SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ijtihad adalah suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hokum
dalil-dalil ketentuan itu dan sebagai suatu cara untuk memberikan ketentuan
hokum yang timbul karena tuntutan kepentingan dalam muamalah ijtihad disini
mempunyai objek dan metode – metode tertentu.
Objek utama yang akan di bahas dalam ushul fiqih adalah Al Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks atau sumber berbahasa, para
ulama akan menyusun semacam semantic yang akan digunakan praktik penalaran
fiqih, hal ini adalah metode dari Istinbath.
Oleh karena itu di dalam makalah ini akan dijelaskan metode-metode
Ijtihad dan pendekatan Istinbath hokum Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ijtihad dalam Hukum Islam
1. Pengertian Ijtihad
Syariat Islam adalah suatu hokum ketuhanan dan ijtihat disini merupakan
suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum dalil-dalil, untuk itu
dan sebagai cara untuk memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan
kepentingan hukum Islam ijtihad ini menjadi suatu keharusan praktis.
Ijtihad menurut pendapat ushul : “Ijtihad menurut istilah ulama ushul fiqih
mencurahkan segala kesungguhan (tenaga dan pikiran) untuk menemukan hukum
syar’I dari dalil-dalil yang tafshi dari kaidah-kaidah hukum syara’
Objek ijtihad ialah setiap peristiwa hukum, baik sudah ada nashnya yang
bersifat zanni maupun belum ada nash-nya sama sekali. Dalam pada itu ijtihad
adalah dogma yang penting sekali bagi pembinaan dan perkembangan hukum
islam. Terbuka bebasnya ijtihad dalam hukum islam, tidak berarti bahwa setiap
orang boleh melakukan ijtihad, melainkan hanya orang-orang yang telah memiliki
syarat-syarat tertentu pula, baik yang berhubungan dengan sikap ketika
menghadapi nash-nash yang berlawanan.
2. Dasar Hukum Wajibnya Berijtihad
Dalam sejarah perkembangan hukum islam ijtihad menjadi istilah hukum
tertentu, yang berarti suatu jalan pengambilan hukum dengan Al-Qur’an, As-
Sunnah dan akal. Adapun adanya ijtihad secara tegas dan jelas menurut sejarah
2
hukum islam adalah tentang Tanya jawab Nabi SAW dengan sahabat Mu’az bin
Jabal R.a sewaktu ditunjuk oleh Nabi dengan gubernur atau hakim di Yaman.
Sedangkan dalil hukum sebagai dasae wajibnya berijtihad itu adalah firman
Allah SWT :
Artinya : “Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai
orang-orang yang mempunyai pandangan” (Q.S. 59 : 2)
Dalam firman Allah di atas adalah Allah telah mengharuskan bagi orang-
orang yang ahli memahami dan merenungkan jdalam mengambil ibarat supaya
berijtihad.
3. Syarat-Syarat Ijtihad
Menurut al-Syaukani untuk dapat melakukan ijtihad hukum diperlukan lima
persyaratan, yaitu (1) mengetahui Al-Qur’an dan As-Sunnah, (2) mengetahui
Ijma’, (3) mengetahui Bahasa Arab, (4) mengetahui ilmu Ushul Fiqih, dan
(5)mengetahui Nasikh-Mansukh.
Ulama Ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad yang
harus dimiliki oleh seorang mujtahid. Secara umum, pendapat mereka tentang
persyaratan seorang mujtahud dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam
Al-Qur’an baik menurut bahasa maupun syariah
b. Mengetahui dan menguasai hadits-hadits tentang hukum, baik menutur
bahasa maupun syariah : akan tetapi, tidak disyaratkan untuk
menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya secara
pasti, untuk memudahkan jika ia membutuhkannya.
3
c. Mengetahui Nasikh dan Mansuh dalam Al Qur’an dan Sunnah, supaya
tidak salah dalam menetapkan hukum, namuntidak disyaratkan
menghafalnya
d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijm’ ulama,
sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma’
e. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya, karena qiyas
merupakan kaidah dalam berijtihad.
f. Mengetahui Bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan bahasa, serta berbagai problematikanya
g. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad
h. Mengetahui maqashidu al-syari’ah (tujuan syariat) secara umum,
karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqasyidu al-
syari’ah atau rahasia diayariatkannya suatu hukum.
4. Macam – Macam Ijtihad
Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai
dengan pendapat al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu :
a. Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum
syara’ dari nash
b. Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad terdapat permasalahan yang tidak
terdapat dalam Al Qurab dan sunnah dengan menggunakan metode
qiyas.
4
c. Ijtihad Al Istishah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak
terdapat didalam al Qur’an dan sunnah dengan menggunakan ra’yu
berdasarkan kaidah istishlah
Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh
Muhammad Taqiyu Al Hakim dengan mengemukakan ebberapa alas an
diantaranya Jami’ wal Mani, menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua
bagian saja, yaitu :
a) Istihad al Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya di dasarkan pada
akal, tidak menggunakan dalil syara’
Contoh : Menjaga kemudaratan, hukuman itu jelek bila tidak disertai
penjelasan dan lain-lain.
b) Ijtihad syari’, yaitu ijtihad didirikan pada syara’, termasuk
dalam pembagian ini adalah ijma’, qiyas, istishan, istishlah,
‘urf, istishab, dan lain-lain.
5. Metode-Metode Ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad
dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara
metode atau cara berijtihad adalah:
a. Ijma’, adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai
suatu masalah pada suatu tempat disuatu masa.
b. Qiyas, adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan hal (lain)
5
yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul karena
persamaan illat-Nya.[4]
Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah
ayat 90. Yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-Nya
yakni memabukkan. Sebab minuman yang memabukan, dari apapun ia
dibuat, hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum.
Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang
memabukkan itu, maka dengan qiyas pula ditetapkan semua minuman
yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum dan diperjual
belikan untuk umum.
c. Istidlal, adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
Contoh : Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang
diwahyukan sebelum islam.
d. Masalin Al-Mursalah, adalah cara menemukan hukum sesuatu hal
yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Al-Qur’an maupun
dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimabangan kemaslahatan
masyarakat atau kepentingan umum.
Contoh : Pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan, yang
sama sekali tidak disinggung di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah Rasul.
e. Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan cara menyimpang
dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan social.
Istishan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat
menurut suatu keadaan.
6
Contohnya : Pencabutan hak milik sesorang atas tanah untuk pelebaran jalan,
pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial.
f. Istisab, adalah menetapkan hukum suatu hel menurut keadaan yang
terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya.
Contoh : A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B menurut A utangnya
telah dibayar kembali, tanpa menunjukan bukti atau saksi. Dalam kasus
ini bedasarkan istisab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar
utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti
yang menyatakan bahwa perjanian utang-piutang tersebut telah berakhir.
g. Adat-Istiadat atau ‘Urf, adalh yang tidak bertentangan hukum Islam
dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang
bersangkutan.
Contoh : Melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat),
pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuankedua
belah pihak, dan lain-lain.[5]
B. Pendekatan Istinbath Hukum Islam
Secara etimologi, Istinbath bersal dari kata nabatha, yanbuthu, yang berarti
“air yang mula-mula keluar dari sumur yang digali“. Kemudian kata kerja tesebut
dijadikan bentuk tsulasimazid (transitif), sehingga menjadi anbatha dan istinbatha,
yang berarti “mengeluarkan air dari sumur”. Dengan demikian, kata istinbath pada
asalnya berarti “usaha mengeluarkan air dari sumbernya”.
7
Berdasarkan etimologi di atas, maka istinbath dalam ilmu ushul fiqih berarti
usaha seorang ahli fiqih dalam mengeluarkan hukum Islam dari sumber-
sumbernya. Usaha ahli fiqih tersebut tidak akn berhasil apabila tidak didukung
oleh cara-cara pendekatan istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh
pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum Islam.
Berikut ini akan penulis uraikan secara ringkas bentuk-bentuk pendekatan
istinbath hukum Islam seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Salam Madkur.
1. Ijtihad Bayani (Pendekatan Melalui Kaidah-Kaidah Kebahasaan)
Ijtihad bayani merupakan metode ijtihad yang lebih menitikberatkan kepada
kajian kebahasaan. Ijtihad bayani adalah pengetahuan kemampuan untuk sampai
kepada hukum yang dimaksud oleh nash dan zhanni tsubut atau dalalahnya, atau
zhanni kedua-duanya. Inilah yang menjadi ruang lingkup ijtihad, yaitu batas-batas
yang diberi toleransi untuk memahami nash dan mentarjih atau mengutamakan
beberapa maksudnya, atau mengetahui sasaran nash dan jalurnya. Pengistilahan
ijtihad bayani, karena berkaitan dengan penjelasan terhadap nash, yaitu
pembatasan terhadap ruang lingkup nash, hal-hal apa saja yang menjadi ruang
lingkup tersebut menurut pembuat syara’. Ijtihad model ini disepakati oleh
seluruh ulama.
2. Ijtihad Qiyasi ( Pendekatan melalui Qiyas)
Menurut Muhammad Salam Madkur, ijtihad qiyasi adalah sebuah ijtihad
dimana seorang ahli fiqih mengerahkan kemampuannya untuk sampai kepada
hukum yang tidak dijelaskan oleh nash qathi’ maupun zhanni, juga tidak diperkuat
ijma’. Ahli fiqih tersebut akan sampai kepada hukum dengan memperhatikan
8
indikator-indikator (imarah-imarah) dan jalan-jalan (wasilah-waslah) hukum yang
telah
3. Ijtihad Istishlahi (Pendekatan Melalui Metode Mashlahah Mursalah)
Menurut Muhammad Salam Madkur Ijtihad Istishlahi adalah pengorbanan
kemampuan untuk sampai kepada hokum syara’ (Islam) dengan menggunakan
pendekatan kaidah-kaidah umum (kulliyah), taitu mengenai masalah yang
mungkin digunakan pendekatan kaidah-kaidah umum tersebut, dan tidak ada nash
yang khusus atau dukungan ijma’ terhadap masalah itu. Selain itu, tidak mungkin
pula diterapkan metode qiyas atau metode istihsan terhadap masalah itu. Ijtihad
ini, pada dasarnya merujuk kepada kaidah jalb al-mashlahah wa daf’ al-mafsadah
(menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan), sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan untuk kaidah-kaidah syara’.[6]
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad merupakan suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan
hokum dalil-dalil untuk itu dan sebagai suatu cara untuk memberikan ketentuan
hukum yang timbul karena tuntunan kepentingan hokum Islam, ijtihad ini menjadi
suatu keharusan praktik.
Ijtihad berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu
akan rapuh, itulah sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat
dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-Hadits.
Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-
sumbernya. Usaha ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara
pendekatan istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh
pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum Islam.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam
penulisan ataupun pembahasan serta penjelasan kurang jelas, kami mohon maaf.
Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan pastisipasinya
10
DAFTAR PUSTAKA
Ali , Moh Daud. 2007. Hukum Islam . Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Alkaf, Idrus H. 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman. Solo : CV Ramadhani.
Dede Rohayana , Ade. 2005 . Ilmu Ushul Fiqih . Pekalongan : STAIN Press.
11

More Related Content

What's hot

Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamMarhamah Saleh
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhSuya Yahya
 
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5NavenAbsurd
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabihazzaazza50746
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAbulkhair Abdullah
 
makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsFeri Nugroho
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ibnu Ahmad
 
Makalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhMakalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhindah pertiwi
 
Makalah fiqih thaharoh
Makalah  fiqih thaharohMakalah  fiqih thaharoh
Makalah fiqih thaharohfriskacaca
 
Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointLontongSayoer
 
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANAmalia Damayanti
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxRaja Aidil Angkat
 
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhMasa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhfriskacaca
 
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuEPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARIarfian kurniawan
 
Materi akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawufMateri akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawufSukrinTaib
 
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahad
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahadMakalah hadits mutawatir dan hadits ahad
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahadRendiTrida
 

What's hot (20)

Makalah ijtihad
Makalah ijtihadMakalah ijtihad
Makalah ijtihad
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
PPT fiqh (sejarah pembentukan empat mahzab dalam fiqh) Kelompok 5
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabih
 
Ppt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'anPpt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'an
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij hadits
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)
 
Makalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhMakalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqh
 
Makalah fiqih thaharoh
Makalah  fiqih thaharohMakalah  fiqih thaharoh
Makalah fiqih thaharoh
 
Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power point
 
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
 
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqhMasa keemasan dan kemunduran fiqh
Masa keemasan dan kemunduran fiqh
 
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuEPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat Ilmu
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
Materi akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawufMateri akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawuf
 
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahad
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahadMakalah hadits mutawatir dan hadits ahad
Makalah hadits mutawatir dan hadits ahad
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 

Similar to Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad

Similar to Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad (20)

Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
Ushul fiqh
Ushul fiqhUshul fiqh
Ushul fiqh
 
Studi Hukum Islam
Studi Hukum IslamStudi Hukum Islam
Studi Hukum Islam
 
AIK 2 KELOMPOKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK.3.pptx
AIK 2 KELOMPOKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK.3.pptxAIK 2 KELOMPOKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK.3.pptx
AIK 2 KELOMPOKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK.3.pptx
 
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
Ijtihad-Ushul Fiqh (Miftah'll Everafter)
 
Makalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsanMakalah ushul fiqh istihsan
Makalah ushul fiqh istihsan
 
Bab 5
Bab 5Bab 5
Bab 5
 
Bab 5 Hukum Taklifi
Bab 5 Hukum TaklifiBab 5 Hukum Taklifi
Bab 5 Hukum Taklifi
 
Makalah pai
Makalah paiMakalah pai
Makalah pai
 
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
IJTIHAD SEBAGAI METODE PENGGALIAN HUKUM
 
Syariah,fikih dan hukum islam
Syariah,fikih dan hukum islamSyariah,fikih dan hukum islam
Syariah,fikih dan hukum islam
 
Ushul Fiqh.pptx
Ushul Fiqh.pptxUshul Fiqh.pptx
Ushul Fiqh.pptx
 
Ijtihad
IjtihadIjtihad
Ijtihad
 
ppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptxppt Ijtihad kel 6.pptx
ppt Ijtihad kel 6.pptx
 
Pengertian-Ushul-Fiqh Pengertian dan.pptx
Pengertian-Ushul-Fiqh Pengertian dan.pptxPengertian-Ushul-Fiqh Pengertian dan.pptx
Pengertian-Ushul-Fiqh Pengertian dan.pptx
 
PPT Bab 5
PPT Bab 5 PPT Bab 5
PPT Bab 5
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
 
Thaharah (bersuci)
Thaharah (bersuci)Thaharah (bersuci)
Thaharah (bersuci)
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2
 

Makalah metode ijtihad dan macam macam ijtihad

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ijtihad adalah suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hokum dalil-dalil ketentuan itu dan sebagai suatu cara untuk memberikan ketentuan hokum yang timbul karena tuntutan kepentingan dalam muamalah ijtihad disini mempunyai objek dan metode – metode tertentu. Objek utama yang akan di bahas dalam ushul fiqih adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks atau sumber berbahasa, para ulama akan menyusun semacam semantic yang akan digunakan praktik penalaran fiqih, hal ini adalah metode dari Istinbath. Oleh karena itu di dalam makalah ini akan dijelaskan metode-metode Ijtihad dan pendekatan Istinbath hokum Islam. 1
  • 2. BAB II PEMBAHASAN A. Ijtihad dalam Hukum Islam 1. Pengertian Ijtihad Syariat Islam adalah suatu hokum ketuhanan dan ijtihat disini merupakan suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum dalil-dalil, untuk itu dan sebagai cara untuk memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntutan kepentingan hukum Islam ijtihad ini menjadi suatu keharusan praktis. Ijtihad menurut pendapat ushul : “Ijtihad menurut istilah ulama ushul fiqih mencurahkan segala kesungguhan (tenaga dan pikiran) untuk menemukan hukum syar’I dari dalil-dalil yang tafshi dari kaidah-kaidah hukum syara’ Objek ijtihad ialah setiap peristiwa hukum, baik sudah ada nashnya yang bersifat zanni maupun belum ada nash-nya sama sekali. Dalam pada itu ijtihad adalah dogma yang penting sekali bagi pembinaan dan perkembangan hukum islam. Terbuka bebasnya ijtihad dalam hukum islam, tidak berarti bahwa setiap orang boleh melakukan ijtihad, melainkan hanya orang-orang yang telah memiliki syarat-syarat tertentu pula, baik yang berhubungan dengan sikap ketika menghadapi nash-nash yang berlawanan. 2. Dasar Hukum Wajibnya Berijtihad Dalam sejarah perkembangan hukum islam ijtihad menjadi istilah hukum tertentu, yang berarti suatu jalan pengambilan hukum dengan Al-Qur’an, As- Sunnah dan akal. Adapun adanya ijtihad secara tegas dan jelas menurut sejarah 2
  • 3. hukum islam adalah tentang Tanya jawab Nabi SAW dengan sahabat Mu’az bin Jabal R.a sewaktu ditunjuk oleh Nabi dengan gubernur atau hakim di Yaman. Sedangkan dalil hukum sebagai dasae wajibnya berijtihad itu adalah firman Allah SWT : Artinya : “Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan” (Q.S. 59 : 2) Dalam firman Allah di atas adalah Allah telah mengharuskan bagi orang- orang yang ahli memahami dan merenungkan jdalam mengambil ibarat supaya berijtihad. 3. Syarat-Syarat Ijtihad Menurut al-Syaukani untuk dapat melakukan ijtihad hukum diperlukan lima persyaratan, yaitu (1) mengetahui Al-Qur’an dan As-Sunnah, (2) mengetahui Ijma’, (3) mengetahui Bahasa Arab, (4) mengetahui ilmu Ushul Fiqih, dan (5)mengetahui Nasikh-Mansukh. Ulama Ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid. Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahud dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an baik menurut bahasa maupun syariah b. Mengetahui dan menguasai hadits-hadits tentang hukum, baik menutur bahasa maupun syariah : akan tetapi, tidak disyaratkan untuk menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya secara pasti, untuk memudahkan jika ia membutuhkannya. 3
  • 4. c. Mengetahui Nasikh dan Mansuh dalam Al Qur’an dan Sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hukum, namuntidak disyaratkan menghafalnya d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijm’ ulama, sehingga ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma’ e. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad. f. Mengetahui Bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya g. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad h. Mengetahui maqashidu al-syari’ah (tujuan syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqasyidu al- syari’ah atau rahasia diayariatkannya suatu hukum. 4. Macam – Macam Ijtihad Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai dengan pendapat al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu : a. Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash b. Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad terdapat permasalahan yang tidak terdapat dalam Al Qurab dan sunnah dengan menggunakan metode qiyas. 4
  • 5. c. Ijtihad Al Istishah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat didalam al Qur’an dan sunnah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah Pembagian diatas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Taqiyu Al Hakim dengan mengemukakan ebberapa alas an diantaranya Jami’ wal Mani, menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu : a) Istihad al Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya di dasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil syara’ Contoh : Menjaga kemudaratan, hukuman itu jelek bila tidak disertai penjelasan dan lain-lain. b) Ijtihad syari’, yaitu ijtihad didirikan pada syara’, termasuk dalam pembagian ini adalah ijma’, qiyas, istishan, istishlah, ‘urf, istishab, dan lain-lain. 5. Metode-Metode Ijtihad Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara metode atau cara berijtihad adalah: a. Ijma’, adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat disuatu masa. b. Qiyas, adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan hal (lain) 5
  • 6. yang hukumnya disebut dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul karena persamaan illat-Nya.[4] Contoh : Larangan meniru khamr yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90. Yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-Nya yakni memabukkan. Sebab minuman yang memabukan, dari apapun ia dibuat, hukumnya sama dengan khamr yaitu dilarang untuk diminum. Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka dengan qiyas pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan, apapun namanya, dilarang diminum dan diperjual belikan untuk umum. c. Istidlal, adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan. Contoh : Menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum islam. d. Masalin Al-Mursalah, adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimabangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum. Contoh : Pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan, yang sama sekali tidak disinggung di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah Rasul. e. Istishan, adalah cara menentukan hukum dengan cara menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan social. Istishan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan. 6
  • 7. Contohnya : Pencabutan hak milik sesorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial. f. Istisab, adalah menetapkan hukum suatu hel menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya. Contoh : A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B menurut A utangnya telah dibayar kembali, tanpa menunjukan bukti atau saksi. Dalam kasus ini bedasarkan istisab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanian utang-piutang tersebut telah berakhir. g. Adat-Istiadat atau ‘Urf, adalh yang tidak bertentangan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Contoh : Melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuankedua belah pihak, dan lain-lain.[5] B. Pendekatan Istinbath Hukum Islam Secara etimologi, Istinbath bersal dari kata nabatha, yanbuthu, yang berarti “air yang mula-mula keluar dari sumur yang digali“. Kemudian kata kerja tesebut dijadikan bentuk tsulasimazid (transitif), sehingga menjadi anbatha dan istinbatha, yang berarti “mengeluarkan air dari sumur”. Dengan demikian, kata istinbath pada asalnya berarti “usaha mengeluarkan air dari sumbernya”. 7
  • 8. Berdasarkan etimologi di atas, maka istinbath dalam ilmu ushul fiqih berarti usaha seorang ahli fiqih dalam mengeluarkan hukum Islam dari sumber- sumbernya. Usaha ahli fiqih tersebut tidak akn berhasil apabila tidak didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum Islam. Berikut ini akan penulis uraikan secara ringkas bentuk-bentuk pendekatan istinbath hukum Islam seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Salam Madkur. 1. Ijtihad Bayani (Pendekatan Melalui Kaidah-Kaidah Kebahasaan) Ijtihad bayani merupakan metode ijtihad yang lebih menitikberatkan kepada kajian kebahasaan. Ijtihad bayani adalah pengetahuan kemampuan untuk sampai kepada hukum yang dimaksud oleh nash dan zhanni tsubut atau dalalahnya, atau zhanni kedua-duanya. Inilah yang menjadi ruang lingkup ijtihad, yaitu batas-batas yang diberi toleransi untuk memahami nash dan mentarjih atau mengutamakan beberapa maksudnya, atau mengetahui sasaran nash dan jalurnya. Pengistilahan ijtihad bayani, karena berkaitan dengan penjelasan terhadap nash, yaitu pembatasan terhadap ruang lingkup nash, hal-hal apa saja yang menjadi ruang lingkup tersebut menurut pembuat syara’. Ijtihad model ini disepakati oleh seluruh ulama. 2. Ijtihad Qiyasi ( Pendekatan melalui Qiyas) Menurut Muhammad Salam Madkur, ijtihad qiyasi adalah sebuah ijtihad dimana seorang ahli fiqih mengerahkan kemampuannya untuk sampai kepada hukum yang tidak dijelaskan oleh nash qathi’ maupun zhanni, juga tidak diperkuat ijma’. Ahli fiqih tersebut akan sampai kepada hukum dengan memperhatikan 8
  • 9. indikator-indikator (imarah-imarah) dan jalan-jalan (wasilah-waslah) hukum yang telah 3. Ijtihad Istishlahi (Pendekatan Melalui Metode Mashlahah Mursalah) Menurut Muhammad Salam Madkur Ijtihad Istishlahi adalah pengorbanan kemampuan untuk sampai kepada hokum syara’ (Islam) dengan menggunakan pendekatan kaidah-kaidah umum (kulliyah), taitu mengenai masalah yang mungkin digunakan pendekatan kaidah-kaidah umum tersebut, dan tidak ada nash yang khusus atau dukungan ijma’ terhadap masalah itu. Selain itu, tidak mungkin pula diterapkan metode qiyas atau metode istihsan terhadap masalah itu. Ijtihad ini, pada dasarnya merujuk kepada kaidah jalb al-mashlahah wa daf’ al-mafsadah (menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan), sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan untuk kaidah-kaidah syara’.[6] 9
  • 10. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ijtihad merupakan suatu jalan untuk mendapatkan ketentuan-ketentuan hokum dalil-dalil untuk itu dan sebagai suatu cara untuk memberikan ketentuan hukum yang timbul karena tuntunan kepentingan hokum Islam, ijtihad ini menjadi suatu keharusan praktik. Ijtihad berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu akan rapuh, itulah sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-Hadits. Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber- sumbernya. Usaha ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum Islam. B. Saran Demikianlah makalah yang kami buat, apabila ada kesalahan baik dalam penulisan ataupun pembahasan serta penjelasan kurang jelas, kami mohon maaf. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan pastisipasinya 10
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Ali , Moh Daud. 2007. Hukum Islam . Jakarta : Raja Grafindo Persada. Alkaf, Idrus H. 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman. Solo : CV Ramadhani. Dede Rohayana , Ade. 2005 . Ilmu Ushul Fiqih . Pekalongan : STAIN Press. 11