Dokumen tersebut membahas tentang konsep ilmu yang saling berkaitan, kewajiban bermazhab, perbedaan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah, serta pendekatan fardhu ain dan kifayah. Dokumen ini menjelaskan bahwa semua ilmu saling berhubungan, tidak ada yang berdiri sendiri. Ia juga menyatakan bahwa tidak wajib berkomitmen pada satu mazhab tertentu. Selanjutnya dibedakan ciri
1. 1. Anda diminta memberikan penjelasan terkait pernyataan a dan b
berikut disertai argumen dan contoh kekinian.
a. Tidak ada ilmu berdiri sendiri melainkan saling berkaitan satu sama
lain baik teori maupun terapan
Sebelum membahas lebih jauh, saya akan menjelaskan pengertian ilmu,
Kata Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan memiliki pengertian “usaha-usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia” adapun ilmu mempunyai karakteristik
diantaranya
a) bersifat akumulatif,
b) kebenarannya tidak mutlak,
c) bersifat objektif,
d) bersifat umum.
Adapun sifat ilmiah di dalam ilmu dapat diwujudkan melalui syarat-syarat:
1) ilmu harus mempunyai objek,
2) ilmu harus mempunyai metode,
3) ilmu harus sistematik,
4) ilmu bersifat universal.
Pengertian Ilmu Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pengertian ilmu menurut para ahli, terdiri atas:
Menurut NS. Asmadi
Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahuai melalui
penyeledikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).
Menurut DR. H.M. Gade
Ilmu adalah hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan pengetahuan
manusia.
Kesimpulan dari pertanyaan diatas adalah ilmu itu saling berkesinambungan
antara satu disiplin ilmu dengan yang lainnya, seperti contoh ilmu agama dan ilmu
pengetahuan, keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
b. Bermadzhab harus tetap berijtihad dan berijtihad tidak mungkin tanpa
bermadzhab.
Lalu perlukah kita bermadzhab ? Para ulama berbeda pendapat dalam
permasalahan apakah seorang awam wajib bermazhab dengan mazhab tertentu
atau tidak? Dalam masalah tersebut, para ulama berbeda pendapat kepada dua
pendapat:
2. Pendapat pertama :
Mengatakan bahwa wajib berpegang teguh dengan madzhab imam tertentu,
karena ia berkeyakinan bahwa itu adalah yang benar, dan wajib baginya beramal
dengan apa yang ia yakini.
Pendapat kedua :
Mengatakan bahwa tidak wajib berpegang teguh dengan madzhab imam tertentu
dalam setiap permasalahan dan peristiwa yang dihadapi. Bahkan ia boleh
berpegang kepada mujtahid mana pun yang ia kehendaki, walaupun ia bersikukuh
dengan madzhab tertentu seperti Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i atau yang
lainnya, tidak ada kewajiban untuk terus menerus mengikutinya, bahkan
membolehkan baginya untuk berpindah dari madzhabnya ke madzhab yang lain,
karena tidak ada kewajiban kecuali mengikuti apa yang diwajibkan Allah dan
Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan untuk bermadzhab dengan
madzhab seseorang dari para imam, Allah hanya mewajibkan untuk mengikuti
ulama dan tidak mengkhususkan dengan satu imam saja tanpa imam yang lain,
sebagaimana firman Allah :
“…Maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S.
Al-Anbiya’ : 7).
Imam Al-Amidi dan Al-kamal bin Al-Hammam memerincikan dalam permasalahan.
Jika perbuatan seseorang dengan apa yang ia konsisten dalam sebahagian
permasalahan, maka ia tidak boleh taqlid ulama lain pada permasalahan tersebut.
Dan jika ia belum mengamalkan pada sebahagian permasalahan yang lain maka ia
boleh mengikuti ulama lainnya pada permaslahan tersebut. Alasannya, karena tidak
dalam syariat yang mewajibkannya untuk mengikuti apa yang ia komitmen
dengannya, akan tetapi syariat mewajibkan mengikuti ulama tanpa pengkhususan
seorang ulama tertentu.
Pendapat yang kuat menurut para ulama muhaqqiqun adalah tidak wajibnya
komitmen dengan mazhab tertentu. Seorang yang awam boleh mengikuti suatu
mazhab dengan syarat tidak fanatik. Ia tidak wajib mengikuti mazhab tertentu dalam
semua permasalahan, namun ia boleh mengikuti suatu mazhab dalam beberapa
persoalan dan berpindah mazhab lainnya dalam persoalan lainnya sesuai dengan
dalil atau kebenaran. Ia boleh berbeda dengan imam mazhab dan mengambil
pendapat selain imamnya. Karena tidak ada kewajiban untuk bermazhab. Tidak ada
dalil Al-Quran dan As-Sunnah yang mewajibkannya.
2. Pemilahan ibadah mahdhah dan ghair mahdhah tidak memberdayakan ummat. Apa
tanggapan anda dan berikan solusi?
Pemilahan atau memilah suatu ibadah baik ibadah Mahdhah maupun Ghairu
Mahdoh ini adalah sebuah kekeliruan besar bagi umat islam, karna islam itu
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw itu sudah sempurna seperti dalam
surat Al-maidah ayat 3 yang artinya :
3. “ Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.
Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa,
maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (al-maidah ayat 3 )
Dari ayat ini jelas bahwa agama ini sudah sempurna, maka jika ibadah mahdhah
ataupun ghaira mahdhah tidak memberikan dampak yang signifikan kepada umat
manusia dipastikan ada yang salah pada pemeluk agama itu. Islam itu dijelaskan
adalah Agama sempurna, jika manusia hanya menjalankan sesuai dengan seleranya
maka agama itu tidak akan mempunyai dampak yang signifikan dalam masyarakat.
Beberapa ciri ibadah mahdhah adalah:
1. Merupakan jenis ibadah sejak asal penetapannya dari dalil syariat.
2. Dikerjakan dengan niat mendapat pahala di akhirat.
3. Tidak dapat dijangkau dengan akal.
Sedangkan beberapa ciri ibadah ghairu mahdhah adalah:
1. Aktivitas atau ucapan yang awalnya atau sejatinya tidak berupa ibadah, tetapi
dapat berubah bernilai ibadah karena niat dari orang yang melaksanakannya.
2. Dikerjakan dengan maksud memenuhi kebutuhan yang tidak bersifat ukhrawi.
3. Aktivitas yang dilakukan dapat dijangkau secara logis.
Berdasarkan dari definisinya, contoh ibadah mahdhah adalah salat. Salat merupakan
aktivitas yang sejak awal dinilai sebagai ibadah berdasarkan dalil yang ada, dikerjakan
dengan niat bertaqwa dan mendapat pahala di akhirat, dan alasan pelaksanaannya
tak dapat dijangkau oleh akal manusia. Pada tataran ibadah ghairu mahdhah,
biasanya kita mengerjakan sedekah. Awalnya, sedekah adalah kegiatan memberi
sesuai kebutuhan manusia di dunia. Namun aktivitas ini jadi memiliki nilai lebih tinggi
yaitu sebagai ibadah, dan pelaksanaannya dapat dijangkau secara logis.
Solusinya :
Menurut saya supaya ibadah mahdah dan ghairo mahdhoh mempunyai dampak baik
sehingga bisa memberdayakan umat :
1. Perlunya kesadaran umat akan pentingnya mengamalkan agama ini
2. Memaksimalkan wakaf supaya produktif sehingga memberikan manfaat kepada
masyarakat
3. Memaksimalkan peran masjid dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
3. Pendekatan konsep fardhu ain dan fardhu kifayah sangat pahalaisme dan
memperoleh kekuatan ummat dlm konteks membangun kehidupan berbangsa
bernegara. Apa tanggapan anda?
4. Umat akan Bersatu jika didasarkan pada Aqidah yang kuat, jangan berharap
persatuan umat itu akan terjadi jika aqidah umat masih lemah. Maka dari itu
kekuatan umat dimulai dari aqidah / keyakinan terhadap agama yang kuat.
Adapun Fardhu ain dan fardhu kifayah bagi orang yang beriman adalah wajib
untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari, oleh karna itu banyak umat
islam yang keliru sehingga focus kepada ibadahnya yang bernilai pahala, padahal
dalam makna fardhu ain dan kifayah mempunyai makna yang besar bagi seorang
hamba untuk mencari ridha Allah swt. Padahal ridho Allah sangat luas bukan saja
yang bersifat vertical hubungan manusia dengan Allah swt, tetapi ada juga ibadah
yang bersifat horizontal yaitu hubungan manusia dengan manusia. Inilah
kehidupan nyata manusia.
Disinilah manusia mencari pahala dengan berbuat baik dan bermanfaat bagi
manusia yang lain, contoh fardhu ain membayar zakat fitrah, zakat mal atau
wakaf itu bagian fardhu ain jika sudah nishobnya,.. itu sangat bermanfaat untuk
masyarakat kita,..