3. DEFINISI KOTA
Menurut PBB, kota dapat didefinisikan sebagai
berikut:
“Tempat dimana konsentrasi penduduk
lebih padat dari wilayah sekitarnya karena
terjadinya pemusatan kegiatan fungsional
yang berkaitan dengan kegiatan atau
aktivitas penduduknya”
4. DEFINISI KOTA
Permendagri No. 2 Th. 1987, kota didefinisikan
sebagai:
“Pusat permukiman dan kegiatan penduduk
yang mempunyai batasan wilayah administrasi
yang diatur dalam peraturan perundangan,
serta permukiman yang telah memperlihatkan
watak dan ciri kehidupan perkotaan”
5. DEFINISI KOTA
Selain dua definisi sebelumnya, kota dapat
didefinisikan secara parsial dari aspek-aspek
berikut:
Fisik
Demografis
Sosial
Statistik
Ekonomi
Administrasi
6. DEFINISI KOTA
ASPEK FISIK
Kota adalah suatu wilayah dengan wilayah
terbangun (built up area) yang lebih padat
dibandingkan dengan area sekitarnya.
7. DEFINISI KOTA
ASPEK DEMOGRAFIS
Wilayah dimana terdapat konsentrasi
penduduk yang dicerminkan oleh jumlah
dan tingkat kepadatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan keadaan di wilayah
sekitarnya.
8. DEFINISI KOTA
ASPEK SOSIAL
Suatu wilayah dimana terdapat kelompok-
kelompok sosial masyarakat yang
heterogen (tradisional – modern, formal –
informal, maju – terbelakang, dsb.)
9. DEFINISI KOTA
ASPEK STATISTIK
Suatu wilayah yang secara statistik
besaran atau ukuran jumlah penduduknya
sesuai dengan batasan atau ukuran untuk
kriteria kota.
10. DEFINISI KOTA
ASPEK EKONOMI
Suatu wilayah dimana terdapat kegiatan
usaha yang sangat beragam dengan
dominasi di sektor nonpertanian, seperti
perdagangan, perindustrian, pelayanan
jasa, perkantoran, pengangkutan, dll.
11. DEFINISI KOTA
ASPEK ADMINISTRASI
Suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu
garis batas kewenangan administrasi
pemerintah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan tertentu.
12. PERKOTAAN (URBAN)
Kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan perkotaan juga dapat beraglomerasi
membentuk suatu metropolitan.
13. URBAN, suatu daerah yang memiliki susana kehidupan modern
SUB URBAN atau Faubourrgh, suatu area yang lokasinya dekat
pusat kota (city) dengan luas yang mencakup daerah penglaju
(commuters)
SUB URBAN FRINGE, suatu area yang melingkari suburban dan
merupakan daerah peralihan antara urban dengan rural
URBAN FRINGE, semua daerah disekitar urban yang mempunyai
sifat-sifat mirip kota
RURAL URBAN FRINGE, suatu (jalur) daerah yang terletak antara
daerah urban dan daerah rural yang ditandai dengan mixed
landusing
RURAL, desa
16. KLASIFIKASI KOTA
Kota dapat dipandang baik sebagai node
(dalam tatanan konstelasi regional) maupun
sebagai area (dalam konteks ruang
perencanaan)
Kota dapat diklasifikasikan berdasarkan
jumlah penduduknya dan fungsinya.
17. KLASIFIKASI KOTA
BERDASARKAN JUMLAH
PENDUDUK
1) Kota Raya : > 1.000.000 jiwa
2) Kota Besar : 500.000 – 1.000.000
jiwa
3) Kota Sedang : 100.000 – 500.000
jiwa
4) Kota Kecil : < 100.000 jiwa
20. Tipe kota ditentukan oleh keadaan dan perkembangan
sejarah termasuk kemajuan kebudayaan dan
teknologi
3 tipe:
1. Tipe kota-kota pada masa lampau (cities of the
past)
2. Tipe kota-kota pada zaman pertengahan (medival
cities)
3. Tipe kota-kota pada zaman modern (modern cities)
21. Menurut Grifith Taylor, letak fisiografis kota-kota ditinjau dari sejarah:
1. Kota yang didirikan diatas bukit atau pegunungan Acropolis (Athena,
Roma, Spanyol)
2. Kota dilereng Cuesta (Cuesta Slope Town) dapat dijumpai disepanjang
lembah Cuesta di Eropa barat, London bagian selatan
3. Kota di pintu gerbang pegunungan (mountain corridor towns), terdapat di
Italia utara dan Eropa
4. Kota didaerah plateau (dataran tinggi) di jawa tengah terdapat permukian
Dieng terletak di plateau Dieng
5. Kota didaerah Dome yang tererosi (daerah Sangiran) tetapi belum
berstatus kota
6. Kota bandar (port town) berkembang jika hinterland-nya surplus
22. 7. Kota dekat daerah perairan: kota sepanjang
sungai (river town), di bawah sungai (fall river),
dan kota meander
8. Kota padang pasir (desert town)
9. Kota-kota baru (kota-kota daerah trans) di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
23. Fungsi Kota
Menurut Harris (Kota-kota di Amerika)
digolongkan menjadi 5 macam:
1. Manufacturing cities
2. Wholesale cities
3. Retail cities
4. Transportation cities
5. Diversified cities
24. Menurut KNEEDLER: mendasarkan pada fungsinya
dengan memperhatikan kegiatan ekonomi atau
pekerjaan
a. Apabila pekerja industri melebihi 50% - Kta
manufaktur pedagang kecil kurang dari 30%
b. Apabila prosentase buruh dipusat-pusat
manufaktur 30% lebih besar dari pedagang kecil
– Kota industri
25. Menurut GILLEN, mendasarkan pada occupational structure (struktur
mata pencaharian), pembagiannya:
1. Professional (keahlian khusus)
2. Semi profesisonal (setengah ahli)
3. Proprietors (tuan-tuan tanah, kapitalis)
4. Clerical (pegawai)
5. Skilled workers (buruh ahli)
6. Semi workers (setengah buruh ahli)
7. Domestic service (pembantu RT)
8. Public service (pembantu umum)
9. Unskilled labor (buruh kasar/sudah ahli)
26. Unit-unit kegiatan atau pusat-pusat kegiatan di kota
sering menalami perubahan. Keadaan ini sebagai
akibat dari pasang surutnya penduduk dari keadaan
daerah-daerah itu sendiri dan dari perkembangan
kota, sehingga terjadi pola kegiatan antara lain:
1. SENTRALISASI, yaitu timbulnya suatu gejala untuk
mengelompok pada satu titik utama yang akan
menjadi Central Bussines Distric atau nukleus
utama. Daerah ini merupakan pusat keramaian.
Fasilitas yang ada ditempat ini misal Kantor-kantor
pemerintah, Bank, Toko-toko dsb
27. 1. DESENTRALISASI, yaitu timbulnya gejala untuk
menjauhi titik utama (centrifugal-shift). Gejala
desentralisasi ini dapat menimbulkan nukleus-
nukleus baru
2. SEGREGASI, kelompok-kelompok perumahan yang
terpisah satu sama lain karena perbedaan sosial
ekonomi kultural. Segregasi timbul karena:
perbedaan milieu, perbedaan ras, perbedaan
kekayaan, perbendasan fungsi sehingga kelompok-
kelompok tersebut menimbulkan daerah-daerah
ekologis, sosial, kulturil maupun ekonomis
29. Kota merupakan tempat tinggal penduduk yang heterogen dengan latar belakang budaya yang
berbeda ragam dan aktivitas. Penduduk lebih bersifat ekonomis matriallistis dan mengarah
pada system industri.
Jadi dalam perkembangan sebuah kota berdasarkan tahap:
a.) Eopolis yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahp kehidupan kota
(kota kecamatan).
b.) Polis yaitu tahap perkembangn kota yang masih ada pengaruh kehidupan agraris (kota
Kabupaten).
c.) Metropolis yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke sector industry.
d.) Trianopolis adalah tahap perkembangn kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan
baik masalah lalulintas, pelayanan maupun kriminalitas.
31. STADIA KOTA menurut GRIFFITH TAYLOR
A. STADIA INFANTILE: antara daerah domestik
dan daerah perdagangan tidak nampak
pemisah; batas antara kaya dan miskin tidak
jelas; toko dan rumah pemilik masih menjadi
satu
B. STADIA JUVENILE, nampak bahwa kelompok
perumahan tua mulai tergeser oleh
perumahan baru; mulai ada pemisahan
antara permukiman dengan pertokoan
32. C. STADIA MATURE, banyak timbul daerah-
daerah baru, seperti daerah industri,
perdagangan, dan permukiman yang sudah
mengikuti rencana tertentu
D. STADIA SENILE, stadia kemunduran kota,
dalam tiap zone terjadi kemunduran karena
kurangnya pemeliharaan yang disebabkan
sumber dana kota sangat kecil atau karena
terjadi perpindahan penduduk kota usia
muda (produktif) ke kota lain
34. ELEMEN PERKOTAAN
Sebagai pusat dari berbagai macam kegiatan
ekonomi dan masyarakat, tentunya kota akan
memiliki elemen-elemen yang menyusun kota
tersebut.
Berbagai ahli planologi memiliki pendapat
mengenai elemen-elemen yang terdapat pada
kota.
35. ELEMEN PERKOTAAN
MENURUT DOXIADIS
Alam (nature)
Individu manusia (Antropos)
Masyarakat (Society)
Ruang kehidupan (Shells)
Jaringan (Network)
36. ELEMEN PERKOTAAN
MENURUT P. GEDDES
Place
Adanya tempat-tempat untuk melakukan kegiatan
spesifik.
Work
Adanya kegiatan-kegiatan spesifik, baik kegiatan
ekonomi maupun kegiatan masyarakat.
Folk
Ada masyarakat yang menjalankan kegiatan
perekonomian dan kemasyarakatan.
39. ELEMEN PERKOTAAN
Secara umum, elemen yang terdapat pada
perkotaan adalah sebagai berikut:
Pusat kegiatan/pelayanan
Kawasan fungsional
Jaringan
41. PERENCANAAN KOTA
Lebih memperhatikan pada persiapan dan
antisipasi kondisi kota pada masa yang
akan datang, dengan titik berat pada aspek
spasial dan tata guna lahan.
42. MANAJEMEN KOTA
Lebih memperhatikan kegiatan yang akan
segera dilakukan dengan titik berat pada
aspek intervensi dan pelayanan publik yang
akan berimplikasi pada kondisi kota secara
keseluruhan.
43. URGENSI PERENCANAAN
KOTA
Perencanaan kota memiliki urgensi untuk menyelesaikan masalah-masalah klasik
perkotaan sebagai berikut:
Excessive size
Overcrowding
Shortage of urban services
Slums and squatter settlements
Traffic congestion
Lack of social responsibility
Unemployment & underemployment
Racial & social issues
Westernization vs modernization
Environmental degradation
Urban expansion and loss of agricultural land
Administrative organization
44. URGENSI PERENCANAAN KOTA
Kota amat penting untuk direncanakan dengan
baik, merujuk pada fakta bahwa saat ini lebih dari
50% penduduk dunia tinggal di kawasan
perkotaan.
Fakta lain menunjukkan bahwa 50 – 60% GDP
suatu wilayah digerakkan oleh kegiatan ekonomi
di kawasan perkotaan, misalnya melalui kegiatan
industri, perdagangan, dan jasa. Berdasarkan
fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa city as the
engine of economic growth.
45. URGENSI PERENCANAAN KOTA
Perencanaan kota juga memiliki urgensi untuk
menata struktur dan relasi sosial
masyarakat, karena berbeda dengan
masyarakat perdesaan yang cenderung
homogen, masyarakat perkotaan adalah
terdiri atas berbagai macam kelas dan etnis
(heterogen). Dalam hal ini, perencanaan kota
juga memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas
sosial.
46. LANGKAH PERENCANAAN KOTA
Goal Formulation
Observation and Survey
Analysis
Plan Formulation
Planning, Designing and Policy
48. PERENCANAAN TATA RUANG DI
INDONESIA
TARNAS (Rencana Tataruang Nasional)
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
RENSTRA (Rencana Strategis – untuk wilayah
tertentu seperti pesisir, kawasan industri dan
pengembangan ekonomi, dll.)
50. TATA GUNA LAHAN PERKOTAAN
Komponen penggunaan lahan di wilayah
perkotaan, terbagi atas kawasan budidaya
dan kawasan lindung.
Ciri penggunaan kawasan budidaya di
perkotaan adalah mixed use.
Kawasan lindung perkotaan misalnya ruang
terbuka hijau, ruang terbuka nonhijau, hutan
kota.
51. PERKEMBANGAN PERKOTAAN
Perkembangan kota (dengan menggunakan
pendekatan morfologi kota) ditekankan pada
bentuk-bentuk fisikal kawasan perkotaan
yang tercermin dari jenis penggunaan lahan,
sistem jaringan jalan, dan blok-blok bangunan.
52. PERKEMBANGAN PERKOTAAN
Townscape, urban sprawl, pola jalan, dan
sebagainya, dapat digunakan sebagai
indikator untuk melihat urban form, yakni pola
fisik atau susunan elemen fisik kota.
Kota dapat diklasifikasikan sebagai kota
dengan “bentuk kompak” dan “tidak kompak”
53. BENTUK KOTA
1. Bujur Sangkar beserta variasinya (Square City)
2. Persegi Panjang beserta variasinya (Rectangular City)
3. Kipas beserta variasinya (Fan Shape City)
55. POLA KOTA
1. Menyebar luas (Random)
2. Mengelompok (Aggregate)
3. Teratur (Uniform)
Untuk mengetahui pola dari urban settlement dapat digunakan “Near neighbor statistic”
58. TEORI STRUKTUR DAN TATA
RUANG PERKOTAAN
Teori struktur dan tata ruang perkotaan dapat dibagi
berdasarkan jenis pendekatannya. Terdapat dua pendekatan,
yaitu pendekatan ekologis dan pendekatan ekonomi.
Teori yang didasarkan pendekatan ekologis:
Concentric zone (Burges)
Sectoral (Hoyt)
Multiple Nuclei (Haris Ullman)
Teori yang didasarkan pendekatan ekonomi:
Land value theory
Industrial location
Central place
60. TEORI SEKTORAL
(HOYT)
Hoyt (1939)
• Settlements in wedge-shaped pattern
instead of rings, due to rent pattern
• High rent residential areas strategic,
accessible, best location, comfortable
61. TEORI MULTIPLE NUCLEI
(HARRIS DAN ULLMAN)
Harris & Ullmann (1945)
• Land use pattern is built around several
discrete centers, instead of one
• Other centers have their own functions
• Zones are not created based on distance
from CBD
64. TEORI LOKASI PERTANIAN
(VON THUNEN)
Pasar merupakan hal utama yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan budi-daya
komoditas pertanian secara komersial.
Semakin mudah rusak suatu komoditas pertanian maka
semakin dekat seharusnya ke pasar, sebaliknya
semakin tahan lama suatu komoditas pertanian maka
dapat semakin jauh dari pasar.
Asumsi yang dipergunakan adalah lahanbersifat
homogen.
65. TEORI LOKASI INDUSTRI
(WEBER)
Menurut Weber, lokasi suatu industri ditentukan
dengan pertimbangan berbagai faktor industri seperti:
bahan baku
tenaga kerja
transportasi
pasar
tenaga ahli dan manajemen
bahan bakar
teknologi
dsb. (sesuai dengan jenis industrinya)
66. TEORI LOKASI PUSAT
PERMUKIMAN
(CHRISTALLER)
Pusat-pusat permukiman bersifat hierarkis
dimana suatu sistem permukiman terdiri dari
sub-sub permukiman dan seterusnya. Pada
setiap tingkatan hirarkis terdapat berbagai
fasilitas umum dan sosial sesuai tingkatannya
(sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, gedung
pertemuan dan sebagainya).
70. INFRASTRUKTUR PERKOTAAN
Infrastruktur perkotaan dan perencanaan
perkotaan dikaitkan melalui hal-hal berikut:
Pengembangan infrastruktur membutuhkan lahan
sehingga harus direcanakan agar efisien;
Sistem infrastruktur akan menjadi kerangka bagi
pola pemanfaatan ruang kota;
Sistem jaringan tidak terikat pada batas
administrasi di dalam kota.
71. INFRASTRUKTUR PERKOTAAN
Jenis-jenis infrastruktur perkotaan:
transportasi
energi
air bersih
persampahan dan limbah
telekomunikasi
dan sebagainya
Pengembangan infrastruktur juga dilakukan paralel dengan
penyediaan fasilitas sosial: meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan,
perdagangan, pariwisata, dan sebagainya.
72. INFRASTRUKTUR PERKOTAAN
Beberapa permasalahan pengembangan infrastruktur wilayah
dan kota:
a) Kesulitan dalam praktik untuk memastikan pembangunan
infrastruktur sesuai dengan perencanaan wilayah dan kota.
b) Adanya permasalahan kewenangan, koordinasi, dan
pemberlakukan rencana tata ruang sebagai landasan bagi
pembangunan infrastruktur.
c) Persoalan pendanaan yang timbul akibat pendekatan
sektoral di dalam penganggaran.
d) Persoalan territorial dan jangkauan pelayanan serta sinergi
rencana tata ruang dengan masing-masing sektor
infrastruktur.
e) Kecepatan pembangunan dan pengembangan.
73. URBANISASI
Fenomena urbanisasi mencakup hal-hal berikut ini:
Pertumbuhan persentase penduduk yang bertempat tinggal di
perkotaan, baik secara mondial, nasional, maupun regional;
Berpindahnya peduduk ke kota-kota dari perdesaan;
Bertambahnya penduduk bermatapencaharian non-agraris di
perdesaan;
Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota;
Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis
suatu kota di kawasan sekitarnya;
Meluasnya pengaruh suasana ekonomi kota ke perdesaan;
Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan kultural
kota ke perdesaan.
74. URBANISASI
Syarat utama fenomena urbanisasi dapat
berlaku adalah jika laju pertumbuhan
penduduk perkotaan lebih besar daripada
laju pertumbuhan penduduk perdesaan.
Dengan kata lain apabila laju pertumbuhan
keduanya sama, urbanisasi dapat
dikatakan tidak terjadi.
75. SISTEM PERUMAHAN
PERKOTAAN
Perspektif dasar pembangunan sistem perumahan perkotaan:
Perumahan sebagai komoditas ekonomi, dilihat hanya dari
sudut pandang supply-demand serta dibiarkan dikelola oleh
pasar;
Perumahan sebagai kebutuhan dasar, rumah sebagai hak
warga negara sehingga Negara memiliki kewajiban untuk
menyediakan perumahan bagi masyarakat;
Perumahan di dalam kerangka welfare state, implikasinya
adalah mass production dan prefabrication;
Perumahan sebagai pemenuhan kebuthan diri sendiri (self
reliance).
77. ASPEK KEBENCANAAN DALAM
PERENCANAAN PERKOTAAN
Secara umum, para ahli bersepakat bahwa Risiko bencana
(R) merupakan fungsi dari Bahaya (H), Kerentanan (V), dan
Kapasitas (C)
R = (H x V) / C
Perencanaan dapat berperan untuk mengurangi kerentanan
ataupun meningkatkan kapasitas terhadap kejadian bencana.
Dalam hal ini, perspektif yang perlu dibangun ialah
perencanaan sebagai cara pengurangan risiko bencana
(mitigasi bencana).
Perencanaan sendiri dapat berperan di dalam
menentukan item mitigasi bencana struktural (misal:
pembangunan bangunan evakuasi tsunami, banjir kanal, dll)
maupun mitigasi non-struktural (misal: pendidikan
kebencanaan, penguatan komunitas, dll).
78. ISU KESEHATAN DAN
LINGKUNGAN PERKOTAAN
Millennium Development Goals di bidang
kesehatan dan keterkaitannya dengan
perencanaan kota:
Peningkatan kualitas hidup di kawasan padat
penduduk, termasuk di dalamnya slum upgrading
Isu penyediaan fasilitas kesehatan perkotaan.
79. ISU KESEHATAN DAN
LINGKUNGAN PERKOTAAN
Isu – isu lingkungan perkotaan
Kota sebagai sumber emisi yang memperparah kejadian
perubahan iklim perlunya mitigasi perubahan iklim (berbeda
dengan mitigasi pada konteks bencan), yang dimaksud ialah
usaha pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan
berbagai kegiatan di perkotaan; misalnya usaha mitigasi di sektor
transportasi, industri, persampahan, bangunan, dll.
Kota sebagai area yang akan terpapar dampak dari
perubahan iklim perlunya adaptasi perubahan iklim, yang
dimaksud ialah usaha untuk mengurangi dampak negatif yang
mungkin terjadi pada suatu kota; misalnya usaha untuk mengatur
perumahan di tepi pantai agar tidak terpapar kenaikan muka air
laut, dll (dalam hal ini, adaptasi perubahan iklim sangat beririsan
dengan konsep mitigasi pada manajemen bencana).
Pencemaran udara, air, dan tanah di kawasan perkotaan.
80. MASA DEPAN PERKOTAAN
Tantangan dan implikasi masa depan perkotaan (Devas dan
Rakodi, 1992):
Pertumbuhan kota yang sangat pesat
Implikasi pertumbuhan kota terhadap kebutuhan prasarana dan
sarana perkotaan
Mengapa pertumbuhan kota-kota terus berlanjut ?
Apakah pertumbuhan kota-kota sesuatu yang baik atau buruk ?
Dapatkah pertumbuhan perkotaan dikendalikan ?
Apa dan bagaimana pemerintah melakukan intervensi dalam
pembangunan perkotaan?
Tantangan akibat pertumbuhan penduduk di perkotaan yang
terus berlanjut
81. TEORI INTERAKSI - GRAVITASI
INTERAKSI, merupakan suatu proses yang
sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh
terhadap perilaku dari pihak-pihak yang
bersangkutan melalui kontak langsung atau
berbagai media.
82. RAVENSTEIN (1855-1889) dalam studinya
mengenai HUKUM MIGRASI menggunakan
model gravitasi.
Th 1929 dalam studi geografi pemasaran dan
studi transportasi yang sekarang banyak
diterapkan pada masalah perpindahana
penduduk, pemiliha lokasi, dll.
83. HUKUM GRAVITAS, besarnya kekuatan tarik menarik
antara dua benda adalah berbanding terbalik
dengan jarak dua benda pangkat dua (kuadrat)
Contoh; hubungan kelompok produsen dan
konsumen barang-barang menunjukkan adanya
movement. Produsen umumnya terletak di sebuah
tempat tertentu dalam ruang geografi dan
konsumen tersebar dengan pelbagai jarak di sekitar
produsen.
84. BREAKING POINT
Breaking point atau titik henti,
dapat diterapkan untuk
memilih lokasi yang baik,
misal letak toko, pabrik dsb.
Jab
Jb = ----------------
1 +
Pa
Pb
Jb : breaking point antara tempat a dan b
Jab : Jarak antara tempat a dan b
Pa : jumlah penduduk di tempat a
Pb : jumlah penduduk di tempat b
85. Istilah Umum
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RDTR : Rencana Detail Tata Ruang
RPJM/P : Rencana Pembangunan Jangka
Menengah/Panjang/Pendek
RTBL : Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
87. ASIA TENGGARA
Semua kota besarAsia Tenggara memiliki ciri
primate cities (kota utama) yang sangat menonjol
(Chong, 1976).
Semua ibukota negara di Asia Tenggara pastilah:
Terbesar di negaranya;
Penduduknya beberapa kali lipat dari jumlah
penduduk di kota kedua;
Memiliki pelabuhan terbesar;
Merupakan tempat kedudukan kantor pusat bisnis dan
pemerintahan;
Sebagai pusat kebudayaan dan sosial;