Perkotaan (KBP) yang
dimotori KPK-D
• Mengorganisasi dinas-dinas terkait
untuk dapat bekerja sama dengan
BKM/masyarakat dan kelompok
peduli yang antara lain dalam
membangun “Pokja PAKET” dan
memadukan berbagai kegiatan
pembangunan untuk kepentingan
penanggulangan kemiskinan.
• Menumbuhkan berbagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat serta
mengedepankan peran pemerintah
daerah, Komite Penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD), Pokja
PAKET dan kelompok peduli
setempat agar mampu meningkat-
kan kesejahteraan warga miskin;
• Bertindak sebagai dinamisator
proses pembangunan partisipatif
yang dilakukan melalui pelaksanaan
P2KP pada umumnya, maupun
pelaksanaan komponen PAKET
P2KP secara khusus;
• Kontribusi dana melalui sumber dana
APBD, baik untuk keperluan BOP
(Biaya Operasional Pelaksanaan)
pemerintah kota/kab, pengembang-
an kapasitas, pengawasan dan
pengembangan sistem informasi
manajemen, dana pendamping
(matching fund) pelaksanaan proyek
sesuai ketetapan PMU/Pimpro
P2KP pusat, dan lain-lain.
• Berkoordinasi dengan KMW
memfasilitasi penyelesaian masalah
dan penanganan pengaduan serta
konflik yang timbul dalam
pelaksanaan P2KP dengan
menyiapkan pranata dan sarana
yang dibutuhkan
• Memfasilitasi proses terminasi
proyek maupun pelaksanaan strategi
pelepasan (exit strategy), agar
masyarakat mampu mandiri dan
berkelanjutan dalam mengembang-
kan kelembagaan dan kegiatan
P2KP, termasuk pengelolaan dana
yang diperoleh, berlandaskan nilai-
nilai universal kemanusiaan serta
prinsip-prinsip kemasyarakatan (nilai
dan prinsip yang melandasi P2KP).
f) Pendampingan kepada Pemerintah
Daerah dan Pelaku lain
• Pendampingan kepada pemerintah
Daerah dan pelaku lain, utamanya
dilakukan oleh KMW, baik untuk
tingkat propinsi maupun kota/
16. 35Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
3.1.2. Komponen Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM)
1) Uraian
Proses pembelajaran masyarakat untuk
menanggulangi masalah kemiskinan
dilakukan melalui praktek langsung di
lapangan oleh masyarakat sendiri dengan
melaksanakan apa yang sudah diren-
canakan (PJM dan Renta Pronangkis),
dengan dukungan dana Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM).
Harapannya adalah melalui praktek
langsung dengan stimulan BLM tersebut,
masyarakat secara bertahap mampu
menumbuhkembangkan keberdayaan
dalam tiga aspek, yaitu lingkungan, sosial,
dan ekonomi.
Substansi makna dana BLM P2KP
sesungguhnya merupakan media
pembelajaran masyarakat untuk terus
membangun kapital sosial dan
menumbuhkan nilai-nilai universal
kemanusiaan maupun prinsip-prinsip
kemasyarakatan sehingga pada gilirannya
akan mampu menyelesaikan persoalan
sosial, ekonomi dan lingkungan/
permukiman mereka. Lebih dari itu,
Komponen Dana BLM diadakan juga
dengan tujuan membuka akses bagi
masyarakat miskin ke sumber dana yang
dapat langsung digunakan oleh
masyarakat miskin untuk upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan.
kabupaten, yang secara intensif
melakukan berbagai fasilitasi,
mediasi dan advokasi kepada
pemerintah daerah, KPK-D dan KBP,
Forum BKM serta pelaku lain yang
terkait (LSM, perguruan tinggi,
pengusaha, dsb);
• Team Leader KMW akan melakukan
pendampingan secara intensif pada
proses pengembangan kapasitas
dan peran pemerintah propinsi serta
penguatan KPK-propinsi;
• Koordinator Kota KMW akan
melakukan pendampingan secara
intensif pada proses mengedapan-
kan peran pemerintah daerah,
Komunitas Belajar Perkotaan dan
penguatan KPK-D dalam menyusun
SPK-D dan Pronangkis Kota/kab,
serta Pokja PAKET bila terpilih
sebagai lokasi pelaksanaan PAKET;
• Bagi kota/kabupaten yang terpilih
sebagai lokasi pelaksanaan PAKET,
tenaga ahli PAKET KMW, juga akan
memfasilitasi pelaksanaan PAKET,
termasuk fasilitasi Pokja PAKET;
• Relawan-Relawan Kemiskinan
tingkat kota/kabupaten yang akan
mengabdi secara sukarela sebagai
agen perubahan perilaku ke arah
nilai-nilai universal kemanusiaan,
prinsip-prinsip kemasyarakatan dan
pembangunan berkelanjutan di
wilayahnya masing-masing.
Dengan demikian, relawan-relawan
kemiskinan tingkat kota/kabupaten
merupakan bagian integral dari
masyarakat daerah setempat.
Forum-forum diskusi atau rembug-
rembug para-pihak (stakeholders)
tingkat kota/kabupaten (KBP) akan
mendorong seluasnya peluang bagi
relawan-relawan masyarakat tingkat
kelurahan untuk tampil dan
mengabdi di wilayah yang lebih luas,
yakni di tingkat kota/kabupaten.
Pemerintah kota/kabupaten diharap-
kan dapat memberikan akses
kemudahan, kontribusi perhatian
dan dukungan moral bagi relawan-
relawan kemiskinan setempat. Di
samping itu, relawan-relawan tingkat
kota/kabupaten juga akan difasilitasi
koordinator kota KMW setempat.
Makna Dana BLM P2KP harus disikapi sebagai
pelengkap sarana proses pembelajaran untuk
perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan
berbasis nilai-nilai universal. Sehingga tolok ukur dari
pembelajaran BLM dapat dilihat pada sejauhmana BLM
dimanfaatkan oleh masyarakat secara bertanggung-
jawab dan proporsional.
17. 36 Pedoman Umum
Dana BLM juga merupakan dukungan
stimulan P2KP yang dapat digunakan
secara luwes (flexible) oleh masyarakat
untuk berbagai upaya pembelajaran
penanggulangan kemiskinan, sesuai
dengan PJM dan Renta Pronangkis
(Program Penanggulangan Kemiskinan)
yang telah disepakati oleh seluruh
masyarakat kelurahan/desa setempat.
Jenis-jenis kegiatan dapat ditentukan
sendiri oleh masyarakat melalui rembug
warga, dengan tetap memperhatikan
keselarasan dan keberlanjutan
pembangunan (aspek tridaya) sesuai
kebutuhan masyarakat sebagaimana
layaknya pembelajaran pada kontek
realita (bukan laboratorium).
Pemanfaatan dana BLM P2KP oleh masyarakat
diharapkan dapat dilakukan dengan arif/bijak, yakni
senantiasa mempertimbangkan keseimbangan
aspek Tridaya, antara kepentingan untuk kegiatan
lingkungan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Dimaksud keseimbangan dalam hal ini adalah
adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat
untuk belajar bersama dalam melakukan kegiatan
di bidang lingkungan, sosial dan ekonomi sesuai
kebutuhan wilayah masing-masing. Hal ini sejalan
dengan esensi BLM P2KP baik sebagai stimulan
kemandirian dan keswadayaan masyarakat maupun
sebagai sarana pembelajaran aspek tridaya menuju
pembangunan berkelanjutan.
Dana BLM merupakan dana publik yang
diberikan sebagai “dana waqaf” dari
pemerintah ke masyarakat kelurahan/
desa penerima yang penyalurannya
dipercayakan ke lembaga pimpinan
kolektif masyarakat warga (secara
jenerik disebut BKM), yang bertindak
sebagai representasi warga kelurahan
yang memenuhi sifat-sifat kemanusiaan.
Pengelolaan operasional dana BLM
dilakukan oleh unit-unit pelaksana teknis
yang dibentuk oleh BKM untuk maksud
tersebut, yang sekurang-kurangnya
terdiri dari UPL, UPK dan UPS.
Dana BLM harus dimanfaatkan bagi
kepentingan perbaikan kesejahteraan
masyarakat miskin setempat.
2) Ketentuan Umum
a) Alokasi Dana BLM
Besarnya dana BLM ditentukan ber-
dasarkan jumlah penduduk dan jumlah
keluarga miskin (Pra KS dan KS1) di
kelurahan/desa penerima proyek
(sesuai hasil data PODES 2000),
sebagaimana tampak pada Tabel 3.1.
18. 37Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Tabel 3.1. Distribusi Alokasi Dana BLM
Jumlah alokasi dana BLM untuk
masing-masing kelurahan sasaran
diinformasikan secara terbuka,
sehingga dapat diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat secara transparan.
Jumlah dana BLM yang telah
dialokasikan untuk masing-masing
kelurahan/desa sasaran tersebut
merupakan jumlah maksimum yang
dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah
pencairan yang sesungguhnya akan
didasarkan pada kemampuan
pengelolaan dan kesiapan masyarakat
melaksanakan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip P2KP, sesuai dengan tujuan dan
ketentuan P2KP.
Apabila dalam waktu yang telah
ditentukan masyarakat di suatu
kelurahan/desa sasaran dinilai tidak
dapat menunjukan kemampuan dan
kesiapan melaksanakan P2KP, maka
alokasi dana yang ada - sebagian atau
seluruhnya - dapat ditangguhkan atau
dibatalkan. Demikian pula halnya,
apabila masyarakat tidak mampu
mencairkan seluruh alokasi dana BLM
hingga masa proyek P2KP berakhir,
maka sisa alokasi dana BLM harus
dikembalikan ke kas negara.
Dana BLM adalah dana publik yang
diberikan sebagai waqaf (titipan) dari
pemerintah kepada masyarakat yang
bermakna bahwa penggunaan dana
BLM oleh masyarakat hanya dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan
penanggulangan kemiskinan, dan
bukan hadiah atau dana tak bertuan
yang dapat digunakan sekehendak hati.
Harus disadari pula bahwa sumber dana
P2KP adalah hutang luar negeri yang
harus dibayar kembali di kemudian hari.
Diharapkan masyarakat mampu
memanfaatkan dana tersebut secara
tepat, benar, efesien, efektif, dan dapat
menanggulangi persoalan kemiskinan
di wilayahnya, yang pada gilirannya
akan meningkatkan produktifitas
mereka, sehingga dapat menjadi bagian
dari sumber pendapatan untuk dapat
membayar kembali hutang luar
negerinya.
Kategori
Ukuran Kelurahan/Desa *)
Kecil Sedang Besar
Jumlah penduduk Kelurahan Tahun 2000
Jumlah KK Miskin (Pra KS dan KS1)
Jumlah Alokasi Dana BLM
Jumlah Alokasi Dana BLM Maluku & Papua
Pagu maksimal untuk tiap usulan pinjaman
bergulir per KSM
Minimal jumlah anggota per KSM
Pagu maksimal pinjaman per anggota KSM
3.000 s.d.
10.000 jiwa
< 1.000 KK
Rp 300 juta
Rp 500 juta
> 10.000 jiwa
> 1.000 KK
Rp 500 juta
Rp 500 juta
< 3.000 jiwa
< 300 KK
Rp 200 juta
Rp 300 juta
> 300 KK
Rp 300 juta
Rp 300 juta
Rp. 30 juta
5 orang
Pinjaman pertama sebesar Rp 500 ribu dan pinjaman
berikutnya sebesar Rp 2 juta.
Selanjutnya diharapkan KSM dan &/atau anggota
KSM dapat mengakses (channeling) lembaga
keuangan formal yang ada di wilayah sekitarnya
19. 38 Pedoman Umum
Sebagai dana yang berasal dari pinjaman hutang
luar negeri dan harus dibayar kembali oleh seluruh
rakyat Indonesia tanpa terkecuali, maka dana BLM
P2KP merupakan “Dana Publik” yang diberikan
sebagai waqaf (titipan) dari pemerintah kepada
masyarakat kelurahan! Pada satu sisi hal ini berarti
bahwa seluruh pihak berhak memperoleh informasi
tentang status keberadaan dan pemanfaatan dana
tersebut, dan pada sisi lain masyarakat yang
dipercaya mengelola dana tersebut juga harus
menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas,
terutama kepada pemerintah, termasuk pemerintah
kota/kabupaten, baik selama masa proyek ataupun
pada masa pasca proyek P2KP.
b) Penyaluran dan pencairan dana BLM
ke BKM
Pencairan Dana BLM ke BKM/
masyarakat dilakukan secara bertahap,
yakni Tahap I sebesar 20%, Tahap II
sebesar 50% danTahap III sebesar 30%
dari total alokasi dana BLM untuk
kelurahan/desa sasaran, melalui
rekening Bank yang ditunjuk oleh BKM
Pencairan dana BLM tahap I merupakan
insentif terhadap proses pembelajaran
masyarakat dalam menyusun PJM dan
rencana tahunan Pronangkis.
Pencairan dana BLM tahap II adalah
insentif untuk proses pembelajaran
masyarakat dalam menyusun usulan-
usulan kegiatan sesuai Pronangkis
yang telah disepakati bersama,
sedangkan pencairan dana BLM tahap
III merupakan insentif untuk proses
pembelajaran masyarakat dalam
memperkuat potensi keberlanjutan
kegiatan, kelembagaan, dana serta
penerapan prinsip dan nilai yang
dijunjung P2KP, khususnya pada
penyiapan phase terminasi.
Catatan:
• Pencairan dana tahap 1 sebesar
20% dari total alokasi BLM ke
rekening BKM dapat dilakukan
apabila BKM telah terbentuk secara
sah sesuai ketentuan P2KP, serta
menyerahkan PJM dan Rencana
Tahunan Pronangkis (termasuk
rencana penyerapan BLM) yang
telah disepakati masyarakat dan
diverifikasi KMW kepada PJOK.
BKM kemudian menandatangani
Surat Perjanjian Penyaluran
Bantuan (SPPB) bersama dengan
pihak pemerintah, yang diwakili
PJOK. SPPB akan memuat dan
mengatur peran serta tanggung
jawab dari masing-masing pihak,
persyaratan dan ketentuan
pencairan dana BLM, sanksi serta
perjanjian-perjanjian lain yang harus
disepakati berkenaan dengan peng-
gunaan dana bantuan BLM P2KP.
Dana BLM tahap 1 hanya dapat
dimanfaatkan untuk membiayai
usulan kegiatan yang mencerminkan
kebersamaan masyarakat, yakni
kegiatan yang sifat kemanfaatannya
jelas-jelas bagi kepentingan umum
masyarakat miskin (kolektif) dan
pengelolaan kegiatannya pun
dilakukan secara kolektif/bersama.
Dengan demikian dana BLM P2KP
tahap I tidak diperkenankan untuk
kegiatan pinjaman bergulir, baik
untuk kepentingan kelompok
maupun individual.
Hal ini dimaksudkan bahwa aspek utama pada
tahap awal proses pembelajaran di masyarakat
adalah tumbuhnya kebersamaan (munculnya
kepedulian dan solidaritas serta kesatuan sosial)
di masyarakat kelurahan/desa tersebut.
Termasuk kategori kegiatan kolektif
yang dapat dibiayai dana BLM P2KP
tahap 1 adalah; (1) Perbaikan dan
pembangunan prasarana umum, (2)
Peningkatan sumber daya manusia
(pelatihan penguatan kapasitas lem-
baga masyarakat) dan pelayanan
sosial bagi masyarakat termiskin,
jompo, anak yatim piatu, musibah,
penyandang cacat dan lainnya, serta
(3) Kegiatan ekonomi yang tidak
bersifat pinjaman bergulir, yakni
khusus untuk kegiatan penciptaan
peluang usaha baru bagi kelompok
masyarakat miskin dan pengang-
guran yang diorganisir BKM, yakni
20. 39Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
melalui Program Pelatihan
Ketrampilan usaha dan bantuan
peralatan untuk mempraktekkan
ketrampilan usaha mereka.
• Pencairan dana tahap 2 sebesar
50 % ke rekening BKM hanya dapat
dilaksanakan apabila: 1) berdasar-
kan verifikasi KMW terhadap kinerja,
transparansi, akuntabilitas dan
efesiensi pengelolaan dana BLM
tahap 1 menunjukkan hasil yang
memuaskan, 2) 95% dana tahap I
telah dimanfaatkan, 3) kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan dan
yang diusulkan untuk didanai BLM
Tahap 2 telah diverifikasi oleh
Fasilitator dan KMW, 4) proposal/
usulan KSM untuk penggunaan
dana tahap 2 telah disetujui BKM.
Apabila berdasarkan hasil evaluasi
kinerja KMW ternyata kinerja BKM
maupun masyarakat kelurahan/
desa dinilai tidak memuaskan, maka
KMW dapat “mengusulkan” penun-
daan pencairan BLM tahap 2 dalam
batas waktu yang ditetapkan KMW.
Dalam kurun waktu yang ditetapkan
tersebut, BKM dan masyarakat
harus dapat memperbaiki kinerjanya
sesuai dengan ketentuan P2KP.
Apabila setelah batas waktu yang
ditetapkan, BKM dan masyarakat
kelurahan/desa tidak dapat
memperbaiki kinerjanya dan dinilai
tidak mampu untuk melaksanakan
P2KP sesuai Buku Pedoman, maka
KMW dapat “mengajukan” adanya
pertemuan dengan Pemerintah
Kota/ Kabupaten untuk membahas
“rekomendasi” pembatalan seluruh
sisa dana BLM bagi kelurahan/desa
tersebut kepada PMU/Pimpro.
PMU/Pimpro P2KP berwenang
memutuskan bentuk rekomendasi
berdasarkan usulan dari salah satu
pihak atau keduanya (KMW dan
Pemerintah Kota/Kabupaten) untuk
membatalkan atau menunda
pencairan sisa dana BLM untuk
kelurahan/desa dimaksud.
Pencairan dana BLM tahap 2 dapat
dimanfaatkan untuk membiayai
usulan-usulan kegiatan yang bersifat
kolektif dan juga usulan-usulan
kegiatan yang sifat kemanfaatannya
bagi kepentingan individu warga
miskin, yang tergabung dalam
Kelompok Swadaya Masyarakat.
Kategori dari kegiatan kolektif adalah
sama dengan penjelasan pada
pemanfaatan dana BLM Tahap 1 di
atas. Sedangkan kategori usulan
kegiatan yang bersifat individual,
antara lain adalah; (1) Kegiatan
lingkungan permukiman, misalnya
perbaikan dan pembangunan prasa-
rana rumah tangga (renovasi rumah,
sarana pembuang limbah rumah
tangga, dll), (2) kegiatan sosial yang
berkaitan dengan peningkatan
sumber daya manusia (pelatihan
individu dengan minat khusus,
beasiswa, dll) serta (3) Kegiatan
ekonomi yang bersifat pinjaman
modal bergulir. Untuk efesiensi,
efektivitas, dan sesuai semangat
P2KP, pelaksanaan kegiatan yang
bersifat individual tersebut tetap
diorganisir dalam Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM).
Pencairan dana tahap 2 dilakukan
sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan
setelah penandatanganan SPPB
atau pencairan dana BLM tahap 1.
Hal ini dimaksudkan agar masya-
rakat dalam melaksanakan proses
pembangunan KSM-KSM atau
panitia-panitia tidak hanya sekedar
asal bentuk atau dengan proses
yang instan dan serba cepat serta
formalitas belaka, melainkan dapat
benar-benar dilakukan secara
organik, partisipatif, mengakar,
transparan, akuntabel dan
demokratis
21. 40 Pedoman Umum
• Pencairan dana tahap 3 sebesar
30 % ke rekening BKM hanya dapat
dilaksanakan apabila: 1) berdasar-
kan verifikasi KMW terhadap
indikator keberlanjutan (sustainabili-
ty) telah menunjukkan adanya
potensi kemandirian BKM dan
potensi keberlanjutan program,
kelembagaan, serta dana di desa/
kelurahan tersebut, 2) kinerja pe-
ngelolaan dana dan kegiatan tahap
sebelumnya cukup memuaskan, 3)
95% dana tahap sebelumnya telah
dimanfaatkan, 4) kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan dan yang diusul-
kan telah diverifikasi oleh Tim
Fasilitator KMW serta 5) proposal/
usulan kegiatan KSM untuk dana
tahap 3 telah disetujui Rapat BKM.
Pencairan dana BLM tahap 3 dapat
digunakan untuk membiayai usulan-
usulan kegiatan sebagaimana
ketentuan pemanfaatan dana BLM
tahap 2 di atas, yakni untuk kategori
kegiatan-kegiatan yang mencermin-
kan kebersamaan (kolektif) maupun
individual.
Apabila berdasarkan hasil evaluasi
kinerja KMW ternyata kinerja
potensi keberdayaan BKM dan
kinerja potensi keberlanjutan P2KP
di kelurahan/desa tersebut dinilai
tidak memuaskan, maka KMW
dapat mengusulkan penundaan
pencairan BLM tahap 3 dalam batas
waktu yang ditetapkan KMW. Dalam
kurun waktu yang ditetapkan
tersebut, BKM dan masyarakat
harus memperbaiki kinerja potensi
kemandirian dan potensi keber-
lanjutannya sesuai ketentuan P2KP.
Apabila setelah batas waktu yang
ditetapkan, BKM dan masyarakat
kelurahan/desa tidak dapat memper-
baiki kinerja potensi kemandirian dan
keberlanjutannya, maka KMW
dapat “mengajukan” pertemuan
dengan pemerintah Kota/Kab.
membahas “rekomendasi” pembata-
lan sisa alokasi dana BLM untuk
kelurahan/desa tersebut kepada
PMU/Pimpro P2KP.
PMU/Pimpro P2KP berwenang me-
mutuskan bentuk rekomendasi
berdasarkan usulan dari salah satu
pihak atau kedua belah pihak (KMW
dan Pemerintah Kota/Kabupaten)
untuk membatalkan atau menunda
pencairan sisa dana BLM untuk
kelurahan/desa dimaksud.
Pencairan dana tahap 3 dapat dila-
kukan setidaknya 6 (enam) bulan se-
telah pencairan dana BLM tahap 2,
dengan tujuan bahwa hanya BKM
dan masyarakat yang menunjukkan
kinerja pendayagunaan dana dan
kegiatan P2KP serta kinerja keman-
dirian dan potensi keberlanjutan,
berdasarkan hasil evaluasi KMW
dan pemkot/kab setempat pada
phase terminasi (sekurangnya 6
bulan sebelum berakhir masa
proyek), yang bisa mengakses dana
BLM tahap 3.
• Pembatalan Penyaluran Dana
BLM. Selain berkaitan dengan
persyaratan pencairan Dana BLM
pada setiap tahapnya, KMW beserta
Pemerintah Kota/Kabupaten juga
dimungkinkan mengajukan reko-
mendasi pembatalan penyaluran
dana BLM, sebagian atau
seluruhnya, kepada PMU/Pimpro
P2KP, apabila terdapat salah satu
atau lebih indikator sebagai berikut:
Tidakterdapatrelawan-relawandi
kelurahan/desa setelah 6 bulan
pelaksanaan P2KP di kelurahan/
desa tersebut.
BKM tidak terbentuk dan/atau
kinerjanya tidak efektif setelah
satu tahun pelaksanaan P2KP di
kelurahan/desa tersebut.
Ditemukan indikasi penyalah-
gunaan dana bantuan.
22. 41Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Tidak terdapat indikasi potensi
kemandirian BKM dan/atau
potensi keberlanjutan
(sustainability) program, dana
dan kelembagaan.
Terdapat indikasi bahwa visi,
misi, tujuan, prinsip dan nilai-nilai
yang dijunjung P2KP tidak
diterapkan secara konsisten.
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan
antara KMW dengan Pemerintah
Kota/Kabupaten mengenai rekomen-
dasi pembatalan penyaluran dana
BLM pada kelurahan/desa tertentu,
maka PMU/Pimpro P2KP berwewe-
nang untuk mengambil keputusan
mengenai hal tersebut, setelah
memperoleh pertimbangan dari
kedua belah pihak maupun dari
salah satu pihak.
• Pembekuan Kegiatan Pinjaman
Bergulir.
Apabila masyarakat di kelurahan/
desa sasaran memutuskan seba-
gian dana BLM dimanfaatkan untuk
kegiatan pinjaman bergulir, maka
BKM sebagai pengemban amanat
harus mendorong UPK agar mampu
mengelola pinjaman bergulir sesuai
dengan prinsip-prinsip standard
lembaga keuangan mikro.
Dalam hal pencapaian kinerja
kegiatan pinjaman bergulir yang
dikelola oleh UPK tidak memuaskan
(misalnya: tingkat pengembalian
pinjaman yang sangat rendah dan
menyebabkan akumulasi dana BLM
P2KP di masyarakat semakin ber-
kurang tajam, dll), KMW bersama
dengan Pemerintah Kota/Kabupaten
dapat mengambil keputusan
Pembekuan Kegiatan Pinjaman
Bergulir. Melalui ketentuan ini,
maka alokasi dana BLM yang belum
dicairkan untuk kelurahan/desa
tersebut, hanya dapat dicairkan
kembali apabila saldo dana BLM
untuk kegiatan pinjaman bergulir
yang ada di BKM ditambah dengan
saldo dana BLM yang belum
dicairkan, digunakan untuk usulan
kegiatan pembangunan prasarana/
sarana lingkungan.
Usulan kegiatan prasarana/sarana
tersebut harus sesuai dengan PJM
Pronangkis dan disepakati
masyarakat melalui serangkaian
rembug warga, serta telah diverifikasi
dan direkomendasi oleh KMW,
berdasarkan ketentuan P2KP.
3) Penggunaan Dana BLM
• Apa yang boleh dibiayai oleh BLM
Pada dasarnya dana BLM dapat
digunakan secara cukup luwes dengan
berpedoman kepada PJM Pronangkis,
pembelajaran aspek Tridaya dan
kesepakatan serta kearifan warga
sehingga hasilnya dapat benar-benar
memberikan manfaat berkurangnya
kemiskinan di kelurahan/desa tersebut.
Stimulan Keswadayaan
Masyarakat (Insentif Hibah) :
o Kegiatan santunan sosial untuk
fakir miskin, orang jompo, anak
yatim piatu dan lain-lainnya, yang
bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka yang
termiskin dari masyarakat miskin
(termasuk dimungkinkan peng-
gunaan untuk bea siswa, per-
baikan rumah kumuh, pelayanan
kesehatan dan lainnya).
Mengingat masyarakat termiskin
dari kelompok masyarakat miskin
adalah kelompok sasaran utama
P2KP, maka sebagian dana BLM
harus dialokasikan untuk
memberikan santunan dan
sekaligus membangkitkan ke-
pedulian dan kegiatan amal dari
lapisan masyarakat yang lebih
beruntung untuk terlibat dalam
gerakan amal ini. Besarnya
alokasi BLM sesuai kesepakatan
masyarakat setempat.
23. 42 Pedoman Umum
o Kegiatan pembangunan prasa-
rana/sarana lingkungan yang
manfaatnya langsung dinikmati
sebagian besar warga kelurahan/
desa bersangkutan, seperti
jembatan, jalan, perbaikan
sekolah, fasilitas kesehatan,
sanitasi dan lainnya yang telah
diidentifikasi melalui Pronangkis
berbasis pemetaan swadaya.
Usulan kegiatan pendidikan dan
kesehatan harus sesuai dengan
Rencana Induk (Master Plan)
Pendidikan dan Kesehatan di
kota/kabupaten bersangkutan,
bila Master Plan itu telah ada.
Kegiatan yang sifatnya mem-
bangun kapasitas dan daya
saing kelompok-kelompok
masyarakat (pelatihan, study
banding, dsb)
Pelayanan prasarana dan sarana yang didanai
sumber dana hibah BLM pada prinsipnya adalah
prasarana dan sarana lingkungan skala kecil. Akan
tetapi apabila masyarakat memutuskan untuk
membangun pelayanan prasarana dan sarana
bekerjasama dengan pihak lainnya yang mungkin
akan menimbulkan dampak yang cukup berarti
terhadap lingkungan, misalnya: pompa sumur
dalam, pompa irigasi dan lainnya, maka lampiran 2
tentang pedoman lingkungan harus diterapkan
secara konsisten.
Pinjaman Bergulir :
o Pinjaman untuk kegiatan
prasarana yang bersifat indivi-
dual, misalnya perbaikan rumah
maupun sarana rumah tangga
yang berkaitan dengan ling-
kungan permukiman dan ke-
giatan sosial yang bersifat indivi-
dual, misalnya beasiswa dan
pelatihan untuk warga tidak
miskin.
Apabila kegiatan lingkungan permukiman dan
kegiatan sosial tersebut diperuntukkan bagi warga
termiskin, maka termasuk kategori kegiatan kolektif,
yakni santunan sosial yang bersifat stimulan hibah.
o Pinjaman untuk Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM)
yang membutuhkan dana untuk
kegiatan yang terkait usaha
produktif dari anggota-
anggotanya.
o Batas maksimal pinjaman
pertama kali bagi setiap anggota
KSM adalah Rp 500 ribu.
Sedangkan batas maksimal
pinjaman untuk tahap berikutnya
adalah Rp 2 juta. Hal ini dimak-
sudkan sebagai proses pem-
belajaran masyarakat sekaligus
memperkuat orientasi sasaran
P2KP, yakni masyarakat miskin.
Oleh karena itu, pada tahap
berikutnya diharapkan KSM-
KSM dan anggota-anggotanya
yang telah meningkat kesejah-
teraannya dimaksud dapat
dilayani oleh koperasi atau UPE
yang difasilitasi BKM dan juga
dapat mengakses lembaga
keluangan formal di sekitarnya.
Dalam hal masyarakat telah menyepakati dan
menetapkan sebagian dana BLM dialokasikan untuk
kegiatan pinjaman bergulir, maka pengelolaannya
harus dilakukan secara profesional sesuai dengan
kaidah-kaidah pengelolaan pinjaman bergulir.
Pedoman yang khusus untuk hal ini harus dibuat
oleh KMP untuk menjamin bahwa dana digunakan
sesuai contoh terbaik, dan menerapkan prinsip-
prinsip sedemikian sehingga tidak terjadi distorsi
dengan pasar keuangan mikro. Lihat lebih lanjut
pada Pedoman Khusus Pengelolaan Pinjaman
Bergulir.
Secara singkat dapat diuraikan ketentuan sifat
penggunaan dana BLM seperti dijelaskan pada
tabel 3.2. sebagai berikut:
24. 43Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Tabel 3.2. Ketentuan Sifat Penggunaan Dana BLM
Sifat kemanfaatan
Kegiatan
Status Pemanfaatan
Dana BLM
Contoh Jenis Kegiatan
yang dibiayai P2KP
Kegiatan yang secara langsung
memberikan manfaat pada
sebagian besar warga
masyarakat, terutama warga
miskin
Kegiatan yang bersifat
penyantunan. Hal ini harus sesuai
menurut kesepakatan warga dan
tertuang dlm kebijakan BKM
Kegiatan yang secara langsung
memberikan manfaat hanya
kepada perorangan atau
sekelompok orang saja
• Pembangunan sarana & prasarana
perumahan dan permukiman, baik
kepentingan masyarakat umum, dan/
atau ke-pentingan warga miskin
(rumah kumuh, dll).
• Pelatihan UP-BKM-KSM untuk
pengembangan kapasitas/
penguatan organisasi.
• Penciptaan peluang usaha melalui
pelatihan dan praktek ketrampilan
usaha bagi warga-warga miskin dan
penganggur
• Penyantunan kepada warga yg
sangat miskin, spt; jompo, anak yatim
piatu, korban bencana, anak putus
sekolah krn alasan ekonomi, dsb
• Beasiswa bagi warga miskin
• Usaha produktif
• Pengembangan modal ekonomi
keluarga, yang bermanfaat langsung
bagi perbaikan penda-patan keluarga
miskin,
• Perbaikan rumah/ sarana individu
• Pelatihan individu, dll
Sebagai dana stimulan/ hibah
yang harus gunakan secara arif
dan cermat. Diharapkan dana
ini dapat menggugah
keswadayaan masyarakat
untuk mampu memberi
kontribusi agar kegiatan ini
menjadi lebih besar
manfaatnya.
Sebagai dana stimulan/ hibah
dan diharapkan dapat
menggugah partisipasi warga
lainnya untuk ikut dlm gerakan
amal bagi kaum miskin
Sebagai pinjaman kepada
KSM dan harus dikembali-kan
kepada UP
• Apa yang tidak boleh dibiayai oleh BLM
P2KP tidak menghendaki bahwa dana
BLM akan dimanfaatkan untuk hal-hal
yang tidak berkaitan langsung dengan
upaya penanggulangan kemiskinan,
menimbulkan dampak keresahan sosial
dan kerusakan lingkungan, berorientasi
pada kepentingan individu atau
kelompok tertentu dan bertentangan
dengan norma-norma, hukum serta
peraturan yang berlaku. Oleh karena itu,
secara umum ditetapkan beberapa
kegiatan yang tidak boleh dibiayai
dengan dana BLM, yaitu:
Kegiatan yang berkaitan dengan
politik praktis (kampanye,
demonstrasi, dll)
Kegiatan militer atau semi-militer
(pembelian senjata dan sejenisnya);
Deposito atau yang berkaitan dengan
usaha memupuk bunga bank;
Kegiatan yang memanfaatkan BLM
sebagai jaminan atau agunan atau
garansi, baik yang berhubungan
dengan lembaga keuangan dan per-
bankan atau pihak ketiga lainnya;
Pembebasan lahan;
Pembangunan rumah ibadah;
Pembangunan gedung kantor
pemerintah atau kantor BKM;
Kegiatan-kegiatan yang berdampak
negatif terhadap lingkungan,
penduduk asli dan kelestarian
budaya lokal; dan.
Kegiatan yang bertentangan dengan
hukum, nilai agama, tata susila dan
kemanusiaan serta tidak sejalan
dengan visi, misi, tujuan dan nilai-
nilai P2KP.
4) Siapa yang berhak menggunakan
Pada dasarnya semua warga miskin di
kelurahan/desa yang bersangkutan berhak
memanfaatkan dana BLM ini melalui
mekanisme pinjaman bergulir atau
stimulan/hibah.
25. 44 Pedoman Umum
Untuk lebih menjamin dana BLM dapat
menjangkau kelompok sasaran secara
tepat, maka kriteria miskin dan kelompok
sasaran sebaiknya disusun dan disepakati
bersama oleh warga melalui mekanisme
diskusi kelompok terarah dan pemetaan
swadaya. Sebagai langkah awal identifikasi
warga miskin, dapat digunakan data
BKKBN atau daftar penerima zakat fitrah
dari mesjid setempat atau daftar fakir dari
organisasi agama lain.
3.1.3. Komponen Penanggulangan
Kemiskinan Terpadu (PAKET)
1) Uraian
Komponen PAKET adalah salah satu
komponen proyek P2KP yang dimaksud-
kan sebagai suatu upaya proses pembela-
jaran untuk membangun dan melem-
bagakan “kemitraan” antara masyarakat
dengan pemerintah kota/kabupaten dan
kelompok peduli setempat (LSM,
perguruan tinggi, pihak swasta, perbankan
dan lain-lainnya) dalam rangka terwujudnya
sinergi upaya penanggulangan kemiskinan.
Melalui Komponen PAKET diharapkan juga
dapat terbangun dan melembaga proses
konsultatif antara ketiga pilar pembangunan
(pemerintah, masyarakat, swasta/
kelompok peduli) di tingkat kota/kabupaten
dalam penanggulangan kemiskinan. Hal ini
berarti bahwa PAKET hanya dapat berjalan
sesuai dengan tujuannya apabila di antara
masing-masing pelaku pembangunan di
atas memiliki ‘kepentingan dan kebutuhan
yang sama’ untuk saling koordinasi,
kooperasi dan kolaborasi satu terhadap
yang lain sehingga terjadi kemitraan.
PAKET hanya sekedar stimulan untuk
membantu dan mempercepat proses
kemitraan yang mulai ditumbuhkan oleh
mereka sendiri.
Bagi masyarakat, terutama BKM,
Komponen PAKET juga dimaksudkan
sebagai proses pembelajaran untuk
mengakses dan menggalang berbagai
sumber daya maupun sumber dana yang
dimiliki oleh pemerintah kota/kabupaten
atau kelompok peduli (channeling),
sehingga diharapkan dapat lebih
mengoptimalkan kemandirian dan
keberlanjutan upaya penanggulangan
kemiskinan. Agar BKM serta masyarakat
mampu bermitra dengan pemerintah kota/
kabupaten dan kelompok peduli setempat,
maka prasyarat utama adalah bahwa BKM-
BKM memiliki kredibilitas yang menjamin
kepercayaan dari berbagai pihak tersebut.
Hal ini berarti bahwa hanya BKM-BKM
yang telah menunjukkan kinerja sebagai
“BKM Berdaya” yang memiliki perluang
lebih besar untuk dapat berpartisipasi aktif
dalam proses channeling program-program
yang ada, khususnya melalui PAKET.
Program PAKET P2KP hanya merupakan ‘Stimulan’
sebagai pelengkap atas tumbuhnya keswadayaan,
kebutuhan dan kepentingan bersama di antara
masyarakat, pemerintah kota/kabupaten dan
kelompok peduli setempat untuk menjalin kemitraan
yang sinergis dalam mengefektifkan dan
mempercepat upaya-upaya penanggulangan
kemiskinan di wilayah mereka!
Komponen PAKET P2KP akan mengalo-
kasikan dana stimulan yang dapat diguna-
kan untuk keperluan membiayai kegiatan
yang direncanakan secara partisipatif serta
diusulkan oleh BKM Berdaya bekerjasama
dengan dinas pemerintah kota/kabupaten
atau sebaliknya.
Dana PAKET bersifat “stimulan” sebesar
setengah pendanaan dari kegiatan yang
diusulkan dan dikelola oleh panitia
kemitraan. Panitia kemitraan dibentuk dari
gabungan BKM Berdaya dengan Dinas
terkait setempat. Kesepakatan pembentu-
kan panitia kemitraan harus dituangkan
dalam bentuk berita acara yang ditanda-
tangani oleh masing-masing pimpinan dari
unsur pembentuknya.
Komponen PAKET tidak dilaksanakan di
seluruh kota/kabupaten sasaran P2KP,
namun hanya di sebagian kota/kabupaten
saja yang akan dipilih dengan cara
kompetisi sehat yang dilakukan melalui
mekanisme evaluasi partisipatif dengan
melibatkan pemerintah pusat, pemerintah
propinsi dan pemerintah kota/kabupaten.
26. 45Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Hasil evaluasi partisipatif tersebut selanjut-
nya disampaikan untuk ditetapkan oleh
PMU/Pimpro P2KP Pusat sebagai lokasi
pelaksanaan PAKET P2KP. Proses seleksi
lokasi pelaksanaan PAKET melalui
mekanisme evaluasi partisipatif didasarkan
pada kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Kinerja pemerintah kota/kabupaten
dalam mendukung pelaksanaan P2KP
di wilayah kerjanya, baik dalam
memfasilitasi siklus kegiatan di tingkat
masyarakat maupun memfasilitasi
Komunitas Belajar Perkotaan (KBP);
b. Kinerja pemerintah kota/kabupaten
dalam penguatan peran dan fungsi
Komite Penanggulangan Kemiskinan
(KPK) di wilayahnya;
c. Kinerja Komite Penanggulangan Kemis-
kinan Daerah setempat serta Kualitas
Dokumen Strategi Penanggulangan
Kemiskinan (SPK) setempat;
Pada tahun pertama pelaksanaan P2KP,
ketika kegiatan pengembangan masya-
rakat di tingkat kelurahan/desa sedang
berlangsung, maka pada saat yang
bersamaan pemerintah kota/kabupaten
melakukan serangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan penguatan peran dan
fungsi KPK-D agar mampu menyusun
dokumen SPK-D dan Pronangkis kota/
kab.secara partisipatif, demokratis, trans-
paran dan akuntabel, serta kegiatan mem-
bangun kepedulian berbagai pihak terkait
Komponen Program PAKET pada dasarnya harus
ditempatkan sebagai sarana pembelajaran
kemitaran antara masyarakat dengan pemerintah
daerah setempat. Dengan demikian, Indikator
pelaksanaan dan capaian PAKET dapat dilihat pada
tumbuhnya kebutuhan rasa kebersamaan dan
kemitraan antara masyarakat dan pemerintah
daerah, baik dalam tahapan perencanaan,
pelaksanaan maupun sumber dana terhadap
kegiatan pembangunan di wilayahnya
2) Ketentuan Umum
a) Alokasi Dana PAKET
Untuk kota-kota terpilih, akan
dialokasikan dana PAKET setiap tahun
selama tiga tahun berturutan yang
dibagi dalam tiga tahap (Tabel 3.3.)
Alokasi dana PAKET P2KP kepada
pemerintah kota/kabupaten terseleksi
akan dilakukan melalui mekanisme
penganggaran yang biasa dilakukan
pemerintah pusat kepada pemerintah
kota/kabupaten. Dalam hal ini, pemerin-
tah kota/kabupaten akan menunjuk
PJOK (Penanggung jawab Operasional
Kegiatan) di tingkat kota/ kabupaten
yang bertanggungjawab dalam mengad-
ministrasi alokasi dana PAKET itu.
terhadap persoalan kemiskinan melalui
Komunitas Belajar Perkotaan (KBP).
Berbagai pihak terkait yang telah terbangun
kepeduliannya selama terlibat intensif da-
lam KBP inilah yang menjadi embrio Pokja
PAKET pada saatnya, bila kota/kabupaten
tersebut terpilih sebagai lokasi PAKET.
Tabel 3.3. : Alokasi Dana PAKET per Kota/Kabupaten per tahun
Ketentuan Kota/Kab.Kecil Kota/Kab.Sedang
< 25 BKM
1 milyar
1,5 milyar
2 milyar
4,5 milyar
> 25 BKM
1,5 milyar
2 milyar
2,5 milyar
6 milyar
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Total
Alokasi PAKET per
Kota/Kab. (milyar Rp)
Plafon Usulan PAKET per sub
proyek/Panitia kemitraan
Minimal Rp 30 juta dan Maksimal Rp 200 juta. Kurang daripada
Rp 30 juta diharapkan dapat dipenuhi dengan swadaya
masyarakat atau stimulan dana BLM, sedangkan lebih dari Rp
200 juta dapat didukung oleh APBD setempat maupun channel-
ing program dengan pihak terkait lainnya
27. 46 Pedoman Umum
Jumlah alokasi dana PAKET untuk
masing-masing kota/kabupaten sasaran
diinformasikan secara terbuka,
sehingga dapat diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat secara transparan.
Jumlah dana PAKET yang telah
dialokasikan untuk masing-masing
kota/kabupaten sasaran tersebut
merupakan jumlah maksimum yang
dapat dimanfaatkan. Sedangkan jumlah
pencairan yang sesungguhnya akan
didasarkan pada kemampuan pengelo-
laan dan kesiapan masyarakat, peme-
rintah kota/kabupaten serta kelompok
peduli setempat dalam melaksanakan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP
serta ketentuan PAKET P2KP.
Apabila dalam waktu yang telah
ditentukan ternyata masyarakat,
pemerintah daerah dan kelompok peduli
di suatu kota/kabupaten sasaran dinilai
tidak dapat menunjukan kemampuan
dan kesungguhan melaksanakan
PAKET, maka alokasi dana yang ada -
sebagian atau seluruhnya- dapat
ditangguhkan atau dibatalkan.
Demikian pula halnya, apabila mereka
tidak mampu mencairkan seluruh
alokasi dana PAKET hingga masa
pelaksanaan PAKET berakhir, maka
sisa alokasi dana PAKET harus
dikembalikan ke kas negara.
b) Pembentukan Pokja PAKET
Masing-masing kota/kabupaten yang
terpilih sebagai lokasi pelaksanaan
PAKET harus membentuk Pokja
PAKET. Pokja PAKET di bawah
koordinasi KPK Daerah sekaligus
sebagai ’Pusat Pembelajaran (learning
center)’, yang menjadi sarana forum
diskusi, pembahasan serta pembelajar-
an mengenai perkara dan upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan di
wilayahnya masing-masing.
Pokja PAKET pada intinya bersifat ad-
hoc, yang anggota-anggotanya dipilih
dari relawan-relawan kemiskinan tingkat
kota yang terlibat intensif dalam KBP.
Proses pemilihan anggota Pokja
PAKET diawali dengan serangkaian
FGD refleksi kepemimpinan moral
melalui serangkaian pertemuan KBP
yang difasilitasi KPK-D tingkat kota/
kabupaten setempat secara demo-
kratis, partisipatif, transparan dan akun-
tabel, dengan melibatkan seluruh para
pihak terkait (stakeholders).
Prinsip kerja Pokja PAKET adalah
sebagai dewan sehingga tidak ada satu
pun anggota yang memiliki hak istimewa
(privilege). Jumlah anggota Pokja
PAKET adalah 11 orang atau lebih
dengan catatan jumlah total tetap ganjil.
Hal ini dimaksudkan untuk memudah-
kan proses pengambilan keputusan
dalam mekanisme kerja Pokja PAKET.
Anggota-anggota Pokja PAKET adalah
relawan-relawan kota yang terbukti telah
menunjukkan keikhlasan, kepedulian,
komitmen tinggi serta berperan aktif
dalam proses Komunitas Belajar
Perkotaan (KBP) di wilayah setempat.
Relawan-relawan tersebut dapat berasal
dari masyarakat (BKM-BKM dan
relawan-relawan lainnya), perangkat
pemerintah kota/kabupaten ataupun
kelompok peduli (LSM, lembaga
pendidikan, pihak swasta, asosiasi
profesi/usaha sejenis, dsb) yang peduli
terhadap masalah penanggulangan
kemiskinan.
Anggota Pokja PAKET merupakan representasi dari
relawan-relawan kemiskinan kota/kabupaten yang
paling dipercaya, ikhlas, jujur, peduli, adil dan
lainnya, yang mencerminkan sifat-sifat universal
kemanusiaan. Anggota Pokja PAKET bukan
merupakan representasi dari kewilayahan,
kelompok atau golongan tertentu.
Anggota-anggota Pokja PAKET bekerja
atas dasar sukarela, sehingga tidak
diperkenankan menerima imbalan
secara tetap dan rutin, namun biaya
operasional kegiatan Pokja PAKET
akan dipenuhi dari kontribusi pemerintah
kota/kabupaten dalam pelaksanaan
proyek P2KP. Pemerintah kota/
28. 47Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
kabupaten akan membantu KPK-D yang
bertugas memfasilitasi kegiatan dan
pekerjaan Pokja PAKET secara opera-
sional, dengan sumber pendanaan dari
APBD masing-masing kota/kabupaten.
Peran-peran yang akan dilaksanakan
oleh Pokja PAKET adalah:
• Sosialisasi dan diseminasi PAKET;
• Merumuskan dan menyepakati
kriteria seleksi proposal kegiatan
PAKET;
• Mengevaluasi dan menyeleksi
proposal; dan
• Menetapkan prioritas usulan-usulan
kegiatan panitia kemitraan yang
dinilai layak untuk menerima dana
PAKET;
• Monitoring pelaksanaan kegiatan
oleh panitia kemitraan serta
menetapkan kegiatan-kegiatan
terbaik (best practice) untuk dapat
dipertimbangkan memperoleh
penghargaan (rewards) maupun
menerapkan sanksi terhadap panitia
kemitraan yang melaksanakan
kegiatan PAKET tidak sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Buku Pedoman PAKET;
• Memfasilitasi serangkaian forum
diskusi antar pelaku (stakeholders)
di tingkat kota/kabupaten untuk
membahas perkara kemiskinan
serta upaya-upaya penanggulangan-
nya sebagai bahan masukan untuk
kebijakan dan strategi penang-
gulangan kemiskinan yang
dirumuskan oleh KPK setempat.
Pokja PAKET tidak boleh terlibat sebagai pengusul
atau pelaksana usulan/proposal kegiatan PAKET.
c) Penyaluran dan pencairan dana
PAKET
Bagi proposal yang telah terseleksi
oleh Pokja PAKET dan diverifikasi
KMW, maka dibuat Surat Perjanjian
Penyaluran Bantuan PAKET (SPPB
PAKET) yang ditandatangani antara
PJOK dengan wakil pengusul
kegiatan, yakni Panitia Kemitraan.
Panitia Kemitraan selanjutnya
membuka rekening yang ditanda-
tangani bersama.
Penyaluran dana PAKET dari
rekening khusus proyek ke rekening
panitia kemitraan akan dibuat
berdasarkan permintaan PJOK dan
dicairkan dalam dua tahap yang
sama (50% dan 50%).
Pencairan alokasi dana PAKET
untuk kota/kabupaten lokasi
sasaran pada tahun-tahun berikut-
nya mengikuti prosedur pencairan
dana PAKET tahun sebelumnya,
dengan ditambah keharusan audit
independen (BPKP dan auditor
lainnya) serta telah diverifikasi kinerja
pelaksanaan kegiatan tahun
sebelumnya oleh KMW.
KMW beserta pemerintah propinsi
dimungkinkan untuk mengajukan
pembatalan dana PAKET kepada
PMU/Pimpro P2KP pusat, apabila:
(1) Dalam waktu satu tahun
pelaksanaan PAKET P2KP di
kota/ kabupaten tersebut dinilai
gagal membentuk atau meng-
efektifkan Pokja PAKET; atau
(2) Adanya indikasi penyalahgunaan
dana PAKETtahun sebelum-nya;
(3) Tidak dilakukan audit oleh auditor
independen; atau
(4) Terdapat indikasi visi, misi,
tujuan, prinsip dan nilai P2KP
tidak dapat dilaksanakan secara
konsisten.
3) Penggunaan Dana PAKET
a. Kriteria Kegiatan yang boleh dibiayai
oleh PAKET
PAKET merupakan stimulan untuk
memperkuat upaya-upaya kemitraan
antara lembaga masyarakat warga
(BKM Berdaya) dan dinas pemerintah
kota/kabupaten. Oleh karena itu, pada
29. 48 Pedoman Umum
dasarnya dana PAKETdapat digunakan
secara cukup luwes dengan
berpedoman kepada keterpaduan
Program Masyarakat (PJM Pronangkis)
yang disusun BKM bersama
masyarakat dengan Rencana Program
dinas-dinas terkait, sehingga hasilnya
dapat benar-benar memberi manfaat
langsung upaya penanggulangan
kemiskinan di wilayah setempat.
Usulan kegiatan/subproyek dapat
berkaitan dengan pembangunan atau
rehabilitasi infrastruktur, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan anak,
perbaikan lingkungan, kegiatan sosial
dan lain-lainnya, yang merupakan
keterpaduan rencana masyarakat
dengan program dinas/instansi kota/
kabupaten.
Usulan kegiatan/sub proyek yang
berkaitan dengan sektor pendidikan dan
kesehatan yang diajukan untuk PAKET
P2KP, harus sesuai dan selaras dengan
rencana induk (master plan) pendidikan
dan kesehatan di kota/ kabupaten
bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan yang akan diusulkan
melalui mekanisme PAKET harus
memenuhi kriteria yang ditetapkan
sesuai tujuan PAKET P2KP, yakni:
Kontribusi keswadayaan kegiatan
dari pihak pengusul (BKM Berdaya
bersama dinas terkait) minimal 50%
(natura dan tunai) dari jumlah total
kebutuhan dana.
Melibatkan masyarakat miskin,
perempuan dan kelompok masyara-
kat rentan lainnya, baik dalam peng-
elolaan atau pemanfaatan kegiatan
Jangkauan wilayah atau penerima
manfaat kegiatan diutamakan me-
liputi lebih dari satu kelurahan/desa.
Dalam hal hanya meliputi wilayah
satu kelurahan/desa, maka kegiatan
diprioritaskan pada skala kegiatan
yang tidak dimungkinkan dibiayai
melalui sumber dana BLM
Menjamin kebersamaan dan
kesetaraan yang sinergi sejak tahap
gagasan, perencanaan, pengusulan,
pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi, pemeliharaan dan
pelestarian kegiatan, dll
Kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh
Pokja PAKET secara partisipatif,
demokratis, transparan dan
akuntabel.
Apabila masyarakat yang bekerjasama dengan
dinas pemerintah daerah setempat memutuskan
untuk memilih kegiatan yang mungkin menimbulkan
dampak lingkungan atau memerlukan pembebasan
lahan, maka harus melaksanakan ketentuan
sebagaimana tercantum pada Lampiran 2: Pedoman
Lingkungan dan Lampiran 3: Kerangka kebijakan
pembebasan lahan serta permukiman kembali/
penampungan.
Usulan-usulan kegiatan diseleksi Pokja
PAKET berdasarkan 4 (empat) kriteria
utama, sbb:
i. Kinerja BKM pengusul, sebagai
salah satu unsur utama panitia
kemitraan, lebih diprioritaskan bagi
yang kualifikasi ’berdaya.
ii. Tingkat kemitraan yang diukur dari
proses kebersamaan dan kerjasama
antara BKM dengan dinas
pemerintah kota/kabupaten dan/atau
kelompok peduli yang tercermin
dalam proses pengajuan usulan
tersebut (mulai tahap gagasan,
perencanaan, pelaksanaan dan
pelestarian serta pengembangan
kegiatan, dll)
iii. Tingkat kontribusi keswadayaan
pihak pengusul dalam usulan
kegiatan yang diajukan (diharapkan
minimal 50% dari jumlah dana yang
diusulkan). Artinya sumber dana
PAKET hanya dialokasikan sebesar
50% dari total kebutuhan biaya yang
diusulkan Panitia Kemitraan.
iv. Kemanfaatan dari usulan kegiatan
tersebut berkaitan langsung dengan
penanggulangan kemiskinan
30. 49Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
b. Kriteria Kegiatan yang tidak boleh
dibiayai oleh PAKET
Beberapa kegiatan yang tidak boleh
dibiayai dengan dana PAKET, yaitu:
Pengadaan senjata api dan
sejenisnya;
Pembiayaan kegiatan yang ber-
kaitan dengan politik (kampanye dll);
Pembelian atau usaha narkoba;
Depositoatauyangberkaitandengan
upaya memupuk bunga bank;
Kegiatan yang memanfaatkan dana
PAKET sebagai jaminan atau
agunan atau garansi, baik yang
berhubungan dengan lembaga
keuangan dan perbankan maupun
pihak ketiga lainnya;
Pembebasan lahan dan/atau
Pemukiman kembali secara paksa;
Pembangunan rumah ibadah;
Pembangunan gedung kantor
pemerintah atau gaji pegawai ;
Produk-produk yang merugikan
lingkungan;
Usaha perjudian dan usaha yang
bertentangan dengan susila serta
moral dan nilai-nilai agama;
Kegiatan-kegiatan yang berdampak
negatif terhadap lingkungan,
penduduk asli dan kelestarian
budaya lokal;
Kegiatan yang bertentangan dengan
hukum dan kemanusiaan serta tidak
sejalan dengan visi, misi, tujuan dan
sasaran P2KP;
Kegiatan bukan merupakan kegiatan
pokok dari dinas pengusul;
Kegiatan perkreditan atau dana
bergulir oleh pengusul; dan
Kegiatan yang jangka waktu
pelaksanaannya diperkirakan lebih
dari satu tahun.
4) Siapa yang berhak mengusulkan dan
memanfaatkan dana PAKET
1) Penyusunan Usulan Kegiatan
Proposal kegiatan yang diusulkan
terdiri dari satu jenis kegiatan
spesifik.
BKM mengajukan usulan kegiatan
berdasarkan PJM Pronangkis
berkolaborasi dengan dinas terkait ,
dan dapat juga sebaliknya.
BKM diperkenankan berkolaborasi
dengan beberapa dinas terkait yang
berbeda untuk mengusulkan
beberapa proposal sub proyek yang
berbeda dan sebaliknya.
Kolaborasi antara BKM dengan
dinas/instansi terkait harus
berlandaskan kemitraan dan
kesetaraan yang tercermin pada
seluruh proses kegiatan, sesuai
dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
universal yang melandasi P2KP
BKM-BKM yang diprioritaskan dapat mengajukan
usulan kegiatan untuk mengakses dana bantuan
PAKET P2KP adalah BKM-BKM yang memenuhi
kualifikasi “Berdaya” !
2) Pihak Penilai dan Pemutus
Persetujuan Usulan Kegiatan PAKET
KMW memverifikasi tingkat kemi-
traan dan kesesuaian dengan prinsip
serta nilai P2KP dari proposal-
proposal yang diajukan oleh pihak
pengusul (panitia kemitraan). Hasil
verifikasi KMW disampaikan kepada
Pokja PAKET untuk ditindaklanjuti.
Seleksi prioritas/rangking usulan
kegiatan ditetapkan melalui Rapat
Anggota Pokja PAKET dan hasilnya
diverifikasi KPK Kota/Kabupaten
didasarkan kesesuaian usulan
dengan Dokumen SPK setempat.
Keputusan final pendanaan proposal
kegiatan ditetapkan Rapat Anggota
Pokja PAKET berdasarkan verifikasi
KMW & KPK-nya.
3) Pelaksanaan Usulan Kegiatan PAKET
BKM-BKM dan dinas pemerintah kota/
kabupaten yang usulan kegiatannya
dipilih oleh Pokja PAKET harus
membuka rekening bersama dan
menyepakati perjanjian bahwa dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut akan
didasarkan pada prinsip kemitraan
31. 50 Pedoman Umum
dalam kesetaraan antara kedua belah
pihak berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip di P2KP, sebagai aktivitas yang
dikelola secara partisipatif dan mandiri.
3.2. DUKUNGAN PELAKSANAAN
PROYEK
Untuk melaksanakan proyek P2KP tersebut
dan mencapai tujuan yang diharapkan, PMU/
Pimpro akan mengontrak seperangkat
konsultan dan fasilitator untuk mengelola
pelaksanaan proyek, terutama dikarenakan
P2KP membutuhkan kehadiran dan
pendampingan lapangan yang aktif dan
intensif di tingkat masyarakat kelurahan/desa
hingga tingkat kota/kabupaten. Pemerintah
kota/kabupaten juga turut berperan aktif
sebagai mitra PMU/Pimpro dalam
pelaksanaan P2KP.
Pada dasarnya dukungan pelaksanaan proyek
mencakup pembiayaan seluruh manajemen
proyek yang dapat memampukan PMU/
Pimpro untuk mempunyai (i) Kualitas kinerja
proyek yang lebih baik; (ii) Dukungan teknis
di lapangan bagi masyarakat dan pemerintah
kota/kabupaten; serta (iii) Evaluasi dan
monitoring dampak proyek yang lebih baik.
Dengan demikian, dukungan pelaksanaan pro-
yek mencakup hal-hal berkenaan dengan:
i. Bantuan Teknis bagi Pendampingan dan
Monitoring, yang akan meliputi:
1. Pengadaan konsultan di tingkat pusat,
propinsi dan/atau satuan wilayah kerja
untuk beberapa kota/kabupaten serta
tim fasilitator pada tingkat masyarakat,
termasuk pengembangan kapasitas
bagi mereka dan masyarakat dalam
subyek yang bervariasi.
2. Pelatihan dan Sosialisasi tingkat
nasional, lokal serta tingkat
masyarakat, termasuk didalamnya
pembuatan web-site, pusat
pembelajaran (learning center) di KPK
kota/kabupaten maupun BKM,
komunikasi media (audio dan audio
visual), publikasi, lokakarya, diskusi
kelompok terarah (FGD), on the job
training, coaching, dll.
3. Pengembangan kapasitas bagi
pemerintah kota/kabupaten dalam
mendorong pengokohan peran dan
fungsi KPK kota/kabupaten untuk
merumuskan Dokumen Strategi
Penanggulangan Kemiskinan di
wilayahnya, menumbuhkembangkan
Komunitas Belajar Perkotaan maupun
dalam rangka membangun kemitraan
sinergi para pelaku dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
ii. Bantuan Teknis untuk Evaluasi
Pengadaan konsultan evaluasi untuk
melakukan baseline survey (survey dasar),
survey tindak lanjut, studi evaluasi dan
studi khusus sesuai kebutuhan.
Untuk menjamin kelancaran dan keberhasilan
proyek, pelaksanaan proyek di lapangan akan
dipercayakan kepada tim konsultan yang akan
bekerja di bawah manajemen PMU/Pimpro.
Konsultan-konsultan tersebut adalah
Konsultan Advisory sebagai bagian integral
dari struktur PMU/Pimpro, Konsultan
Manajemen Pusat (KMP), Konsultan
Manajemen Wilayah (KMW), dan Konsultan
Evaluasi (KE).
Pada tingkat kecamatan terdapat Tim
Fasilitator P2KP, yang sekurangnya akan
terdiri dari 4 fasilitator, yakni satu koordinator
fasilitator dan 3 fasilitator. Tim fasilitator
tersebut bertanggung jawab dalam pelak-
sanaan kegiatan P2KP dan pendampingan
masyarakat di sekitar 10 kelurahan/desa
sasaran serta akan melakukan pendampingan
dan pembinaan intensif kepada masyarakat.
Jumlah tim fasilitator tersebut mungkin akan
bertambah besar disesuaikan dengan
besarnya jumlah kelurahan/desa yang
didampingi dan faktor keterpencilan wilayah
sasaran, berdasarkan kesepakatan antara
PMU/Pimpro dengan pemerintah daerah
setempat, atas masukan dari KMW.
Pada tingkat satuan wilayah kerja (SWK),
terdapat satu orang tenaga ahli kemiskinan
perkotaan yang secara khusus akan
mendampingi pemerintah kota/kabupaten
dalam memfasilitasi penguatan peran dan
fungsi KPK-Kota/Kabupaten agar mampu
32. 51Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan
Kemiskinan (SPK) di wilayahnya dan juga
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan PAKET
bagi kota/kabupaten yang terpilih menjadi
lokasi PAKET P2KP.
Pemerintah kota/kabupaten juga akan menjadi
mitra PMU dalam hal pengadaan fasilitator-
fasilitator di wilayah masing-masing kota/
kabupaten dengan kriteria memiliki komitment
dan kepedulian kepada masyarakat miskin,
berpengalaman dalam bidang pemberdayaan
masyarakat sejenis, terutama pelaksanaan
P2KP, serta diutamakan mampu memahami
budaya dan bahasa setempat.