2. Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak penghasilan pasal 22, merupakan pajak yang dipungut
oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lain,berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor aTau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Pemungut Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 .
Pemungut PPh pasal 22 adalah:
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai,atas impor
barang
Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP)
Kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif
Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan pertanian dan perikanan
4. Kegiatan yang Dikenakan PPH Pasal 22
• Impor barang
• Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan
oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA)
• Pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran
• Pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit surat perintah membayar
5. Kegiatan yang Dikenakan PPH Pasal 22
• Industri baja dan industri otomotif
• Penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas
• Penjualan hasil industri dalam negeri
• Pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
oleh industri dan ekspotir
6. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pasal 22
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan
dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui Kantor
Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh
Pemungut
Pajak
(bendahara
pemerintah,
KPA,
bendahara
pengeluaran, pejabat penerbit spm) wajib disetor oleh pemungut ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang
telah di isi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut
pajak.
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar
minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri
semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara malalui Kantor Pos, bank
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
7. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pasal 22
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos , bank devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
Penyetoran PPH Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jendral Bea dan
Cukai dan pemungut menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang
berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
Pemungutan pajak wajib menerbitkan bukti Pemungutan PPH Pasal 22
dalam rangka 3 (tiga),yaitu:
a. Lembar kesatu untuk wajib pajak(pembeli/pedagang pengumpul)
b. Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa PPh
Pasal 22)
c. Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
9. Pemungutan pajak bersifat final
Artinya bahwa pajak yang telah dibayar oleh Wajib
Pajak melalui pemungutan oleh pihak lain dalam tahun
berjalan tersebut tidak dapat dikreditkan pada total
PPh yang terutang pada akhir suatu tahun tahun pada
saat pengisian SPT Tahunan PPh.
10. Pemungutan pajak bersifat tidak final
Berarti pajak yang sudah di pungut oleh pemungut
atau dibayarkan dapat dikreditkan/diperhitungkan
sebagai pembayaran pajak penghasilan dalam tahun
berjalan oleh wajib pajak yang dipungut.
11. Dasar Pemungutan
1. Nilai impor, yaitu nilai
berupa uang yang menjadi
dasar perhitungan Bea
Masuk yang terdiri atas
cost insurance and freight
(CIF) ditambah dengan Bea
Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan kepabeanan di
bidang impor;
2. Dasar pengenaan pajak
pertambahan nilai (DPP
PPN) yang dapat
berupa harga
pembelian/penjualan.
12. Tarif Pemungut
•
Tarif 2,5% dari nilai impor diterapkan untuk impor yang menggunakan
Angka Pengenal Impor (API)
•
Tarif 0,5% dari nilai impor diterapkan untuk impor
kedelai, gandum, dan tepung terigu yang menggunakan Angka
Pengenal Impor (API)
•
Tarif 7,5% dari nilai impor diterapkan untuk impor yang tidak
menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
•
Tarif 7,5% dari harga jual lelang diterapkan untuk impor yang
dikuasai.
13. •
Tarif 1,5% dari harga pembelian untuk pembelian barang yang
dilakukan oleh bendahara pemerintah, bendahara
pengeluaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan pejabat penerbit Suarat
Perintah Membayar
•
Tarif 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
bahan bakar minyak kepada SPBU Pertamina
•
Tarif 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan bahan
bakar minyak kepada SPBU bukan pertamina dan Non SPBU
•
Tarif 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan bahan
bakar gas
•
Tarif 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
pelumas
14. •
Tarif 0,1% dari DPP PPN untuk penjualan kertas hasil produksi di
dalam negeri oleh industri kertas
•
Tarif 0,25% dari DPP PPN untuk penjualan semua jenis semen hasil
produksi di dalam negeri oleh industri semen
•
Tarif 0,45% dari DPP PPN untuk penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih didalam negeri oleh industry
otomotif
•
Tarif 0,3% dari DPP PPN untuk penjualan baja di dalam negeri oleh
industry baja
•
Tarif 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN untuk
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor oleh
badan usaha industry atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan.
15. Berdasarkan tarif pungutan yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus
persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukan Nomor
Pokok Wajib Pajak.
16. Contoh Perhitungan
Contoh 1: Menghitung PPh Pasal 22 atas impor
PT Perdana adalah importir barang-barang elektrik yang
mempunyai API, pada bulan Mei 2011 melakukan impor
barang Jepang dengan harga faktur US $100,000.00. Biaya
asuransi yang dibayar diluar negeri dan biaya angkut
pengapalan barang dari Jepang ke dalam daerah pabean
(Indonesia) masing-masing sebesar 2% dan 5% dari harga
faktur. Tarif bea masuk dan bea msuk tambahan masingmasing sebesar 20% dan 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan pada saat itu adalah US $1.00 = Rp
8.500,00. Hitunglah PPh pasal 22!
17. a) Menentukan Nilai Impor
-Harga faktur (cost)
-Biaya asuransi (insurance):
2% x US $100,000,00
-Biaya angkut (freight):
5% x US $ 100,000.00
CIF (cost,insurance,freight)
US $
100,000.00
US $
2,000.00
US $
5,000.00
US $
107,000.00
Kurs US $1,00 = Rp8.500,00
CIF (dalam rupiah):
US $107,000.00 x Rp8.500,00 =
Ditambah:
- Bea masuk:
20% x Rp 909.500.000,00
- Bea masuk tambahan:
10% x Rp909.500.000,00
Nilai impor
Rp 909.500.000,00
Rp 181.900.000,00
Rp 90.950.000,00
Rp1.182.350.000,00
18. b) Menghitung PPh pasal 22-impor
2,5% x Rp1.182.350.000,00 =
Rp 29.558.750,00
Jika importir yang bersangkutan tidak mempunyai
API, besarnya PPh Pasal22 adalah:
7,5%x Rp1.182.350.000,00 =
Rp 88.676.250,00
19. Contoh 2:
Menghitung pph pasal 22 atas penjualan hasil produksi
oleh produsen atau importir bahan baku dan pelumas
PT Pertamina adalah produsen dan importir bahan bakar
minyak, gas dan pelumas, pada bulan Agustus 2011 melakukan
penyerahan sebagai baerikut:
a) Penyerahan bahan bakar minyak senilai Rp816.000.000,00
kepada SPBU pertamina;
b) Penyerahan bahan bakar minyak senilai Rp523.000.000,00
kepada non SPBU;
c) Penyerahan bahan bakar gas senilai Rp179.800.000,00
kepada Blue Gas Distributor
d) Penyerahan pelumas senilai Rp278.900.000,00 Kepada PT Oil
20. Besar PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Pertamina atas
penyerahan tersebut adalah:
Atas penyerahan bahan bakar minyak kepada SPBU:
0,25% x Rp816.000.000,00
Rp 2.040.000,00
Atas penyerahan bahan bakar minyak kepada non SPBU:
0,3% x Rp523.000.000,00
Rp 1.569.000,00
Atas penyerahan bahan bakar gas kepada Blue Gas
Distributor:
0,3% x Rp179.800.000,00
Rp 539.400,00
Atas penyerahan pelumas kepada PT Oil:
0,3% x Rp278.900.000,00
Rp
836.400,00