3. Orde lama cenderung sosialis
State owned enterprise
Tidak ada perusahaan penerbangan milik swasta (privately
owned enterprise)
Semua tarif, penggunaan jenis pesawat, jejaring penerbangan
diatur dan diawasi ketat oleh Menteri Perhubungan Udara
Tidak ada persaingan antar perusahaan penerbangan
KEBIJAKAN ORDE LAMA
4. Orde baru bergerak menuju neo-liberal
Lahir UU No. 1Tahun 1967 dan SK Menteri Perhubungan Nomor
SK 13/S/1971 dengan kecenderungan neo-liberal
Lahir perusahaan penerbangan milik swasta (private owned
enterprise) disamping perusahaan milik pemerintah (state owned
enterprise)
Garuda Indonesian Airways berfungsi sebagai perusahaan
penerbangan utama (main carrier) dan pedoman penarifan (price
leadership)
Lahir perusahaan-perusahaan penerbangan umum (general
aviation) yang usaha pokoknya bukan bidang jasa angkutan udara
KEBIJAKAN ORDE BARU
5. Kebijakan orde reformasi cenderung liberal
Jumlah penerbangan meningkat dengan jumlah 103 perusahaan
(pemerintah + swasta)
Lahir Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 11Tahun 2001
yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan
No. KM 81Tahun 2004 yang mengatur angkutan udara niaga
(commercial airlines) dan bukan niaga (general aviation),
perusahaan penerbangan meningkat menjadi 157 perusahaan
Persaingan ketat, tarif bawah diturunkan
Disempurnakan dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM
25Tahun 2008 dengan kebijakan untuk memperoleh izin usaha
angkutan udara niaga harus mempunyai 5 unit pesawat udara
KEBIJAKAN ORDE REFORMASI
6. Lahir UU No. 1Tahun 2009 untuk membangun konsep penerbangan
nasional yang tangguh dan dapat bersaing pada tataran nasional,
regional maupun global
Syarat dalam UU No. 1Tahun 2009:
a. Kepemilikan pesawat udara yang mencukupi (sufficient aircraft ownership);
b. Kepemilikan modal yang kuat (capital intensive);
c. Bank garansi (bank guarantee);
d. Kepemilikan saham mayoritas (single majority shares);
e. Sumber daya manusia yang profesional (professional human resource);
f. Penegakan hukum yang ketat (law enforcement and fully regulated);
g. Kepatuhan yang tinggi (highly compliance);
h. Penguasaan teknologi yang tinggi (high technology);
i. Budaya keselamatan penerbangan (aviation safety culture); dan
j. Kejujuran dalam pelaksanaan operasional (just culture).
KEBIJAKAN ORDE REFORMASI
7. Modal yang kuat (capital intensive) digunakan untuk
membiayai pengeluaran penerbangan, diantaranya:
a. Bahan bakar (aviation turbine);
b. Jasa boga (catering);
c. Biaya pendaratan (landing fee);
d. Pelayanan navigasi penerbangan (air navigation charge);
e. Perawatan pesawat udara (aircraft maintenance);
f. Asuransi pesawat udara dan asuransi awak pesawat udara
g. Asuransi tanggung jawab hukum (legal liability insurance)
MODALTRANSPORTASI UDARA NIAGA
(COMMERCIAL AIRLINE CAPITAL)
8. Komposisi kepemilikan modal warga negara
Indonesia warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia harus mayoritas tunggal (single
majority - Pasal 108 UU No. 1Tahun 2009)
Saham perusahaan penerbangan yang ditunjuk
(designated airline) pada umumnya harus dimiliki
warga negara atau badan hukum dari negara yang
menunjuk perusahaan penerbangan (designating
country)
KOMPOSISI SAHAM
(SHARE HOLDER COMPOSITION)
9. Pemegang izin usaha anguktan udara niaga
berjadwal (scheduled airlines) untuk memperoleh
izin usaha angkutan udara berjadwal (scheduled
airlines) wajib paling sedikit mempunyai 10 unit
pesawat udara, 5 dimiliki dan 5 dikuasai
Sedangkan angkutan udara niaga tidak berjadwal
(non-scheduled airlines) harus memiliki paling
sedikit 1 unit pesawat udara dan menguasai paling
sedikit 2 unit pesawat udara
KEPEMILIKAN PESAWAT UDARA
(AIRCRAFT OWNERSHIP)
10. UU RI No. 1Tahun 2009 mensyaratkan adanya
bank garansi (bank guarantee)
Untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan
penerbangan maka bank garansi (bank guarantee)
tersebut dapat digunakan untuk menjamin semua
tagihan kreditor
JAMINAN BANK
(BANK GUARANTEE)
11. Bisnis transportasi udara memerlukan personil
yang profesional baik dari segi kualitas maupun
kuantitas
Ahli perawatan pesawat udara, awak pesawat
udara, personel operasi pesawat udara, personel
navigasi penerbangan dan lain-lain, wajib
memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi yang
sah
SUMBER DAYA MANUSIA
(HUMAN RESOURCE)
12. Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal
(scheduled airlines) dapat melakukan kerja sama
angkutan udara dengan badan transportasi udara
niaga berjadwal nasional lainnya untuk melayani
transportasi udara dalam negeri dan/atau luar
negeri (Pasal 88 UURI No. 1Tahun 2009)
KERJASAMA ANTAR PERUSAHAAN
PENERBANGAN
(AIRLINES JOINTVENTURE)
13. Tarif mempunyai peran yang sangat penting
dalam transportasi udara baik bagi perusahaan
penerbangan, pengguna jasa angkutan udara
maupun pemerintah
Tarif adalah harga atau pungutan yang harus
dibayar untuk pengangkutan penumpang, bagasi
atau kargo termasuk biaya agen, komisi dan
biaya-biaya lainnya
TARIF PENUMPANG
(PASSANGER’STARIFF)
14. Tarif penumpang kelas ekonomi (economic class
passenger tariff) dihitung berdasarkan komponen tarif
jarak, pajak, iuran wajib asuransi, biaya tuslah
(surcharge)
Tarif non-ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada
perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
berdasarkan hukum pasar (supply and demand)
Tarif batas atas (upper limit tariff) ditentukan oleh
Menteri Perhubungan
Surcharge dipengaruhi oleh fluktuasi harga bahan
bakar
TARIF PENUMPANG
(PASSANGER’STARIFF)
15. Setiap penggunaan fasilitas jasa kebandarudaraan
dan pelayanan jasa terkait bandar udara dikenakan
tarif seimbang dengan fasilitas dan pelayanan yang
disediakan penyedia jasa (Pasal 263 UURI No. 1Tahun
2009)
Terdiri atas pelayanan aeronautika (aeronautical
service) dan pelayanan non-aeronautika (non-
aeronautical)
Tata cara dan prosedur pengenaan tarif pelayanan
jasa kebandarudaraan diatur dengan peraturan
Menteri Perhubungan
TARIF JASA KEBANDARUDARAAN
16. Dalam UURI No. 1Tahun 2009 terdapat 42 pasal sanksi
pidana, sedangkan sanksi administratif terdapat 18 pasal
Sanksi berupa peringatan dan/atau pencabutan sertifikat
yang belaku terhadap pelanggaran, antara lain:
a. Pesawat terbang, helicopter, balon udara berpenumpang, dan kapal
udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan
tanda kebangsaan Indonesia yang tidak dilengkapi oleh bendera
NKRI;
b. Setiap orang yang mengaburkan identitas tanda pendaftaran dan
kebangsaan pesawat udara, sehingga mengaburkan tanda
pendaftaran, kebangsaan dan bendera pesawat udara
PENEGAKAN HUKUM
(LAW ENFORCEMENT)
17. Sanksi berupa peringatan, pembekuan sertifikat
dan/atau pencabutan sertifikat berlaku terhadap
pelanggaran:
a. Orang yang menempatkan penumpang yang tidak mampu
melakukan tindakan dekat pintu darurat dan jendela darurat
pesawat udara yang sedang melakukan penerbangan
b. Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara tidak
mengasuransikan pesawat udara yang dioperasikan tanggung
jawab kerugian pihak kedua, tanggung jawab kerugian pihak
ketiga dan kegiatan investasi insiden dan kecelakaan pesawat
udara
PENEGAKAN HUKUM
(LAW ENFORCEMENT)
18. SUMBER
H.K. Martono dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1Tahun 2009, 2010, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
H.K. Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional
Publik, 2012, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
http://www.pngall.com/wp-content/uploads/2016/05/Plane-PNG-Clipart.png