MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Ptk aditya
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif
(PDO) untuk sub kompetensi dasar menggunakan jenis-jenis hand tools di
SMK Negeri 1 Sumedang kelas 10 Teknik Kendaraan Ringan Otomotif
(TKRO) menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didiknya tidak aktif,
tidak bergairah dan cenderung tidak kreatif. Hal ini ditunjukkan oleh sikap
yang kurang antusias ketika pembelajaran berlangsung, rendahnya respon
dari peserta didik terhadap pertanyaan dan penjelasan guru serta kurangnya
konsentrasi pada proses pembelajaran PDO.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan peserta didik, kurang
aktifnya peserta didik dalam pembelajaran mata pelajaran PDO disebabkan
oleh kurang menariknya media pembelajaran yang disajikan guru dalam
menjelaskan menggunakan jenis-jenis hand tools sebagai media belajar, serta
peserta didik belum mampu menerapkan menggunakan jenis-jenis hand tools
dalam praktik penanggulangan kebakaran di bengkel.
Permasalahan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :
guru, peserta didik, metode pembelajaran, sarana dan prasarana penunjang
pendidikan. Faktor dari guru diantaranya penguasaan konsep, penggunaan
media pembelajaran, manajemen waktu, terlalu otoritas dalam mengajar,
monoton dan menjemukan. Adapun dari peserta didik antara lain kurang
minat belajar, motivasi rendah, malu untuk bertanya dan masih banyak faktor
lain yang mempengaruhi yaitu sarana prasarana seperti kurangnya buku-buku
penunjang di perpustakaan, dan kurangnya alat-alat praktik yang berkaitan
dengan Jenis-Jenis Hand Tools di bengkel kompetensi keahlian TKRO.
Disamping itu juga waktu peserta didik lebih banyak didominasi efek negatif
penggunaan handphone (android), peserta didik lebih asyik membuka media
sosial (facebook, whatssApp, Instagram, line, twiter, telegram dan yang
lainnya), bermain game di android serta menonton video di youtube dan
2. 2
masih banyak efek negatif lainnya berkaltan dengan penggunaan hp atau
android tersebut, dibandingkan dengan membuka handphone untuk
kepentingan belajar baik di sekolah maupun di rumah.
Untuk meningkatkan aktivitas peserta didik belajar pada mata
pelajaran PDO perlu dilakukan penelitian tindakan kelas, yaitu dengan
menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dengan menggunakan
media pembelajaran berbasis android yang melibatkan peserta didik secara
aktif dan kreatif. Pembelajaran berbasis Discovery Learning yang di
kombinasikan dengan media pembelajaran berbasis android ini merupakan
tindakan pemecahan yang dilakukan dalam penelitian ini, karena dapat
meningkatkan kemajuan belajar, sikap peserta didik yang lebih positif
terhadap mata pelajaran PDO, menambah motivasi dan percaya diri peserta
didik serta menambah rasa senang dalam belajar. Di samping itu,
pembelajaran berbasis Discovery Learning yang menggunakan media
pembelajaran berbasis android diharapkan dapat mengembangkan
keterampilan abstrak dan motorik peserta didik, dan penggunaaan langkah-
langkah metode ilmiah diharapkan dapat meningkatkan aktivitas, kreativitas
dan kerjasama dalam kelompok.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti ingin melakukan
penelitian dengan judul “Penggunaan Android Dalam Metode Pembelajaran
Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mapel PDO Peserta
Didik TKRO SMK Negeri 1 Sumedang Pada Kompetensi Dasar
Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka
rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Apakah
penggunaan android dalam metode pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan kemajuan hasil belajar peserta didik TKRO SMK Negeri 1
Sumedang pada Kompetensi Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools?”
3. 3
C. Tujuan
Tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui apakah melalui
penerapan model pembelajaran Discovery Learning dengan Media Berbasis
Android dapat meningkatkan kemajuan hasil belajar peserta didik TKRO
SMK Negeri 1 Sumedang pada Kompetensi Dasar Mengklasifikasi Jenis-
Jenis Hand Tools.
D. Manfaat
1. Bagi Peserta didik
Untuk menumbuhkan kreatifitas, aktif dalam pembelajaran, memiliki rasa
tanggung jawab dan mau bekerja sama, mampu memahami Kompetensi
Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools serta memperoleh nilai
ulangan harian sekurang kurangnya 78.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan guru
dalam mengembangkan metode pembelajaran yang lebih berpusat kepada
peserta didik dan sebagai alternatif pembelajaran yang lebih menarik dan
bermakna serta memberi kesempatan luas peserta didik untuk
meningkatkan kemampuan berpikirnya.
3. Bagi Sekolah
Memberi sumbangan kepada sekolah atau lembaga pendidikan dalam
upaya perbaikan proses pembelajaran secara menyeluruh sehingga prestasi
peserta didik akan lebih meningkat.
4. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan yang sangat berharga pada
perkembangan ilmu pendidikan, terutama pada penerapan model-model
pembelajaran untuk meningkatkan hasil proses pembelajaran dan hasil
belajar di kelas.
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Model Pembelajaran
Definisi dari model pembelajaran yaitu seluruh rangkaian
penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan
sesudah pembelajaran yang dilakukan gru serta segala fasilitas yang
terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
belajar mengajar.
Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola
yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta
didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting
pengajaran atau setting lainnya
Fungsi Model Pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi pengajar
dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran
menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut
Istilah model Pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai
empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut antara lain:
a. Rasional teoritik yang logis, disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya;
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil;
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai (Kadir dan Nur, 2009:0).
5. 5
2. Model Pembelajaran Discovery Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran
Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran. Hal
ini berangkat dari pernyataan yang ada pada lampiran III Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 58
tahun 2014 tentang Kurkulum 2013 Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah Bab IV tentang desain pembelajaran
poin /a/ pada Rancangan Pembelajaran disebutkan bahwa pada
implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan menggunakan
model-model pembelajaran inquiry based learning, discovery
learning, project based learning dan problem based learning. Pada
setiap model tersebut dapat dikembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (2014: 554).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran
yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran,
tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Sedangkan menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani
Sumantri, dkk (1999: 42) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.
Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi,
metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur.
6. 6
Selanjutnya pengertian model pembelajaran didapat juga dari Models
of Teaching oleh Wilson yang menyebutkan bahwa:
Models of teaching deal with the ways in which learning environments
and instructional experiences can be constructed, sequenced, or
delivered. They may provide theoretical or instructional frameworks,
patterns, or examples for any number of educational components –
curricula, teaching techniques, instructional groupings, classroom
management plans, content development, sequencing, delivery, the
development of support materials, presentation methods, etc.
Teaching models may even be discipline or student-population
specific.
Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem
pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan
memberikan peran yang berbeda kepada peserta didik, pada ruang
fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf
banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi
ajar peserta didik, di samping itu banyak kegiatan pengamatan
gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek kognitif
(produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar
kegiatan peserta didik (Trianto, 2010: 55).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan
berfungsi sebagi pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru
dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar. Model
pembelajaran juga merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan
guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran
yang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan.
Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena
melalui pemilihan model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru
pada kualitas pembelajaran efektif.
7. 7
b. Discovery Learning
Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur
mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi
obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga
metode penemuan (discovery) merupakan komponen dari praktik
pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara
belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari
sendiri, dan reflektif (Suryosubroto 2009:178). Menurut Hanafiah
metode penemuan (discovery) merupakan suatu rangkaian kegiatan
pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan peserta didik
secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, dan logis sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya
perubahan tingkah laku (2009: 77).
Richard dan asistennya mencoba self-learning pada peserta
didik (belajar sendiri), sehingga situasi belajar mengajar berpindah
dari situasi teacher dominate learning menjadi situasi student
dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah
suatu cara mengajar yang melibatkan peserta didik dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar,
membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar
sendiri (dalam Suryosubroto 2009:179).
Model discovery learning bertolak dari pandangan bahwa
peserta didik sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai
kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai
kemampuan yang dimilikinya. Proses perkembangan harus dipandang
sebagai stimulus yang dapat menantang peserta didik untuk
melakukan kegiatan belajar.
Model discovery-inquiry atau discovery learning menurut
Suryo-subroto (2002) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-
8. 8
lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery adalah proses
mental yang membuat peserta didik mengasimilasi sesuatu konsep
atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Discovery terjadi apabila
individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan
melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the
mind (Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip
yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada
perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery
learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya
dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang
dihadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa
oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa,
sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam
masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem
solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan
masalah.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa discovery learning merupakan pembelajaran yang
menitikberatkan pada proses pemecahan masalah, sehingga peserta
didik harus melakukan eksplorasi berbagai informasi agar dapat
9. 9
menentukan konsep mentalnya sendiri dengan mengikuti petunjuk
guru berupa pertanyaan yang mengarah pada pencapaian tujuan
pembelajaran.
Discovery Learning merupakan pembelajaran berdasarkan
penemuan (inquiry-based), konstruktivis dan teori bagaimana
belajar. Model pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik
memiliki skenario pembelajaran untuk memecahkan masalah yang
nyata dan mendorong mereka untuk memecahkan masalah mereka
sendiri. Dalam memecahkan masalah mereka; para peserta didik
menggunakan pengalaman mereka terdahulu dalam memecahkan
masalah. Kegiatan mereka lakukan dengan berinteraksi untuk
menggali, mempertanyakan selama bereksperimen dengan teknik trial
and error.
Children love being in charge of their own learning it gives them the
sense of self worth. It makes the learning more desirable and
attainable. Teachers give a problem to their students and set their
students free to solve it on their own, discovering as they go. Often
these classroom can look unorganized or chaotic but, a discovery
learning classroom in fact is organized. It is set up in away for
learning to happen with projects, real-life problems and the learner
figuring out.
Pernyataan yang terdapat dalam kutipan di atas menyebutkan
bahwa para peserta didik memiliki gairah dalam belajar. Guru
memberikan masalah kepada para peserta didik dan memfasilitasi
peserta didik untuk memecahkannya sendiri. Memang bisa terjadi
suasana kelas agak gaduh karena seperti tidak terkendali, namun
sebenarnya mereka dalam kegiatan yang terorganisasi. Pembelajaran
diarahkan sedemikian rupa supaya peserta didik menyelesaikan suatu
proyek tentang masalah nyata untuk dipecahkan oleh para peserta
didik sendiri.
Model pembelajaran discovery learning menurut Alma dkk
(2010:59) yang juga disebut sebagai pendekatan inkuiri bertitik tolak
pada suatu keyakinan dalam rangka perkembangan murid secara
independen. Model ini membutuhkan partisipasi aktif dalam
10. 10
penyelidikan secara ilmiah. Hal ini sejalan juga dengan pendapat yang
menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas
seperti yang terdapat pada kutipan : Discovery Learning can be
defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required
to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986: 103
dalam Depdikbud 2014).
Menurut Alma, dkk (2010:61) Model Discovery
Learning ini memiliki pola strategi dasar yang dapat diklasifikasikan
ke dalam empat strategi belajar, yaitu: (1) penentuan problem,
(2) perumusan hipotesa, (3) pengumpulan dan pengolahan data, dan
(4) merumuskan kesimpulan. Menurut Kemendikbud (dalam materi
pelatihan guru implementasi kurikulum 2013:32), langkah-langkah
model discovery learning ada tiga tahap yang terdiri atas persiapan,
pelaksanaan dan evaluasi.
1) Langkah Persiapan Model Discovery Learning
a) Menentukan tujuan pembelajaran.
b) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan
awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik
secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta
didik.
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
2) Prosedur Aplikasi Model Discovery Learning
a) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
11. 11
Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai
kegiatan poses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan kegiatan belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan.
b) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:
244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang
diajukan. Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun
peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu
masalah.
c) Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244).
12. 12
Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan
yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta
didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah
dimiliki.
Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara
aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan
permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
d) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:
22).
Data processing disebut juga dengan pengkodean atau
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
13. 13
hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti
atau tidak.
f) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta
didik harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan
kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai
prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving.
Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini. Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem
solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery
learning masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam
masalah yang direkayasa oleh guru.
14. 14
3. Prestasi belajar
Sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan
belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar,
peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, pengertian prestasi adalah hasil yang telah
dicapai(dari yang telah diakukan, dikerjakan, dan sebagainya) (1991:
787). Sedangkan menurut Saiful Bahri Djamarah (1994: 20-21) dalam
bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, bahwa prestasi adalah
apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam
buku yang sama Nasrun harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah
penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan peserta didik
berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada
peserta didik.
B. Tinjauan Umum
Adapun tinjauan umum sebagai dasar penelitian ini diantaranya
beberapa penelitian yang relevan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning dan media berbasis androis, antara lain :
Sudrajat, A. (2008) berpendapat bahwa model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru sebagai satu kesatuan yang utuh.
Selanjutnya menurut Johnson dalam Rahmi (2014) mengungkapkan
bahwa untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua
aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu pada pembelajaran
yang mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful
learning) serta mendorong peserta didik untuk aktif belajar dan berpikir
kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai
tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan peserta didik sesuai standar
kemampuan dan kompetensi yang ditentukan, dalam hal ini tercermin dalam
hasil belajar peserta didik.
15. 15
Sudjana (2015) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Menurut Penelitian Rosdiana, 2017 : Proses pembelajaran discovery
dimaksudkan untuk mendorong pada pembelajaran peserta didik aktif dalam
menemukan konsep. Di dalam Discovery Learning peserta didik dilatih untuk
belajar sendiri secara mandiri. Penggunaan model Discovery Learning ingin
mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif.
Menurut Siti Muyaruah dan Mega Fajartia (2017) dalam penelitiannya
bahwa Media pembelajaran berbasis android ini memiliki beberapa kelebihan
yaitu media ini memiliki tampilan desain yang menarik, baik dari segi warna,
tulisan, gambar dan animasi. Media ini mudah dioperasikan, dipahami dan
mudah dimengerti oleh peserta didik, tombol-tombol yang ada dalam media
ini dapat berfungsi dengan baik sesuai petunjuk penggunaan media. Materi
dan soal latihan sesuai dengan SK/KD dan disertai dengan gambar dan
animasi sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam menggunakannya
C. Kerangka Berpikir
Salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran adalah model pembelajaran dan media pembelajaran yang
digunakan. Tanpa adanya desain media pembelajaran yang menarik dan
model pembelajaran yang cocok diterapkan dan terarah, pembelajaran akan
menjadi bosan dan ketertarikan peserta didik cenderung berkurang sehingga
pada akhirnya berdampak pada hasil belajar peserta didik. Dengan
menggunakan media pembelajaran berbasis android dan model pembelajaran
discovery learning ini memberikan suasana belajar yang menyenangkan
karena rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang diantara sesama
anggota kelompok, memungkinkan peserta didik untuk mengerti dan
memahami materi pelajaran dengan lebih baik, lalu peserta didik dapat
berpikir lebih kreatif, mendorong kemampuan berpikir kritis peserta didik,
dan membangun kemampuan bekerja sama dam menyelesaikan masalah serta
16. 16
bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. Kerangka berpikir yang di
gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam laporan penelitian ini adalah “Melalui
penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dengan media berbasis
Android dapat meningkatkan hasil belajar Pekerjaan Dasar Otomotif (PDO)
Kompetensi Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools bagi peserta didik
TKRO SMK Negeri 1 Sumedang.
KONDISI
AWAL
Peserta didik:
Hasil belajar
mapel PDO
Kompetensi
Dasar Hand
Tools
Guru:
Belum menerapkan
Model
Pembelajaran
Discovery Learning
Menggunakan
Model
Pemebelajaran
Discovery Learning
dengan Media
berbasis Android
Siklus I :
Menggunakan
model
pembelajaran
Discovery
Learning
TINDAKAN
Diduga melalui
penggunaan model
pembelajaran
Discovery Learning
Dengan Media
Berbasis Android
dapat meningkatkan
hasil belajar PDO
Materi Hand Tools
Siklus II :
Menggunakan
model
pembelajaran
Discovery
Learning dengan
Media berbasis
Android
KONDISI
AKHIR
17. 17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research) dengan tahapan-tahapan pelaksanaan meliputi: perencanaan,
pelaksanaan/ tindakan, evaluasi dan refleksi secara berulang.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X TKRO yang
berjumlah 36 peserta didik di SMK Negeri 1 Sumedang. Pengambilan kelas
X TKRO sebagai subjek dalam penelitian ini berdasarkan hasil observasi
penelitian di kelas tersebut.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu semester pada tahun Pelajaran
2019/2020 dari tanggal 26 Agustus s.d 20 September 2019 pada kelas X
TKRO SMK Negeri 1 Sumedang provinsi jawa barat.
D. Desain Penelitian
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan dalam dua
siklus. Setiap siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan, siklus kesatu di minggu
kesatu dan kedua dan siklus kedua di minggu ketiga dan keempat (5 jam
pelajaran). Sebelum memasuki siklus terlebih dahulu dilakukan tes awal yang
digunakan sebagai acuan dalam pembagian kelompok. Prosedur penelitian
tindakan kelas yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
2. Pelaksanaan tindakan kelas (Action)
3. Pengamatan (Observation)
4. Refleksi (Reflection
18. 18
Penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan terdiri dari dua siklus,
setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai sesuai
dengan apa yang telah didesain dalam faktor yang akan diselidiki untuk dapat
melihat peningkatan hasil belajar setelah tes.
Karakteristik dari penelitian tindakan kelas yaitu dengan adanya suatu
tindakan yang dilaksanakan di kelas berdasarkan siklus hingga tujuan dari
penelitian telah terpenuhi. Langkah-langkah penelitian termuat dalam suatu
siklus. Siklus berhenti apabila peneliti dan guru sepakat bahwa penelitian yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan telah meningkatkan hasil belajar
peserta didik.
Gambar 3.1 Skema Penelitian Tindakan Kelas Model Spiral (Rochiati 2009: 66)
PLAN
ACT
OBSERVE
REFLECT
REVISED
PLAN
OBSERVE
REFLECT
ACT
19. 19
Adapun uraian dalam setiap siklus dijabarkan sebagai berikut:
Tahapan Kegiatan yang dilakukan
Perencanaan
(planning)
Perencanaan yang dilakukan adalah merencanakan persiapan
pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran discovery
learning, diantaranya
1. Melakukan analisis keterkaitan antara KI , KD
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
model pembelajaran discovery learning
3. Membuat bahan ajar dan media pembelajaran serta LKPD
4. Membuat instrument penilaian, yang terdiri dari instrumen
tes yang berupa soal pilihan ganda dan instrumen non tes
yang berupa lembar observasi
5. pembagian kelompok belajar secara heterogen yang terdiri
dari 4-5 orang peserta didik.
Pelaksanaan
Tindakan
1. Merancang penerapan model Discovery Learning dengan
Media Berbasis Android dalam pembelajaran PDO untuk
Kompetensi Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand
Tools menjadi beberapa sub materi.
2. Format tugas: pembagian kelompok kecil sesuai jumlah sub
materi, pilih ketua, sekretaris, dll oleh dan dari anggota
kelompok, bagi topik bahasan untuk kelompok dengan cara
random, dengan cara yang menyenangkan dengan
menggunakan media berbasis Android.
3. Kegiatan kelompok; mengumpulkan bacaan, melalui diskusi
anggota kelompok bekerja/ belajar memahami materi,
menuliskan hasil diskusi dalam Andorid untuk persiapan
presentasi.
4. Presentasi dan diskusi pleno; masing-masing kelompok
menyajikan hasil kerjanya dalam pleno kelas, guru sebagai
20. 20
moderator, lakukan diskusi, ambil kesimpulan sebagai hasil
pembelajaran.
5. Jenis data yang dikumpulkan; berupa makalah kelompok,
lembar hasil kerja kelompok, peserta didik yang aktif dalam
diskusi, serta hasil belajar yang dilaksanakan sebelum
(pretes) dan setelah (postes) tindakan dilaksanakan
Observasi dan
Evaluasi
Observasi/pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang
berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada
tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai
peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal
yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun.
Termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario
tindakan dari waktu ke waktu dan dampaknya terhadap proses
dan hasil belajar peserta didik. Data yang dikumpulkan dapat
berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai
tugas, dan lain-lain), tetapi juga data kualitatif yang
menggambarkan keaktifan peserta didik, atusias peserta didik,
mutu diskusi yang dilakukan, dan lain-lain
Analisis dan
Refleksi
Mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan,
berdasar data yang telah terkumpul, dan kemudian melakukan
evaluasi guna menyempurnakan tindakan yang berikutnya.
Refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian
terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Jika
terdapat masalah dan proses refleksi, maka dilakukan proses
pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi
kegiatan: perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan
ulang sehingga permasalahan yang dihadapi dapat teratasi.
21. 21
E. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pilihan ganda.
Tes diberikan kepada subjek penelitian sesudah pelaksanaan tindakan
kelas. Dalam pembuatan instrumen penelitian ini mengacu kepada
indikator soal.
2. Instrumen Non Tes
Pengumpulan data dengan instrumen nontes menggunakan metode
observasi, karena dalam penelitian ini observasi mampu mendiskripsikan
tentang banyak hal, diantaranya tentang penilaian peserta didik dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.
F. Teknik Analisis Data
Terhadap data hasil tes hasil belajar peserta didik, dilakukan analisis
dengan menentukan rata-rata nilai tes, dan persentase peserta didik yang
tuntas belajar pada siklus I, II dan III. Kemudian membandingkan hasil yang
diperoleh pada siklus I, II dan III.
G. Indikator Keberhasilan
1. Peserta didik mendapat pengalaman belajar yang bermakna
2. Peserta didik mendapat nilai ulangan harian materi Jenis-Jenis Hand Tools
di atas KKM.
3. Peserta didik termotivasi dan aktif dalam kegiatan
4. Peserta didik merasakan pembelajaran lebih menarik
5. Peserta didik menggunakan HP/Android lebih untuk keperluan
pembelajaran.
x 100%
22. 22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil dan analisis data penelitian ini dibuat berdasarkan data yang
diperoleh dari kegiatan penelitian tentang hasil belajar peserta didik pada
Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif untuk Kompetensi Dasar
Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools melalui pembelajaran discovery
learning dengan media berbasis android yang dilaksanakan di SMK Negeri 1
Sumedang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 1 siklus. Adapun
yang dianalisis adalah hasil tes awal, tes akhir siklus I, serta data tambahan
berupa perubahan sikap peserta didik yang diperoleh dari hasil pengamatan
terhadap peserta didik selama penelitian berlangsung. Hasil dan pembahasan
yang diperoleh dari satu siklus selama penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tes Awal
Berdasarkan analisis deskriptif tes awal, hasil belajar peserta didik
pada tes awal dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Statistik Skor Penguasaan Peserta didik Pada Tes Awal
Statistik Nilai Statistik
Sampel
Skor ideal
Skor maksimum
Skor minimum
Rentang skor
Skor rata-rata
20
100
90
40
50
64,50
Sumber: Hasil analisis data penelitian 2019
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa skor rata-rata belajar
peserta didik pada kompetensi dasar menggunakan jenis-jenis hand tools
pada tes awal adalah 64,50 dari skor ideal, yaitu 100. Skor maksimum
23. 23
yang diperoleh peserta didik adalah 90, skor minimum 40 dan rentang skor
adalah 50.
Apabila kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal
pada tes awal dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar peserta didik
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi ketuntasan belajar peserta didik pada tes awal
Skor Frekuensi Persentase (%) Kategori
0 – 69
70 – 100
9
11
45
55
Tidak tuntas
Tuntas
Jumlah 20 100
Sumber: : Hasil analisis data penelitian 2019
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada tes awal persentase
ketuntasan belajar peserta didik sebesar 55 % yaitu 11 dari 20 peserta
didik termasuk dalam kategori tuntas, sedangkan 45 % atau 9 dari 20
peserta didik termasuk dalam kategori tidak tuntas. Hal ini menunjukkan
bahwa dari 20 jumlah peserta didik masih ada 9 peserta didik yang belum
tuntas hasil belajarnya dan memerlukan perbaikan pada pembelajaran
siklus I.
2. Siklus I
a. Hasil belajar
Dari hasil belajar Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif pada
siklus I diperoleh melalui pemberian tes hasil belajar sub Kompetensi
Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand Tools. Analisis deskriptif skor
hasil belajar sub Kompetensi Dasar Mengklasifikasi Jenis-Jenis Hand
Tools Peserta didik Kelas X TKRO SMK Negeri 1 Sumedang setelah
diterapkan model pembelajaran discovery learning.
Pada tabel di bawah menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil
belajar peserta didik pada Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif
24. 24
pada tes siklus I adalah 79,50 dari skor ideal, yaitu 100. Skor
maksimum yang diperoleh peserta didik adalah 100, skor minimum 60
dan rentang skor adalah 40.
Tabel 4.3
Statistik skor penguasaan peserta didik pada tes siklus I
Statistik Nilai Statistik
Sampel 20
Skor ideal 100
Skor maksimum 100
Skor minimum 60
Rentang skor 40
Skor rata-rata 79,5
Sumber: Hasil analisis data penelitian 2019
Ketuntasan belajar Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif dapat
dilihat berdasarkan daya serap peserta didik terhadap materi yang
diajarkan, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan
belajar pada siklus 1 dan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel. 4.4
Distribusi ketuntasan belajar Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar
Otomotif Peserta didik Kelas X TKRO SMK Negeri 1 Sumedang
Siklus I
Skor Frekuensi Persentase (%) Kategori
0 – 69
70 – 100
3
17
15
85
Tidak tuntas
Tuntas
Jumlah 20 100
Sumber: Hasil analisis data penelitian 2019
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa hasil ketuntasan belajar
pada siklus I sebesar 85 % atau 17 peserta didik dari 20 peserta didik
25. 25
berada dalam kategori tuntas dan 15 % atau 3 peserta didik dari 20 peserta
didik berada dalam kategori tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa terdapat 3
peserta didik yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria
ketuntasan belajar. Penelitian ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya
karena berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, peningkatan hasil belajar
belum terlihat.
b. Keaktifan Peserta didik
Data keaktifan peserta didik diperoleh melalui lembar observasi
selama proses belajar berlangsung setiap pertemuan yang dilakukan oleh
observator. Keaktifan peserta didik yang diamati selama proses belajar
sebanyak enam komponen. Distribusi Keaktifan peserta didik dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Observasi Keaktifan Peserta didik pada
Siklus I
No Komponen Yang Diamati
Pertemuan Rata-rata
(%)I II III IV
1 Peserta didik yang hadir
pada saat proses belajar
mengajar
19 17 19 18 91,25
2 Peserta didik yang aktif
dalam kegiatan kelompok
13 15 16 18 77,50
3 Peserta didik yang bertanya
tentang materi yang belum
dimengerti
14 12 11 10 58,75
4 Peserta didik yang meminta
bimbingan kepada guru
dalam menyelesaikan
LKPD
10 17 10 15 65,00
26. 26
5 Peserta didik yang
mengerjakan tugas LKPD
17 19 17 18 88,75
6 Peserta didik yang
melakukan kegiatan lain
baik dalam proses
pemberian materi pelajaran
maupun disaat mengerjakan
tugas
8 6 7 6 33,75
Sumber: Hasil analisis data penelitian 2019
Dari tabel 4.5 di atas perubahan sikap peserta didik pada siklus I
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Peserta didik yang hadir pada saat proses belajar mengajar mulai dari
awal pertemuan hingga akhir pertemuan mengalami peningkatan
dengan rata-rata 91,25 %.
2) Peserta didik yang aktif dalam kegiatan kelompok pada awal
pertemuan masih kurang sampai pada akhir pertemuan namun terjadi
peningkatan dari pertemuan pertama sampai akhir pertemuan yaitu
pada pertemuan pertama 13 peserta didik yang aktif dalam kegiatan
kelompok meningkat menjadi 18 peserta didik dengan rata-rata
77,50%.
3) Peserta didik yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti
pada siklus ini sangat kurang mulai dari awal pertemuan hingga
berakhirnya siklus I dengan rata-rata 58,75%, hal ini disebabkan
karena dalam siklus ini peserta didik yang bertanya hanya peserta
didik yang memiliki kemampuan dan cukup memperhatikan pada saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung dan mungkin disebabkan juga
oleh adanya rasa malu dan takut peserta didik untuk bertanya tentang
materi yang belum dimengerti.
4) Peserta didik yang meminta bimbingan kepada guru dalam
menyelesaikan LKPD dari awal pertemuan hingga akhir pertemuan
27. 27
terjadi penurunan dengan rata-rata 65%, ini karena peserta didik
mulai menyadari pentingnya kerja sama dalam kelompok dalam
menyelesaikan tugas LKPD dan juga mungkin ada peserta didik yang
malu ataupun takut untuk meminta bimbingan kepada guru.
5) Peserta didik yang mengejakan tugas LKPD pada siklus ini mulai dari
awal pertemuan hingga akhir pertemuan mengalami peningkatan
dengan rata-rata 88,75% disebabkan karena peserta didik mulai sadar
bahwa mengerjakan tugas LKPD merupakan penilaian tersendiri oleh
guru.
6) Peserta didik yang melakukan kegiatan lain baik dalam proses
pemberian materi pelajaran maupun disaat mengerjakan tugas pada
awal pertemuan terdapat 8 peserta didik dan pertemuan berikutnya
sampai akhir pertemuan mengalami penurunan yaitu 6 peserta didik
dengan rata-rata peserta didik yang kurang perhatian dalam proses
belajar mengajar yaitu 33,75%.
B. Analisis Refleksi Siklus I
Hasil belajar peserta didik pada siklus I menunjukkan bahwa hasil
ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 85 % atau 17 peserta didik dari 36
peserta didik berada dalam kategori tuntas dan 15 % atau 3 peserta didik dari
36 peserta didik berada dalam kategori tidak tuntas. Karena berdasarkan
kriteria hasil belajar mengenai ketuntasan kelas secara klasikal, yaitu 75 %
dari jumlah peserta didik yang tuntas, data hasil penelitian dari siklus I yaitu
hasil belajar peserta didik dianggap sudah tuntas karena yang tuntas sudah
mencapai 85 % dari jumlah peserta didik yang tuntas sehingga dianggap
cukup namun apabila ingin ditingkatkan menjadi 90% maka bisa dilakukan
siklus berikutnya dengan cara menyusun perencanaan dan tindakan yang
dapat menyempurnakan segala kekurangan pada siklus I.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada siklus I ternyata masih ada
beberapa hal perlu diperbaiki antara lain:
28. 28
1. Peserta didik sebagian besar antusias mengikuti diskusi meskipun masih
ada peserta didik yang melakukan kegiatan lain (mengganggu teman
kelompok, bermain) pada saat diskusi kelompok berlangsung. Namun hal
itu dapat diterima agar pembelajaran tidak selalu monoton.
2. Media berbasis android perlu animasi dan variasi tampilan sehingga dapat
menarik dan memotivasi peserta didik untuk menggunakannya sebagai
media dan sumber belajar
3. Perlu di buat lebih interaktif pada tampilan evaluasi mengerjakan soal
pilihan ganda.
4. Pengawasan guru perlu ditingkatkan saat diskusi berlangsung.
5. Keaktifan peserta didik pada saat diskusi kelompok sudah cukup.
Dari hasil analisis kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi
diatas tedapat beberapa masalah yang dirasa perlu direfleksikan guna
perbaikan tindakan apabila akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya atau
siklus II sehingga hal-hal yang masih kurang dapat ditingkatkan.
C. Pembahasan
Dari hasil observasi yang dilakukan selama satu siklus dengan menerapkan
model pembelajaran discovery learning dengan media pembelajaran berbasis
android memberikan banyak perubahan kepada peserta didik, diantaranya:
1. Peserta didik lebih termotivasi untuk giat belajar.
2. Peserta didik merasa senang dengan model yang diterapkan.
3. Peserta didik lebih akrab dengan peserta didik yang lain.
4. Peserta didik dapat menggunakan HP/android lebih untuk kepeningan
belajar
5. Peserta didik lebih termotivasi dalam mengerjakan soal LKPD.
6. Perhatian peserta didik pada saat proses pembelajaran meningkat.
Pada dasarnya di awal pertemuan terdapat kendala yang terjadi dalam
proses pembelajaran, yaitu masih banyak peserta didik yang tidak memiliki
keberanian untuk bertanya, serta masih banyak peserta didik yang malas
mengerjakan tugas LKPD. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama karena diakhir
29. 29
siklus I sudah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, peserta didik sudah
mulai berani untuk bertanya, tingginya perhatian peserta didik terhadap proses
belajar mengajar serta peserta didik lebih giat untuk mengerjakan tugas LKPD.
Pada siklus I kendala yang ditemukan pada pembelajaran sebelumnya
sudah dilakukan perbaikan sehingga sudah terjadi perubahan dengan model
pembelajaran. Ini terlihat dari semakin meningkatnya minat belajar peserta
didik dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Pada
pembelajaran sebelumnya persentase kehadiran peserta didik sekitar 85 % dan
meningkat pada siklus I dengan penerapan model pembelajaran ini menjadi
91,25 %.
Dengan perubahan perubahan peserta didik mengarah pada kemajuan
dalam kegiaran pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa pada siklus I hasil
belajar peserta didik tuntas secara klasikal, tetapi masih ada empat orang
peserta didik yang masih memperoleh nilai di bawah KKM Mata Pelajaran
Pekerjaan Dasar Otomotif, namun untuk keempat peserta didik tersebut
dilakukan perbaikan dengan mengadakan remedial dengan beberapa
pertimbangan mengenai kehadiran dan aktivitas saat proses pembelajaran
berlangsung.
Berdasarkan pada indikator keberhasilan, peserta didik dikatakan tuntas
hasil belajarnya apabila memperoleh skor minimal 75 dari skor ideal yaitu 100,
dan tuntas secara klasikal jika 75 % dari jumlah peserta didik yang telah tuntas
hasil belajarnya. Maka hasil belajar peserta didik dari siklus I telah memenuhi
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh dinas pendidikan dan
kebudayaan yaitu dengan pedoman pada kurikulum 2013 revisi 2017.
30. 30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning
dengan media pembelajaran berbasis android pada mata pelajaran Pekerjaan
Dasar Otomotif Peserta Didik Kelas X TKRO SMK Negeri 1 Sumedang
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat dengan
peningkatan hasil belajar yang pada siklus I mencapai 85 % sehingga sudah
tuntas secara klasikal.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dan demi mencapai
hasil yang optimal, maka beberapa hal yang disarankan adalah:
1. Diharapkan kepada kepala sekolah SMK Negeri 1 Sumedang agar
menganjurkan kepada guru mata pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif
untuk menerapkan model pembelajaran discovery learning sebagai salah
satu model dalam proses pembelajarannya. Dan memotivasi guru untuk
membuat media pembelajaran berbasis android secara interaktif, menarik
dan menyenangkan.
2. Diharapkan kepada guru mata pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif,
kiranya model pembelajaran discovery learning dapat dijadikan sebagai
alternatif pilihan dalam melaksanakan proses belajar mengajar Pekerjaan
Dasar Otomotif untuk membantu peserta didik lebih meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar peserta didik. Serta membuat media
pembelajaran berbasis android secara interaktif, menarik dan
menyenangkan.
3. Diharapkan kepada peserta didik agar lebih serius dalam menjalankan
model pembelajaran discovery learning dengan media pembelajaran
berbasis android yang nantinya diterapkan oleh guru pada saat sebelum
31. 31
melakukan proses belajar mengajar agar dapat meningkatkan keaktifan dan
hasil belajar peserta didik.
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dalam bidang kependidikan
khususnya penelitian tindakan kelas agar dapat meneliti lebih lanjut
tentang model yang efektif dan efisien untuk mengatasi kesulitan belajar
peserta didik.
32. 32
DAFTAR PUSTAKA
Rosdiana. 2017. “Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Terhadap
Efektifitas Dan Hasil Belajar Peserta didik”. Jurnal Pendidikan: Teori,
Penelitian, dan Pengembangan Volume: 2 Nomor: 8 Bulan AgustusTahun
2017 Halaman:1060 —1064.
Siti Muyaroah. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android
dengan menggunakan Aplikasi Adobe Flash CS 6 pada Mata Pelajaran
Biologi “.Innovative Journal of Curriculum and Educational
Technology : IJCET 6 (2) (2017)
Santi Utami. (2015). Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Pada Pembelajaran Dasar Sinyal Video. Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan Vol. 22 No. 4. Hlm. 425-431.
Shlomo Sharan. (2009). Handbook of Cooperatif Learning. Yogyakarta:
IMPERIUM.
Slavin E Robert. (2005). Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media
Omar Hamalik. 2002. Proses Belajar Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Ahmad Susanto. (2015). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kharisma Putra Utama
Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum
2013. Prestasi Pustaka. Jakarta
Aqib, Zainal, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk SD, SLB, dan TK.
Yrama ,Widya. Bandung. Arsyad, Azhar. 2014. Media Pembelajaran. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, S. (1993). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.