UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
Transparansi dan Akuntabilitas P2KP
1. 107Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Bab
VI
Bab
VI Transparansi dan Akuntabilitas
Sumber dana P2KP berasal dari pinjaman luar negeri
yang harus dikembalikan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, dana P2KP merupakan “Dana Publik”
yang “di-wakaf-kan” oleh Pemerintah Indonesia ke
masyarakat di lokasi sasaran P2KP.
“Dana Publik” pada hakekatnya mengandung makna
bahwa rakyat Indonesia berhak memperoleh informasi
keberadaan dan pemanfaatan dana P2KP yang dikelola
oleh masyarakat di lokasi sasaran P2KP. Pada sisi lain,
hal ini juga menuntut para pengelola dana P2KP untuk
senantiasa memberi informasi secara terbuka tentang
pemanfaatan dana yang dikelolanya, termasuk terbuka
untuk diperiksa oleh pihak-pihak terkait.
Sedangkan sifat “Dana Wakaf” bermakna pada
tanggungjawab pengelola dana P2KP untuk tidak
menggunakan dana P2KP secara sembarangan,
melainkan harus selalu dimanfaatkan sepenuhnya bagi
kepentingan perbaikan kesejahteraan masyarakat
miskin yang ada di wilayahnya.
6.1. TATA CARA PENYELENGGARAAN
TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS
6.1.1. Transparansi
Transparansi dalam pelaksanaan P2KP pada
dasarnyadapatditerapkandenganmemberikan
akseskepadasemuapihakyangberrkepenting-
an ataupun membutuhkan untuk mengetahui
informasi-informasi mengenai P2KP, kebijakan
serta pengambilan keputusan, perkembangan
kegiatandankeuangan,sertainformasi-informasi
lainnya dari para pelaku P2KP, baik di tingkat
proyek, daerah dan masyarakat .
Dalam hal ini, semua informasi yang berkaitan
dengan kegiatan dan keuangan dana bantuan
P2KP harus dipublikasikan dan disebar-
luaskan kepada masyarakat luas serta pihak-
pihak lainnya secara terbuka melalui papan-
papan informasi, bulletin, dan berbagai media
yang dimungkinkan. Pada tataran masyarakat
dan panitia kemitraan, maka notulensi
pertemuan, kebijakan, kondisi dan laporan
keuangan bulanan, nama serta jumlah
pinjaman, jenis kegiatan yang diusulkan,
penunggak pinjaman, dan lain-lain juga harus
disebarluaskan ke masyarakat serta harus
ditempelkan di papan-papan pengumuman di
seluruh pelosok kelurahan, khususnya di
tempat-tempat strategis.
Di sisi lain, P2KP juga berupaya mendorong
masyarakat luas untuk menuntut hak atas
segala informasi yang berkaitan dengan
pengelolaan kegiatan serta dana bantuan
P2KP oleh pelaku-pelaku P2KP. Sebaliknya,
pelaku-pelaku P2KP dan masyarakat
penerima manfaat didorong pula untuk
memberi kesempatan seluas-luasnya bagi
masyarakat serta pihak terkait yang ingin me-
ngetahui informasi dana serta kegiatan P2KP.
Penerapan transparansi secara konsisten oleh
seluruh pelaku P2KP tersebut pada dasarnya
dimaksudkan, antara lain; (1) mencegah sedini
mungkin terjadinya penyimpangan-penyim-
pangan melalui tumbuhnya kesadaran
masyarakat untuk melakukan kontrol sosial,
(2) menghindarkan miss komunikasi ataupun
salah persepsi, (3) mendorong proses
masyarakat belajar dan “melembagakan”
sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat
terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang
2. 108 Pedoman Umum
dilaksanakannya, (4) membangun keper-
cayaan semua pihak (trust building) terhadap
pelaksanaan P2KP secara keseluruhan, serta
(5) agar pelaksanaan P2KP sesuai dengan
ketentuan, prinsip dan nilai P2KP.
Pelaksanaan transparansi oleh seluruh pihak
yang berkepentingan tersebut dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, misalnya
Pedoman-Pedoman P2KP, Surat Keputusan
PMU/Proyek, Keppres, AD/ART, dsb.
Transparansi dalam P2KP ini harus dilakukan
di semua tataran, antara lain sebagai berikut:
a) Di tataran penyelenggara proyek
Untuk menjaga agar transparansi
pengelolaan proyek ini dapat selalu dijaga,
maka di tataran penyelenggara harus
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
• Secara periodik PMU/Pimpro wajib
mendiseminasikan P2KP secara luas,
melalui berbagai media masa, seperti
antara lain; radio, televisi dan koran,
mengenai apa saja yang disediakan
proyek ke masyarakat dan pemda serta
sejauh mana pencapaian proyek;
• PMU/Pimpro wajib mengembangkan
dan mengelola situs jaringan internet
(Web-site) yang dapat diakses dengan
mudah oleh semua pihak yang berke-
pentingan pada P2KP dan masyarakat
untuk mendapatkan gambaran terkini
dari perkembangan P2KP; dan
• PMU/Pimpro juga wajib menyeleng-
garakan audit proyek baik dari segi
finansial dan manajemen yang hasilnya
dilaporkan ke semua pihak terkait.
b) Di tataran daerah
Untuk menjaga transparansi pengelolaan
proyek di daerah, terutama penggunaan
Dana PAKET, maka pemerintah daerah,
khususnya penanggung jawab Dana
PAKET, harus melakukan hal-hal sbb :
• Secara periodik wajib mendisemi-
nasikan proyek P2KP ini secara luas
melalui berbagai media masa seperti
antara lain; radio, televisi daerah dan
koran mengenai apa saja yang
ditawarkan oleh proyek ke masyarakat
dan sejauh mana pencapaian proyek
serta penggunaan Dana PAKET;
• Kepada penanggung jawab Dana
PAKET harus dilakukan audit menje-
lang akhir tahun anggaran oleh indepen-
den auditor, baik dari segi finansial
maupun manajemen, yang hasilnya
dilaporkan ke semua pihak terkait; dan
• Menjamin pelaksanaan pemeriksaan
pengelolaan keuangan proyek - baik
untuk BLM maupun PAKET – yang
dilakukan oleh BPKP maupun auditor
independen kepada pelaku-pelaku
P2KP di wilayahnya masing-masing.
c) Di tataran masyarakat
Untuk menjaga transparansi pengelolaan
kegiatan dan penggunaan dana BLM oleh
BKM maupun dana PAKET oleh Panitia
Kemitraan, sehingga dapat diketahui oleh
semua warga, BKM diwajibkan untuk
menyebarluaskan keputusan-keputusan
yang telah ditetapkan, PJM dan Renta
Pronangkis, perkembangan organisasi dan
kegiatan BKM/UP-UP, laporan posisi
keuangan, KSM beserta anggota yang
memperoleh pinjaman, Panitia Kemitraan
beserta anggotanya, serta informasi-
informasi lain, dengan cara:
• Penempelan melalui papan-papan
informasi di tempat-tempat yang
strategis, minimal di 5 lokasi, dengan
ukuran dan bentuk yang mudah dilihat
dan dibaca oleh semua warga. Jenis
papan informasi yang diperlukan adalah
papan informasi kegiatan (proyek),
papan informasi BKM dan papan
informasi KSM, papan informasi Panitia
Kemitraan dan kegiatan PAKET, papan-
papan informasi kegiatan pembangun-
an, kegiatan sosial, dengan muatan/isi
sesuai perkembangan terbaru dll;
• Pertemuan-pertemuan rutin dengan
KSM, panitia dan masyarakat;
• Pertemuan-pertemuan rutin dengan
perangkat kelurahan, lembaga formal
yang ada dan kelompok peduli
setempat,demikianpulapertemuanrutin
3. 109Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
masyarakat dengan dinas dan
kelompok peduli dalam kaitan dengan
pelaksanaan PAKET.
• Penyebarluasan melalui surat kepada
KSM-KSM dan masyarakat
• Pembuatan dan penyebarluasan media
warga, leaflet atau buletin, dll
• Melakukan audit tahunan BKM dan
hasilnya disebar luaskan ke masyarakat
melalui rapat tahunan pertanggung
jawaban BKM (lihat akuntabilitas)
• BKM, UP-UP serta pelaku P2KP di
tingkat kelurahan harus bersifat terbuka
memberikan informasi dan data-data
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan oleh KMW, perangkat
pemerintah, unsur masyarakat dan atau
pemantau independen yang dapat
dilakukan setiap saat serta audit
independen yang dilakukan sekurang-
kurangnya satu kali dalam setahun.
6.1.2. Akuntabilitas
Selain wajib menerapkan prinsip transparansi
dalam proses pengambilan keputusan dan
pengelolaankegiatansertakeuangan,jugawajib
dilaksanakan berdasarkan prinsip akuntabilitas.
Penerapan prinsip akuntabilitas harus ditaati
secara konsisten oleh semua pelaku P2KP,
tanpa terkecuali.
Akuntabilitasinipadadasarnyadapatditerapkan
denganmemberikanakseskepadasemuapihak
yang berkepentingan untuk melakukan audit,
bertanya dan atau menggugat
pertanggunganjawaban para pengambil
keputusan, baik ditingkat proyek, daerah dan
masyarakat . Oleh sebab itu semua unit
pengambilan keputusan dalam semua tataran
proyek harus melaksanakan proses
pengambilan keputusan masing-masing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, misalnya
PedomanP2KP,SuratEdaranDirjenAnggaran,
Keppres,AD/ART, dsb
Untuk tataran masyarakat antara lain dapat
dilakukan sebagai berikut :
a) Konsultasi Publik
Dalam hal BKM mengambil keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat
banyak (misalnya; Peta Kemiskinan,
Pronangkis, Pencairan dana BLM dan
PAKET, KSM penerima manfaat dll), maka
keputusan yang ditetapkan oleh BKM
harus dikonsultasikan ke masyarakat
melalui penyebarluasan dan penempelan
keputusan tersebut di tempat-tempat
strategis.
Maksimal dua minggu setelah pelaksanaan
konsultasi publik, BKM mengadakan rapat
evaluasi keputusan untuk ditetapkan
sebagai keputusan yang mengikat atau
disempurnakan terlebih dahulu sebelum
ditetapkan, berdasarkan masukan
masyarakat yang telah diterima.
b) Rapat Koordinasi Triwulan BKM
dengan KSM dan Masyarakat
Anggota-anggota BKM wajib mengadakan
pertemuan koordinasi triwulanan atau
sesuai ketentuan AD/ART dengan
mengundang seluruh gugus tugas (UP-UP),
KSM, dan perwakilan masyarakat untuk
menyampaikan perkembangan kegiatan,
membahas permasalahan serta
merencanakan kegiatan triwulan
berikutnya.
c) Rapat Bulanan Anggota BKM
Anggota BKM berkewajiban
menyelenggarakan pertemuaan rutin
anggota-angota BKM sekurang-kurangnya
satu bulan sekali. Rapat bertujuan selain
membahas berbagai masalah dan
perkembangan yang ada, juga membahas
rencana BKM untuk bulan berikutnya.
Hasil rapat bulanan tersebut disampaikan
BKM kepada KSM, masyarakat dan
pemerintah kelurahan.
d) Rapat Tahunan BKM
BKM wajib menyelenggarakan Rapat
Tahunan BKM yang dilaksanakan minimal
satu tahun sekali. Rapat tahunan BKM
tersebut disamping sebagai pertanggung
jawaban kegiatan dan keuangan kepada
masyarakat (termasuk penyampaian hasil
audit) juga dapat sekaligus untuk mela-
kukan penyegaran anggota BKM, apabila
4. 110 Pedoman Umum
dibutuhkan dan sesuai dengan AD/ART.
Masyarakat, melalui utusan-utusan yang
dipilih langsung dari setiap RT/RW, dapat
menerima atau menolak pertanggungjawa-
ban BKM dan menetapkan untuk mem-
perpanjang atau mengganti anggota BKM.
e) Rembug Para-Pihak Tingkat Kelurahan
BKM, pemerintah kelurahan dan kelompok
peduli terkait perlu menyelenggarakan
rembug para-pihak di tingkat kelurahan
yang dilaksanakan untuk mengambil
keputusan mengenai program perbaikan
pelayanan public (good governance) serta
matching program dalam kaitan dengan
pelaksanaan PAKET, dll yang menyangkut
kepentingan seluruh para-pihak.
f) Komunitas Belajar Kelurahan
BKM, melalui UPS, mengkoordinir
relawan-relawan setempat, yang terdiri dari
orang-orang peduli dan ikhlas, perangkat
pemerintah kelurahan dan kelompok peduli
setempat, dalam forum kajian reflektif yang
disebut dengan Komunitas Belajar
Kelurahan (KBK). Fungsi utama KBK
adalah turut membantu masyarakat
setempat dalam rangka menjaga dan
melembagakan penerapan nilai-nilai serta
prinsip-prinsip universal, sehingga kontrol
sosial masyarakat tetap terbangun dan
BKM serta UP-UP tetap berorientasi pada
perbaikan kesejahteraan masyarakat
miskin maupun pembangunan kelurahan di
wilayahnya. Pada akhirnya, keberadaan
KBK juga sebagai embrio dan pondasi
untuk mendorong keberlanjutan P2KP oleh
masyarakat secara mandiri..
g) Audit dan Pemeriksaan
Dalam rangka pelaksanaan akuntabilitas
ini, maka BKM wajib melakukan audit
tahunan termasuk semua unit-unitnya (UP-
UP). Audit ini harus dilakukan oleh auditor
indipenden dan hasilnya disebarluaskan
kesemua pihak terkait sesuai ketentuan.
Disamping itu, BKM dengan semua unitnya
harus terbuka terhadap berbagai
pemeriksaan, baik dari manajemen
proyek, pemerintah maupun masyarakat.
Demikian pula halnya terkait dengan
pelaksanaan PAKET, maka para-pihak
terkait sesuai ketentuan wajib melakukan
audit pelaksanaan kegiatan dan
penggunaan dana PAKET yang
diterimanya, dengan beban pendanaan
berasal dari swadaya yang bersangkutan.
Audit ini harus dilakukan oleh auditor
indipenden dan hasilnya disebarluaskan
kesemua pihak terkait sesuai ketentuan.
Disamping itu, Para pihak terkait di lokasi
PAKET dengan semua panitia kemitraan
harus terbuka terhadap berbagai
pemeriksaan, baik dari manajemen
proyek, pemerintah maupun masyarakat.
6.2. MANAJEMEN KEUANGAN DAN
AUDIT
6.2.1. Umum
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwa
pada dasarnya P2KP dalam penyediaan dana
BLM maupun PAKET menganut sikap menu
bebas (open menu), dimana masyarakat dapat
bebas mengajukan usulan kegiatan apapun
selama terkait langsung dengan upaya
penanggulangan kemiskinan, disepakati
semua pihak, serta harus merupakan
penjabaran dari PJM & Renta Pronangkis.
Meskipun demikian, pengambilan keputusan
masyarakat serta para pihak tingkat kelurahan
tentang pilihan kegiatan yang akan dila-
kukannya untuk menanggulangi kemiskinan
harus senantiasa disertai kesadaran akan
konsekuensi dari keputusan tersebut, yakni
melakukan kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi dan proses persiapan yang harus
dilakukan.
Apapun bentuk kegiatan, secara administrasi
harus tetap menganut prinsip transparansi dan
akuntabilitas yang tata cara pelaksanaannya
dijelaskan di atas.
6.2.2. Pengelolaan Pinjaman Bergulir
Apabila masyarakat memutuskan bahwa
sebagian dana BLM digunakan untuk pinjaman
bergulir, maka pengelolaanya harus dilakukan
5. 111Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
dengan memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan
pinjaman bergulir yang berorientasi pada
masyarakat miskin. Pengelolaan pinjaman
bergulir secara operasional ditangani oleh Unit
Pengelola, sebagai gugus tugas dari BKM.
BKM diperkenankan memperkuat kapasitas
pelayanan kepada orang miskin dengan
mengembangkan Unit Pengelola Ekonomi
(UPE), Perusahaan Terbatas dan lain-lain,
termasuk memfasilitasi pembentukan koperasi
oleh KSM-KSM atau sekumpulan anggota
KSM yang telah meningkat kesejahteraannya.
(Ketentuan mengenai pengelolaan pinjaman
bergulir dan pembentukan koperasi atau UPE
dan PT akan ditetapkan lebih lanjut oleh PMU/
Pimpro P2KP)).
6.2.3. Penatabukuan
Dalam rangka mempersiapkan tertib adminis-
trasi BKM, khususnya dalam masalah
administrasi keuangan, maka KMW memberi-
kan pelatihan tentang penatabukuan kepada
BKM dan Unit-Unit Pengelola. Pelatihan seje-
nis diberikan kepada Panitia-Panitia Kemitraan
PAKET sebelum mereka melaksanakan
kegiatan yang telah disetujui Pokja PAKET.
Pada saat pelaksanaan P2KP, maka KMW
melalui Tim Fasilitator dan Relawan masya-
rakat akan membantu pihak BKM dalam
memproses penatabukuan BKM, sehingga
sesudah akhir tahun buku pihak BKM sudah
siap dalam menerima audit yang akan
dilakukan oleh akuntan independen. KMW
melalui koordinator kota dan stafnya juga akan
membantu Panitia-Panitia Kemitraan PAKET
serta Para Pihak terkait dalam memproses
penatabukuan sehingga siap diaudit.
Tiap kelompok (KSM) wajib menatabukukan
kegiatannya maupun keuangannya dengan
cara yang cukup sederhana yang akan di
siapkan oleh KMW. Penatabukuan ini akan
dijadikan bahan pelaporan kepada anggota
BKM pada pertemuan bulanan, sekaligus
menjadi alat pantau secara dini terhadap
kedisiplinan pengembalian pinjaman anggota.
Disamping itu, laporan tersebut juga dapat
dipakai sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban kepada UP/BKM yang
telah memberikan pinjaman kepada KSM.
BKM dan relawan-relawan dapat membantu
proses penatabukuan ini dalam kapasitas
sebagai pendamping. Dengan kata lain, BKM
dan relawan-relawan akan membantu KSM
yang didampinginya dengan tujuan agar
pengurus KSM tersebut pada masa berikutnya
mampu mengerjakannya secara mandiri.
6.2.4. Audit
Selain pantauan partisipatif yang dilakukan
sendiri oleh para pelaku di semua tingkatan,
akan dilakukan pula audit oleh pihak-pihak yang
tidak terlibat secara langsung dalam proses
pendampingan. Ada tiga jenis audit dalam
pelaksanaan P2KP.
a) Audit oleh Instansi Pemerintah untuk
Seluruh Pelaku
Sebagaimana semua proyek/program
pemerintah lainnya, maka P2KP juga akan
diaudit oleh BPKP (Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan). Artinya
bahwa pemerintah (proyek P2KP)
mempercayakan pelaksanaan audit kepada
BPKP. Audit dilakukan sekali setiap tahun
terhadap KSM, BKM/UP, Panitia Kemitraan
PAKET, PJOK, para konsultan pelaksana,
serta kantor-kantor bank pemerintah yang
ditunjuk sebagai penyalur dana. Lembaga-
lembaga pemeriksa akan mengkoordi-
nasikan kegiatan ini untuk menghindari
duplikasi antar mereka.
Bagi instansi pemerintah pelaksana P2KP,
Panitia Kemitraan PAKET, konsultan
pelaksana, dan bank, titik berat pemerik-
saan adalah pada ada atau tidaknya
penyimpangan, sedangkan bagi KSM dan
BKM/UP, lebih pada pendidikan dan pem-
belajaran kepada masyarakat tentang
penatabukuan yang sehat.
Audit BPKP terhadap BKM selama masa
proyek P2KP lebih dititikberatkan pada
aspek substantif. Sedangkan audit BPKP
terhadap UP-UP (UPL, UPS dan UPK)
difokuskan pada audit kegiatan,
administrasi pembukuan, dan keuangan,
yang dikelola oleh masing-masing UP.
6. 112 Pedoman Umum
Laporan pemeriksaan BPKP harus selesai
pada setiap akhir bulan Maret bagi
pengeluaran yang terjadi pada tahun fiskal
sebelumnya. BKM/UP, KSM, Panitia
Kemitraan PAKET, para konsultan
pelaksana, dan bank yang ditunjuk harus
mendokumentasikan catatan-catatan
kegiatannya selama tiga tahun dan
menyerahkannya kepada auditor
independen bila diminta.
b) Audit Independen untuk Pelaksana
Kegiatan P2KP
Masyarakat perlu menyadari pentingnya
penilaian pihak luar untuk membuktikan
telah dijalankannya prinsip transparansi
dan akuntabilitas. Untuk itu, setiap tahun
semua lembaga yang langsung terkait
sebagai pelaksana lapangan P2KP,
khususnya Pokja PAKET, BKM, dan Para-
pihak terkait harus mengauditkan diri
kepada auditor independen. Biaya audit
wajib dialokasikan oleh BKM dan Pokja
PAKET sendiri sebagai bagian biaya
operasional pelaksanaan (BOP).
Audit oleh auditor independent terhadap
BKM selama masa proyek P2KP lebih
dititikberatkan pada aspek penyerapan dan
penyaluran dana BLM tahap 1 hingga tahap
3. Sedangkan audit terhadap UP-UP (UPL,
UPS dan UPK) difokuskan pada audit
administrasi pembukuan dan keuangan,
yang dikelola oleh masing-masing UP.
Ketentuan pokok mengenai audit
independen adalah sebagai berikut:
1) Pokja PAKET dan BKM melalui
kesepakatan anggotanya menyewa
auditor independen untuk melakukan
audit di lembaga masing-masing dan
pihak mitra kerja masing-masing, baik
untuk aspek keuangan maupun untuk
aspek manajemen.
2) Auditor independen harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
• Akuntan Publik yang terdaftar di
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), atau
Koperasi JasaAudit, atau perguruan
tinggi yang memiliki jurusan/program
studi akuntansi (dengan syarat
tambahan: tim audit harus dipimpin
seorang sarjana akuntansi dan hasil
audit ditandatangani ketua tim audit).
• bukan warga kelurahan di mana
BKM yang akan diaudit berada; dan
bukan anggota Panitia Kemitraan
PAKET;
• bersedia mengikuti briefing atau
pengarahan dari KMW tentang
model kelembagaan “bkm”, Panitia
Kemitraan, sistem pembukuan
P2KP, dan cakupan audit (biaya
pengarahan ditanggung oleh
auditor);
• lulus pengujian yang dilakukan oleh
KMW (pengujian hanya dilakukan
atas: kesediaan mengikuti
pengarahan dan melakukan audit
sesuai isi pengarahan, calon auditor
benar-benar bukan warga kelurahan
di mana BKM yang akan diaudit
berada, dan berijasah minimal S-1
akuntansi).
3) Audit independen harus dilakukan
setiap tahun selambat-lambatnya satu
bulan setelah tutup tahun buku.
4) Hasil audit diumumkan oleh BKM,
Pokja PAKET dan para pihak terkait
kepada masyarakat baik dengan cara
ditempelkan di papan pengumuman,
penyebarlausan salinan hasil audit
kepada masyarakat, disebarluaskan
melalui media massa (untuk Panitia
Kemitraan PAKET) dan dimasukkan ke
dalam laporan tahunan dan laporan
pertanggungjawaban BKM serta laporan
pertanggungjawaban Pokja PAKET.
6.2.5.Monitoring Independen oleh Tim Khusus
Pemerintah atau perwakilan Bank Dunia dapat
membentuk tim khusus di luar yang telah ada
untuk melakukan monitoring independen atas
pelaksanaan P2KP, terutama untuk
memeriksa apakah proses pelembagaan di
masyarakat dan proses pendampingan yang
dilakukan instansi pemerintah pelaksana
P2KP dan para konsultan pelaksana telah
dilakukan sebagaimana mestinya. Tim khusus
ini dapat dibentuk sewaktu-waktu tanpa
7. 113Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
pemberitahuan terlebih dahulu baik
keberadaan maupun jadwal pemeriksaannya
kepada para pelaku.
6.2.6. Kelompok Pemantau Independen P2KP
Disamping audit resmi tersebut, harus
dibangun mekanisme pengendalian sosial
(social control). Untuk itu, masyarakat
kelurahan yang peduli pada P2KP dan
memiliki komitmen terhadap penanggulangan
kemiskinan dapat membentuk Kelompok
pemantau independen P2KP atau sejenisnya.
Inisiatif masyarakat untuk mengawasi
pelaksanaan P2KP harus diakomodasi oleh
BKM dan Pokja PAKET dengan memberikan
kemudahan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan mereka. Meskipun demikian,
Kelompok pemantau independen tetap tidak
memiliki kewenangan untuk menetapkan
sanksi ataupun kebijakan terhadap BKM dan
Pokja PAKET. Kelompok pemantau indepen-
den dapat menyampaikan temuannya kepada
rembug-rembug warga kelurahan atau instansi
yang berwenang menangani, atau ke unit
pengaduan masyarakat (UPM) yang ada.
Untuk menyiapkan BKM (termasuk UP-UP-
nya) dan Pokja PAKET (termasuk Panitia
Kemitraan di wilayahnya) mengikuti berbagai
macam audit tersebut, terutama audit
manajemen dan audit pendanaan, KMW perlu
terlebih dahulu mengadakan verifikasi
manajemen dan pembukuan kepada semua
BKM, Pokja PAKET dan Panitia Kemitraan di
wilayah kerja masing-masing. Verifikasi
dilakukan oleh tenaga ahli KMW untuk
mengecek kesiapan BKM dan Pokja PAKET
dalam menerima audit independen.
6.3. MEKANISME PENERAPAN SANKSI
6.3.1. Sanksi
Sanksi adalah pemberlakuan hukuman
terhadap pelanggaran ketentuan dan/atau
aturan yang telah ditetapkan dalam Pedoman
P2KP maupun aturan yang ditetapkan
masyarakat, sebagaimana tercantum pada
AD/ART BKM dan aturan Pokja PAKET.
6.3.2. Penetapan dan Penerapan Sanksi
Penerapan sanksi merupakan konsekuensi
logis dari penegakan prinsip akuntabiltas yang
bertujuan untuk menghukum yang salah dan
menyebarkan kebajikan dengan menumbuh-
kan rasa tanggungjawab dari berbagai pihak
terkait dalam melaksanakan P2KP. Sehingga
warga masyarakat miskin yang seharusnya
merasakan manfaat program tidak dirugikan
dan program dapat berjalan dengan baik serta
berkelanjutan.
a) Penetapan dan penerapan sanksi oleh
Pemerintah
Pemerintah dapat menetapkan dan
menerapkan sanksi dalam bentuk :
• Sanksi hukum yang dapat dikenakan
pada perangkat pemerintah, konsultan,
pengurus BKM/UP dan masyarakat,
sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku, terhadap upaya dan/atau
penyalahgunaan dana, tindak korupsi,
penyalahgunaan wewenang untuk ke-
pentingan pribadi maupun kelompok;
• Sanksi pembatalan/pencabutan dana,
yaitu suatu bentuk sanksi dengan
dibatalkan/tidak dialokasikannya dana
P2KP (BLM atau PAKET) pada tahap
awal atau tahap berikutnya. Ketentuan
mengenai pembatalan dana dimaksud
dapat dibaca pada ketentuan umum
penggunaan dana BLM dan ketentuan
umum penggunaan dana PAKET di
Buku Pedoman ini.
b) Penerapan sanksi oleh masyarakat
Sanksi yang diterapkan masyarakat dapat
bersifat formal, artinya merupakan
keputusan/hasil rembug warga atau bersifat
non formal dalam bentuk sanksi yang
dilakukan oleh warga orang per orang;
seperti cemoohan atau yang bersangkutan
tidak dihargai lagi, dan sebagainya.
Mekanisme penetapan dan penerapan
sanksi yang lazim dilakukan melalui :
• Rembug Warga Kelurahan
Rembug warga merupakan mekanisme
yang lazim digunakan dalam menetap-
kan sanksi dan penerapannya. Dalam
8. 114 Pedoman Umum
hal masyarakat melihat terjadi
penyimpangan prinsip serta nilai P2KP
oleh anggota BKM dan/atau terdapat
keputusan BKM yang ditolak oleh
sebagian besar warga, dan/atau BKM
dianggap tidak lagi mencerminkan
kriteria sebagai pimpinan kolektif
organisasi masyarakat warga, maka
masyarakat kelurahan berhak untuk
membubarkan sebagian atau seluruh
anggota BKM serta memilih pengganti-
nya melalui mekanisme Rembug Warga
Kelurahan. Mekanisme rembug warga
kelurahan diawali dengan rembug warga
tingkat RT/RW, rembug warga tingkat
dusun dan akhirnya rembug warga
tingkat kelurahan.
Melalui rembug warga ini dapat ditetap-
kan sanksi sosial dan atau sanksi
hukum, yaitu dengan menyerahkan
oknum yang melakukan penyimpangan
ke pihak yang berwajib.
• Musyawarah kelompok
Selain mekanisme rembug warga, yang
relatif melibatkan banyak orang, sering
kali juga dilakukan musyawarah
kelompok untuk membahas persoalan
di tingkat kelompok. Sanksi yang dite-
tapkan dan diterapkan pada umumnya
adalah bersifat sanksi sosial misalnya
pengucilan dari kelompok, dsb.
6.4. PENANGANAN PENGADUAN DAN
PENYELESAIAN KONFLIK
Pengaduan pada dasarnya merupakan
aspirasi, keluhan ataupun ketidakpuasan ter-
hadap implementasi P2KP. Pengaduan dapat
disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis,
baik ke pelaku P2KP, media massa dll.
Terlepas dari siapapun dan darimanapun yang
menyampaikan pengaduan, maka harus
dipahami bahwa pada hakekatnya timbulnya
pengaduan disebabkan oleh:
• pemahaman substansi informasi yang
kurang utuh,
• proses kegiatan di lapangan yang kurang
sempurna,
• pendekatan yang keliru,
• tumbuhnya kepedulian dan kontrol sosial
dari warga masyarakat;
• mulai tumbuh berkembangnya prinsip dan
nilai P2KP
Oleh karena itu, pandangan tidak adanya
pengaduan menunjukkan indikator keber-
hasilan pendampingan di lapangan adalah
sangat keliru. Sama kelirunya dengan
pandangan bahwa banyaknya pengaduan
merupakan indikator ketidakberhasilan.
Indikator keberhasilan P2KP sebenarnya
dapat dilihat dari menurunnya jumlah peng-
aduan secara bertahap melalui proses
penyempurnaan pelaksanaan P2KP di
lapangan dan penanganan pengaduan yang
memberi kontribusi bagi kelancaran P2KP.
Pengaduan adalah bagaikan mutiara yang
sangat berharga bagi keberhasilan pencapaian
proyek P2KP.
6.4.1. Prinsip Penanganan Pengaduan
Sistem penanggulangan pengaduan yang
diterapkan di P2KP pada dasarnya harus
menganut beberapa kaidah sebagai berikut :
a) Kemudahan. Masyarakat harus menda-
patkan kemudahan untuk menyampaikan
pengaduannya baik dari aspek fisik,
pendanaan maupun administrasi;
b) Cepat, Tepat dan Tanggap. Pengaduan
yang masuk harus ditangani dengan cepat
dan tepat. Instansi yang berwenang
menangani pengaduan harus tanggap
terhadap setiap pengaduan yang masuk,
termasuk melalui surat kabar;
c) Terbuka. Proses penerimaan dan pena-
nganan pengaduan harus terbuka untuk
pihak umum yang ingin mengetahuinya;
d) Satu Pintu. Penanganan pengaduan yang
dikoordinir di Unit Pengaduan Masyarakat
P2KP pada berbagai tataran; serta
e) Rahasia dan Aman. Penanganan penga-
duan harus dapat memberikan jaminan
kerahasiaan dan rasa aman bagi pelapor.
9. 115Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6.4.2. Manajemen Pengaduan
a) Pembentukan Unit pengaduan Masyarakat
KMP wajib membangun dan memfasilitasi
jaringan unit pengaduan masyarakat (UPM)
di semua wilayah kerja; pusat, daerah dan
masyarakat/komunitas, yang masing-
masing bekerja secara independen dalam
suatu jejaring pengaduan masyarakat.
Untuk itu, KMP wajib bekerjasama dengan
dengan semua pihak peduli (stakeholders),
baik pemerintah maupun non pemerintah,
untuk membangun simpul-simpul jaringan
pengaduan masyarakat di tiap wilayah kerja
P2KP (pusat, daerah dan masyarakat).
Simpul-simpul jaringan tersebut diharapkan
akan membentuk unit-unit pengaduan
masyarakat dan akan tetap berfungsi
setelah masa proyek P2KP selesai,
sebagai bagian dari partisipasi masyarakat
dalam mengawal pembangunan.
Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) yang
telah ada dapat difungsikan sebagai UPM
P2KP, apabila UPM dimaksud telah
memenuhi kriteria dan persyaratan yang
ditetapkan melalui pedoman P2KP maupun
ketentuan PMU/Pimpro, berdasarkan hasil
penilaian dari KMW dan rekomendasi KMP.
b) Penyampaian dan Penerimaan Pengaduan
serta Keluhan
Pengaduan dan keluhan dapat berasal
dari perorangan atau kelompok masyara-
kat. Untuk memudahkan penyampaian
pengaduan, maka pengaduan dapat di-
sampaikan ke unit pengaduan masyara-
kat (UPM) terdekat. Penyampaian dapat
dilakukan dengan berbagai cara: surat/
kotak pos, fax, telepon bebas pulsa,
email dan sebagainya. Meski pada tiap
tingkatan pelaku dikembangkan unit pe-
ngaduan, tetapi yang paling strategis
adalah di tingkat masyarakat atau BKM,
hal ini untuk menjamin kesinambungan
program setelah proyek selesai.
Pencatatan pengaduan dan keluhan pada
tiap UPM (Unit Pengaduan Masyarakat)
harus dilakukan pada saat penerimaan. Hal
ini dilakukan untuk memudahkan pelaporan
dan penanganan penyelesaian pengaduan.
Untuk memudahkan penanganan perlu
dikembangkan klasifikasi masalah yang
bersifat standar dan terkait dengan SIM.
Sebagai contoh jenis pengaduan dapat
dikelompokkan dalam katagori: penyalah-
gunaan dana, intervensi politik, proses
usulan, proses pelaksanaan kegiatan, dll.
c) Penyelesaian Pengaduan
Pada dasarnya adanya pengaduan dari
masyarakat menandakan ketidakpuasan
dan sengketa antara masyarakat dengan
pelaku proyek, baik itu sengketa horisontal
maupun vertikal. Artinya penyelesaian
pengaduan juga mengacu pada proses
penyelesaian sengketa.
Sebetulnya yang paling baik adalah penye-
lesaian sengketa dengan cara musyawarah
dan mufakat. Namun kenyataannya upaya
penyelesaian sengketa dengan cara ini
tidak selalu terjadi dengan mudah,
sehingga diperlukan campur tangan pihak
ketiga. Untuk itu, cara lain yang juga dapat
dipakai untuk penyelesaian pengaduan
adalah melalui arbitrase dan hukum, dll.
Pada dasarnya penanganan pengaduan
dilakukan melalui proses investigasi,
konfirmasi, rekomendasi dan informasi.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh
UPM harus dikonfirmasikan kepada pihak
terkait yang tepat. Selanjutnya dari hasil
konfirmasi, UPM membuat rekomendasi
ke pihak yang berwenang menangani
masalahnya. Untuk P2KP, BKM adalah
lembaga yang paling banyak
mendapatkan rekomendasi untuk
menyelesaikan masalahnya.
Gambaran mekanisme penanganan
pengaduan dapat dilihat pada Bagan 6.1.
d) Penyelesaian Secara Hukum
Proses penyelesaian secara hukum untuk
pengaduan tentang ketidakpuasan maupun
sengketa antara masyarakat dengan pe-
laku proyek, baik sengketa horisontal atau
vertikal, dapat dilakukan dalam hal:
• Sengketa tidak dapat didamaikan
melalui mekanisme penanganan
pengaduan yang disiapkan di P2KP
10. 116 Pedoman Umum
• Terdapat indikasi kuat bahwa persoalan
atau peristiwa tersebut berkaitan dengan
pelanggaran hukum (pidana maupun
perdata)
6.4.3. Penanganan Konflik
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
menyelesaikan konflik antara dua pihak atau
lebih, dapat diuraikan singkat sebagai berikut:
a) Identifikasi jenis konflik, apakah konflik
laten, konflik terbuka ataukah konflik
permukaan, yang membutuhkan pende-
katan berbeda dalam penanganannya.
Konflik laten merupakan konflik tersem-
bunyi yang perlu diidentifikasi sejak awal;
b) Identifikasi akar persoalan dari konflik yang
terjadi; dan
c) Formulasikan rencana tindak penanganan
konflik, yang dapat dikategorikan sbb:
• Cegah terjadinya konflik sejak dini agar
terhindar dari munculnya konflik yang
lebih luas dan keras;
• Selesaikan konflik melalui pengakhiran
kekerasan dan pertengkaran;
• Kelola konflik melalui pengurangan atau
penghindaran kekerasan maupun
tindakan yang menjurus kekerasan,
dengan cara mengembangkan tindakan
serta perilaku positif yang melibatkan
semua pihak atau pelaku; serta
• Transformasikan konflik melalui inves-
tigasi mendalam secara partisipatif
untuk menyelesaikan akar konflik,
dengan cara mentransformasi kekuatan
negatif menjadi kekuatan-kekuatan
positif.
11. 117Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Bagan 6.1. Mekanisme Penanganan Pengaduan
Dapat
Diselesai-
kan ?
Forum BKM/
Pokja PAKET
Koordinator
Kota. Kab.
/ KMW
KMW
KMP
PMU
P.O.Box 2222 JKPMT
Atau e-mail ke :
P2KP001@indosat.net.id
Website: www.p2kp.org
Kotak Pos UPM-
Forum BKM /
Pokja PAKET
Tim InterDept.
Nasional
PO Box UPM-
KMW
Tim Koordinasi
Propinsi/KPK
Propinsi
Dapat
Diselesai
-kan ?
Ya
TdkJalur hukum
Tk. Pusat
Dapat
Diselesai-
kan ?
Ya
Tdk
Dapat
Diselesai-
kan ?
Masyarakat
Kepala
Kelurahan/Desa
Ya
B K M
Jalur hukum Tdk
Tk. Propinsi
Tk. Kota
Tim Koordinasi
Kota/Kabupaten
& KPK kota/kab
Dapat
Diselesai-
kan ?
TdkJalur hukum
Camat / PJOK
Ya
Jalur hukum Tdk
Tim
Fasilitator
Tk. Kecamatan
Fasilitator
/Kader
Dapat
Diselesai-
kan ?
Ya
Tdk
Ya