SlideShare a Scribd company logo
1 of 114
HUKUMTRANSPORTASI
UDARA
Prof. H.K. Martono, S.H., LL.M.
Dr. Ahmad Sudiro, S.H., M.H., M.M.
Mariske MyekeTampi, S.H., M.H.
Tahukah Anda?
Pengertian Penerbangan
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan
keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas
umum lainnya.
PENERBANGAN
PEMANFAATAN
WILAYAH UDARA
BANDAR UDARA
PESAWAT UDARA
ANGKUTAN UDARA NAVIGASI
PENERBANGAN
KESELAMATAN &
KEAMANAN
FASILITAS
PENUNJANG
LINGKUNGAN HIDUP
Sumber Hukum Penerbangan
1. UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan beserta dengan
peraturan pelaksanaannya
2. Konvensi-konvensi Internasional tentang Penerbangan
3. Perjanjian Pengangkutan Udara
Cakupan UU Penerbangan
1. Semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan,
pesawat udara, bandar udara, pangkalan udara, angkutan udara,
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas penunjang dan
fasilitas umum lain yang terkait, termasuk kelestarian lingkungan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatan dari dan/atau ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
3. Semua pesawat udara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip Kedaulatan Udara
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan
eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
Prinsip Kedaulatan Udara
Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah
udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah
melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang
udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional,
pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta
lingkungan udara.
Penetapan Kawasan Udara
Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang dan terbatas
merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk
mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka
keselamatan masyarakat luas, keselamatan penerbangan,
perekonomian nasional, lingkungan hidup, serta pertahanan dan
keamanan.
Penetapan Kawasan Udara
Kawasan UdaraTerlarang (Prohibited Area)
• Artinya kawasan udara dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh
bagi semua pesawat udara. Pembatasan hanya dapat ditetapkan di dalam wilayah
udara Indonesia, sebagai contoh instalasi nuklir atau istana Presiden.
Kawasan UdaraTerbatas (Restricted Area)
• Artinya kawasan udara dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat
digunakan untuk operasi penerbangan tertentu (pesawat udara TNI). Pada waktu
tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini dapat digunakan untuk penerbangan sipil.
Pembatasan dapat berupa pembatasan ketinggian dan hanya dapat ditetapkan di
dalam wilayah udara Indonesia, misalnya instalasi atau kawasan militer.
Kawasan UdaraTerlarang (Prohibited Area)
•Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing
dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang.
•Larangan terbang bersifat permanen dan menyeluruh.
Kawasan UdaraTerbatas (Restricted Area)
• Kawasan udara terbatas hanya dapat digunakan untuk
penerbangan pesawat udara negara.
Sanksi Pelanggaran KawasanTerbang
1. Pesawat yang melanggar wilayah NKRI diperingatkan dan diperintahkan
untuk meninggalkan wilayah tersebut
2. Pesawat yang memasuki kawasan udara terlarang atau terbatas
diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut
3. Dalam hal peringatan dan perintah tidak ditaati, dilakukan tindakan
pemaksaan oleh pesawat udara negara untuk ke luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia atau kawasan udara terlarang dan terbatas
atau untuk mendarat di pangkalan udara atau bandar udara tertentu di
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara
• Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai
tanda pendaftaran.
• Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi
ketentuan ketentuan tertentu .
• Pesawat udara yang telah memenuhi syarat pendaftaran diberikan sertifikat
pendaftaran.
• Jangka waktu pendaftaran berlaku selama 3 tahun
Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara
(Aircraft Nationality and Registration Mark)
• Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara
(airship) yang telah mempunyai sertifikat pendaftaran Indonesia diberikan
tanda kebangsaan Indonesia.
• Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara
yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan
Indonesia wajib dilengkapi dengan bendera Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Syarat Pendaftaran Pesawat Sipil di Indonesia
a. tidak terdaftar di negara lain; dan
b. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
c. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh
warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu
pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu
perjanjian;
d. dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara
tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
e. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat
udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian
yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan
penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.
Contoh
Aircraft Nationality and Registration Mark
Konsekuensi
Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara
(Aircraft Nationality and Registration Mark)
1. Memiliki status kebangsaan
2. Dianggap wilayah teritorial suatu negara
3. Dianggap sebagai benda tidak bergerak di Indonesia
Kelaikudaraan
1. Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memenuhi standar
kelaikudaraan
2. Pesawat udara yang telah memenuhi standar kelaikudaraan diberi
sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian
kelaikudaraan
Jenis Sertifikat Kelaikudaraan
1. Sertifikat Kelaikudaraan Standar; dan
2. Sertifikat Kelaikudaraan Khusus.
Sertifikat Kelaikudaraan Standar
Sertifikat kelaikudaraan standar diberikan kepada pesawat terbang kategori
transpor,normal, kegunaan (utility), aerobatik, komuter, helikopter kategori
normal dan transpor, serta kapal udara dan balon udara penumpang
Sertikat kelikudaraan normal dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. initial airworthiness certificate
2. continous airworthiness certificate
Sertifikat Kelaikudaraan Khusus
Sertifikat kelaikudaraan khusus diberikan pada pesawat udara khusus
yang penggunaannya secara terbatas (restricted) dan percobaan
(eksperimental) serta kegiatan penerbangan yang bersifat khusus.
Operasi Pesawat
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan
angkutan udara wajib memiliki sertifikat.
Jenis Sertifikat Pengoperasian Pesawat
a. sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate), yang diberikan
kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil
untuk angkutan udara niaga; atau
b. sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate), yang
diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang
mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.
Sertifikat Operator Pesawat Udara
1. memiliki izin usaha angkutan udara niaga;
2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan izin usaha yang dimiliki;
3. memiliki dan/atau menguasai personel pesawat udara yang kompeten dalam jumlah
rasio yang memadai untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan pesawat
udara;
4. memiliki struktur organisasi paling sedikit di bidang operasi, perawatan,
keselamatan, dan jaminan kendali mutu;
5. memiliki personel manajemen yang kompeten dengan jumlah memadai;
6. memiliki dan/atau menguasai fasilitas pengoperasian pesawat udara;
Sertifikat Operator Pesawat Udara
7. memiliki dan/atau menguasai persediaan suku cadang yang memadai;
8. memiliki pedoman organisasi pengoperasian (company operation manual) dan pedoman
organisasi perawatan (company maintenance manual);
9. memiliki standar keandalan pengoperasian pesawat udara (aircraft operating procedures);
10. memiliki standar perawatan pesawat udara;
11. memiliki fasilitas dan pedoman pendidikan dan/atau pelatihan personel pesawat udara
(company training manuals);
12. memiliki sistem jaminan kendali mutu (company quality assurance manuals) untuk
mempertahankan kinerja operasi dan teknik secara terus menerus; dan m. memiliki pedoman
sistem manajemen keselamatan (safety management system manual).
Sertifikat Pesawat Udara Bukan Niaga
1. memiliki izin kegiatan angkutan udara bukan niaga;
2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan izin kegiatan
yang dimiliki;
3. memiliki dan/atau menguasai personel operasi pesawat udara dan
personel ahli perawatan pesawat udara;
4. memiliki standar pengoperasian pesawat udara; dan
5. memiliki standar perawatan pesawat udara
Operasi Pesawat
Sertifikat operator pesawat udara dan sertifikat pengoperasian
pesawat udara diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian
serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian
pesawat udara.
Asuransi Pengoperasian Pesawat Udara
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib
mengasuransikan:
a. pesawat udara yang dioperasikan;
b. personel pesawat udara yang dioperasikan;
c. tanggung jawab kerugian pihak kedua;
d. tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan
e. kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.
PENGANGKUTAN
UDARA
PENGANGKUTAN
UDARA NIAGA
PENGANGKUTAN
UDARA BUKAN
NIAGA
ANGKUTAN UDARA
NIAGA DALAM
NEGERI
ANGKUTAN UDARA
NIAGA LUAR NEGERI
ANGKUTAN UDARA
PERINTIS
ANGKUTAN UDARA UNTUK KEGIATAN
KEUDARAAN (AERIALWORK);
ANGKUTAN UDARA UNTUK KEGIATAN
PENDIDIKAN DAN/ATAU PELATIHAN PERSONEL
PESAWAT UDARA
ANGKUTAN UDARA BUKAN NIAGA LAINNYA
YANG KEGIATAN POKOKNYA BUKAN USAHA
ANGKUTAN UDARA NIAGA
ANGKUTAN UDARA
TERJADWAL
ANGKUTAN UDARA
TIDAKTERJADWAL
BADAN USAHA
ASING/NASIONAL
PENUMPANG/CARGO
Asas Cabotage
“Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh
badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha
angkutan udara niaga” (Pasal 84 UU No. 1Tahun 2009)
Pengangkutan Udara Niaga Dalam Negeri
1. Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan
udara niaga.
2. Angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh
badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha
angkutan udara niaga berjadwal.
Pengangkutan Udara Niaga Luar Negeri
1. Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri dapat dilakukan oleh badan
usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional dan/atau perusahaan angkutan
udara niaga berjadwal asing untuk mengangkut penumpang dan kargo
berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral.
2. Dalam hal angkutan udara niaga berjadwal luar negeri merupakan bagian dari
perjanjian multilateral yang bersifat multisektoral, pelaksanaan angkutan udara
niaga berjadwal luar negeri tetap harus diatur melalui perjanjian bilateral.
1. Perjanjian bilateral atau multilateral dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan (fairness)
dan timbal balik (reciprocity).
2. Dalam hal Indonesia melakukan perjanjian plurilateral mengenai angkutan udara dengan
suatu organisasi komunitas negara asing, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan
perjanjian bilateral dengan masing-masing negara anggota komunitas tersebut.
3. Dalam hal Indonesia sebagai anggota dari suatu organisasi komunitas negara yang
melakukan perjanjian plurilateral mengenai angkutan udara dengan suatu organisasi
komunitas negara lain, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan ketentuan yang
disepakati dalam perjanjian tersebut.
Pengangkutan Udara Niaga Luar Negeri
SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN
PADA PENGANGKUTAN UDARA
SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN
SECARA
TEORITISLiability Based on
Fault
Presumption of
Liability
Absolute/Strict
Liability
JENIS PERTANGGUNGJAWABAN
PRODUSEN PESAWAT PENGANGKUT
PENUMPANG
PESAWAT
PERUSAHAAN
ASURANSI
PERUSAHAAN
ASURANSI
PERUSAHAAN
ASURANSI
PRODUCT LIABILITY CARRIER LIABILITY
LIABILITY
INSURANCE
LIABILITY
INSURANCE
PASSANGER
INSURANCE
DASAR HUKUM
PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUT
• UU No. 1Tahun 2009 tentang Penerbangan (Pasal 140-149 )
• PP No. 40Tahun 1995 tentang Angkutan Udara (Pasal 42-45)
• Permenhub No. 77Tahun 2011
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA
UU NO. 1TAHUN 2009
KEWAJIBAN PENGANGKUT
PASAL 140 UU No. 1Tahun 2009.
.
(1)Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau
kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan.
(2)Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang
layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan
perjanjian pengangkutan yang disepakati.
(3)Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.
KEWAJIBAN PENGANGKUT PENGANGKUT
PASAL 140 UU No. 1/2009.
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
TERHADAP PENUMPANG/PENGIRIM
PASAL 141 – 149 UU No. 1/2009
PASAL 141 UU No. 1Tahun 2009.
(1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian
angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
(2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena
tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang
timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang
ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
(3)Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke
pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti
kerugian yang telah ditetapkan.
PASAL 142 UU No. 1Tahun 2009.
• Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak
untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali
dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada
pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut
diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara.
• Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang
bertanggung jawab dan dapat membantunya selama
penerbangan berlangsung.
PASAL 143 UU No. 1Tahun 2009 .
Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena
hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila
penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya.
PASAL 144 UU No. 1Tahun 2009 .
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau
rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama
bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
PASAL 145 UU No. 1Tahun 2009 .
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang,
musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan
udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
PASAL 146 UU No. 1Tahun 2009 .
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi,
atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan
bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca
dan teknis operasional.
PASAL 147 UU No. 1Tahun 2009
• Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya
penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan
alasan kapasitas pesawat udara.
• Tanggung jawab dengan memberikan kompensasi kepada
penumpang berupa: mengalihkan ke penerbangan lain tanpa
membayar biaya tambahan; dan/atau memberikan konsumsi,
akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada
penerbangan lain ke tempat tujuan.
PASAL 148 UU No.Tahun 2009.
Tanggung jawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 141 sampai dengan Pasal 147 tidak berlaku untuk:
• angkutan pos;
• angkutan penumpang dan/atau kargo yang dilakukan oleh
pesawat udara negara; dan
• angkutan udara bukan niaga.
DOKUMEN PENGANGKUTAN
PASAL 150 – 164 UU No. 1/2009.
PASAL 150 UU No. 1Tahun 2009
Dokumen angkutan udara terdiri atas:
a. tiket penumpang pesawat udara;
b. pas masuk pesawat udara (boarding pass);
c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan
d. surat muatan udara (airway bill).
PASAL 151 UU No. 1Tahun 2009
• Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang
perseorangan atau penumpang kolektif.
• Tiket penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat nomor, tempat, dan tanggal
penerbitan, nama penumpang dan nama pengangkut,
tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan
pendaratan, nomor penerbangan, tempat pendaratan yang
direncanakan antara tempat, pemberangkatan dan tempat
tujuan, apabila ada, dan pernyataan bahwa pengangkut
tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.
PASAL 151 UU No. 1Tahun 2009
• Yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang
yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan
dengan dokumen identitas diri yang sah.
• Dalam hal tiket tidak diisi keterangan-keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diberikan
oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan
ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi
tanggung jawabnya.
PASAL 152 UU No. 1Tahun 2009
• Pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf b
kepada penumpang.
• Pas masuk pesawat udara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat nama penumpang, rute
penerbangan, nomor penerbangan, tanggal dan jam
keberangkatan, nomor tempat duduk, pintu masuk ke
ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate),
dan waktu masuk pesawat udara (boarding time).
PASAL 153 UU No. 1Tahun 2009
• Pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c kepada
penumpang
• Tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat nomor tanda pengenal bagasi, kode
tempat keberangkatan dan tempat tujuan, serta berat bagasi
• Dalam hal tanda pengenal bagasi tidak diisi keterangan-
keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hilang,
atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak
berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini
untuk membatasi tanggung jawabnya.
PASAL 154 UU No. 1Tahun 2009
Tiket penumpang dan tanda pengenal bagasi dapat disatukan
dalam satu dokumen angkutan udara.
PASAL 155 UU No. 1/2009.
• Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150
huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.
• Surat muatan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat tanggal dan tempat surat muatan
udara dibuat, tempat pemberangkatan dan tujuan, nama dan
alamat pengangkut pertama, nama dan alamat pengirim
kargo,nama dan alamat penerima kargo, jumlah, cara
pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo
yang ada, jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo, jenis
atau macam kargo yang dikirim, dan pernyataan bahwa
pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam
undang-undang ini.
PASAL 155 UU No. 1/2009.
• Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada
pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh
pengangkut dalam keadaan sebagaimana tercatat dalam
surat muatan udara.
• Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diserahkan
kepada pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan
ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi
tanggung jawabnya.
PASAL 156 UU No. 1/2009.
• Surat muatan udara wajib dibuat sekurang-kurangnya
rangkap 3 (tiga), lembar asli diserahkan pada saat
pengangkut menerima barang untuk diangkut.
• Pengangkut wajib menandatangani surat muatan udara
sebelum barang dimuat ke dalam pesawat udara.
PASAL 157 UU No. 1/2009.
Surat muatan udara tidak dapat diperjualbelikan atau
dijadikan jaminan kepada orang lain dan/atau pihak lain.
PASAL 158 UU No. 1/2009.
Pengangkut wajib memberi prioritas pengiriman dokumen
penting yang bersifat segera serta kargo yang memuat
barang mudah rusak dan/atau cepat busuk (perishable goods).
PASAL 159 UU No. 1/2009.
Dalam hal pengirim kargo menyatakan secara tertulis harga
kargo yang sebenarnya, pengangkut dan pengirim kargo
dapat membuat kesepakatan khusus untuk kargo yang
memuat barang mudah rusak dan/atau cepat busuk dengan
mengecualikan besaran kompensasi tanggung jawab yang
diatur dalam undang-undang ini.
PASAL 160 UU No. 1/2009.
Pengangkut dan pengirim kargo dapat menyepakati
syarat-syarat khusus untuk angkutan kargo:
• yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan besar ganti
kerugian sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini;
dan/atau
• yang memerlukan perawatan atau penanganan khusus dan
harus disertai perjanjian khusus dengan tambahan imbalan
untuk mengasuransikan kargo tersebut.
PASAL 161 UU No. 1/2009.
• Pengirim bertanggung jawab atas kebenaran surat muatan
udara.
• Pengirim kargo bertanggung jawab atas kelengkapan
dokumen lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi terkait
dan menyerahkan kepada pengangkut.
• Pengirim bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
pengangkut atau pihak lain sebagai akibat dari
ketidakbenaran surat muatan udara yang dibuat oleh
pengirim.
PASAL 162 UU No. 1/2009.
• Pengangkut wajib segera memberi tahu penerima kargo
pada kesempatan pertama bahwa kargo telah tiba dan
segera diambil.
• Biaya yang timbul akibat penerima kargo terlambat atau
lalai mengambil pada waktu yang telah ditentukan
menjadi tanggung jawab penerima.
PASAL 163 UU No. 1/2009.
Dalam hal kargo belum diserahkan kepada penerima,
pengirim dapat meminta kepada pengangkut untuk
menyerahkan kargo tersebut kepada penerima lain atau
mengirimkan kembali kepada pengirim, dan semuanya atas
biaya dan tanggung jawab pengirim.
PASAL 164 UU No. 1/2009.
• Dalam hal penerima kargo, setelah diberitahu sesuai
dengan waktu yang diperjanjikan tidak mengambil kargo,
semua biaya yang ditimbulkannya menjadi tanggung
jawab penerima kargo.
• Kargo yang telah melebihi batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengangkut berhak menjualnya
dan hasilnya digunakan untuk pembayaran biaya yang
timbul akibat kargo yang tidak diambil oleh penerima.
PASAL 164 UU No. 1/2009.
• Penjualan kargo dilakukan dengan cara yang paling cepat,
tepat, dan dengan harga yang wajar.
• Hasil penjualan diserahkan kepada yang berhak menerima
setelah dipotong biaya yang dikeluarkan oleh pengangkut
sepanjang dapat dibuktikan.
• Penerima kargo tidak berhak menuntut ganti kerugian atas
kerugian yang dideritanya karena penjualan
BESARAN GANTI RUGI
PASAL 165 – 172 UU No. 1/2009.
PASAL 165 UU No. 1/2009.
• Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang
meninggal dunia, cacat tetap pada tubuh, luka-luka pada
tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
• Jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah jumlah ganti kerugian yang diberikan oleh
badan usaha angkutan udara niaga di luar ganti kerugian
yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
PASAL 166 UU No. 1/2009.
Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan
khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih
tinggi dari jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 165 ayat (1).
PASAL 167 UU No. 1/2009.
Jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 143 ditetapkan setinggi-tingginya
sebesar kerugian nyata penumpang.
PASAL 168 UU No. 1/2009.
• Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat dan kargo
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dan Pasal 145 ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
• Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian
atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dihitung
berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang
hilang, musnah, atau rusak.
• Apabila kerusakan atau kehilangan sebagian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan seluruh bagasi atau seluruh
kargo tidak dapat digunakan lagi, pengangkut bertanggung jawab
berdasarkan seluruh berat bagasi atau kargo yang tidak dapat
digunakan tersebut.
PASAL 169 UU No. 1/2009.
Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan
khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih
tinggi dari jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 168 ayat (1).
PASAL 170 UU No. 1/2009.
Jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
PASAL 171 UU No. 1/2009.
Dalam hal orang yang dipekerjakan atau mitra usaha yang
bertindak atas nama pengangkut digugat untuk membayar
ganti kerugian untuk kerugian yang timbul karena tindakan
yang dilakukan di luar batas kewenangannya, menjadi
tanggung jawab yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PASAL 172 UU No. 1/2009.
• Besaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
165, Pasal 168, dan Pasal 170 dievaluasi paling sedikit satu
kali dalam satu tahun oleh Menteri.
• Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia,
kelangsungan hidup badan usaha angkutan udara niaga,
tingkat inflasi kumulatif, pendapatan per kapita dan
perkiraan usia harapan hidup.
PASAL 172 UU No. 1/2009.
• Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat dilakukan perubahan besaran ganti kerugian,
setelah mempertimbangkan saran dan masukan dari
menteri yang membidangi urusan keuangan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
PIHAKYANG BERHAK MENERIMA
GANTI RUGI
PASAL 173 UU No. 1/2009.
PASAL 173 UU No. 1/2009.
• Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang
berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris
penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan
usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian
kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
JANGKA WAKTU
MENGAJUKAN KLAIM
PASAL 174 – 175 UU No. 1/2009.
PASAL 174 UU No. 1/2009.
• Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada
saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang.
• Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya bagasi
tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat
seharusnya diambil oleh penumpang.
• Bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah 14 (empat
belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan.
• Klaim atas kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah
jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) terlampaui.
PASAL 175 UU No. 1/2009.
• Klaim atas kerusakan kargo harus diajukan pada saat kargo
diambil oleh penerima kargo.
• Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya kargo harus
diajukan pada saat kargo seharusnya diambil oleh penerima
kargo.
• Kargo dinyatakan hilang setelah 14 (empat belas) hari
kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan.
• Klaim atas kehilangan kargo diajukan setelah jangka waktu 14
(empat belas) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terlampaui.
PENGAJUAN GUGATAN
PASAL 176 -178 UU No. 1/2009.
PASAL 176 UU No. 1/2009.
Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo,
dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana
diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat
mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah
Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
PASAL 177 UU No. 1/2009.
Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim
kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di
tempat tujuan.
PERNYATAAN KEMUNGKINAN
MENINGGAL DUNIA/HILANG
PENUMPANG PESAWAT
PASAL 178 UU No. 1/2009.
PASAL 178 UU No. 1/2009.
• Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah
meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal
pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh
kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan
pengadilan.
• Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3
(tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
WAJIB ASURANSI
PASAL 179 – 180 UU No. 1/2009.
PASAL 179 UU No. 1/2009.
Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap
penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.
PASAL 180 UU No. 1/2009.
Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179
sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang
ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170.
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
KEPADA PIHAK III
PASAL 183 – 185 UU No. 1/2009.
PASAL 184 UU No. 1/2009.
• Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara
bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pihak
ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara,
kecelakaan pesawat udara, atau jatuhnya benda-benda lain
dari pesawat udara yang dioperasikan.
• Ganti kerugian terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
kerugian nyata yang dialami.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan besaran ganti
kerugian, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh ganti
kerugian diatur dengan Peraturan Menteri.
PASAL 185 UU No. 1/2009.
Pengangkut dapat menuntut pihak ketiga yang
mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap penumpang,
pengirim, atau penerima kargo yang menjadi tanggung jawab
pengangkut.
Persyaratan Khusus
(Pasal 186 UU No. 1/2009)
• Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang
meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang
lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang
ini.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur
dengan Peraturan Menteri.
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA
PP NO. 40TAHUN 1995
Pasal 42 PP No. 40Tahun 1995
Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga
berjadwal bertanggung jawab atas :
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut
apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.
TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA
PERMENHUB NO. 77TAHUN 2011
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Pasal 2 Permenhub No. 77Tahun 2011)
Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib
bertanggung jawab atas kerugian terhadap :
a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;
b. hilang atau rusaknya bagasi kabin;
c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat
d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
e. keterlambatan angkutan udara; dan
f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
• penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena
akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata
ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti
kerugian sebesar Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima
puluh juta rupiah) per penumpang;
• penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang
sematamata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada
saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju
pesawat udara atau pada saat proses turun dari pesawat udara
menuju ruang kedatangan di bandar udara tujuan dan/atau bandar
udara persinggahan (transit) diberikan ganti kerugian sebesar Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per penumpang;
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Penumpang yang mengalami cacat tetap, meliputi :
• penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan
diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus
lima puluhjuta rupiah) per penumpang; dan
• penumpang yang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya
kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam lampiran
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
• Cacat Tetap Total sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 yaitu
kehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang tidak dapat
disembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atau
satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau
kaki, atau Kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidak
dapatdisembuhkan dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki
padaatau di atas pergelangan tangan atau kaki.
• penumpang yang mengalami luka-Iuka dan harus menjalani
perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien
rawat inap dan/atau rawat jalan, akan diberikan ganti kerugian
sebesar biaya perawatan yang nyata paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per penumpang.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
• Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang
yang dipekerjakannya.
• Apabila pembuktian penumpang dapat diterima oleh pengangkut atau
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
yang tetap (inkracht) dinyatakan bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan
setinggi tingginya sebesar kerugian nyata penumpang.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan,
musnah atau rusaknya bagasi tercatat ditetapkan sebagai berikut:
• kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat
musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empatjuta rupiah) per
penumpang; dan
• kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk,
ukuran dan merk bagasi tercatat
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
• Bagasi tercatat dianggap hilang, apabila tidak diketemukan dalam waktu 14
(empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang
di bandar udara tujuan.
• Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas
bagasi tercatat yang belum ditemukan dan,belum dapat dinyatakan hilang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Jumlah ganti kerugian terhadap kargo yang dikirim hilang, musnah, atau
rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d ditetapkan sebagai
berikut:
• terhadap hilang atau musnah, pengangkut wajib memberikan ganti
kerugian kepada pengirim sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
per kg.
• terhadap rusak sebagian atau seluruh isi kargo atau kargo,
pengangkut wajib memberikan ganti kerugian kepada pengirim
sebesar Rp. 50.000,00 (limapuluh ribu rupiah) per kg.
• apabila pada saat menyerahkan kepada pengangkut, pengirim
menyatakan nilai kargo dalam surat muatan udara (airway bill), ganti
kerugian yang wajib dibayarkan oleh pengangkut kepada pengirim
sebesar nilai kargo yang dinyatakan dalam surat muatan udara.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
• Kargo dianggap hilang setelah 14 (empat belas) hari kalender
terhitung sejak seharusnya tiba di tempat tujuan.
• Apabila kargo diangkut melalui lebih dari 1 (satu) moda
transportasi, pengangkut hanya bertanggung jawab atas
kerusakan sebagian atau keseluruhan atau atas kehilangan kargo
selama dalam pengangkutan udara yang menjadi
tanggungjawabnya.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Keterlambatan angkutan udara terdiri dari :
• keterlambatan penerbangan (flight delayed);
• tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara
(denied boarding passanger); dan
• pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan
penerbangan ditetapkan sebagai berikut:
• keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00
(tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
• diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a
apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan
penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan
tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat
tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara;
• dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik
Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan,
termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi
penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib
diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
Terhadap tidak terangkutnya penumpang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf b, pengangkut wajib memberikan ganti
kerugian berupa:
• mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan;
dan/atau
• memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada
penerbangan lain ke tempat tujuan
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)
• Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat
keterlambatan penerbangan yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis
operasional.
• Faktor cuaca antara lain hujan Iebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di
bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal
yang mengganggu keselamatan penerbangan.
• Teknis Operasional antara lain bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak
dapat digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara
atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran,
terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau
alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara, atau
keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling).
JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran
Ganti Kerugian
(Permenhub No. 77Tahun 2011)

More Related Content

What's hot

Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)
Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)
Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)Pspp Penerbangan
 
Sistem keamanan dan keselamatan kapal
Sistem keamanan dan keselamatan kapalSistem keamanan dan keselamatan kapal
Sistem keamanan dan keselamatan kapalANGGI ANGGARA MALIK
 
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)Mariske Myeke Tampi
 
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011Anton Kurniawan
 
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919Mariske Myeke Tampi
 
Tugas hukum udara
Tugas hukum udaraTugas hukum udara
Tugas hukum udaraAmina Ar
 
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utama
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utamaPenjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utama
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utamaYani Antariksa
 
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udara
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udaraMenetapkan batas kedaulatan wilayah udara
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udaraahmad akhyar
 
Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia
Kedaulatan Di Ruang Udara IndonesiaKedaulatan Di Ruang Udara Indonesia
Kedaulatan Di Ruang Udara IndonesiaRus Mala
 
Kedaulatan negara di ruang udara a2
Kedaulatan negara di ruang udara a2Kedaulatan negara di ruang udara a2
Kedaulatan negara di ruang udara a2ahmad akhyar
 
Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Arjuna Ahmadi
 
Hukum pengangkutan
Hukum pengangkutanHukum pengangkutan
Hukum pengangkutanrizkinrw
 
Kedaulatan ryang udara negara
Kedaulatan ryang udara negaraKedaulatan ryang udara negara
Kedaulatan ryang udara negaraahmad akhyar
 
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011tnt-akpar
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranBp Nafri
 

What's hot (19)

Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)
Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)
Penjelasan pengertian makna arti tugas avsec (aviation security)
 
Sistem keamanan dan keselamatan kapal
Sistem keamanan dan keselamatan kapalSistem keamanan dan keselamatan kapal
Sistem keamanan dan keselamatan kapal
 
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)
Air & Space Law - Hukum Udara Perdata Internasional (1)
 
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011
 
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919
Air & Space Law - Konferensi Paris 1910 dan Konvensi Paris 1919
 
Tugas hukum udara
Tugas hukum udaraTugas hukum udara
Tugas hukum udara
 
Skep 40-iii-2010 ac incident accident report
Skep 40-iii-2010 ac incident  accident reportSkep 40-iii-2010 ac incident  accident report
Skep 40-iii-2010 ac incident accident report
 
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utama
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utamaPenjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utama
Penjelasan fgd alki laksda yani tim dan penanggap utama
 
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udara
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udaraMenetapkan batas kedaulatan wilayah udara
Menetapkan batas kedaulatan wilayah udara
 
Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia
Kedaulatan Di Ruang Udara IndonesiaKedaulatan Di Ruang Udara Indonesia
Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia
 
Kedaulatan negara di ruang udara a2
Kedaulatan negara di ruang udara a2Kedaulatan negara di ruang udara a2
Kedaulatan negara di ruang udara a2
 
Cargo insurance..
Cargo insurance..Cargo insurance..
Cargo insurance..
 
Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12Manajemen Transportasi Materi 12
Manajemen Transportasi Materi 12
 
Ilegal fishing edit
Ilegal fishing editIlegal fishing edit
Ilegal fishing edit
 
Uu 83 1958
Uu 83 1958Uu 83 1958
Uu 83 1958
 
Hukum pengangkutan
Hukum pengangkutanHukum pengangkutan
Hukum pengangkutan
 
Kedaulatan ryang udara negara
Kedaulatan ryang udara negaraKedaulatan ryang udara negara
Kedaulatan ryang udara negara
 
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011
Peraturan menteri perhubungan No PM 77 tahun 2011
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran
 

Viewers also liked

Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum InternasionalMariske Myeke Tampi
 
Transportation Law - Transportation Agreement In Common
Transportation Law - Transportation Agreement In CommonTransportation Law - Transportation Agreement In Common
Transportation Law - Transportation Agreement In CommonMariske Myeke Tampi
 
Pengantar Hukum Internasional - International Court of Justice
Pengantar Hukum Internasional - International Court of JusticePengantar Hukum Internasional - International Court of Justice
Pengantar Hukum Internasional - International Court of JusticeMariske Myeke Tampi
 
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN Charter
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN CharterPengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN Charter
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN CharterMariske Myeke Tampi
 
Introduction to Indonesian Law - Part I
Introduction to Indonesian Law - Part IIntroduction to Indonesian Law - Part I
Introduction to Indonesian Law - Part IMariske Myeke Tampi
 
Pengantar Hukum Internasional - North Sea Continental Shelf Case
Pengantar Hukum Internasional  - North Sea Continental Shelf CasePengantar Hukum Internasional  - North Sea Continental Shelf Case
Pengantar Hukum Internasional - North Sea Continental Shelf CaseMariske Myeke Tampi
 

Viewers also liked (6)

Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
 
Transportation Law - Transportation Agreement In Common
Transportation Law - Transportation Agreement In CommonTransportation Law - Transportation Agreement In Common
Transportation Law - Transportation Agreement In Common
 
Pengantar Hukum Internasional - International Court of Justice
Pengantar Hukum Internasional - International Court of JusticePengantar Hukum Internasional - International Court of Justice
Pengantar Hukum Internasional - International Court of Justice
 
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN Charter
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN CharterPengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN Charter
Pengantar Hukum Internasional - UN Charter and ASEAN Charter
 
Introduction to Indonesian Law - Part I
Introduction to Indonesian Law - Part IIntroduction to Indonesian Law - Part I
Introduction to Indonesian Law - Part I
 
Pengantar Hukum Internasional - North Sea Continental Shelf Case
Pengantar Hukum Internasional  - North Sea Continental Shelf CasePengantar Hukum Internasional  - North Sea Continental Shelf Case
Pengantar Hukum Internasional - North Sea Continental Shelf Case
 

Similar to Transportation Law - Air Transportation Law

03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx
03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx
03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptxbaronascarhafid
 
PM 128 tahun 2015
PM 128 tahun 2015PM 128 tahun 2015
PM 128 tahun 2015CIkumparan
 
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Yusrizal Mahendra
 
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptx
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptxBab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptx
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptxbaronascarhafid
 
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
UU No. 1 Tahun 2009 tentang PenerbanganUU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
UU No. 1 Tahun 2009 tentang PenerbanganSabar Artiyono
 
Uu no.1 tahun 2009 penerbangan
Uu no.1 tahun 2009 penerbanganUu no.1 tahun 2009 penerbangan
Uu no.1 tahun 2009 penerbanganDesi Nurwiyanti
 
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbanganUu 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbangananthonius karianga
 
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATION
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATIONMAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATION
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATIONSelfiya_
 
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang PenerbanganUndang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang PenerbanganPenataan Ruang
 
Sharing knowledge emp (energi mega persada)
Sharing knowledge emp (energi mega persada)Sharing knowledge emp (energi mega persada)
Sharing knowledge emp (energi mega persada)vikhi79
 
Drainase lapangan-terbang
Drainase lapangan-terbangDrainase lapangan-terbang
Drainase lapangan-terbangAgung Noorsamsi
 
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)M. Satryo Sahara
 
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awak
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa AwakMateri Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awak
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awakssuser1a3f6f
 

Similar to Transportation Law - Air Transportation Law (20)

03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx
03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx
03. Regulasi Penggunaan Drone untuk.pptx
 
PM 128 tahun 2015
PM 128 tahun 2015PM 128 tahun 2015
PM 128 tahun 2015
 
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
Persyaratan Teknis Pengoperasian Fasilitas Teknik Bandar Udara SKEP/77/VI/2005
 
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptx
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptxBab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptx
Bab 10 Air Traffic Controler untuk trafik.pptx
 
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
UU No. 1 Tahun 2009 tentang PenerbanganUU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
 
Uu 1 tahun 2009 ind (1)
Uu 1 tahun 2009 ind (1)Uu 1 tahun 2009 ind (1)
Uu 1 tahun 2009 ind (1)
 
Uu no.1 tahun 2009 penerbangan
Uu no.1 tahun 2009 penerbanganUu no.1 tahun 2009 penerbangan
Uu no.1 tahun 2009 penerbangan
 
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbanganUu 1 tahun 2009 tentang penerbangan
Uu 1 tahun 2009 tentang penerbangan
 
Pm 77
Pm 77Pm 77
Pm 77
 
Pm 77
Pm 77Pm 77
Pm 77
 
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATION
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATIONMAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATION
MAKALAH ANALISIS KASUS SOUTHWEST AIRLINE CORPORATION
 
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang PenerbanganUndang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
 
Sharing knowledge emp (energi mega persada)
Sharing knowledge emp (energi mega persada)Sharing knowledge emp (energi mega persada)
Sharing knowledge emp (energi mega persada)
 
Makalah lapter
Makalah lapterMakalah lapter
Makalah lapter
 
2007 1-00353-sp-bab 2
2007 1-00353-sp-bab 22007 1-00353-sp-bab 2
2007 1-00353-sp-bab 2
 
PPT STEVEN.pptx
PPT STEVEN.pptxPPT STEVEN.pptx
PPT STEVEN.pptx
 
Drainase lapangan-terbang
Drainase lapangan-terbangDrainase lapangan-terbang
Drainase lapangan-terbang
 
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)
Tugas Besar AE3140 Sertifikasi Kaca Depan Kokpit (Windshield)
 
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awak
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa AwakMateri Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awak
Materi Tentang Penjelasan Seputar Pesawat Udara Tanpa Awak
 
Kuliah 1 aspek ekonomi
Kuliah 1 aspek ekonomiKuliah 1 aspek ekonomi
Kuliah 1 aspek ekonomi
 

More from Mariske Myeke Tampi

Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalMariske Myeke Tampi
 
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan Hakikat
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan HakikatPengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan Hakikat
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan HakikatMariske Myeke Tampi
 
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus Kepailitan
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus KepailitanTanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus Kepailitan
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus KepailitanMariske Myeke Tampi
 
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...Mariske Myeke Tampi
 
International Business Transaction - Sale of Services
International Business Transaction - Sale of ServicesInternational Business Transaction - Sale of Services
International Business Transaction - Sale of ServicesMariske Myeke Tampi
 
International Business Transaction - An Overview
International Business Transaction - An OverviewInternational Business Transaction - An Overview
International Business Transaction - An OverviewMariske Myeke Tampi
 
International Business Transaction - International Contracting
International Business Transaction - International ContractingInternational Business Transaction - International Contracting
International Business Transaction - International ContractingMariske Myeke Tampi
 
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...Mariske Myeke Tampi
 
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...Mariske Myeke Tampi
 
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in Common
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in CommonLaw of Investment in Indonesia - Investment Facilities in Common
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in CommonMariske Myeke Tampi
 
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara Nasional
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara NasionalAir & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara Nasional
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara NasionalMariske Myeke Tampi
 

More from Mariske Myeke Tampi (18)

Hukum Keuangan Negara - 2
Hukum Keuangan Negara - 2Hukum Keuangan Negara - 2
Hukum Keuangan Negara - 2
 
Hukum Keuangan Negara - 1
Hukum Keuangan Negara - 1Hukum Keuangan Negara - 1
Hukum Keuangan Negara - 1
 
Hukum Lingkungan - 2
Hukum Lingkungan - 2Hukum Lingkungan - 2
Hukum Lingkungan - 2
 
Hukum Lingkungan - 1
Hukum Lingkungan - 1Hukum Lingkungan - 1
Hukum Lingkungan - 1
 
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Pandangan Tentang Hukum Internasional
 
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan Hakikat
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan HakikatPengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan Hakikat
Pengantar Hukum Internasional - Pengertian, Sejarah dan Hakikat
 
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus Kepailitan
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus KepailitanTanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus Kepailitan
Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas Dalam Kasus-Kasus Kepailitan
 
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...
International Business Transaction - Arbitration of Disputes in International...
 
International Business Transaction - Sale of Services
International Business Transaction - Sale of ServicesInternational Business Transaction - Sale of Services
International Business Transaction - Sale of Services
 
International Business Transaction - An Overview
International Business Transaction - An OverviewInternational Business Transaction - An Overview
International Business Transaction - An Overview
 
International Business Transaction - International Contracting
International Business Transaction - International ContractingInternational Business Transaction - International Contracting
International Business Transaction - International Contracting
 
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...
International Business Transaction - Exporting and Importing: The Documentary...
 
International Trade Regulation
International Trade RegulationInternational Trade Regulation
International Trade Regulation
 
Human Rights
Human RightsHuman Rights
Human Rights
 
Democracy - Jokowi
Democracy - Jokowi Democracy - Jokowi
Democracy - Jokowi
 
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...
Law of Investment in Indonesia - Land rights, immigration service and import ...
 
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in Common
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in CommonLaw of Investment in Indonesia - Investment Facilities in Common
Law of Investment in Indonesia - Investment Facilities in Common
 
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara Nasional
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara NasionalAir & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara Nasional
Air & Space Law - Tindak Pidana Dalam Hukum Udara Nasional
 

Recently uploaded

20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptxahmadrievzqy
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxkhairunnizamRahman1
 

Recently uploaded (6)

20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
20230812 - DSLA - Perbandingan KUHP Lama dan Baru.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptxSlaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
 

Transportation Law - Air Transportation Law

  • 1. HUKUMTRANSPORTASI UDARA Prof. H.K. Martono, S.H., LL.M. Dr. Ahmad Sudiro, S.H., M.H., M.M. Mariske MyekeTampi, S.H., M.H.
  • 3.
  • 4. Pengertian Penerbangan Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.
  • 5. PENERBANGAN PEMANFAATAN WILAYAH UDARA BANDAR UDARA PESAWAT UDARA ANGKUTAN UDARA NAVIGASI PENERBANGAN KESELAMATAN & KEAMANAN FASILITAS PENUNJANG LINGKUNGAN HIDUP
  • 6. Sumber Hukum Penerbangan 1. UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan beserta dengan peraturan pelaksanaannya 2. Konvensi-konvensi Internasional tentang Penerbangan 3. Perjanjian Pengangkutan Udara
  • 7. Cakupan UU Penerbangan 1. Semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan, pesawat udara, bandar udara, pangkalan udara, angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain yang terkait, termasuk kelestarian lingkungan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatan dari dan/atau ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 3. Semua pesawat udara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 8. Prinsip Kedaulatan Udara Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.
  • 9. Prinsip Kedaulatan Udara Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.
  • 10. Penetapan Kawasan Udara Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang dan terbatas merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka keselamatan masyarakat luas, keselamatan penerbangan, perekonomian nasional, lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
  • 11. Penetapan Kawasan Udara Kawasan UdaraTerlarang (Prohibited Area) • Artinya kawasan udara dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat udara. Pembatasan hanya dapat ditetapkan di dalam wilayah udara Indonesia, sebagai contoh instalasi nuklir atau istana Presiden. Kawasan UdaraTerbatas (Restricted Area) • Artinya kawasan udara dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan tertentu (pesawat udara TNI). Pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini dapat digunakan untuk penerbangan sipil. Pembatasan dapat berupa pembatasan ketinggian dan hanya dapat ditetapkan di dalam wilayah udara Indonesia, misalnya instalasi atau kawasan militer.
  • 12. Kawasan UdaraTerlarang (Prohibited Area) •Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang. •Larangan terbang bersifat permanen dan menyeluruh.
  • 13. Kawasan UdaraTerbatas (Restricted Area) • Kawasan udara terbatas hanya dapat digunakan untuk penerbangan pesawat udara negara.
  • 14. Sanksi Pelanggaran KawasanTerbang 1. Pesawat yang melanggar wilayah NKRI diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut 2. Pesawat yang memasuki kawasan udara terlarang atau terbatas diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut 3. Dalam hal peringatan dan perintah tidak ditaati, dilakukan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara negara untuk ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau kawasan udara terlarang dan terbatas atau untuk mendarat di pangkalan udara atau bandar udara tertentu di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 15. Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara • Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran. • Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan ketentuan tertentu . • Pesawat udara yang telah memenuhi syarat pendaftaran diberikan sertifikat pendaftaran. • Jangka waktu pendaftaran berlaku selama 3 tahun
  • 16. Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara (Aircraft Nationality and Registration Mark) • Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara (airship) yang telah mempunyai sertifikat pendaftaran Indonesia diberikan tanda kebangsaan Indonesia. • Pesawat terbang, helikopter, balon udara berpenumpang, dan kapal udara yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia wajib dilengkapi dengan bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 17. Syarat Pendaftaran Pesawat Sipil di Indonesia a. tidak terdaftar di negara lain; dan b. dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia; c. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu perjanjian; d. dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau e. dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hukum Indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.
  • 18. Contoh Aircraft Nationality and Registration Mark
  • 19. Konsekuensi Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara (Aircraft Nationality and Registration Mark) 1. Memiliki status kebangsaan 2. Dianggap wilayah teritorial suatu negara 3. Dianggap sebagai benda tidak bergerak di Indonesia
  • 20. Kelaikudaraan 1. Setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memenuhi standar kelaikudaraan 2. Pesawat udara yang telah memenuhi standar kelaikudaraan diberi sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan
  • 21. Jenis Sertifikat Kelaikudaraan 1. Sertifikat Kelaikudaraan Standar; dan 2. Sertifikat Kelaikudaraan Khusus.
  • 22. Sertifikat Kelaikudaraan Standar Sertifikat kelaikudaraan standar diberikan kepada pesawat terbang kategori transpor,normal, kegunaan (utility), aerobatik, komuter, helikopter kategori normal dan transpor, serta kapal udara dan balon udara penumpang Sertikat kelikudaraan normal dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. initial airworthiness certificate 2. continous airworthiness certificate
  • 23. Sertifikat Kelaikudaraan Khusus Sertifikat kelaikudaraan khusus diberikan pada pesawat udara khusus yang penggunaannya secara terbatas (restricted) dan percobaan (eksperimental) serta kegiatan penerbangan yang bersifat khusus.
  • 24. Operasi Pesawat Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat.
  • 25. Jenis Sertifikat Pengoperasian Pesawat a. sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate), yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga; atau b. sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate), yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.
  • 26. Sertifikat Operator Pesawat Udara 1. memiliki izin usaha angkutan udara niaga; 2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan izin usaha yang dimiliki; 3. memiliki dan/atau menguasai personel pesawat udara yang kompeten dalam jumlah rasio yang memadai untuk mengoperasikan dan melakukan perawatan pesawat udara; 4. memiliki struktur organisasi paling sedikit di bidang operasi, perawatan, keselamatan, dan jaminan kendali mutu; 5. memiliki personel manajemen yang kompeten dengan jumlah memadai; 6. memiliki dan/atau menguasai fasilitas pengoperasian pesawat udara;
  • 27. Sertifikat Operator Pesawat Udara 7. memiliki dan/atau menguasai persediaan suku cadang yang memadai; 8. memiliki pedoman organisasi pengoperasian (company operation manual) dan pedoman organisasi perawatan (company maintenance manual); 9. memiliki standar keandalan pengoperasian pesawat udara (aircraft operating procedures); 10. memiliki standar perawatan pesawat udara; 11. memiliki fasilitas dan pedoman pendidikan dan/atau pelatihan personel pesawat udara (company training manuals); 12. memiliki sistem jaminan kendali mutu (company quality assurance manuals) untuk mempertahankan kinerja operasi dan teknik secara terus menerus; dan m. memiliki pedoman sistem manajemen keselamatan (safety management system manual).
  • 28. Sertifikat Pesawat Udara Bukan Niaga 1. memiliki izin kegiatan angkutan udara bukan niaga; 2. memiliki dan menguasai pesawat udara sesuai dengan izin kegiatan yang dimiliki; 3. memiliki dan/atau menguasai personel operasi pesawat udara dan personel ahli perawatan pesawat udara; 4. memiliki standar pengoperasian pesawat udara; dan 5. memiliki standar perawatan pesawat udara
  • 29. Operasi Pesawat Sertifikat operator pesawat udara dan sertifikat pengoperasian pesawat udara diberikan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian serta pemohon mendemonstrasikan kemampuan pengoperasian pesawat udara.
  • 30. Asuransi Pengoperasian Pesawat Udara Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan: a. pesawat udara yang dioperasikan; b. personel pesawat udara yang dioperasikan; c. tanggung jawab kerugian pihak kedua; d. tanggung jawab kerugian pihak ketiga; dan e. kegiatan investigasi insiden dan kecelakaan pesawat udara.
  • 31. PENGANGKUTAN UDARA PENGANGKUTAN UDARA NIAGA PENGANGKUTAN UDARA BUKAN NIAGA ANGKUTAN UDARA NIAGA DALAM NEGERI ANGKUTAN UDARA NIAGA LUAR NEGERI ANGKUTAN UDARA PERINTIS ANGKUTAN UDARA UNTUK KEGIATAN KEUDARAAN (AERIALWORK); ANGKUTAN UDARA UNTUK KEGIATAN PENDIDIKAN DAN/ATAU PELATIHAN PERSONEL PESAWAT UDARA ANGKUTAN UDARA BUKAN NIAGA LAINNYA YANG KEGIATAN POKOKNYA BUKAN USAHA ANGKUTAN UDARA NIAGA ANGKUTAN UDARA TERJADWAL ANGKUTAN UDARA TIDAKTERJADWAL BADAN USAHA ASING/NASIONAL PENUMPANG/CARGO
  • 32.
  • 33. Asas Cabotage “Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga” (Pasal 84 UU No. 1Tahun 2009)
  • 34. Pengangkutan Udara Niaga Dalam Negeri 1. Angkutan udara niaga dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga. 2. Angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapat izin usaha angkutan udara niaga berjadwal.
  • 35. Pengangkutan Udara Niaga Luar Negeri 1. Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional dan/atau perusahaan angkutan udara niaga berjadwal asing untuk mengangkut penumpang dan kargo berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral. 2. Dalam hal angkutan udara niaga berjadwal luar negeri merupakan bagian dari perjanjian multilateral yang bersifat multisektoral, pelaksanaan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri tetap harus diatur melalui perjanjian bilateral.
  • 36. 1. Perjanjian bilateral atau multilateral dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan timbal balik (reciprocity). 2. Dalam hal Indonesia melakukan perjanjian plurilateral mengenai angkutan udara dengan suatu organisasi komunitas negara asing, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan perjanjian bilateral dengan masing-masing negara anggota komunitas tersebut. 3. Dalam hal Indonesia sebagai anggota dari suatu organisasi komunitas negara yang melakukan perjanjian plurilateral mengenai angkutan udara dengan suatu organisasi komunitas negara lain, pelaksanaan perjanjian dilakukan berdasarkan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut. Pengangkutan Udara Niaga Luar Negeri
  • 38. SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN SECARA TEORITISLiability Based on Fault Presumption of Liability Absolute/Strict Liability
  • 39. JENIS PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN PESAWAT PENGANGKUT PENUMPANG PESAWAT PERUSAHAAN ASURANSI PERUSAHAAN ASURANSI PERUSAHAAN ASURANSI PRODUCT LIABILITY CARRIER LIABILITY LIABILITY INSURANCE LIABILITY INSURANCE PASSANGER INSURANCE
  • 40. DASAR HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUT • UU No. 1Tahun 2009 tentang Penerbangan (Pasal 140-149 ) • PP No. 40Tahun 1995 tentang Angkutan Udara (Pasal 42-45) • Permenhub No. 77Tahun 2011
  • 41. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA UU NO. 1TAHUN 2009
  • 42. KEWAJIBAN PENGANGKUT PASAL 140 UU No. 1Tahun 2009.
  • 43. . (1)Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengangkut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan. (2)Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan yang disepakati. (3)Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan. KEWAJIBAN PENGANGKUT PENGANGKUT PASAL 140 UU No. 1/2009.
  • 44. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG/PENGIRIM PASAL 141 – 149 UU No. 1/2009
  • 45. PASAL 141 UU No. 1Tahun 2009. (1)Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. (2)Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. (3)Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
  • 46. PASAL 142 UU No. 1Tahun 2009. • Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara. • Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
  • 47. PASAL 143 UU No. 1Tahun 2009 . Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya.
  • 48. PASAL 144 UU No. 1Tahun 2009 . Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
  • 49. PASAL 145 UU No. 1Tahun 2009 . Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.
  • 50. PASAL 146 UU No. 1Tahun 2009 . Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
  • 51. PASAL 147 UU No. 1Tahun 2009 • Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara. • Tanggung jawab dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa: mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
  • 52. PASAL 148 UU No.Tahun 2009. Tanggung jawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 sampai dengan Pasal 147 tidak berlaku untuk: • angkutan pos; • angkutan penumpang dan/atau kargo yang dilakukan oleh pesawat udara negara; dan • angkutan udara bukan niaga.
  • 53. DOKUMEN PENGANGKUTAN PASAL 150 – 164 UU No. 1/2009.
  • 54. PASAL 150 UU No. 1Tahun 2009 Dokumen angkutan udara terdiri atas: a. tiket penumpang pesawat udara; b. pas masuk pesawat udara (boarding pass); c. tanda pengenal bagasi (baggage identification/claim tag); dan d. surat muatan udara (airway bill).
  • 55. PASAL 151 UU No. 1Tahun 2009 • Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau penumpang kolektif. • Tiket penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor, tempat, dan tanggal penerbitan, nama penumpang dan nama pengangkut, tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan, nomor penerbangan, tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat, pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada, dan pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.
  • 56. PASAL 151 UU No. 1Tahun 2009 • Yang berhak menggunakan tiket penumpang adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket yang dibuktikan dengan dokumen identitas diri yang sah. • Dalam hal tiket tidak diisi keterangan-keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
  • 57. PASAL 152 UU No. 1Tahun 2009 • Pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf b kepada penumpang. • Pas masuk pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nama penumpang, rute penerbangan, nomor penerbangan, tanggal dan jam keberangkatan, nomor tempat duduk, pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate), dan waktu masuk pesawat udara (boarding time).
  • 58. PASAL 153 UU No. 1Tahun 2009 • Pengangkut wajib menyerahkan tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c kepada penumpang • Tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor tanda pengenal bagasi, kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan, serta berat bagasi • Dalam hal tanda pengenal bagasi tidak diisi keterangan- keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hilang, atau tidak diberikan oleh pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
  • 59. PASAL 154 UU No. 1Tahun 2009 Tiket penumpang dan tanda pengenal bagasi dapat disatukan dalam satu dokumen angkutan udara.
  • 60. PASAL 155 UU No. 1/2009. • Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo. • Surat muatan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat, tempat pemberangkatan dan tujuan, nama dan alamat pengangkut pertama, nama dan alamat pengirim kargo,nama dan alamat penerima kargo, jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada, jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo, jenis atau macam kargo yang dikirim, dan pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.
  • 61. PASAL 155 UU No. 1/2009. • Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan sebagaimana tercatat dalam surat muatan udara. • Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diserahkan kepada pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
  • 62. PASAL 156 UU No. 1/2009. • Surat muatan udara wajib dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga), lembar asli diserahkan pada saat pengangkut menerima barang untuk diangkut. • Pengangkut wajib menandatangani surat muatan udara sebelum barang dimuat ke dalam pesawat udara.
  • 63. PASAL 157 UU No. 1/2009. Surat muatan udara tidak dapat diperjualbelikan atau dijadikan jaminan kepada orang lain dan/atau pihak lain.
  • 64. PASAL 158 UU No. 1/2009. Pengangkut wajib memberi prioritas pengiriman dokumen penting yang bersifat segera serta kargo yang memuat barang mudah rusak dan/atau cepat busuk (perishable goods).
  • 65. PASAL 159 UU No. 1/2009. Dalam hal pengirim kargo menyatakan secara tertulis harga kargo yang sebenarnya, pengangkut dan pengirim kargo dapat membuat kesepakatan khusus untuk kargo yang memuat barang mudah rusak dan/atau cepat busuk dengan mengecualikan besaran kompensasi tanggung jawab yang diatur dalam undang-undang ini.
  • 66. PASAL 160 UU No. 1/2009. Pengangkut dan pengirim kargo dapat menyepakati syarat-syarat khusus untuk angkutan kargo: • yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan besar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini; dan/atau • yang memerlukan perawatan atau penanganan khusus dan harus disertai perjanjian khusus dengan tambahan imbalan untuk mengasuransikan kargo tersebut.
  • 67. PASAL 161 UU No. 1/2009. • Pengirim bertanggung jawab atas kebenaran surat muatan udara. • Pengirim kargo bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen lainnya yang dipersyaratkan oleh instansi terkait dan menyerahkan kepada pengangkut. • Pengirim bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengangkut atau pihak lain sebagai akibat dari ketidakbenaran surat muatan udara yang dibuat oleh pengirim.
  • 68. PASAL 162 UU No. 1/2009. • Pengangkut wajib segera memberi tahu penerima kargo pada kesempatan pertama bahwa kargo telah tiba dan segera diambil. • Biaya yang timbul akibat penerima kargo terlambat atau lalai mengambil pada waktu yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab penerima.
  • 69. PASAL 163 UU No. 1/2009. Dalam hal kargo belum diserahkan kepada penerima, pengirim dapat meminta kepada pengangkut untuk menyerahkan kargo tersebut kepada penerima lain atau mengirimkan kembali kepada pengirim, dan semuanya atas biaya dan tanggung jawab pengirim.
  • 70. PASAL 164 UU No. 1/2009. • Dalam hal penerima kargo, setelah diberitahu sesuai dengan waktu yang diperjanjikan tidak mengambil kargo, semua biaya yang ditimbulkannya menjadi tanggung jawab penerima kargo. • Kargo yang telah melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut berhak menjualnya dan hasilnya digunakan untuk pembayaran biaya yang timbul akibat kargo yang tidak diambil oleh penerima.
  • 71. PASAL 164 UU No. 1/2009. • Penjualan kargo dilakukan dengan cara yang paling cepat, tepat, dan dengan harga yang wajar. • Hasil penjualan diserahkan kepada yang berhak menerima setelah dipotong biaya yang dikeluarkan oleh pengangkut sepanjang dapat dibuktikan. • Penerima kargo tidak berhak menuntut ganti kerugian atas kerugian yang dideritanya karena penjualan
  • 72. BESARAN GANTI RUGI PASAL 165 – 172 UU No. 1/2009.
  • 73. PASAL 165 UU No. 1/2009. • Jumlah ganti kerugian untuk setiap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap pada tubuh, luka-luka pada tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. • Jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah ganti kerugian yang diberikan oleh badan usaha angkutan udara niaga di luar ganti kerugian yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  • 74. PASAL 166 UU No. 1/2009. Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (1).
  • 75. PASAL 167 UU No. 1/2009. Jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ditetapkan setinggi-tingginya sebesar kerugian nyata penumpang.
  • 76. PASAL 168 UU No. 1/2009. • Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat dan kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 dan Pasal 145 ditetapkan dengan Peraturan Menteri. • Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak. • Apabila kerusakan atau kehilangan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan seluruh bagasi atau seluruh kargo tidak dapat digunakan lagi, pengangkut bertanggung jawab berdasarkan seluruh berat bagasi atau kargo yang tidak dapat digunakan tersebut.
  • 77. PASAL 169 UU No. 1/2009. Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1).
  • 78. PASAL 170 UU No. 1/2009. Jumlah ganti kerugian untuk setiap keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
  • 79. PASAL 171 UU No. 1/2009. Dalam hal orang yang dipekerjakan atau mitra usaha yang bertindak atas nama pengangkut digugat untuk membayar ganti kerugian untuk kerugian yang timbul karena tindakan yang dilakukan di luar batas kewenangannya, menjadi tanggung jawab yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • 80. PASAL 172 UU No. 1/2009. • Besaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170 dievaluasi paling sedikit satu kali dalam satu tahun oleh Menteri. • Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia, kelangsungan hidup badan usaha angkutan udara niaga, tingkat inflasi kumulatif, pendapatan per kapita dan perkiraan usia harapan hidup.
  • 81. PASAL 172 UU No. 1/2009. • Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan perubahan besaran ganti kerugian, setelah mempertimbangkan saran dan masukan dari menteri yang membidangi urusan keuangan. • Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
  • 82. PIHAKYANG BERHAK MENERIMA GANTI RUGI PASAL 173 UU No. 1/2009.
  • 83. PASAL 173 UU No. 1/2009. • Dalam hal seorang penumpang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1), yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. • Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • 84. JANGKA WAKTU MENGAJUKAN KLAIM PASAL 174 – 175 UU No. 1/2009.
  • 85. PASAL 174 UU No. 1/2009. • Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. • Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat seharusnya diambil oleh penumpang. • Bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. • Klaim atas kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui.
  • 86. PASAL 175 UU No. 1/2009. • Klaim atas kerusakan kargo harus diajukan pada saat kargo diambil oleh penerima kargo. • Klaim atas keterlambatan atau tidak diterimanya kargo harus diajukan pada saat kargo seharusnya diambil oleh penerima kargo. • Kargo dinyatakan hilang setelah 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. • Klaim atas kehilangan kargo diajukan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui.
  • 87. PENGAJUAN GUGATAN PASAL 176 -178 UU No. 1/2009.
  • 88. PASAL 176 UU No. 1/2009. Penumpang, pemilik bagasi kabin, pemilik bagasi tercatat, pengirim kargo, dan/atau ahli waris penumpang, yang menderita kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 173 dapat mengajukan gugatan terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.
  • 89. PASAL 177 UU No. 1/2009. Hak untuk menggugat kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
  • 91. PASAL 178 UU No. 1/2009. • Penumpang yang berada dalam pesawat udara yang hilang, dianggap telah meninggal dunia, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pesawat udara seharusnya mendarat di tempat tujuan akhir tidak diperoleh kabar mengenai hal ihwal penumpang tersebut, tanpa diperlukan putusan pengadilan. • Hak penerimaan ganti kerugian dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • 92. WAJIB ASURANSI PASAL 179 – 180 UU No. 1/2009.
  • 93. PASAL 179 UU No. 1/2009. Pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap penumpang dan kargo yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, dan Pasal 146.
  • 94. PASAL 180 UU No. 1/2009. Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal 165, Pasal 168, dan Pasal 170.
  • 95. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT KEPADA PIHAK III PASAL 183 – 185 UU No. 1/2009.
  • 96. PASAL 184 UU No. 1/2009. • Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara, kecelakaan pesawat udara, atau jatuhnya benda-benda lain dari pesawat udara yang dioperasikan. • Ganti kerugian terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan kerugian nyata yang dialami. • Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan besaran ganti kerugian, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh ganti kerugian diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 97. PASAL 185 UU No. 1/2009. Pengangkut dapat menuntut pihak ketiga yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap penumpang, pengirim, atau penerima kargo yang menjadi tanggung jawab pengangkut.
  • 98. Persyaratan Khusus (Pasal 186 UU No. 1/2009) • Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang ini. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dengan Peraturan Menteri.
  • 99. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA PP NO. 40TAHUN 1995
  • 100. Pasal 42 PP No. 40Tahun 1995 Perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal bertanggung jawab atas : a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut; c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.
  • 101. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT PADA PERMENHUB NO. 77TAHUN 2011
  • 102. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Pasal 2 Permenhub No. 77Tahun 2011) Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap : a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka; b. hilang atau rusaknya bagasi kabin; c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo; e. keterlambatan angkutan udara; dan f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
  • 103. • penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang; • penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang sematamata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara atau pada saat proses turun dari pesawat udara menuju ruang kedatangan di bandar udara tujuan dan/atau bandar udara persinggahan (transit) diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per penumpang; JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 104. Penumpang yang mengalami cacat tetap, meliputi : • penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluhjuta rupiah) per penumpang; dan • penumpang yang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 105. • Cacat Tetap Total sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 yaitu kehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang tidak dapat disembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atau satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki, atau Kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidak dapatdisembuhkan dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki padaatau di atas pergelangan tangan atau kaki. • penumpang yang mengalami luka-Iuka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan, akan diberikan ganti kerugian sebesar biaya perawatan yang nyata paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) per penumpang. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 106. • Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. • Apabila pembuktian penumpang dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi tingginya sebesar kerugian nyata penumpang. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 107. Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat ditetapkan sebagai berikut: • kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per kg dan paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empatjuta rupiah) per penumpang; dan • kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 108. • Bagasi tercatat dianggap hilang, apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di bandar udara tujuan. • Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan,belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per hari paling lama untuk 3 (tiga) hari kalender JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 109. Jumlah ganti kerugian terhadap kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d ditetapkan sebagai berikut: • terhadap hilang atau musnah, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian kepada pengirim sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per kg. • terhadap rusak sebagian atau seluruh isi kargo atau kargo, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian kepada pengirim sebesar Rp. 50.000,00 (limapuluh ribu rupiah) per kg. • apabila pada saat menyerahkan kepada pengangkut, pengirim menyatakan nilai kargo dalam surat muatan udara (airway bill), ganti kerugian yang wajib dibayarkan oleh pengangkut kepada pengirim sebesar nilai kargo yang dinyatakan dalam surat muatan udara. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 110. • Kargo dianggap hilang setelah 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak seharusnya tiba di tempat tujuan. • Apabila kargo diangkut melalui lebih dari 1 (satu) moda transportasi, pengangkut hanya bertanggung jawab atas kerusakan sebagian atau keseluruhan atau atas kehilangan kargo selama dalam pengangkutan udara yang menjadi tanggungjawabnya. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 111. Keterlambatan angkutan udara terdiri dari : • keterlambatan penerbangan (flight delayed); • tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passanger); dan • pembatalan penerbangan (cancelation of flight). JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 112. Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan ditetapkan sebagai berikut: • keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang; • diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara; • dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli. JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 113. Terhadap tidak terangkutnya penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, pengangkut wajib memberikan ganti kerugian berupa: • mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau • memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)
  • 114. • Pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan yang disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional. • Faktor cuaca antara lain hujan Iebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan. • Teknis Operasional antara lain bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran, terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara, atau keterlambatan pengisian bahan bakar (refuelling). JenisTanggung Jawab Pengangkut dan Besaran Ganti Kerugian (Permenhub No. 77Tahun 2011)